Di Ruang Anak 7B
RS Saiful Anwar Malang
Oleh:
MOCHAMMAD FAQIH FATCHUR
P17212195043
1
2
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV di ruang anak
PembimbingInstitusi
Pembimbing Lahan
Ji
NIP.
NIP.
3
A. KONSEP MEDIS
1. PENGERTIAN
1) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut
sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah
dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
2) AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
3) AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Jadi, HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu
sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama
karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
2. ETIOLOGI
Sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh
virus immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1
(HIV-1) yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+ , yang juga
ditemukan dalam jumlah yang lebih rendah pada monosit dan makrofag.
HIV-I merupakan retrovirus yang termasuk pada subfamili Lentivirus.
Juga sangat dekat dengan HIV-II, yang menyebabkan penyakit yang sama.
HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam
bentuknya yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang
atau melukai sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).
4
2) Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan
replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+
secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar
limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa
tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan
viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
3) Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh
penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan,
diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya
dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap
semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/µl
sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 :
143 )
4. PATOFISIOLOGI
Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan
transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target ( terutama
sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Ia
melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim R-tase yang dibawanya
untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA agar dapat bergabung
menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit T helper CD4 dan sel-sel
imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini berlangsung seumur hidup. Sel
limfosit T ini dalam tubuh mempunyai mempunyai fungsi yang penting sebagai
daya tahan tubuh. Akibat infeksi ini fungsi sistem imun (daya tahan tubuh)
berkurang atau rusak, maka fungsi imonologik lain juga mulai terganggu.
HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk
melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga
terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total sehubungan
dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan memburuknya sistem
imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi oportunis
6
PATOGENESIS
HIV-1
Ibu
Jarum suntik Transfusi Hub sexual
Transplasental Perinatal
Enzim RT-ase
Limfadenopati Viremia Lim B
Inf. Oportunistik
Keganasan sekunder
AIDS
- Kematoksis
- Fagositosis
8
AIDS
1.
Inf. Oportunistik
Jantung Kardiomiopati DC
Limpa Splenomegali
VIREMIA
SSP
Sal. napas Hepar & lien
Batang otak
Paru Hidung Hepatomegali Hipotalamus
Splenomegali
Menekan N. Vagus
Alveolar Sinusitis Pirogen
Nyeri
Simpatis
Pneumonitis Termostat
interstisiel
Jantung Lambung Usus
Hipertermi
Eksudasi
Takikardi peHCL pe
TD peristaltik
Vasodilatasi Kejang2
Akumulasi PD
sekret Mual,
Kardiomegali muntah, Mal
anorexia absorbsi
Vasodilatasi Resiko injuri
Batuk Kelj.
Kardiomiopati
Sebasea Nutrisi
spontan Tidak spontan
Keringat
DC
BB
Obstruksi sel Akumulasi
napas sekret Erithema
Diare
5. MANIFESTASI KLINIS
Bayi dan Anak
Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi
penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau
kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari. Kebanyakan
anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan 3 tahun.
Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen pada
penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi oportunistik
"penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan sangat mematikan
adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC pada bayi terinfeksi HIV-1
merupakan distress pernapasan berat dengan batuk, takipnea, dispnea dan
hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke arah blokade kapiler alveolar (mis ;
proses radang interstisial). Roentgenogram dada menunjukkan pneumonitis difus
bilateral dengan diafragma datar. Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi
fleksibel dan cuci bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista
maupun tropozoit. Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa
banding pada bayi termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-Barr,
virus herpes simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi pernafasan terkait
mengi. Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal mungkin, tetapi prognosis
jelek dan tidak secara langsung dikorelasikan dengan jumlah limfosit CD4+..
Reaktivasi PPC tampak semakin bertambah pada anak yang lebih tua yang
mempunyai perjalanan klinis infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC
(trimetropim-sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita
pediatri dengan angka limfosit-T CD4+ rendah (<25% angka absolut ).
Infeksi oportunistik penentu AIDS yang relatif sering kedua adalah
esofagitis akibat Candida albicans. Esofagitis Candida nampak sebagai
anoreksia atau disfagia, dikomplikasi oleh kehilangan berat badan, dan diobati
dengan amfoterisin B dan ketokonazol.
Infeksi oportunistik penting lain melibatkan ssstem saraf sentral, sepertii
Toxoplasma gondii. Infeksi Mycobacterium avium complex biasanya
12
2) Malaise
3) Keletihan
4) Keringat malam
5) Penurunan berat badan yang tidak nyata
6) Diare kronik atau kambuhan
7) Limfadenopati umum
8) Kandidiasis aral
9) Atralgia dan mialgia. ( Cecily L. Betz, 2002 : 211 )
Kategori Klinis HIV
1) Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV
2) Kategori A : Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini :
Limfadenopati
Hepatomegali
Splenomegali
Dermatitis
Parotitis
Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/ persisten, sinusitis, atau
otitis media
3) Kategori B : Gejala sedang
Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan
kekurangan kekebalan karena infeksi HIV . Contoh dari kondisi-kondisi
tersebut adalah sebagai berikut :
Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
Kardiomiopati
Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
14
Sarkoma kaposi.
Limfoma, primer di otak.
Limfoma ( sarkoma burkitt atau sarkoa imunoblastik ).
Kompleks Mycobacterium avium atau Mycobacterium kansasii,
diseminata atau ekstrapulmoner.
Pneumonia Pneumocystis carinii.
Leukoensefalopati multifokal progresif.
Septikemia salmonella kambuhan.
Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur > 1 bulan.
Wasting Syndrome karena HIV. ( Cecily L. Betz, 2002 : 213 )
6. PENDEKATAN DIAGNOSA
Pendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih sukar dari pada
orang dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya yang tidak / kurang
meyakinkan akibat banyaknya penyakit lain yang harus dipikirkan sebagai
diagnosa bandingnya, juga karena pemeriksaan serologisnya yang sering
membingungkan. Adanya antibodi terhadap HIV (IgG) pada darah bayi dapat
merupakan antibodi yang berasal dari ibunya, karena antibodi ini dapat
menembus plasenta, yang dapat menetap berada dalam darah si anak sampai
berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka memerlukan pemeriksaan serial
dan untuk mengevaluasi kebenaran terjadinya infeksi bagi si bayi. Pada
umumnya dikatakan, masih terdapatnya antibodi sampai lebih dari 15 bulan
menunjukkan adanya infeksi HIV pada bayi. Terdapatnya antibodi kelas IgM
atau IgA, mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan sensitifitas dan
spesifitas sampai 98%.
Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :
1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi.
2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan
3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti menurunnya T4 (ratio T4:T8)
16
Gejala Minor :
b) Limfadenopati yang menyeluruh atau hepatosplenomegali
c) Kandidiasis mulut dan faring
d) Infeksi ringan yang berulang (otitis media, faringitis
e) Batuk kronik (lebih dari 1 bulan)
f) Dermatitis yang menyelurh
g) Ensefalitis
17
Anak-anak yang menderita penyakit dengan gejala klinis yang tidak sesuai
dengan kriteria diagnosa infeksi HIV disebut “AIDS Related Complex (ARC)”.
Pada umumnya gejalanya berupa : limfadenopati, peumonitis interstitialis, diare
menahun, infeksi berulang, kandidiasis mulutyang menetap, serta pembesaran
hepar, namun belum ada infeksi oportunistik atau keganasan.
18
Untuk memudahan dalam membuat diagnosa ARC, oleh CDC telah pula
diberikan kriterianya seperti tercantum pada tabel 3
Kriteria Minor :
- Limfadenopati pada 2 tempat atau lebih (bilateral dihitung 1)
- Pembesaran hepar dan lien
- Diare menahun / berulang
- Kegagalan pertumbuhan (“failure to thrive”)
- Ensefalopati idiopatik progresip
Kriteria Laboratorium :
- Peningkatan IgA / IgM dalam serum
- Perbandingan T4/T8 terbalik
- IVAP rendah
Diagnosa ARC ditegakkan apabila ada 1 kriteria mayor, 1 kriteria minor. Serta 2
kriteria laboratorium selama lebih dari 3 bulan.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
I. Penalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti
terinfeksi HIV.
20
Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala cairan yang berasal
dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya segala tindakan
terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan untuk tetap
memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan ada yang
menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting untuk senantiasa
memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai melahirkan, demikian juga
sang bayi sampai berumur lebih dari 2 tahun. Ada pula yang menganjurkan
untuk melakukan terminasi kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena infeksi
HIV, karena kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%.
Non-Nucleoside-Reserve
Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Nevirapin
Pada wanita hamil dengan infeksi HIV dapat diberi AZT 2 kali sehari
peroral sejak minggu ke 36 kehamilan sampai persalinan tanpa
memandang jumlah CD4, serta dianjurkan untuk tidak menyusui
bayinya. Pada bayi yang baru lahir bila ibunya HIV positif, dapat diobati
dengan AZT sampai 6 minggu. Sebenarya pada bayi / anak pengukuran
viral-load penting karena rentang jumlah CD4 yang sangat bervariasi
selama masa pertumbuhannya.
Sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan AZT sampai 4
minggu. Zidovudin (Azidothymidine), mempunyai efek mempengaruhi
proses replikasi virus.
Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak 80, 120, 160 mg/m2, diberikan
secara intravena setiap 6 jam, selama 1-2 bulan, diikuti peroral selama
1-2 bulan dengan dosis satu sampai satu setengah kali dosis intravena.
Efek samping obat berupa neutropenia dan anemia, biasanya segera
membaik dengan pengurangan dosis, atau penghentian pemberian obat.
Dengan pemberian obat ini penderita PCP 73% dapat bertahan sampai 44
minggu.
Pada umumnya adanya perbaikan ditandai dengan :
22
4. Mengatasi Neoplasma
Neoplamsa yang terpenting adalah sarkoma kaposi. Kalau masih bersifat
lokal, diatasi dengan eksisi dan radio terapi, kalau sudah lanjut, hanya
radioterapi, dikombinasi dengan kemoterapi / interferron.
5. Pemberian Vaksinasi
Pada penelitian ternyata, bahwa anak yang terkena infeksi HIV, masih
mempunyai kemampuan immunitas terhadap vaksinasi yang baik sampai
berumur 1-2 tahun. Kemampuan ini menurun setelah berusia di atas
2 tahun, bahkan ada yang mengatakan menghilang pada umur 4 tahun.
Karenanya vaksinasi rutin sesuai dengan “Program Pengembangan
Immunisasi yang ada di Indonesia dapat tetap diberikan, dengan
pertimbangan yang lebih terhadap pemberian vaksin hidup, terutama
BCG dan Polio.
9. PENCEGAHAN
Pemberian zidovudin selama kehamilan efektif dalam menurunkan resiko
infeksi janin dari wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 pada minggu ke 14-34
25
kehamilan yang belum mendapat obat ini karena memiliki limfosit CD4 yang
jumlahnya lebih dari 200 sel/mm³tanpa gejala klinis AIDS. Ibu mendapat terapi
zidovudin oral ( 100 mg lima kali sehari ) selama sisa masa kehamilan.
Saat persalinan obat diberikan secara intravena ; dosis awal 2 mg/kg
diberikan selama 1 jam dan disertai dengan infus sebanyak 1 mg/kg/jam
hingga bersalin.
Bayi baru lahir mendapat terapi antivirus selama 6 minggu ( sirup
zidovudin dosis 2 mg/kg setiap 6 jam ) mulai pada 8-12 jam pascalahir. Hal ini
mengakibatkan penurunan resiko relatif sebesar 67,5% .
( Behrman, dkk, 1999 : 653 )
B. KONSEP ASKEP
1. PENGKAJIAN
1.1 Anamnese
1.1.1 Identitas
- AIDS pada anak di bawah umur 13 tahun di Amerika, 13% merupakan
akibat kontaminasi dengan darah, 5% akibat pengobatan hemofilia, 80%
tertular dari orang tuanya.
- Anak yang terinfeksi pada masa perinatal, rata-rata umur 5 – 17 bulan
terdiagnosa sebagai AIDS.
- Terbanyak meninggal 1 tahun setelah dibuat diagnosis
- Study perspektif di Afrika menunjukan angka kematian anak usia lebih
dari 15 bulan lahir dari ibu HIV (+) sebesar 16,5% penyebab
terbanyak diare akut/ kronik dan pnemonie berulang.
1.1.2 Keluhan Utama
- Demam dan diare berkepanjangan
- Takhipnea, batuk, sesak nafas dan hipoxia keadaan yang gawat
1.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
- Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
- Diare lebih dari 1 bulan
26
1.2 Pemeriksaan
1.2.1 Sistem Penginderaan :
Pada Mata :
- Cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina,
sytomegalovirus retinitis dan toxoplasma choroiditis,
perivasculitis pada retina.
- Infeksi pada tepi kelompak mata (blefaritis) : mata merah,
perih, gatal, berair, banyak sekret serta berkerak.
- Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat
kekuningan, tunggal / multiple, pada satu / kedua mata
toxoplasma gondii
Pada Mulut : Oral thrush akibat jamur, stomatitis gangrenesa,
periodontitis, sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak
merah datar, kemudian menjadi biru, sering pada palatum.
Pada telinga : otitis media, nyeri, kehilangan pendengaran.
1.2.2 Sistem Pernafasan : Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak
nafas, tachipnea, hipoxia, nyeri dada, nafas pendek waktu istirahat,
gagal nafas.
1.2.3 Sistem pencernaan : BB menurun, anoreksia, nyeri menelan,
kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada mukosa oral,
faringitis, kandidiasis esofagus, kandidiasis mulut, selaput lendir
kering, pembesaran hati, mual, muntah, kolitis akibat diare kronik
pembesaran limpha.
28
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.1 Defisit nutrisi sehubungan dengan nyeri, anoreksia, diare.
2.2 Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
2.3 Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
3. INTERVENSI
30
12. Instruksikan pada seluruh pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan
sesudah memasuki ruangan pasien.
R.XII Dengan mencuci tangan yang benar akan memutus rantai
penularan.
13. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien.
R.XIIIUntuk mencegah kontaminasi silang dengan klien lain.
14. Gunakan sarung tangan ketika kontak dengan darah / cairan tubuh,
jaringan, kulit dan atau permukaan tubuh yang terkontaminasi, untuk
antisipasi gunakan baju pelindung, untuk menghindari percikan darah
gunakan masker dan pelindung mata.
R.XIVProteksi diri terhadap cairan tubuh.
15. Tempatkan jarum suntik sesegera mungkin dalam tempat yang kedap air
dan tidak mudah tembus jarum.
R.XV Proteksi diri terhadap perlukaan.
16. Kontak personal dengan anak tanpa menggunakan sarung tangan,
masker, baju pelindung ketika melakukan kontak bicara mengukur tanda
vital dan menyuapi.
R.XVIMengurangi rasa terisolir secara fisik dan menciptakan suatu
kontak sosial yang positif.
4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan
untuk masing-masing diagnosa. Prinsip pelaksanaan tindakan perawatan anak
dengan HIV/AIDS adalah :
1) Menjaga fungsi pernafasan.
2) Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
3) Mencegah terjadinya infeksi nosokomial / infeksi lain / komplikasi.
4) Mencegah terjadi infeksi ( transmisi ).
5) Mempertahankan keseimbangan kebutuhan nutrisi dan cairan.
33
5. EVALUASI
Cara mengevaluasi asuhan keperawatan terdiri dari 2 tahap :
1) Mengukur pencapaian tujuan.
2) Membandingkan data yang terkumpul dengan kriteria hasil / pencapaian
yang telah ditetapkan.
( RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR , 2000 )
34
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, dkk (1999) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC
Rampengan & Laurentz (1997) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC
RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR (2000), Instalasi Rawat Inap Anak, Surabaya.