Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN HIV

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi


Keperawatan Departemen Keperawatan Anak

Di Ruang Anak 7B
RS Saiful Anwar Malang

Oleh:
MOCHAMMAD FAQIH FATCHUR
P17212195043

PRODI PROFESI KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2019/2020

1
2

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV di ruang anak

7B RS Saiful Anwar Malang telah disetujui dan disahkan pada:

Hari, tanggal : September 2019

Tempat: Ruang Anak 7B

Malang, September 2019


Mahasiswa

Mochammad Faqih Fatchur


NIM. P17212195043

PembimbingInstitusi
Pembimbing Lahan

Ji
NIP.
NIP.
3

HIV AIDS PADA ANAK

A. KONSEP MEDIS
1. PENGERTIAN
1) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut
sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah
dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
2) AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
3) AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Jadi, HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu
sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama
karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.

2. ETIOLOGI
Sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh
virus immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1
(HIV-1) yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+ , yang juga
ditemukan dalam jumlah yang lebih rendah pada monosit dan makrofag.
HIV-I merupakan retrovirus yang termasuk pada subfamili Lentivirus.
Juga sangat dekat dengan HIV-II, yang menyebabkan penyakit yang sama.
HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam
bentuknya yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang
atau melukai sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).
4

 Retrovirus mengandung kapsid sebelah dalam yang disusun dari protein


struktur yang dirujuk pada ukurannya.
 Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita yang
terinfeksi dengan beban virus tinggi.
 Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa molekul
transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase DNA virus yang
menggabung nukleosid menjadi DNA dengan menggunakan RNA virus
sebagai model. ( Behrman, dkk , 1999 : 1128 )
 HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong
terjadinya immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran ( target )
 Selubung ( envelope ) lipid HIV-I berasal dari membran sel pejamu yang
terinfeksi saat budding, yang mengandung dua glikoprotein virus, gp120 dan
gp41. gp120 penting pada pengikatan pada molekul CD4 pejamu untuk
memulai infeksi virus.
 Ditemukan beberapa gen yang tidak ditemukan pada retrovirus lain, yaitu tat,
vpu, vip, nef, dan rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV dan karenanya
dapat dipakai sebagai target terapi.
 Virus diisolasi dari sel limfosit, serum cairan serebrospinal, dan semua sekresi
dari penderita yang terinfeksi. ( Robbins,dkk, 1998 : 140 ).

3. MACAM INFEKSI HIV


Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi
menjadi tiga Tahap :
1) Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan
limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan
pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara
klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok,
mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah
CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
5

2) Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan
replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+
secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar
limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa
tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan
viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
3) Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh
penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan,
diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya
dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap
semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/µl
sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 :
143 )

4. PATOFISIOLOGI
Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan
transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target ( terutama
sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Ia
melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim R-tase yang dibawanya
untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA agar dapat bergabung
menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit T helper CD4 dan sel-sel
imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini berlangsung seumur hidup. Sel
limfosit T ini dalam tubuh mempunyai mempunyai fungsi yang penting sebagai
daya tahan tubuh. Akibat infeksi ini fungsi sistem imun (daya tahan tubuh)
berkurang atau rusak, maka fungsi imonologik lain juga mulai terganggu.
HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk
melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga
terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total sehubungan
dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan memburuknya sistem
imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi oportunis
6

dan juga berkurang kemampuannya dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi


HIV dimanifestasikan sebagai penyakit multi-sistem yang dapat bersifat dorman
selama bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap.
Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini bervariasi dari
orang ke orang. Virus ini ditularkan hanya melalui kontak langsung dengan
darah atau produk darah dan cairan tubuh, melalui obat-obatan intravena, kontak
seksual, transmisi perinatal dari ibu ke bayi, dan menyusui. Tidak ada bukti yang
menunjukkan infeksi HIV didapat melalui kontak biasa.
Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV :
1) Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi
(disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus
AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun.
2) Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan
hemofili)
3) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi.
4) Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ).
( Cecily L. Betz , 2002 : 210)
7

PATOGENESIS
HIV-1

Ibu
Jarum suntik Transfusi Hub sexual

Transplasental Perinatal

Sel Host Limfosit T Aliran darah / mukosa

CD4+ Kel. Limfe

Internalisasi Hiperplasi Replikasi Kel. Getah


folikel virus masit bening perifer

Enzim RT-ase
Limfadenopati Viremia Lim B

Transkripsi terbalik Inf. Akut


Destruksi sel Kel. Sel. B
CD4
Mengubah RNA Bertahap
Laten
menjadi DNA Pe Ab Pe Ig
spesifik total
Integritas DNA Krisis
provirus ke Host Hiper gamma
globulinemia
Transkripsi / translasi
& propagasi virus Respon IgM
me

Inf. Oportunistik
Keganasan sekunder

AIDS

Monosit Tahan sitopatik HIV Penyebaran patogenesis


makrorag

Gangguan fungsi monosit & makrofag SSP

- Kematoksis 
- Fagositosis 
8

AIDS

1.
Inf. Oportunistik

SSP Cryptococcus Meningitis


Toxoplasma Encepalitis Ensepalopati
Candida Demensia
Mycobacterium Gangguan psikomotor
TB Kejang-kejang
Tumor
Mata CM V Perivaskulitis
Toxoplasma Retinitis
Hidung Sinusitis

Mulut Jamur  oral thrush


Stomatitis herpes
Parotitis
Kandidiasis oral / faring
Paru Pnemonia pneumocystis carinii (PPC)
Cytomegalovirus
Mycobacterium avium intracellare / M. TB
Lymphoid interstitial pneumonitis
Virus epstein – Barr  bronkopneumonia

Jantung Kardiomiopati  DC

Limpa Splenomegali

pankreas Pankreatitis (trauma akibat pemberian pentamidin)

Hepar hepatitis Salmonella


CMV
GI track Diare Kandida
Malabsorbsi Herpes simplex
Cryptosporodium
Camphilobacter

Kel. limfe Limfodenopati

Ginjal Focal glomerulosclerosis Proteinuria


Mesangial hyperplasia
Kulit Dermatitis (Ekzema s/d pyoderma gangrenosum & scabies

Darah Trombocytopenia, Neutropeni, Anemi


2. Hypergammaglobulinemia
3. Penurunan limf. T sel CD4 + absolut (limfosit  200 / mm3)
9

4. Keganasan sekunder  sarkoma kaposi


 kanker, tumor
5. Penurunan BB
10

VIREMIA

SSP
Sal. napas Hepar & lien
Batang otak
Paru Hidung Hepatomegali Hipotalamus
Splenomegali
Menekan N. Vagus
Alveolar Sinusitis Pirogen
Nyeri
Simpatis 
Pneumonitis Termostat
interstisiel
Jantung Lambung Usus
Hipertermi
Eksudasi
Takikardi peHCL pe
TD peristaltik
Vasodilatasi Kejang2
Akumulasi PD
sekret Mual,
Kardiomegali muntah, Mal
anorexia absorbsi
Vasodilatasi Resiko injuri
Batuk Kelj.
Kardiomiopati
Sebasea Nutrisi
spontan Tidak spontan
Keringat
DC
BB
Obstruksi sel Akumulasi
napas sekret Erithema
Diare

Kerusakan Ronki / tridor Integritas Resiko G3 Eliminasi


pertukaran kulit integritas alvi Defisit /
Otak hipovolume
gas kulit
Bersihan
jalan napas
Ensefalitis Keseim- Dehidrasi
Meningitis bangan
Dispneu cairan
Ensefalopathy Peperfusi
Vasodilatasi PD
Perub. Pola napas G3 neuropati G3 neuro
psikiatrik Turgor  Ginjal
Pe TIK Mata cowong
Suplai O2  G3 motorik Ubun-ubun cekung
Demensia Mukosa kering Oligouria
Pe fungsi Atralgia & / mialgia
Fatique Pe perfusi Immobilitas kognitif
fisik Eliminasi
Istirahat tidur Nyeri uri
Intoleran aktifitas
11

5. MANIFESTASI KLINIS
Bayi dan Anak
Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi
penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau
kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari. Kebanyakan
anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan 3 tahun.
Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen pada
penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi oportunistik
"penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan sangat mematikan
adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC pada bayi terinfeksi HIV-1
merupakan distress pernapasan berat dengan batuk, takipnea, dispnea dan
hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke arah blokade kapiler alveolar (mis ;
proses radang interstisial). Roentgenogram dada menunjukkan pneumonitis difus
bilateral dengan diafragma datar. Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi
fleksibel dan cuci bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista
maupun tropozoit. Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa
banding pada bayi termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-Barr,
virus herpes simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi pernafasan terkait
mengi. Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal mungkin, tetapi prognosis
jelek dan tidak secara langsung dikorelasikan dengan jumlah limfosit CD4+..
Reaktivasi PPC tampak semakin bertambah pada anak yang lebih tua yang
mempunyai perjalanan klinis infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC
(trimetropim-sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita
pediatri dengan angka limfosit-T CD4+ rendah (<25% angka absolut ).
Infeksi oportunistik penentu AIDS yang relatif sering kedua adalah
esofagitis akibat Candida albicans. Esofagitis Candida nampak sebagai
anoreksia atau disfagia, dikomplikasi oleh kehilangan berat badan, dan diobati
dengan amfoterisin B dan ketokonazol.
Infeksi oportunistik penting lain melibatkan ssstem saraf sentral, sepertii
Toxoplasma gondii. Infeksi Mycobacterium avium complex biasanya
12

menimbulkan gejala saluran cerna, dan herpes virus menimbulkan komplikasi


retina, paru, hati, dan neurologist. M. tuberculosis dan malaria yang tersebar di
seluruh dunia adalah patogen oportunistik pada penderita AIDS. Neoplasma
relatif tidak sering pada penderita terinfeksi HIV-1 pediatri.
(Behrman,dkk,2002: 1129 )
Manifestasi klinisnya antara lain :
1) Berat badan lahir rendah
2) Gagal tumbuh
3) Limfadenopati umum
4) Hepatosplenomegali
5) Sinusitis
6) Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7) Parotitis
8) Diare kronik atau kambuhan
9) Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10) Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11) Sariawan Orofaring
12) Trombositopenia
13) Infeksi bakteri seperti meningitis
14) Pneumonia Interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang
terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
Remaja
Kebanyakan remaja yang terinfeksi mengalami periode penyakit yang
asimtomatik yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Hal ini diikuti tanda
dan gejala yang dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan sebelum
tinbulnya infeksi oportunistik dan keganasan.Tanda dan gejala tersebut antara
lain:
1) Demam
13

2) Malaise
3) Keletihan
4) Keringat malam
5) Penurunan berat badan yang tidak nyata
6) Diare kronik atau kambuhan
7) Limfadenopati umum
8) Kandidiasis aral
9) Atralgia dan mialgia. ( Cecily L. Betz, 2002 : 211 )
Kategori Klinis HIV
1) Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV
2) Kategori A : Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini :
 Limfadenopati
 Hepatomegali
 Splenomegali
 Dermatitis
 Parotitis
 Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/ persisten, sinusitis, atau
otitis media
3) Kategori B : Gejala sedang
Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan
kekurangan kekebalan karena infeksi HIV . Contoh dari kondisi-kondisi
tersebut adalah sebagai berikut :
 Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
 Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
 Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
 Kardiomiopati
 Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
14

 Diare, kambuhan atau kronik


 Hepatitis
 Stomatitis herpes, kambuhan
 Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum
berusia 1 bulan
 Herpes zoster, dua atau lebih episode
 Leimiosarkoma
 Pneomonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid
pulmoner (LIP/PLH)
 Nefropati
 Nokardiosis
 Varisela zoster persisten
 Demam persisten >1 bulan
 Toksoplasmosis, awitan sebelum berusia 1 bulam
 Varisela, diseminata ( cacar air berkomplikasi )
4) Kategori C : Gejala Hebat
Anak dengan kondisi berikut :
 Infeksi balterial multipel atau kambuhan
 Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
 Koksidioidomikosis, intestinal kronik
 Penyakit sitomegalovirus ( selain hati, limpa, nodus ) dimulai pada umur
> 1 bulan.
 Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan).
 Ensefalopati HIV.
 Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau pneumonitis atau
esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan.
 Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner.
 Isosporiasis interstinal kronik (durasi > 1 bulan).
15

 Sarkoma kaposi.
 Limfoma, primer di otak.
 Limfoma ( sarkoma burkitt atau sarkoa imunoblastik ).
 Kompleks Mycobacterium avium atau Mycobacterium kansasii,
diseminata atau ekstrapulmoner.
 Pneumonia Pneumocystis carinii.
 Leukoensefalopati multifokal progresif.
 Septikemia salmonella kambuhan.
 Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur > 1 bulan.
 Wasting Syndrome karena HIV. ( Cecily L. Betz, 2002 : 213 )

6. PENDEKATAN DIAGNOSA
Pendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih sukar dari pada
orang dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya yang tidak / kurang
meyakinkan akibat banyaknya penyakit lain yang harus dipikirkan sebagai
diagnosa bandingnya, juga karena pemeriksaan serologisnya yang sering
membingungkan. Adanya antibodi terhadap HIV (IgG) pada darah bayi dapat
merupakan antibodi yang berasal dari ibunya, karena antibodi ini dapat
menembus plasenta, yang dapat menetap berada dalam darah si anak sampai
berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka memerlukan pemeriksaan serial
dan untuk mengevaluasi kebenaran terjadinya infeksi bagi si bayi. Pada
umumnya dikatakan, masih terdapatnya antibodi sampai lebih dari 15 bulan
menunjukkan adanya infeksi HIV pada bayi. Terdapatnya antibodi kelas IgM
atau IgA, mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan sensitifitas dan
spesifitas sampai 98%.
Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :
1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi.
2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan
3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti menurunnya T4 (ratio T4:T8)
16

4. Tidak didapatkan adanya penyebab lain dari defisiensi imun.


Terbukti adanya HIV baik secara serologi maupun kultur.
Pembuktian adanya HIV dapat dengan mencari antibodinya (IgG, IgM maupun
IgA) yang dapat dikerjakan dengan metoda Elisa maupun Weste Blot. Dapat
pula dengan menentukan Antigen p-24 dengan metoda Elisa, ataupun DNA –
virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini tentunya
mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi. Metoda lain yang sedang
dikembangkan adalah IVAP (In vitro Antibody Production), dengan mencari sel-
sel penghasil antibodi dari darah bayi.
WHO telah menetapkan kriteria diagnosa AIDS pada anak sebagai berikut :
Seorang anak (<12 tahun) dianggap menderita AIDS bila :
1. Lebih dari 18 bulan, menunjukkan tes HIV positif, dan sekurang-kurangnya
didapatkan 2 gejala mayor dengan 2 gejala minor. Gejala-gejala ini bukan
disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi
HIV.
2. Kurang dari 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor dengan
ibu yang HIV positif. Gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan-
keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.
Tabel 1 : Definisi Klinis HIV pada anak di bawah 12 tahun (menurut WHO).
Gejala Mayor :
a) Penurunan berat badan atau kegagalan pertumbuhan.
b) Diare kronik (lebih dari 1 bulan)
c) Demam yang berkepanjangan (lebih dari 1 bulan)
d) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang parah dan menetap

Gejala Minor :
b) Limfadenopati yang menyeluruh atau hepatosplenomegali
c) Kandidiasis mulut dan faring
d) Infeksi ringan yang berulang (otitis media, faringitis
e) Batuk kronik (lebih dari 1 bulan)
f) Dermatitis yang menyelurh
g) Ensefalitis
17

Metoda ini mempunyai spesifisitas yang tinggi, tetapi sensitivitas “positive


predictive value”nya yang rendah. Pada umumnya digunakan hanya untuk
melakukan surveillance epidemiologi.
Untuk keperluan pencatatan dalam melaksanakan surveillance epidemiologi,
CDC telah membuat klasifikasi penderita AIDS pada anak sebagai berikut :
(lihat tabel 2)
Tabel 2. Klasifikasi infeksi HIV pada anak di bawah umur 18 tahun menurut
Center for Disease Control (CDC)
Klas Subklas / kategori
P-0 Infeksi yang tak dapat dipastikan (indeterminate infection)
P1 Infeksi yang asimtomatik
Subklas A : Fungsi immun normal
Subklas B : Fungsi immun tak normal
Subklas C : Fungsi immun tidak diperiksa
P-2 Infeksi yang simtomatik
Subklas A : Hasil pemeriksaan tidak spesifik (2/lebih gejala menetap
lebih 2 bulan)
Subklas B : Gejala neurologis yang progressip
Subklas C : Lymphoid interstitial pneumonitis
Subklas D : Penyakit infeksi sekunder
Kategori D-1 Infeksi sekunder yang spesifik, sebagaimana
tercantum dalam daftar definisi surveillance CDC
untuk AIDS
Kategori D-2 Infeksi bakteri serius berulang
Kategori D-3 Penyakit infeksi sekunder yang lain
Subklas E : Kanker sekunder
Kategori E-1 Kanker sekunder sebagaimana tercantum dalam
daftar definisi surveillance CDC untuk AIDS
Kategori E-2 Kanker lain yang mungkin juga disebabkan karena
infeksi AIDS
Subklas F : Penyakit-penyakit lain yang mungkin juga disebabkan oleh
infeksi H HIV

Anak-anak yang menderita penyakit dengan gejala klinis yang tidak sesuai
dengan kriteria diagnosa infeksi HIV disebut “AIDS Related Complex (ARC)”.
Pada umumnya gejalanya berupa : limfadenopati, peumonitis interstitialis, diare
menahun, infeksi berulang, kandidiasis mulutyang menetap, serta pembesaran
hepar, namun belum ada infeksi oportunistik atau keganasan.
18

Untuk memudahan dalam membuat diagnosa ARC, oleh CDC telah pula
diberikan kriterianya seperti tercantum pada tabel 3

Tabel 3. Kriteria AIDS Related Complex (ARC) pada anak (CDC)


Kriteria Mayor :
- Pneumonitis interstitialis
- “Oral Thrush” yang menetap / berulang
- Pembesaran kelenjar parotis

Kriteria Minor :
- Limfadenopati pada 2 tempat atau lebih (bilateral dihitung 1)
- Pembesaran hepar dan lien
- Diare menahun / berulang
- Kegagalan pertumbuhan (“failure to thrive”)
- Ensefalopati idiopatik progresip

Kriteria Laboratorium :
- Peningkatan IgA / IgM dalam serum
- Perbandingan T4/T8 terbalik
- IVAP rendah

Diagnosa ARC ditegakkan apabila ada 1 kriteria mayor, 1 kriteria minor. Serta 2
kriteria laboratorium selama lebih dari 3 bulan.

7. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK


1) Elisa : Enzyme-linked imunosorbent assay (uji awal yang umum) –
mendeteksi
antibodi terhadap antigen HIV (umumnya dipakai untuk skrining HIV pada
individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
2) Western blot (uji konfirmasi yang umum) – mendeteksi adanya antibodi
terhadap beberapa protein spesifik HIV.
3) Kultur HIV – standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.
4) Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) – mendeteksi
asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk
mendiagnosis HIV pada bayi dan anak.
19

5) Uji antigen HIV – mendeteksi antigen HIV.


6) HIV, IgA, IgM – mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara
eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak
mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat
ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.
1) Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang
terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.
2) Limfopenia.
3) Anemia, trombositopenia.
4) Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).
5) Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).
6) Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili )
7) Haemophilus influenzae tipe B
8) Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.
9) Penurunan persentase CD4+.
Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18 bulan
dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2 determinasi
terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase – HIV, atau antigen HIV, maka
dia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif,
berusia kurang dari 18 bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut
dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV
yang ternyata antibodi HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang
menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV, maka ia dikatakan “Seroreverter”.
( Cecily L. B, 2002, 212 )

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
I. Penalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti
terinfeksi HIV.
20

Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala cairan yang berasal
dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya segala tindakan
terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan untuk tetap
memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan ada yang
menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting untuk senantiasa
memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai melahirkan, demikian juga
sang bayi sampai berumur lebih dari 2 tahun. Ada pula yang menganjurkan
untuk melakukan terminasi kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena infeksi
HIV, karena kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%.

II. Penatalaksanaan bayi/anak yang telah tertular


1. Terhadap Etiologi
Diberikan obat-obata antiretroviral
Tabel 4. Macam-macam antiretroviral
Golongan obat Nama generik Singkatan
Nucleoside-reserve Azidotimidin/zidovudin AZT
Transcriptase Didanosin DDI
Stavudin D4T
Zalbitabin DDC
Lamivudin 3TC

Protease Inhibitor (PI) Indinavir IDV


Ritonavir
Saquinavir

Non-Nucleoside-Reserve
Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Nevirapin

Pada pemberian pengobatan dengan antiretroviral sebagai indikator


pemakaian/ kemajuan sering dipakai perhitungan jumlah CD4 serta
menghitung beban viral (viral load).
21

Tabel 5. Terapi antiretroviral menurut tahapan klinis infeksi-HIV


Keadaan klinis penyakit Pedoman terapi
Sindroma Retroviral Akut (2-4 minggu PI + (1 atau 2 NRTI)
setelah terpajan)
Asimtomatik dengan beban virus Didanosin
< 10.000/ml Kombinasi 2 NRTI
Simtomatik / asimtomatik PI + (1 atau 2 NRTI)
Dengan beban virus > 10.000/ml
Berlanjutnya penyakit setelah terapi Pindah ke terapi PI – NRTI
dengan 2 NRTI

Pada wanita hamil dengan infeksi HIV dapat diberi AZT 2 kali sehari
peroral sejak minggu ke 36 kehamilan sampai persalinan tanpa
memandang jumlah CD4, serta dianjurkan untuk tidak menyusui
bayinya. Pada bayi yang baru lahir bila ibunya HIV positif, dapat diobati
dengan AZT sampai 6 minggu. Sebenarya pada bayi / anak pengukuran
viral-load penting karena rentang jumlah CD4 yang sangat bervariasi
selama masa pertumbuhannya.
Sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan AZT sampai 4
minggu. Zidovudin (Azidothymidine), mempunyai efek mempengaruhi
proses replikasi virus.
Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak 80, 120, 160 mg/m2, diberikan
secara intravena setiap 6 jam, selama 1-2 bulan, diikuti peroral selama
1-2 bulan dengan dosis satu sampai satu setengah kali dosis intravena.
Efek samping obat berupa neutropenia dan anemia, biasanya segera
membaik dengan pengurangan dosis, atau penghentian pemberian obat.
Dengan pemberian obat ini penderita PCP 73% dapat bertahan sampai 44
minggu.
Pada umumnya adanya perbaikan ditandai dengan :
22

- Adanya peningkatan berat badan


- Pengecilan hepar dan lien
- Penurunan immunoglobulin (IgG, IgM)
- Peningkatan T4
- Perbaikan klinis / radiologis
- Peningkatan jumlah trombosit

2. Terhadap Infeksi Sekunder


2.1 Infeksi Protozoa
Yang terpenting terhadap : Penumocystis carinii, Toxoplasma dan
Cryptosporidium.
2.1.1 Terhadap Pneucystis Carinii, penyebab pneumonia
(Pneumocystis Carinii Pneumonia/PCP)
a. Pentamidin (IV/IM) 4 mg/kg/hr, selama 2 minggu, dosis
tunggal.
b. Efek samping berupa : neuse, diare, hipotensi, hipoglikemia
dan gangguan fungsi ginjal
c. Cotrimoxazole (IV/oral), 20 mg/kg/hr, dibagi dalam 4 dosis.
Hati-hati bagi bayi kurang dari 3 bulan. Pada infeksi yang berat
dapat diberikan kortikosteroid.
2.1.2 Terhadap Toxoplasma
Dapat menyebabkan CNS syndrome akibat lesi serebral / space
occupying lesions
a. Pyrimethamine (oral), 12,5-25 mg/hari
b. Sulfadiazin (oral) 2-4 gr/hari
2.1.3 Terhadap Cryptosporidium
Dapat menyebabkan diare kronik. Obat kausal spiramycine, yang
penting pengobatan suportif dan simtomatik terutama rehidrasi.
2.2 Infeksi Jamur
23

Manifestasi klinik berupa kandidiasis, pada umumnya memberikan


respon yang baik dengan nystatin topikal amfoterisin B. 0,3 – 0,5
mg/kg/hari, ketoconazole 5 mg/kg/hr.

2.3 Infeksi Virus


Yang penting : Virus herpes, cytomegalovirus (CMV), papovavirus
(penyebab progressive multifocal leucoencephalopaty / PML)
a. Acyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 3 dosis diberikan
selama 7 hari.
b. Gancyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 2 dosis baik untuk
CM
Di samping obat-obat di atas, perlu dipertimbangkan pemberian :
1. Vaksinasi dengan vaksin influenza A dan influenza B, setiap tahun.
2. Pemberian amantidin untuk pencegahan infeksi virus influenza A.
3. Immunoglobulin Varicella-Zoster 125 u/kg (maksimum 625 u).
Diberikan dalam waktu 96 jam setelah kontak dengan penderita.
4. Immunoglobulin campak : 0,5 ml/kg (maksimum 15 ml) dalam
waktu 6 hari setelah kontak dengan penderita
2.4 Infeksi Bakteria
Yang penting adalah : Mycobacterium TBC, Mycobacterium avium intra
cellulare, streptococcus, staphylococcus, dll. Diatasi dengan pemberian
antibiotika yang spesifik. Kadang-kadang dipertimbangkan pemberian
immunoglobulin.

3. Mengatasi Status Defisiensi Immun


Pada umumnya pemberian obat-obatan pada keadaan ini tidak banyak
memberikan keuntungan. Obat yang pernah dicoba :
a. Biological respons modifier, misalnya alpha / gamma interferron,
interleukin 2, thymic hormon, tranplantasi sumsum tulang,
transplantasi timus.
24

b. Immunomodulator misalnya isoprinosine.

4. Mengatasi Neoplasma
Neoplamsa yang terpenting adalah sarkoma kaposi. Kalau masih bersifat
lokal, diatasi dengan eksisi dan radio terapi, kalau sudah lanjut, hanya
radioterapi, dikombinasi dengan kemoterapi / interferron.

5. Pemberian Vaksinasi
Pada penelitian ternyata, bahwa anak yang terkena infeksi HIV, masih
mempunyai kemampuan immunitas terhadap vaksinasi yang baik sampai
berumur 1-2 tahun. Kemampuan ini menurun setelah berusia di atas
2 tahun, bahkan ada yang mengatakan menghilang pada umur 4 tahun.
Karenanya vaksinasi rutin sesuai dengan “Program Pengembangan
Immunisasi yang ada di Indonesia dapat tetap diberikan, dengan
pertimbangan yang lebih terhadap pemberian vaksin hidup, terutama
BCG dan Polio.

Tabel 2 Penetapan kategori imun berdasarkan usia dan jumlah CD4


Kelompok Usia :
Kategori Imun Jumlah CD4 dan Persentase
0 – 11 bulan 1 – 5 tahun 6 – 12 tahun
1) Tidak ada tanda- >1500 >1000 >500
tanda supresi >25% >25% >25%
2) Tanda-tanda 750-1499 500-999 200-499
supresi sedang 15-25% 15-25% 15-25%
3) Tanda supresi <750 <500 <200
hebat <15% <15% <15%

9. PENCEGAHAN
Pemberian zidovudin selama kehamilan efektif dalam menurunkan resiko
infeksi janin dari wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 pada minggu ke 14-34
25

kehamilan yang belum mendapat obat ini karena memiliki limfosit CD4 yang
jumlahnya lebih dari 200 sel/mm³tanpa gejala klinis AIDS. Ibu mendapat terapi
zidovudin oral ( 100 mg lima kali sehari ) selama sisa masa kehamilan.
Saat persalinan obat diberikan secara intravena ; dosis awal 2 mg/kg
diberikan selama 1 jam dan disertai dengan infus sebanyak 1 mg/kg/jam
hingga bersalin.
Bayi baru lahir mendapat terapi antivirus selama 6 minggu ( sirup
zidovudin dosis 2 mg/kg setiap 6 jam ) mulai pada 8-12 jam pascalahir. Hal ini
mengakibatkan penurunan resiko relatif sebesar 67,5% .
( Behrman, dkk, 1999 : 653 )

B. KONSEP ASKEP
1. PENGKAJIAN
1.1 Anamnese
1.1.1 Identitas
- AIDS pada anak di bawah umur 13 tahun di Amerika, 13% merupakan
akibat kontaminasi dengan darah, 5% akibat pengobatan hemofilia, 80%
tertular dari orang tuanya.
- Anak yang terinfeksi pada masa perinatal, rata-rata umur 5 – 17 bulan
terdiagnosa sebagai AIDS.
- Terbanyak meninggal 1 tahun setelah dibuat diagnosis
- Study perspektif di Afrika menunjukan angka kematian anak usia lebih
dari 15 bulan lahir dari ibu HIV (+) sebesar 16,5%  penyebab
terbanyak diare akut/ kronik dan pnemonie berulang.
1.1.2 Keluhan Utama
- Demam dan diare berkepanjangan
- Takhipnea, batuk, sesak nafas dan hipoxia  keadaan yang gawat
1.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
- Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
- Diare lebih dari 1 bulan
26

- Demam yang berkepanjangan ( lebih dari 1 bulan )


- Mulut dan faring dijumpai bercak-bercak putih
- Limphadenophati yang menyeluruh
- Infeksi berulang (otitis media, pharingitis)
- Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan)
- Dermatitis yang menyeluruh
1.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat pemberian tranfusi antara tahun 1978 - 1985
1.1.5 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
- Orang tua yang terinfeksi HIV
- Penyalahgunaan zat
1.1.6 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
- Ibu selama hamil terinfeksi HIV  50% tertular untuk anaknya
- Penularan dapat terjadi pada minggu ke 9 – 20 dari kehamilan
- Penularan pada proses melahirkan, terjadi kontak darah ibu dan bayi
- Penularan setelah lahir dapat terjadi melalui air susu ibu.
1.1.7 Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan
Kegagalan pertumbuhan (failure to thrive)
1.1.8 Riwayat Makanan
Anoreksia, mual, muntah
1.1.9 Riwayat Imunisasi
Jadwal immunisasi bayi dan anak dengan infeksi HIV
UMUR VAKSIN
2 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
4 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
6 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
12 bulan Tes Tuberculin
15 bulan MMR, Hepatitis
18 bulan DPT, Polio, MMR
24 bulan Vaksin Pnemokokkus
4 – 6 tahun DPT, Polio, MMR
14 – 16 Tahun DT, Campak
27

- Immunisasi BCG tidak boleh diberikan  kuman hidup


- Immunisasi polio harus diberikann inactived poli vaccine, bukan tipe live
attenuated polio vaccine  virus mati bukan virus hidup
- Immunisasi dengan vaksin HIV diberikan setelah ditemukan HIV (+)

1.2 Pemeriksaan
1.2.1 Sistem Penginderaan :
 Pada Mata :
- Cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina,
sytomegalovirus retinitis dan toxoplasma choroiditis,
perivasculitis pada retina.
- Infeksi pada tepi kelompak mata (blefaritis) : mata merah,
perih, gatal, berair, banyak sekret serta berkerak.
- Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat
kekuningan, tunggal / multiple, pada satu / kedua mata 
toxoplasma gondii
 Pada Mulut : Oral thrush akibat jamur, stomatitis gangrenesa,
periodontitis, sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak
merah datar, kemudian menjadi biru, sering pada palatum.
 Pada telinga : otitis media, nyeri, kehilangan pendengaran.
1.2.2 Sistem Pernafasan : Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak
nafas, tachipnea, hipoxia, nyeri dada, nafas pendek waktu istirahat,
gagal nafas.
1.2.3 Sistem pencernaan : BB menurun, anoreksia, nyeri menelan,
kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada mukosa oral,
faringitis, kandidiasis esofagus, kandidiasis mulut, selaput lendir
kering, pembesaran hati, mual, muntah, kolitis akibat diare kronik
pembesaran limpha.
28

1.2.4 Sistem Kardiovaskuler.


 Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat.
 Gejala congestive heart failure sekunder akibat kardiomiopati
karena HIV.
1.2.5 Sistem Integumen :
 Varicela : Lesi sangat luas vesikula yang besar, hemorragie
menjadi nekrosis timbul ulsera.
 Herpes zoster : vesikula menggerombol, nyeri, panas, serta
malaise.
 Eczematoid skin rash, pyodermia, scabies
 Pyodermia gangrenosum dan scabies sering dijumpai.
1.2.6 Sistem Perkemihan
 Air seni kurang, anuria
 Proteinurea
1.2.7 Sistem Endokrin : Pembesaran kelenjar parotis, limphadenophati,
pembesaran kelenjar yang menyeluruh
1.2.8 Sistem Neurologi
 Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku.
 Nyeri otot, kejang-kejang, ensefalophati, gangguan psikomotor.
 Penurunan kesadaran, delirium.
 Serangan CNS : meningitis.
 Keterlambatan perkembangan .
1.2.9 Sistem Muskuloskeletal : nyeri otot, nyeri persendian, letih,
gangguan gerak (ataksia)
1.2.10 Psikososial
 Orang tua merasa bersalah.
 Orang tua merasa malu.
 Menarik diri dari lingkungan .
29

1.3 Pemeriksaan Penunjang


1.3.1 Pemeriksaan Laboratorium :
 Darah :
- Leukosit dan hitung jenis darah putih ............. neutropenia
(neutrofil < 1000 / mm3)
- Hitung trombosit ............ trombositopenia (trombosit <
100.000 / mm3)
- Hb dan konsentrasi Hb ............ Anemia (Hb < 8 g/dl)
- Limfopenia CD4+ (limfosit  200 / mm3)
- LFT
- RFT
 Pemeriksaan lain : urinalisis (protein uria), kultur urine,
 Tes tuberculin (TB + indurasi  5 mm)
1.3.2 Tes Antibodi Anti-HIV  Tes Esali
1.3.3 Tes Western Blot (WB).
1.3.4 Tes PCR (Polymerase Chain Reaction) 
 Menemukan beberapa macam gen HIV yang bersenyawa di dalam
DNA sel yang terinfeksi.
 Mengetahui apakah bayi yang lahir dari ibu dengan HIV(+).
1.3.5 Kardiomegali  pada foto rontgen.
1.3.6 EKG terlihat hipertrofi ventrikel dan kelainan gelombang T.
1.3.7 Pungsi Lumbal.
1.3.8 Bronkoskopi ( untuk mendeteksi adanya PPC ).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.1 Defisit nutrisi sehubungan dengan nyeri, anoreksia, diare.
2.2 Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
2.3 Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.

3. INTERVENSI
30

3.1 Prioritas Keperawatan.


1) Mencegah atau meminimalkan infeksi.
2) Memaksimalkan masukan nutrisi.
3) Meningkatkan kedekatan, pertumbuhan, & perkembangan.
4) Memberikan informasi pada orang tua tentang proses penyakit ,
prognosis & kebutuhan tindakan. ( Doenges, 2001 : 723 )
3.2 Tujuan Pulang
1) Bebas dari infeksi oportunistik / nasokomial.
2) Meningkatkan berat badan dengan sesuai.
3) Melakukan ketrampilan khusus sesuai kelompok usia dalam lingkup /
tingkat perkembangan yang ada.
4) Orang tua / pemberi asuhan memahami kondisi / prognosis & kebutuhan
tindakan. ( Doenges, 2001 : 724 )
3.3 Diagnosa 1
Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
Tujuan : Anak bebas dari tanda dan gejala infeksi.
Kriteria Hasil :
 Tanda-tanda vital dalam batas normal.
 Badan tampak lebih kuat / berenergi.
 Tidak ada tanda-tanda kemerahan pada tubuh.
 Anak tidak terserang batuk dan rhinorhea.
 Jumlah sel darah putih dan hitung jenis dalam batas normal.
 Kulit tidak abrasi / rash
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji tanda-tanda infeksi ( demam, peningkatan nadi, peningkatan RR,
kelemahan tubuh / letargi ).
R.I Deteksi secara dini menurunkan resiko infeksi nosokomial / infeksi
lain.
2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.
31

R.II Adanya perubahan dari tanda vital merupakan indikator


terjadinya infeksi.
3. Berikan antibiotik, anti viral, anti jamur sesuai advis dokter.
R.III Membunuh kuman penyebab.
4. Berikan Intra Venus Gamma Globulin sesuai advis dokter.
R.IV Memperkecil resiko kambuh.
5. Gunakan teknik aseptik dengan prosedur yang tepat.
R.V Menurunkan resiko kolonisasi bakteri dan memutus rantai
penularan dari klien lain / lingkungan ke anak atau sebaliknya.
6. Kaji batuk, hidung tersumbat, pernafasan cepat dan suara nafas tambahan
tiap 8 jam.
R.VI Mendeteksi secara dini infeksi saluran pernafasan.
7. Pertahankan higiene pulmonar yang adekuat dengan cara :
 Tiup balon untuk fungsi paru.
 Suction mulut jika perlu.
 Jika anak mampu anjurkan untuk bermain secara aktif.
R.VII Aktifitas dapat membantu dalam penyesuaian penggunaan
oksigen serta memperkuat otot-otot pernafasan.
8. Monitor SDP dan hitung jenis setiap hari.
R.VIIIUntuk memonitor terjadinya neutropenia.
9. Kaji kulit setiap hari.
R.IX Memonitor adanya rash, lesi, drainage.
10. Jaga kulit tetap bersih, kering dan kelembaban baik.
R.X Perlindungan terhadap kulit dan membersihkan kulit secara teratur
dapat mengangkat bahan-bahan penyebab iritasi dan melindungi
kulit dari kerusakan yang lebih parah.
11. Ajarkan dan jelaskan pada keluarga dan pengunjung tentang pencegahan
secara umum (universal).
R.XI Kejelasan mengenai pencegahan akan menyiapkan keluarga /
pengunjung turut serta memutuskan rantai penularan HIV/AIDS.
32

12. Instruksikan pada seluruh pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan
sesudah memasuki ruangan pasien.
R.XII Dengan mencuci tangan yang benar akan memutus rantai
penularan.
13. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien.
R.XIIIUntuk mencegah kontaminasi silang dengan klien lain.
14. Gunakan sarung tangan ketika kontak dengan darah / cairan tubuh,
jaringan, kulit dan atau permukaan tubuh yang terkontaminasi, untuk
antisipasi gunakan baju pelindung, untuk menghindari percikan darah
gunakan masker dan pelindung mata.
R.XIVProteksi diri terhadap cairan tubuh.
15. Tempatkan jarum suntik sesegera mungkin dalam tempat yang kedap air
dan tidak mudah tembus jarum.
R.XV Proteksi diri terhadap perlukaan.
16. Kontak personal dengan anak tanpa menggunakan sarung tangan,
masker, baju pelindung ketika melakukan kontak bicara mengukur tanda
vital dan menyuapi.
R.XVIMengurangi rasa terisolir secara fisik dan menciptakan suatu
kontak sosial yang positif.

4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan
untuk masing-masing diagnosa. Prinsip pelaksanaan tindakan perawatan anak
dengan HIV/AIDS adalah :
1) Menjaga fungsi pernafasan.
2) Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
3) Mencegah terjadinya infeksi nosokomial / infeksi lain / komplikasi.
4) Mencegah terjadi infeksi ( transmisi ).
5) Mempertahankan keseimbangan kebutuhan nutrisi dan cairan.
33

6) Memberikan informasi dan ketrampilan pada keluarga tentang proses


penyakit, penularan, pencegahan dan perawatan anak dengan HIV / AIDS.
7) Memperhatikan tumbuh kembang anak terhadap dampak dari penyakitnya
dan hospitalisasi.
8) Menjaga keutuhan kulit.
9) Mempertahankan kebersihan mulut.

5. EVALUASI
Cara mengevaluasi asuhan keperawatan terdiri dari 2 tahap :
1) Mengukur pencapaian tujuan.
2) Membandingkan data yang terkumpul dengan kriteria hasil / pencapaian
yang telah ditetapkan.
( RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR , 2000 )
34

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, dkk (1999) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC

Betz, Cecily L (2002) Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E (2001) Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. Edisi 2. Jakarta :


EGC

Rampengan & Laurentz (1997) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC

Robbins, dkk (1998) Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta : EGC

RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR (2000), Instalasi Rawat Inap Anak, Surabaya.

Syahlan, JH (1997) AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media

Wartono, JH (1999) AIDS Dikenal Untuk Dihindari. Jakarta : Lembaga Pengembangan


Informasi Indonesia

Anda mungkin juga menyukai

  • Analisa Data-Soap
    Analisa Data-Soap
    Dokumen12 halaman
    Analisa Data-Soap
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Pathway BBL
    Pathway BBL
    Dokumen1 halaman
    Pathway BBL
    Damaris Winda Dias Utami
    67% (3)
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen2 halaman
    Tugas
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • LP CA Serviks
    LP CA Serviks
    Dokumen27 halaman
    LP CA Serviks
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Gadar
    Gadar
    Dokumen7 halaman
    Gadar
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar
    Dokumen64 halaman
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar
    Arjuliadi
    Belum ada peringkat
  • Sap Manajemen Nyeri
    Sap Manajemen Nyeri
    Dokumen7 halaman
    Sap Manajemen Nyeri
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Sap Rawat Luka New
    Sap Rawat Luka New
    Dokumen7 halaman
    Sap Rawat Luka New
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen13 halaman
    Tugas
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Sap Rawat Luka New
    Sap Rawat Luka New
    Dokumen7 halaman
    Sap Rawat Luka New
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Https
    Https
    Dokumen3 halaman
    Https
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Adib
    Adib
    Dokumen19 halaman
    Adib
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Adib
    Adib
    Dokumen19 halaman
    Adib
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • LP Gea
    LP Gea
    Dokumen27 halaman
    LP Gea
    Yosi Angrea Safitri
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen16 halaman
    Tugas
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Jurnal 3
    Jurnal 3
    Dokumen1 halaman
    Jurnal 3
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Tension Pneumothorax
    Tension Pneumothorax
    Dokumen3 halaman
    Tension Pneumothorax
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • LP Oksigenasi
    LP Oksigenasi
    Dokumen14 halaman
    LP Oksigenasi
    Hartina Rolobessy
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen2 halaman
    Tugas
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen3 halaman
    Tugas
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Adib
    Adib
    Dokumen19 halaman
    Adib
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Pathway Hiv Aids
    Pathway Hiv Aids
    Dokumen4 halaman
    Pathway Hiv Aids
    Sutrisna Putra
    40% (5)
  • Sap Rawat Luka New
    Sap Rawat Luka New
    Dokumen7 halaman
    Sap Rawat Luka New
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • KDFHSDJD
    KDFHSDJD
    Dokumen1 halaman
    KDFHSDJD
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen2 halaman
    Tugas
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Seni Grafis
    Seni Grafis
    Dokumen4 halaman
    Seni Grafis
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat
  • Contoh Teks Editorial Dan Skip News Presenter
    Contoh Teks Editorial Dan Skip News Presenter
    Dokumen12 halaman
    Contoh Teks Editorial Dan Skip News Presenter
    Septi Nur Herlin
    Belum ada peringkat