Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK DENGAN THALASEMIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu : Natalia Devi Oktarina, S.Kep., Ns, M.Kep., Sp.Kep.

Disusun Oleh Kelompok 12 :

1. Andrianingsih 010317B001

2. Laelatul Fitriah 010117A043

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019

PRAKATA
Segala puji dan syukur panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Thalasemia pada Anak”.

Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Analisis Farmasi.
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada dosen pembimbing dalam pembuatan makalah ini.

Penulis sadar bahwa penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Untuk
itu penulis menghimbau agar pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang
membangun demi perbaikan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Ungaran, 14 September 2019

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................i
Prakata ..............................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang.............................................................................
Rumusan Masalah ......................................................................
Tujuan…………………………………………..........................
Manfaat…………………………….............................................
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Thalasemia ....................................................................
Macam-macam Thalasemia……………………………..
Anatomi dan Fisiologi
Etiologi…………………………………………………
Patofisiologi ……………………………………………
Woc………………………………………………………………
Manfestasi Klinis........................................................................
Klasifikasi …………………………………………………
Komplikasi………………………………………………….
Pemeriksaan Penunjang...............................................................
Penatalaksanaan………………………………………
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian……………………………………………..
Analisa data……………………………………………
Rencana keperawatan………………………………..
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………...
Saran…………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini
pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama
sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas .
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). ( Williams, 2005)
Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan
penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi
daerah- daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur
tengah, sub benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang
Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika
membawa gen untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah Asia Tenggara
sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia.
(Kliegam,2012).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua
kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan
hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu
protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya
ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir
dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya.(Kliegam,2012)
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini
diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua
yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang
mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut
juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini
hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu
dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik
ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat
gen.(Williams,2005)
dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25 persen.
Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir
sebagai pembawa. Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang
terutama menimpa keturunan Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan
kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang
mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita penyakit beta
thalassemia. (Williams,2005)

Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan


thalassemia intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak
tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah
thalassemia major atau disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita
penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang intensif. Anak-
anak yang menderita thalassemia major mulai menunjukkan gejala-gejala
penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu
dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat.

Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan
keperawatan pada anak thalasemia,karena anak yang terkena thalasemia
bukan hanya mengalami gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas,
sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus agar anak tidak mengalami
gangguan tumbuh kembang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi thalasemia ?
2. Apa saja jenis-jenis thalasemia?
3. Apa etiologi thalasemia ?
4. Bagaimana patofisiologi thalasemia?
5. Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ?
6. Apa saja Klasifikasi thalasemia ?
7. Apa saja komplikasi pada thalasemia ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?
9. Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada anak
yang menderita thalasemia
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia
b. Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita
thalasemia
d. Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis tentang thalasemia
2. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis asuhan keperawatan
thalasemia

BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan


secara resesif. (Mansjoer, 2000 )
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul
akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk,
2006).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh
defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 )
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dkdikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul
hemoglobin(Muscari, 2005)

Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan


masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkanoleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau
dekat gen globin (Nurarif, 2013 )
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh
defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).

Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif


umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk
mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2012).

 Macam – macam Thalasemia :

1. Thalasemia beta

Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek


yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a. Thalasemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat
dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama
kehidupan.Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala
bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang
karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium,
ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan
splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb
bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin
dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
2. Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.

B. Anatomi dan Fisiologi

Darah merupakan gabungan dari cairan, sel-sel dan partikel yang menyerupai
sel, yang mengalir dalam arteri, kapiler dan vena; yang mengirimkan oksigen
dan zat-zat gizi ke jaringan dan membawa karbon dioksida dan hasil limbah
lainnya. Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma),
yang sebagian besar mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein
utama dalam plasma adalah albumin. Protein lainnya adalah antibodi
(imunoglobulin) dan protein pembekuan. Plasma juga mengandung hormon-
hormon, elektrolit, lemak, gula, mineral dan vitamin.
Selain menyalurkan sel-sel darah, plasma juga:
1. merupakan cadangan air untuk tubuh.
2. mencegah mengkerutnya dan tersumbatnya pembuluh darah.
3. membantu mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi ke seluruh
tubuh.
Bahkan yang lebih penting, antibodi dalam plasma melindungi tubuh
melawan bahan-bahan asing (misalnya virus, bakteri, jamur dan sel-sel
kanker), ketika protein pembekuan mengendalikan perdarahan. Selain
menyalurkan hormon dan mengatur efeknya, plasma juga mendinginkan dan
menghangatkan tubuh sesuai dengan kebutuhan.

Komponen Sel

1. Sel darah merah (eritrosit).

Merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel


lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume
darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang
memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan
mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh. Oksigen dipakai untuk
membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon
dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan
kembali ke paru-paru.

2. Sel darah putih (leukosit).

Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah


putih untuk setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari sel
darah putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama
tubuh dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibodi.
a. Neutrofil, juga disebut granulosit karena berisi enzim yang
mengandung granul-granul, jumlahnya paling banyak. Neutrofil
membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan
mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. Ada 2 jenis neutrofil,
yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang) dan neutrofil
bersegmen (matur, matang).
b. Limfosit memiliki 2 jenis utama, yaitu limfosit T (memberikan
perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak
beberapa sel kanker) dan limfosit B (membentuk sel-sel yang
menghasilkan antibodi atau sel plasma).
c. Monosit mencerna sel-sel yang mati atau yang rusak dan
memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai organisme
penyebab infeksi.
d. Eosinofil membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan
berperan dalam respon alergi.
e. Basofil juga berperan dalam respon alergi.
3. Platelet (trombosit).
Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil
daripada sel darah merah atau sel darah putih. Sebagai bagian dari
mekanisme perlindungan darah untuk menghentikan perdarahan,
trombosit berkumpul dapa daerah yang mengalami perdarahan dan
mengalami pengaktivan. Setelah mengalami pengaktivan, trombosit
akan melekat satu sama lain dan menggumpal untuk membentuk
sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah dan
menghentikan perdarahan.
Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu
mempermudah pembekuan.

C. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang
mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan n ormal (dapat berfungsi dengan baik).
Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila
kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya
dan sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka
pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan
pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)
dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila
anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak
hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen
globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami
isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua
orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka
tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-
anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua
(50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-
anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-
sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa
sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang
normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand
dkk,2006)

Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah


1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai
alfa globin

D. Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa
dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit
membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai
alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu
dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak
edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
(Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam
amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan
kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-
A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)

Kelainan genetik : kromosom 11


gangguan rantai peptide
kesalahan letak asam amino polipeptida

Rantai β dalam rantai Hb

g3 Eritrosit membawa O2
E. WOC Thalasemia
Kompensator naik pd rantai α

β produksi terus menerus

Hb defectife

ketidak seimbangan polipeptida

eritrosit tidak stabil

hemolysis Anemia berat

suplai O2 berkurang
Pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang dan disuplai dari tranfusi

ketidak seimbangan keb O2 & kebutuhan Gangguan Perfusi Jaringan Fe ber >

Hemosiderosis
intoleransi aktifitas kelemahan

Anerexia Hati Jantung Limpa Kulit

Nutrisi < dari Keb Gagal Jantung Warna menjadi abu-abu

Splenomegali
Pertumbuhan & perkembangan terganggu

mual & muntah Nyeri


Perut membesar
Kecemaan orang tua
Body image
Endokrin

Hepatomegali

F. Manifestasi Klinis

Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan
sering tidak terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6
bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung,
pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau
warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung
datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegali
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran
kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap
fraktur spontan.
c. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat
otot jantung.
d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat
besi.
g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar.
Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga
akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah
berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga
lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa
menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum
tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan
Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini
terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang
hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah
satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai


beratnya gejala klinis(Doenges,2000) :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada
umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa
yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah
penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan
menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan
muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang
prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering
mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis
ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa
dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
 Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
 Thalasemia intermedia
 Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom
mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi
dan banyak sel normoblas).
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum
terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%,
kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45%
pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi
memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau
tidak adanya sintetis rantai beta.

G. KLASIFIKASI THALASEMIA
1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada
kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan
nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang
menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat,
yaitu:
a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang
ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat
gejala-gejala bila ia terkena thalasemia.
b. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari
HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang
ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean
corpuscular volume) 60-75 fl.
c. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia
hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak
terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan
kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4). Dengan
banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam
eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.
Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-
10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
d. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat
banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya
rantai γ sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.
Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin
yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis
Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai
HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan
beberapa jam setelah kelahirannya.
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi
pendek kromosom 11.
a. Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β
sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan
HbA
b. Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan
fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan
HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu


a. Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat
thalasemia.Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak
dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2
tahun. Penderita bercirikan :
 Lemah
 Pucat
 Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
 Berat badan kurang
 Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur
hidupnya.
b. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat
ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia
trait digunakan untuk orang normal namun dapat mewariskan gen
thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali,
anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
 Gizi buruk
 Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang
mudah diraba
 Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan
hati(Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur
karena trauma ringan saja

Gejala khas adalah:


 Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga
lebar.
 Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi,
kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi

H. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak
jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia
beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa
fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk
memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi
khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim
konversi angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh
kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat
terjadi adalah sebagai berikut:
 Nyeri persendian dan tulang
 Osteoporosis
 Kelainan bentuk tulang
 Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.

3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)


Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah
yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya
jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan
menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif,
serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi
pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah
ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan
meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan
operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam
melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala
infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya
beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit
degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan
oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu, penderita thalassemia
dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat
antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat
dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat
besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan
terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan
terapi pergantian hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan
dan masa pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada
beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas
seperti berikut ini:
 Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
 Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-
anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur
pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja
yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.

I. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi
pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini:
Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999). Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan
berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%,
spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Maureen,1999).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen,
1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13
mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar
MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan.
Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah
dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 1997).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1
95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini
tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa
digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor
Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan
Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun,
elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit,
2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2
meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk
diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan
variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan
Hb A2
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku

J. Penatalaksanaan
1. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine
diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama
dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus
menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif
(misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap
penelitian.
4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral
obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan
subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel
kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
1. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr
%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan
bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat
perdarahan cukup besar.
3. Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4. Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus
dianjurkan minum teh.
5. Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah
berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan
karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan
transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi
tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras
sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati,
penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal
jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering
disertai patah tulang disertai trauma ringan.
b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organ-
organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara
penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar
endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat,
tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai
keturunan.
c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak
thalassemia menjadi rendah diri.
d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang
pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25%
anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25%
anak sakit thalassemia mayor.
4. Penatalaksanaan Pencegahan.
a. Pencegahan primer
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan
yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan
keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25
normal.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran
kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier,
sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan
suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-
uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus
(Soeparman dkk, 2000).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri,
thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada
thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau
infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,
pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB
rendah dan tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah
orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko
terkena talasemia mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka
ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak
setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
1. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
seusia.
2. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata
lebar, tulang dahi terlihat lebar.
3. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
4. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
5. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
6. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali).
7. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di
bawah normal
8. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis
ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa
odolense karena adanya anemia kronik.
9. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi
karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).(Nurarif,2013)

2. Analisa data

NO DATA PATOFISIOLOGI MASALAH


1. DS : Kelainan genetik Ketidakefektifan perfusi
 Klien mengatakan
jaringan perifer
badannya lemah Produksi rantai alfa dan
 Klien mengatakan beta Hb berkurang
mudah lelah jika
beraktivitas
Kelainan pada eritrosit
 Klien mengatakan
dingin pada
ekstremitas Pengikatan O2 berkurang

Kompensator pada rantai


DO : α
 Anemia
 Sianosis Rantai β produksi terus
 CRT > 3 detik menerus
 Pucat
 Hb 7
 Ekstremitas dingin Hb defectif
 Tanda-tanda vital
TD : 90/70
Suhu : 350C Ketidakseimbangan
Nadi : 40 x/i polipeptida
RR : 12 x/i

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis

Suplai O2 menurun

Ketidakseimbangan suplai
O2 dengan Kebutuhan

Hipoksia

Ketidakseimbangan suplai
O2 kejaringan perifer

Ketidakefektifan Perfusi
jaringan Perifer
2. DS : Dyspneu Ketidakseimbangan nutrisi
 Klien mengatakan
kurang dari kebutuhan
tidak nafsu makan tubuh
 Klien mengatakan Kelelahan
badannya lemas

Inteloransi aktivitas
DO :
 Penurunan berat
badan, sebelum sakit : Malas makan
25 Kg, saat sakit : 15
Kg
Intake nutrisi menurun
 Perut membuncit
 Membran mukosa
pucat
 Tonus otot menurun Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
3. DS : Eritrosit tidak stabil Keterlambatan
 Klien mengatakan pertumbuhan dan
badannya lemas perkembangan
 Klien mengatakan Hemolisis
tidak bisa beraktivitas
karena nyeri
Anemia berat

DO :
Transfusi darah berulang
 Anemia
 Anak melakukan
transfusi darah Hemosiderosis
berulang
 Perkembangan tidak
sesuai umur Penumpukan Besi
 Penumpukan zat besi
 Lemah
 Tampak pucat
 Tidak bersemangat Endoktrin

Tumbuh kembang
terganggu

Keterlambatan
pertumbuhan dan
perkembangan

3. Nursing Care Plan


No DIAGNOSA NOC NIC AKTIVITAS
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan  Monitor tanda- Monitor tanda-tanda vital
perfusi jaringan asuhan keperawatan selama tanda vital 1. Monitor tekanan
perifer 2 x 24 jam diharapkan klien  Terapi oksigen darah,nadi,suhu
 Peripheral
berhubungan tidak merasa lemas dan dan pernafasan
sensation 2. Catat adanya
dengan ekstremitas normal serta
management fluktasi tekanan
ketidakseimbanga bisa beraktivitas seperti 
darah
n suplai oksigen biasa dan tand-tanda vital
3. Monitor adanya
dengan kebutuhan dalam batas normal
tanda-tanda
hipotermi
Kriteria Hasil :
4. Monitor kualitas
1. Mendemontrasikan status
nadi
sirkulasi yang ditandai
5. Monitor
dengan
kuat/lemahnya
 Tekanan systole dan
tekanan nadi
diastole dalam rentang 6. Monitor irama dan
yang diharapkan frekuensi jantung
 Tidak ada ortostatik 7. Monitor bunyi
hipertensi jantung
 Tidak ada tanda-tanda 8. Monitor frekuensi
peningkatan dan irama nafas
intrakranial ( tidak 9. Monitor suara
lebih dari 15 mmHg) paru-paru
2. Mendemonstrasikan 10. monitor adanya
kemampuan kognitif abnormalitas pola
yang ditandai dengan nafas
 Berkomunikasi dengan 11. monitor

jelas dan sesuai suhu,warna dan

kemampuan kelembaban kulit


 Menunjukkan 12. identifikasi faktor

perhatian, konsentrasi penyebab

dan orientasi perubahan tanda-


 Memproses informasi tanda vital.
 Membuat keputusan
dengan benar Manajemen sensasi perifer
3. Menunjukkan fungsi
1. monitor adanya
sensori motori cranial daerah tertentu
yang utuh : tingkat yang hanya peka
kesadaran membaik , terhadap
tidak ada gerakan panas/dingin/tajam
involunter /tumpul
2. monitor adanya
paretase
3. instruksikan
keluarga untuk
mengobservasi
kulit jika ada isi
atau laserasi
4. diskusikan
mengenai
perubahan sensasi

Terapi oksigen
1. Jaga kepatenan
jalan nafas
2. Sediakan peralatan
oksigen,system
humidifikasi
3. Pantau aliran
oksigen
4. Pantau posisi
peralatan yang
menyalurkan
oksigen pada
pasien
5. Pantau jumlah
oksigen secara
teratur sesuai
indikasi
6. Pantau tanda-tanda
keracunan oksigen
atau terjadi
hipoventilasi yang
dipengaruhi
oksigen
7. Pantau kecemasan
pasien terhadap
pemasangan
oksigen
8. Cek oksigen secara
teratur untuk
meyakinkan bahwa
konsentrasi
oksigen yang
dianjurkan sudah
megalir
9. Hentikan
pemberian okisgen
jika pasien sudah
tidak mengalami
sesak nafas
2. Ketidakseimbangase setelah dilakukan tindakan  Manajemen Manajemen nutrisi
n nutrisi kurang keperawatan selama 1 x 24 nutrisi 1. Kaji adanya alergi
dari kebutuhan jam diharapkan nafsu  Monitor nutrisi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli
tubuh makan klien meningkat dan
gizi untuk menentukan
berhubungan berat badan sesuai dengan
jumlah kalori dan
dengan anoreksia tinggi badan.
nutrisi yang
dibutuhkan pasien
Kritria hasil
3. Anjurkan pasien untuk
1. Adanya peningkatan
meningkatkan intake
berat badan
Fe
2. Bebrat badan ideal
4. Anjurkan untuk
sesuai tinggi badan
meningkatkan protein
3. Mampu
dan vitamin C
mengidentifikasi
5. Berikan substansi gula
kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang
4. Tidak ada tanda-tanda
dimakan mengandung
malnutrisi
tinggi serat untuk
5. Menunjukkan
mencegah konstipasi
peningkatan fungsi
7. Berikan makanan yang
pengecapan dari
terpilih
menelan 8. Ajarkan bagaimana
6. Tidak terjadi
membuat catatan
penurunan berat badan
makanan harian
yang berarti 9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10. Berikan infomasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
pasien mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan

Monitor nutrisi
1. BB dalam batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor lingkungan
dan selera makan
5. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan selama
tidak jam makan]
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor kadar
albumin, protein,hb,ht
8. Monitor tumbuh
kembang
9. Monitor
pucat,kemerahan dan
kekringan konjungtiva

3 Keterlambatan setelah dilakukan tindakan  Peningkatan Peningkatan


pertumbuhan dan keperawatan selama 3 x 24 perkembangan perkembangan anak dan
perkembangan jam diharapkan anak dapat anak dan remaja
berhubungan tumbuh normal dan mampu remaja 1. Kaji faktor penyebab
dengan efek berinteraksi dengan  Terapi nutrisi gangguan
ketidakberdayaan lingkungan sekitarnya perkembangan anak
2. Identifikasi dan
fisik
gunakan sumber
Kriteria Hasil
pendidikan untuk
1. Anak berfungsi optimal
memfasilitasi
sesuai tingkatnya
perkembangan anak
2. Keluarga dan anak
yang optimal
mampu menggunakan
3. Berikan perawatajn
koping karena adanya
yang konsisten
ketidakmampuan 4. Tingkatkan
3. Keluarga mapu komunikasi verbal dan
mendapatkan sumber- stimulasi takstil
5. Berikan instruksi
sumber sarapa
berulang dan
komunitas
sederhana
4. Kematangan fisik
6. Berikan reinforcement
positif atas hasil yang
dicapai anak
7. Dorong anak
melakukan sosialisasi
dengan kelompok
8. Ciptakan lingkungan
yang aman

Terapi nutrisi
1. Menyelesaikan
penilaian gizi, sesuai
memantau makanan /
cairan tertelan dan
menghituing asupan
kalori harian
2. Memantau kesesuaian
perintah diet untuk
memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari
3. Kolaborasi dengan ahli
gizi,jumlah jenis
nutrisiyang dibutuhkan
untuk memenuhi
persyaratan gizi yang
sesuai
4. Pilih suplemen gizi
yang sesuai

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
A. Definisi Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. (Mansjoer, 2000 )
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul
akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk,
2006).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh
defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 )
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dkdikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul
hemoglobin(Muscari, 2005)

B. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang
mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
C. Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). (Kliegman,2012)
D. Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan
sering tidak terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6
bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
c. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
d. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung,
pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau
warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung
datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
3. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar.
Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga
akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah
berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga
lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa
menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum
tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan
Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini
terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang
hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah
satu tanda khas penderita thalasemia.
E. Klasifikasi Thalasemia
1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
a. Thalasemia Mayor
b. Thalasemia minor/trait
F. Komplikasi
1. Komplikasi Jantung
2. Komplikasi pada Tulang
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
4. Komplikasi pada Hati
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Screening test
2. Definitive test
H. Penatalaksanaan
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine
diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama
dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus
menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif
(misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap
penelitian.
4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral
obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan
subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel
kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.

Saran

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dari para pembaca
demi terciptanya makalah lain yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa
Indonesia, A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information.
Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta : MediaCtion
Publishing
Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U
Pandit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1.
Jakarta : PT. Fajar Interpratama

Anda mungkin juga menyukai