1.Revive; Y a i t u p e n i l a i a n c e p a t u n t u k m e n c e g a h k e m a t i a n , a p a b i l a p e r
nafasan adahambatan perlu dilakukan therapi ABC (Airway, Breathin
g , C i r c u l a t i o n ) a g a r pernafasan lancar.
3.Repair; Y a i t u t i n d a k a n p e m b e d a h a n b e r u p a t i n d a k a n o p e r a t i f d a n k o n
s e r v a t i f . Tindakan operatif meliputi : Orif, Oref, menjahit luka dan menjahit
pembuluh darahyang robek, sedangkan tindakan konservatif berupa pemasangan
gips dan traksi.
4.Refer; Yaitu berupa pemindahan pasien ke tempat lain, yang dilakukan dengan hati-
hati, sehingga tidak memperparah luka yang diderita.
Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi.
1. Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umu; riwayat kecelakaan, parah
tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan kemungkinan tulang yang patah dan
adanya krepitus.
2. Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk mencegah jarinagn
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Reduksi ada 3
(tiga), yaitu:
Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi, dengan tarikan untuk
menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan)
Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi, dimana beratnya traksi di
sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan
aproksimasi fragmen tulang
Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan, yaitu fiksasi internal
(kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan implant logam) dan fiksasi ekterna (pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinue, pin dan tehnik gips
3. Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan cara fiksasi internal dan
eksternal.
4. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi, dengan cara:
Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan
Memantau status neorovaskular
Mengontrol kecemasan dan nyeri
Latihan isometrik dan setting otot
Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
Kembali keaktivitas secara bertahap
Price, S. A. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddart. Ed. 8.
Jakarta: EGC
http://umiloveafiqah.blogspot.sg/2012_09_01_archive.html
DAFTAR PUSTAKA
Musliha, (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta. Nuha Medika.
Purwadianto, Agus, dkk. (2000). Kedaruratan Medik. Jakarta Barat. Binarupa Aksara.
Thomas, Mark A.(2011). Terapi dan rehabilitasi Fraktur. Jakarta. EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta. EGC.
Suratun,dkk.( 2008 ). Klien Gangguan Sistem Muskuluskeletal. Jakarta. EGC.
King, Maurice, dkk.(2001). Bedah Primer Trauma. Jakarta. EGC
Riyawan.com | Kumpulan Artikel Keperawatan Dan Farmasi
Penatalaksanaan Fraktur dan luka
A. Penatalaksanaan fraktur
A.1 terapi pada fraktur tertutup
Pada dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi fraktur untuk memperbaiki posisi
fragmen, diikuti dengan pembebatan untuk mempertahankannya bersama-sama sebelum
fragmen-fragmen itu menyatu; sementara itu gerakan sendi dan fungsi harus di pertahankan.
Pada penyembuhan fraktur dianjurkan untuk melakukan aktivitas otot dan penahanan beban
secara lebih awal. Tujuan ini mencakup dalam 3 keputusan yang sederhana; reduksi,
mempertahankan, lakukan latihan.
Pada penanganan sulit menahan fraktur secara memadai sambil tetap menggunakan
tungkai secukupnya: ini merupakan suatu pertentangan (tahan lawan gerakan) yang perlu dicari
pemecahannya secepat mungkin oleh ahli bedah (misalnya dengan fiksasi internal). Terapi bukan
saja d tentukan oleh jenis fraktur tetapi juga oleh keadaan jaringan lunak di sekitarnya. Tscherne
(1984) telah menyediakan klasifikasi cedera tertutup yang bermanfaat: tingkat 0 adalah fraktur
biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan lunak; tingkat 1 adalah fraktur dengan abrasi
dangkal atau memar pada kulit dan jaringan subkutan; tingkat 3 adalah cedera berat dengan
kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartemen.
A.1.1 Reduksi
Meskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu di dahuluka, tidak boleh ada keterlambatan
dalam menangani fraktur; pembengkakan bagian lunak selama 12 jam pertama akan
mempersukar reduksi. Tetapi terapat beberapa situasi yang tak memerlukan reduksi;
(1) bila pergeseran tidak banyak atau tidak ada;
(2) bila pergeseran tidak berarti (misalnya pada fraktur clavicula); dan
(3) bila reduksi tampak tak akan berhasil (misalnya pada fraktur kompresi pada vertebra).
Fraktur yang melibatkan permukaan sendi; ini harus di reduksi sempurna mungkin karna setiap
ketidakberesan akan memudahkan timbulnya arthritis degenerative. Terdapat dua metode
reduksi; tertutup dan terbuka.
Reduksi tertutup
Dengan anastesi yang tepat dan relaksasi otot, fraktur dapat direduksi dengan manuver tiga
tahap:
(1) bagian distal tungkai di tarik ke garis tulang;
(2) sementara fragmen-fragmen terlepas, fragmen itu di reposisi (dengan membalikkan arah
kekuatan asal kalau ini dapat di perkirakan); dan
(3) penjajaran di sesuaikan ke setiap bidang. Beberapa fraktur (misalnya pada batang femur) sulit
di reduksi dengan manipulasi karena tarikan otot yang sangat kuat dan membutuhkan traksi
yang lama.
Reduksi terbuka
Reduksi bedah pada fraktur dengan penglihatan langsung di indikasikan:
(1) Bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesukaran mengendalikan fragmen atau karena
Terdapat jaringan lunak di antara fragmen-fragmen itu;
(2) bila terdapat fragmen artikular besar yang perlu di tempatkan secara tepat; atau
(3) bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah. Namun biasanya reduksi terbuka hanya
merupakan langkah pertama untuk fiksasi internal.
Otot di sekeliling fraktur, kalau utuh bertindak sebagai suatu kompartemen cair; traksi atau
kompresi menciptakan suatu efek hidrolik yang dapat membebat fraktur. Karena itu metode
tertutup paling cocok untuk fraktur dengan jaringan yang lunak yang utuh, dan cenderung gagal
jika metode itu digunakan sebagai metode utama untuk terapi fraktur yang disertai dengan
kerusakan jaringan lunak yang hebat.
Traksi tidak dapat menahan fraktur yang diam, traksi dapat menarik tulang panjang secara lurus
dan mempertahankan panjangnya tetapi reduksi yang tepat kadang-kadang suka dipertahankan.
Dan sementara itu pasien dapat menggerakkan sendi-sendinya dan melatih ototnya. Traksi cukup
aman, asalkan tidak berlebihan dan berhati-hati bila menyiapkan pen-traksi. Masalahnya adalah
kecepatan: bukan karena fraktur menyatu secara perlahan-lahan (bukan demikian) tetapi karena
traksi tungkai bawah akan menahan pasien tetap di rs. Akibatnya, segera setelah fraktur lengket
(dapat mengalami deformitas tetapi tidak mengalami pergeseran), traksi harus digantikan dengan
bracing kalau metode ini dapat dilaksanakan.
Traksi dengan gaya berat; cara ini hanya berlaku pada cidera tungkai atas. Karena itu, bila
memakai kain penggendong lengan, berat lengan akan memberiakan traksi terus menerus pada
humerus.
Traksi kulit; traksi kulit (traksi buck) dapat menahan tarikan yang tak lebih dari 4 atau 5 kg.
Ikatan holland atau elastoplast rentang-satu-arah di tempelkan pada kulit yang telah di cukur dan
di pertahankan dengan suatu pembalut. Maleolus di lindungi dengan tisu gamgee, dan untuk
traksi di gunakan tali atau plaster
Traksi kerangka; kawat kirscer, pen steinmann atau pen denham di masukkan, biasanya di
belakang tuberkel tibia untuk cidera pinggul, paha dan lutut; di sebelah bawah tibia atau pada
kalkaneus untuk fraktur tibia. Kalau digunakan suatu pen, di pasang kait yang dapat berputar
dengan bebas, dan tali dipasang pada kait itu untuk menerapkan traksi. Traksi harus selalu
dilawan dengan oleh aksi lawan; artinya, tarikan harus di lakukan terhadap sesuatu, atau tarikan
itu hanya akan menarik pasien ke bawah tempat tidurnya.
Traksi tetap; tarikan di lakukan terhadap suatu titik tertentu, contohnya palster di tempelkan pada
bagian persilangan bebat thomasdan menarik kaki ke bawah hingga pangkal tungkai menyentuh
cicin bebat itu.
Traksi berimbang; tarikan di lakukan terhadap kekuatan berlawanan yang berasal dari berat tubuh
bila kaki tempat tidur tersebut di naikkan. Tali dapat di ikata pada kaki tempat tidur, atau di
lewatkan pada kerekan-kerekan dan di beri pemberat.
Traksi kombinasi; beban thomas di gunakan. Plester di tempelkan pada ujung bebat dan bebat itu
di gantung, atau di ikat pada ujung tempat tidur yang di angkat.
Bracing fungsional
Bracing fungsional menggunakan gips salah satu dari bahan yang ringan merupakan salah
satu cara mencegah kekakuan pada sendi sambil masih memungkinkan pembebatan fraktur.
Segmen dari gips hanya dipasang pada batang tulang itu, membiarkan sendi-sendi bebas, segmen
gips itu dihubungkan dengan engsel dari logam atau plastic yang memungkinkan gerakan pada
suatu bidang. Bebat bersifat fungsional dalam arti bahwa gerakan sendi tidak banyak terbatas
dibandingkan gips konvensional.
Bracing fungsional paling luas digunakan untuk fraktur femur atau tibia, tetapi karena
penahan ini tidak kaku, biasanya ini hanya dipakai bila fraktur mulai menyatu, misalnya 3-6
minggu setelah traksi atau gips konvensional. Bila digunakan dengan cara ini, ternyata 4
persyaratan dasar yang diperlukan akan terpenuhi; fraktur dapat dipertahankan cukup baik;
sendi-sendi dapat digerakkan; fraktur akan menyatu dengan kecepatan normal (atau mungkin
sedikit lebih cepat) tanpa tetap menahan pasien di rs dan metode itu cukup aman.
Teknik diperlukan banyak keterampilan untuk memasang suatu penahan yang efektif. Pertama
fraktur di stabilkan; setelah beberapa hari dalam traksi atau dalam gips konvensional untuk
fraktur tibia; dan setelah beberapa minggu dalam traksi untuk fraktur femur (sampai fraktur telah
lengket, artinya dapat melentur tetapi tidak dapat terjadi pergeseran). Kemudian pembalut gips
atau bebat yang berengsel di pasang yang akan cukup menahan fraktur tetapi memungkinkan
gerakan sendi; di anjurkan melakukan aktivitas fungsional, termasuk penahan beban.
Fiksasi internal
fragmen tulang dapat di ikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat logam yang di
ikat dengan sekrup, paku intramedular yang panjang (dengan atau tanpa sekrup
pengunci), circumferential bands, atau kombinasi dari metode ini. Bila di pasang dengan
semestinya, fiksasi internal menahan fraktur secara aman sehingga gerakandapat segera di mulai;
dengan gerakan lebih awal penyakit fraktur (kekakuan dan edema) dapat di hilangkan. Dalam hal
kecepatan pasien dapat meninggalkan rumah sakit segera setelah luka sembuh, tetapi dia harus
ingat bahwa meskipun tulang bergerak sebagai satu potong, fraktur belum menyatu, hanya
dipertahankan oleh jembatan logam; karna itu penahanan beban yang tak terlidung selama
beberapa waktu tidak aman. Bahaya yang terbesar adalah sepsis; kalau terjadi infeksi semua
keuntungan fiksasi internal (reduksi yang tepat, stabilitas yang segera dan gerakan lebih awal)
dapat hilang.
Indikasi fiksasi internal sering menjadi bentuk terapi yang paling di perlukan. Indikasi utamanya
adalah:
1. Fraktur yang tidak dapat di reduksi kecuali dengan operasi
2. Fraktur yang tak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran kembali setelah
reduksi (misalnya fraktur pertengahan batang pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki
yang bergeser); selain itu, juga fraktur yang cenderung perlu di tarik terpisah oleh kerja otot
(misalnya fraktur melintang pada patella atau olecranon)
3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan, terutama fraktur pada leher
femur.
4. Fraktur patologik, di mana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini (dengan fiksasi internal atau luar) mengurani resiko
komplikasi umum dan kegagalan organ pada berbagai sistem.
6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia, pasien dengan cedera
multiple) dan sangat lansia).
Teknik banyak tersedia metode, termasuk pengunaan kawat, skrup, plat, batang intramedula dan
kombinasi dari semua itu. Bila plat di gunakan, kalau mungkin plat harus di pasang pada
permukaan yang
Dapat di tegangkan, yang biasanya pada sisi cembung tulang, bila paku intramedula di gunakan,
paku itu dapat dikuncikan dengan sekrup melintang (muller dkk., 1991)
Frakturulang tidak boleh melepas logam terlalu cepat, atau tulang akan patah lagi. Paling cepat
satu tahun dan 18 atau 24 bulan lebih aman; beberapa minggu setelah pelepasan, tulang itu
lemah, dan di perlukan perawatan atau perlindungan.
Fiksasi luar
fraktur dapat di pertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan melalui tulang di
atas dan di bawah fraktur dan di lekatkan pada suatu kerangka luar. Cara ini dapat di terapkan
terutama pada tibia dan pelvis, tetapi metode ini juga digunakan untuk fraktur pada femur,
humerus, radius bagian bawah dan bahkan tulang-tulang pada tangan.
http://raramanilkarazapota.blogspot.sg/2012/04/penatalaksanaan-fraktur-dan-luka.html
http://alitspracticalorthopaedic.blogspot.sg/2013/03/brosur-orthopedi-traumatologi-ii.html
https://try2bcoolnsmart.wordpress.com/2009/12/25/fraktur-alias-patah-tulang/
http://medshisof.tumblr.com/post/31452030913/fiksasi-internal-dan-eksternal
http://sidedoang.blogspot.sg/2012/12/metode-reduksi.html
http://edisupriadi5.blogspot.sg/2011/10/diagnosa-dan-penatalaksanaan-fraktur.html
http://mudiragamila.blogspot.sg/2011/03/fraktur.html
http://ayoncrayon5.blogspot.sg/2012/11/fraktur.html