edema pada sindrom nefrotik, termasuk hipotesis “underfilling” dan “overfilling” hipotesis.
Dalam hipotesis underfill (Gbr. 1), proteinuria tingkat tinggi menghasilkan hipoalbuminemia
dengan penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini pada gilirannya menyebabkan
peningkatan ultrafiltrasi dan edema kapiler bersih. Pada fase awal proses ini, edemamay
dapat dilemahkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik interstisial dan drainase limfatik yang
meningkatkan kembalinya cairan interstitial ke kompartemen intravaskular. Namun, pada
akhirnya, mekanisme kompensasi ini kewalahan, dan edema terbentuk. Volume intravaskular
yang berkurang diperburuk, menghasilkan gejala klinis seperti takikardia, vasokonstriksi
perifer, tekanan darah rendah, oliguria, dan retensi natrium urin. Sementara penurunan yang
dihasilkan dalam laju filtrasi glomerulus (GFR) umumnya bersifat prerenal, nekrosis tubular
akut dapat terjadi jika efek hemodinamik ini memanjang. Pasien tersebut juga
memanifestasikan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan peningkatan
konsentrasi norepinefrin plasma dan arginin vasopresin (AVP). Sementara aktivasi RAAS
atau sistem saraf simpatis diamati dengan kedua penyakit parenkim ginjal dan hipovolemia
intravaskular, peningkatan AVP plasma non-osmotik menunjukkan bahwa gangguan primer
adalah hipovolemia, terutama pada komponen arteri sirkulasi, yaitu, kekurangan arteri.
Demikian pula, penekanan RAAS dapat menunjukkan ekspansi volume tetapi juga dapat
diamati dengan penyakit parenkim ginjal (mis., nefropati diabetik) independen dari status
volume. Perlu ditekankan bahwa karakteristik edema yang kurang terisi ini dapat terjadi pada
orang dewasa maupun anak-anak dengan sindrom nefrotik. Ini diyakini sebagai mekanisme
paling umum pembentukan edema pada penyakit dengan perubahan minimal.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan nonselektif berdasarkan ukuran moiekul protein
yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul
kecil misalnya albumin, sedangkan non-selektifapabila protein yang keluar terdiri dari
molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria dipengaruhi oleh keutuhan
struktur membran basal glomerulus.
Pada SN yang disebabkan oleh GN lesi minimal ditemukan proteinuria selektif.
Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi FP sel epitel viseral glomerulus dan
terlepasnya sel dari struktur membran basal glomerulus (Gambar 1). Berkurangnya
kandungan heparan sulfat proteoglikan pada GN lesi minimal menyebabkan muatan negatif
membran basal glomerulus menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin.
Patogenesis utama yang terjadi pada GSFS adalah kerusakan dan kehilangan podosit.
Injuri pada podosit terjadi melalui empat mekanisme utama: perubahan komponen dari slit
diaphragm atau strukturnya, disregulasi sitoskeleton aktin, perubahan pada membran basal
glomerulus atau interaksinya dengan podosit, atau perubahan muatan listrik negatif pada
permukaan podosit Rusaknya podosit akan memicu terjadinya apoptosis dan terlepasnya
(detachment) podosit dari membran basal glomerulus. Akibatnya berlanjut pada kerusakan
lain yang diperantarai oleh pelepasan sitokin, stres mekanik, dan polaritas yang semakin
menurun, sehingga terbentuk sklerosis dan jaringan parut pada glomerulus (Gambar 2).
Pada nefropati membranosa kerusakan struktur membran basal glomerulus terjadi akibat
endapan kompleks imun di sub-epitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk pada nefropati
membranosa akan meningkatkan permeabilitas membran basal glomerulus, walaupun
mekanisme yang pasti belum diketahui.