Disusun Oleh :
P17212195010
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
A. PENGERTIAN
Kanker Cerviks yaitu keganasan pada leher rahim yang merupakan keganasan
pada bagian terendah rahim yang menonjol ke liang sanggama / vagina ( Depkes RI,
2006) . Kanker Cerviks merupakan pertumbuhan dari Human Papilloma Virus (Kline,
2007). Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim, yaitu
daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim,
letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina) (Wijaya, 2010).
Kanker leher rahim / serviks adalah kanker kedua terganas yang menyebabkan kematian
pada perempuan. ( Prof. Dr. Samsurizal Djauzi, SpPD. 2008 ).Kanker leher rahim /
serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di leher rahim / serviks ( bagian terendah dari
rahim yang menempel pada puncak vagina ). ( Ratna Dewi Pudiastuti, Pentingnya
Menjaga Organ Kewanitaan, 2010 ).
B. Etiologi
Menurut Wijaya (2010), ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan peluang
seorang wanita untuk terkena kanker serviks. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Infeksi Virus Human Papilloma (HVP)
Faktor resiko dari infeksi HPV adalah factor yang terpenting dalam timbulnya
penyakit kanker serviks ini. Human Papilloma Virus adalah sekelompok lebih dari
100 virus yang berhubungan yang dapat menginfeksi sel-sel pada permukaan kulit,
ditularkan melalui kontak kulit seperti vaginal, anal, atau oral seks. Virus ini berasal
dari familia Papovaridaedan genus Papilloma virus. Hubungan seks yang tidak
aman terutama pada usia muda atau melakukan hubungan seks dengan banyak
pasangan, memungkinkan terjadinya infeksi HPV. Organ reproduksi wanita pada
usia remaja (12-20 tahun) sedang aktif berkembang. Bila terjadi rangsangan oleh
penis/sperma dapat memicu perubahan sifat sel menjadi tidak normal, apalagi bila
terjadi luka saat berhubungan seksual dan kemudian terjadi infeksi virus HPV.
b. Pasangan Seksual yang Berganti-ganti
Dari berbagai penelitian yang dilakukan timbulnya penyakit kanker serviks
berkaitan erat dengan perilaku seksual seperti mitra seks yang berganti-ganti.
Resiko kanker serviks lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan 6 atau lebih mitra
seks.
c. Usia Pertama Melakukan Hubungan Seks
Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali pada umur dibawah 17
tahun hampir selalu 3x ;lebih mungkin terkena kanker serviks di usia tuanya.
Semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seks maka semakin besar
resiko terkena kanker serviks. Hal ini disebabkan karena alat reproduksi wanita
pada usia ini belum matang dan sangat sensitif.
d. Merokok
Tembakau atau rokok mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dikunyah
atau dihisap sebagai rokok atau sigaret. Penelitian menunjukkan lendir serviks pada
wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya terdapat di dalam rokok.
Produk sampingan rokok seringkali ditemukan pada mukosa serviks dari wanita
perokok.
e. Jumlah Anak
Wanita yang sering melahirkan mempunyai resiko 3-5 x lebih besar terkena kanker
leher rahim. Terjadinya trauma pada bagian leher rahim yang tipis dapat merupakan
penyebab timbulnya suatu peradangan dan selanjutnya berubah menjadi kanker.
Menurut berapa pakar, jumlah kelahiran yang lebih dari 3 akan meningkatkan
resiko wanita terkena kanker serviks.
f. Kontrasepsi
Pil KB yang dipakai dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan resiko terkena
kanker serviks.Dari beberapa penelitian menemukan bahwa resiko kanker serviks
meningkat berkaitan dengan semakin lama wanita tersebut menggunakan pil KB,
dan cenderung akan menurun pada saat pil tersebut dihentikan. Beberapa penelitian
juga menunjukkan bahwa pemakaian pil KB akan menyebabkan wanita lebih
sensitif terhadap HPV sehingga makin meningkatkan resiko terkena kanker serviks.
g. Riwyat Keluarga
Sama seperti jenis kanker lainnya, maka pada kanker leher rahim juga akan
meningkatkan resiko lebih besar terkena pada wanita yang mempunyai keluarga
(ibu atau kakak perempuan) terkena kanker leher rahim.
h. Kekebalan Tubuh
Seseorang yang melakukan diet ketat, diet rendah sayuran dan buah-buahan,
rendahnya konsumsi vitamin A,C, dan E setiap hari dapat menyebabkan kurangnya
daya tahan tubuh, sehingga oang tersebut gampang terinfeksi oleh berbagai kuman,
termasuk HPV. Penurunan kekebalan tubuh dapat juga mempercepat pertumbuhan
sel kanker dari noninvasive menjadi invasif.
C. Klasifikasi
STADIUM KRITERIA
0 Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel
I Proses terbatas pada serviks dan uterus
Ia Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara
mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara
mikroskopik kedalamannya > 3 – 5 mm dari epitel basal dan
memanjang tidak lebih dari 7 mm.
Ib Lesi invasif > 5 mm, dibagi atas lesi ≤ 4 cm dan > 4 cm.
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3
bagian atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak
sampai ke dinding panggul.
Iia Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrat tumor.
Iib Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum
sampai ke dinding panggul.
III Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau parametrium sampai
dinding panggul.
IIIa Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak sampai ke
dinding panggul.
IIIb Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul,
atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan
faal ginjal atau hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria
(dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis keluar
panggul atau ke tempat yang jauh.
Iva Telah bermetastasis ke organ sekitar
Ivb Telah bermetastasis jauh
Klasifikasi Menurut Pertumbuhan Sel Kankers Serviks
A. Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat
terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan dengan
karsinoma insitu.
B. Makroskopis
1. Stadium preklinis.
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
2. Stadium permulaan.
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut.
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
4. Stadium lanjut.
Terjadi pengerusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus
dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.
D. Patofisiologi
Serviks mempunyai dua jenis sel epitel yang melapisi nektoserviks dan endoserviks,
yaitu sel epitel kolumner dan sel epitel squamosa yang disatukan oleh Sambungan
Squamosa Kolumner (SSK).Proses metaplasia adalah proses pergantian epitel kolumner
dan squamosa. Epitel kolumner akan digantikan oleh squamosa baru sehingga SSK akan
berubah menjadi Sambunga SquamosaSquamosa (SSS)/ squamosa berlapis.
Pada awalnya metaplasia berlangsung fisiologis Namun dengan adanya mutagen dari
agen yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti sperma, virus herpes simplek tipe
II, maka yang semula fisiologis berubah menjadi displasia. Displasia merupakan
karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi ganas.
Hampir semua ca. serviks didahului dengan derajat pertumbuhan prakanker yaitu
displasia dan karsinoma insitu. Proses perubahan yang terjadi dimulai di daerah
SquamosaColumner Junction (SCJ) atau SSK dari selaput lendir portio. Pada awal
perkembangannya, ca. serviks tidak memberikan tanda-tanda dan keluhan. Pada
pemeriksaan speculum, tampak sebagai portio yang erosive (metaplasia squamosa) yang
fisiologik atau patologik.
Tumor dapat tumbuh sebagai berikut:
i. Eksofitik, mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai masa proliferasi yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
ii. Endofitik, mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
iii. Ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Displasia pada serviks disebut Neoplasia Servikal Intraepitelial (CIN). CIN ada tiga
tingkatan yaitu:
1. CIN I : Displasia ringan, terjadi di epitel basal lapisan ketiga, perubahan sitoplasmik
terjadi di atas sel epitel kedua dan ketiga.
2. CIN II : Displasia sedang, perubahan ditemukan pada epitel yang lebih rendah dan
pertengahan, perubahan sitoplasmik terjadi di atas sel epitel ketiga.
3. CIN III : Displasia berat, terjadi perubahan nucleus, termasuk pada semua lapis sel
epitel, diferensiasi sel minimal dan karsinoma insitu.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Sukaca (2009), gejala penderita kanker serviks diklasifikasikan
menjadi dua yaitu gejala pra kanker serviks dan gejala kanker serviks.
Gejala pra kanker serviks ditandai dengan gejala :
a. Keluar cairan encer dari vagina(keputihan)
b. Pendarahan setelah sanggama yang kemudian dapat berlanjut menjadi pendarahan
yang abnormal.
c. Pada fase invasive dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan
dapat bercampur dengan darah.
d. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi pendarahan kronis
e. Timbul nyeri panggul(pelvis) atau diperut bagian bawah bila ada radang panggul
Bila sel-sel tidak normal ini berkembang menjadi kanker serviks, maka
muncul gejala-gejala sebagai berikut :
a. Pendarahan pada vagina yang tidak normal.
Ditandai dengan pendarahan diantara periode menstruasi yang regular, periode
menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, pendarahan setelah
hubungan seksual.
b. Rasa sakit saat berhubungan seksual.
c. Bila kanker telah berkembang makin lanjut maka dapat timbul gejala-gejala seperti
penurunan berat badan, nyeri panggul, kelelehan, berkurangnya nafsu makan,
keluar tinja dari vagina, dll.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap
smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi
adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan
dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan
pemeriksaan dengan mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap
smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan
tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks
yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel
dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke
dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan
standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium
penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan
setiap tahun mencapai 90%.
2. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk
mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.
Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian
dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.
Kategori Temuan
Normal Licin, merah muda, bentuk porsio normal
Atipik Servisitis(inflamasi. hiperemis) banyak flour
ektropion polip atau ada kutil serviks
Abnormal(indikasi lesi prakanker Plaks putih, epitel acetowhite(bercak putih)
serviks)
Kanker serviks Pertumbuhan epitel seperti bunga kol,
petumbuhan mudah berdarah.
Jadwal pemeriksaan IVA :
1. Bila hasil positif (+) adalah 1 tahun
2. Bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
Syarat mengikuti pemeriksaan IVA :
1. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
2. Tidak sedang datang bulan/haid
3. Tidak sedang hamil
4. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Kelebihan Pemeriksaan menggunakan IVA :
1. Lebih efektif, dan mudah
2. Biaya yang murah
3. Memerlukan peralatan yang lebih sederhana
4. Hasilnya segera diperoleh sehingga tidak memerlukan kunjungan ulang
5. Pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skriner untuk memeriksa
sedian sitologi.
Kekurangan pemeriksaan menggunakan IVA :
1. Tidak memiliki sensitifitas yang lebih akurat dibandingkan dengan
pemeriksaan menggunakan pap smears
2. Tidak memiliki spesifisitas yang lebih akurat dibandingkan dengan
pemeriksaan menggunakan pap smears
3. Tidak memiliki dokumentasi sehingga tidak dapat dinilai ulang.
4. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram)
dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika
tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya
dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor
kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.
Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi
servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-
masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%.
Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan
sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana
tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi
sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.
5. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran
2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna
putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84%
dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk
pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan
sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%;
spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif
palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi
peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi
lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
H. Komplikasi
1. Komplikasi yang terjadi karena radiasi
Waktu fase akut terapi radiasi pelvik, jaringan-jaringan sekitarnya juga terlibat
seperti intestines, kandung kemih, perineum dan kulit. Efek samping gastrointestinal
secara akut termasuk diare, kejang abdominal, rasa tidak enak pada rektal dan
perdarahan pada GI. Diare biasanya dikontrol oleh loperamide atau atropin sulfate.
Sistouretritis bisa terjadi dan menyebabkan disuria, nokturia dan frekuensi.
Antispasmodik bisa mengurangi gejala ini. Pemeriksaan urin harus dilakukan untuk
mencegah infeksi saluran kemih. Bila infeksi saluran kemih didiagnosa, terapi harus
dilakukan segera. Kebersihan kulit harus dijaga dan kulit harus diberi salep dengan
pelembap bila terjadi eritema dan desquamasi. Squele jangka panjang (1 – 4 tahun
setelah terapi) seperti : stenosis pada rektal dan vaginal, obstruksi usus kecil,
malabsorpsi dan sistitis kronis.
2. Komplikasi akibat tindakan bedah
Komplikasi yang paling sering akibat bedah histerektomi secara radikal adalah
disfungsi urin akibat denervasi partial otot detrusor. Komplikasi yang lain seperti
vagina dipendekkan, fistula ureterovaginal, pendarahan, infeksi, obstruksi usus,
striktur dan fibrosis intestinal atau kolon rektosigmoid, serta fistula kandung kemih
dan rektovaginal.
I. Pencegahan kanker serviks
Pencegahan kanker serviks menurut Hartati Nurwijaya, dkk (2010)
1. Pencegahan primer
Pencegahan faktor penyebab kanker serviks, yaitu mencegah terjadinya infeksi
HPV baik dengan cara menghindari faktor-faktor yang menyebabkan infeksi HPV
dan melakukan vaksin HPV.
a) Promosi dan edukasi pola hidup sehat
b) Menunda onset aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan hanya
dengan satu pasangan
c) Penggunaan kontrasepsi barrier yang berperan untuk proteksi terhadap agen
virus
d) Melakukan vaksin HPV
Vaksin HPV adalah obat yang berisi protein HPV (cangkang HPV)
yang dapat merangsang pembentukan antibodi dapat mematikan kuman atau
virus penyebab penyakit yang tidak mengandung DNA-HPV.
Ada dua jenis vaksin yang beredar saat ini yaitu cervarix dan
gardasil(vaksin tipe 16 dan 18) namun prosentase pencegahannya hanya 70%.
Evektivitas vaksin tersebut bertahan sampai 6 hingga 7 tahun.
Cara pemberian vaksin HPV dilakukan selama 3 kali yaitu jika diberikan
pada bulan ini maka bulan berikutnya juga diberikan, kemudian diberikan lagi 6
bulan kemudian.
Efek samping vaksin HPV :
a) Nyeri dan bengkak dibekas suntikan
b) Sakit kepala
c) Mual
d) Demam
e) Kematian,cacat permanen (jarang terjadi)
f) Pembentukan pembekuan darah di jantung, paru-paru dan kaki
2. Pencegahan sekunder dengan melakukan skirining tes pap smear dan IVA
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data Demografi
Seperti biasa pada data demografi selalu menuliskan identitas pasien serta
penanggung jawab pasien. Kanker serviks ini terjadi paling sering pada wanita di atas
usia 30 sampai dengan 40 tahun. Namun tidak dapat di pungkiri juga bahwa ada banyak
remaja yg dapat mengidap penyakit tersebut yg di karenakan pergaulan bebas. Kanker
serviks atau leher rahim ini hanya diderita pada wanita / perempuan saja. Lebih rentan
terjadi pada wanita yg berprofesi sebagai PSK ( Pelaku Seks Komersial ) karena mereka
sering melakukan gonta ganti pasangan. ( Dr. Boyke Dian Nugraha, SpOG ).
a) Pernafasan B1 (breath)
Pada kasus kanker serviks stadium lanjut atau ketika sel abnormal sudah mulai
menyebar ke organ-organ lain ( tahap stadium 4 ), dapat menimbulkan sesak
nafas.
b) Kardiovaskular B2 (blood)
Adanya nyeri dada ( pada stadium lanjut ), bradikardi, dan tekanan darah
rendah dikarenakan pendarahan pada daerah intra-servikal
c) Persyarafan B3 (brain)
Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, penglihatan menurun
dikarenakan hemoglobin yang menurun, karna anemia, konjungtiva anemis.
Penciuman (hidung) :Mengeluh bau pada keputihan yang banyak.
d) Perkemihan B4 (bladder)
Biasanya pasien mengeluh nyeri saat buang air kecil, adanya pendarahan.
e) Pencernaan B5 (bowel)
Biasanya nafsu makan menurun, porsi makan kurang, berat badan menurun,
adanya konstipasi sehingga terjadi perubahan pola defekasi pada pasien.
f) Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Biasanya ada nyeri pada bagian panggul sehingga sulit dalam bergerak dan
beraktivitas.
3. Pengelompokan Data
a. Data Subjektif
a) Biasanya pasien mengeluh nyeri pada daerah kewanitaan ( vagina – intra servikal )
b) Biasanya pasien mengeluh kurang nafsu makan, dan berat badan menurun
c) Biasanya pasien mengeluh terjadi pendarahan setelah ataupun tanpa melakukan
senggama
d) Biasanya pasien mengeluh ada keputihan yang berlebih dan cair serta berbau
e) Biasanya pasien mengeluh susah BAB ( konstipasi )
f) Biasanya pasien mengeluh nyeri pada saat BAK
g) Biasanya pasien mengeluh nyeri panggul
h) Biasanya pasien mengeluh cepat lelah
i) Biasanya pasien mengeluh merasa cemas, khawatir dengan penyakit yang
dialaminya
j) Biasanya pasien sering bertanya mengenai penyakitnya
k) Biasanya pasien mengungkapkan ada perubahan tubuh dan gaya hidupnya
b. Data Objektif
a) Biasanya terlihat konjungtiva anemis dan pucat
b) Biasanya terlihat pasien menahan sakit
c) Biasanya terlihat pasien lemas, letih
d) Biasanya terlihat pasien meringis karena nyeri panggul
e) Biasanya terlihat wajah pasien ekspresi cemas dan khawatir
f) Biasanya pasien tidak menghabiskan porsi makan yang di sediakan
g) Biasanya terjadi pendarahan pada vagina – intra servikal
h) Biasanya pasien terlihat gelisah
i) Biasanya pasien terlihat kurang percaya diri
j) Biasanya berat badan pasien menurun
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) berhubungan dengan perdarahan intraservikal
Tujuan :
Klien akan mempertahankan perfusi jaringan secara adekuat
Kriteria Hasil :
a. Perdarahan intra servikal sudah berkurang
b. Konjunctiva tidak pucat
c. Mukosa bibir basah dan kemerahan
d. Ektremitas hangat
e. Hb dalam batas normal 11-15 gr %
Rencana dan Tindakan :
Intervensi Rasional
Observasi tanda – tanda vital klien Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Observasi perdarahan ( jumlah, warna, Untuk mengetahui tingkat respon verbal,
lama ) motorik dan respon membuka mata
Cek Hemoglobin klien Berpengaruh terhadap tingkat nervus VII
facialis
Berikan oksigen jika pasien Perubahan-perubahan ini menandakan ada
membutuhkan perubahan tekanan intracranial dan penting
untuk intervensi awal
Pemasangan vagina tampon Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang
harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi
awal.
Pertahankan lingkungan yang tenang. Lingkungan yang nyaman dapat membantu
proses penyembuhan
Berikan obat-obatan sebagaimana Di indikasikan untuk mengurangi nyeri,
programnya. tetapi dapat digunakan dengan tujuan untuk
membantu proses penyembuhan.
2. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri, kehilangan
femininitas dan perubahan bentuk tubuh.
Tujuan :
Rasa cemas klien hilang dan tidak cemas lagi
Kriteria Hasil :
Menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan berkurangnya rasa takut dan cemas
Rencana dan Tindakan :
Intervensi Rasional
Tinjau ulang pengalaman pasien/orang Membantu dalam identifikasi rasa takut dan
terdekat sebelumnya dengan kanker. kesalahan konsep berdasarkan pada
Tentukan apakah dokter telah pengalaman pada kanker.
menjelaskan kepada pasien dan apakah
kesimpulan pasien telah dicapai.
Dorong pasien untuk mengungkapkan Memberikan kesempatan untuk memeriksa
pikiran dan perasaan. rasa takut realistik serta kesalaahn konsep
tentang diagnostik.
Berikan informasi akurat, konsistensi Dapat menurunkan ansietas dan
mengenai prognosis, hindari memungkinkan pasien membuat keputusan/
memperdebatkan tentang persepsi pasien pilihan berdasarkan realita.
terhadap situasi.
Jelaskan pengobatan yang dianjurkan, Membantu pasien menyiapkan pengobatan
tujuannya dan potensial efek samping. dan dapat diajak bekerja sama dengan tim
kesehatan
Tingkatkan rasa tenang dan lingkungan Memudahkan istirahat, menghemat nergi,
tenang dan mningkatkan kmampuan koping
Libatkan orang terdekat sesuai indikasi Menjamin system pendukung untuk pasien
bila keputusan mayor akan di buat dan memungkinkan orang terdekat terlibat
dengan tepat
Berikan tindakan berkemih rutin, posisi Meningkatkan relaksasi otot perineal dan
normal, aliran air pada baskom, dapat mempermudah upaya berkemih.
penyiraman air hangat pada perineum.
Berikan perawatan kebersihan perineal dan Meningkatkan kebersihan, menurunkan
perawatan kateter. resiko ISK asenden.
Kaji karakteristik urine, perhatikan warna, Retensi urine, drainase vagina, dan
kejernihan, bau. kemungkinan adanya kateter intermitten/
tak menetap meningkatkan resiko infeksi,
khususnya bila pasien mempunyai jahitan
parineal.
Pemasangan kateter bila diindikasikan Edema atau pengaruh suplai saraf dapat
menyebabkan atoni kandungan
kemih/retensi kandung kemih
memerlukan dekompresi kandung kemih.
Berikan informasi yang jelas dan akurat Membantu penilaian diagnosa kanker,
memberikan informasi yang diperlukan
Minta pasien memberikan umpan balik Kesalahan konsep tentang kanker lebih
verbal, dan perbaiki kesalahan konsep mengganggu daripada kenyataan dan
mempengaruhi pengobatan/penurunan
penyembuhan.
Tinjau ulang dengan pasien / orang Memvalidasi tingkat pemahaman saat ini,
terdekat pemahaman diagnose khusus, mengidentifikasi kebutuhan belajar dan
alternative pengobatan, dan sifat harapan memberikan dasar pengetahuan dimana
pasien membuat keputusan berdasarkan
informasi.
2.2.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan pada pasien kanker serviks / leher rahim
adalah :
a. Ansietas pasien berkurang
b. Meningkatkan harga diri pasien
c. Eliminasi kembali lancar seperti biasanya
d. Nyeri hilang/berkurang
e. Tidak terjadi perubahan nutrisi;kurang dari kebutuhan
f. Pasien mengetahui tentang prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan
Daftar Pustaka
Arif Mansjoer dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran , Edisi 3 , Jilid 1. EGC : Jakarta
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad Bandung. (2000). Obstetri Fisiology. Bandung :
Elemen.
Doengoes, Marilynn E. (2001). Rencana Perawatan Maternal / Bayi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Manuaba. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta
: EGC.
Smeltzer Suzane C dan Brenda G. Bare. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddrath. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC