Anda di halaman 1dari 27

BAB IV

DIAGNOSIS HOLISTIK DAN PEMBAHASAN

A. Diagnosis Holistik
1. Aspek I: Personal
Pasien berusia 49 tahun dalam nuclear family dengan diagnosa hipertensi
stage I. Dari penilaian aspek personal, pasien tampak tidak mengalami
keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Dari segi fungsi
psikologis, pasien tidak mengalami depresi, cemas, maupun stres.
Identifikasi Aspek Personal
a. Alasan kedatangan berobat
Pasien datang ke Puskesmas Sibela atas insiatif sendiri karena pasien
merasa pusing dan cengeng di tengkuk leher belakang.
b. Persepsi pasien tentang penyakit
Pasien mengerti dengan keadaan yang dialaminya. Pasien sadar akan
perlunya pengobatan terhadap penyakitnya dan membutuhkan waktu
yang lama serta kedisiplinan dalam pengobatan penyakitnya.
c. Kekhawatiran pasien
Pasien memiliki kekhawatiran bila tekanan darahnya sewaktu-waktu
tidak terkontrol sehingga merusak organ-organ lain seperti jantung,
ginjal, dan otak.
d. Harapan pasien
Pasien berharap tekanan darahnya tetap terkontrol dan dapat
menjalani aktivitas tanpa halangan
2. Aspek II: Klinis
Pasien didiagnosis menderita hipertensi stage I.
3. Aspek III: Faktor Internal
Pasien dengan tingkat pendidikan SMP, pasien bisa memahami cara
pengobatan, kepatuhan pengobatan, nutrisi untuk pasien, dan hal-hal yang
harus dihindari. Pasien bersedia menjalani pengobatan dan kontrol rutin.
4. Aspek IV: Faktor Eksternal
Pasien masih dapat melaksanakan kehidupannya dengan baik. Fungsi
sosial pasien baik terlihat dari sehari-hari pasien yang aktif bersosialisasi
dengan tetangga dan mengikuti kegiatan di sekitarnya. Hubungan yang
terjadi dalam keluarga cukup harmonis.
5. Aspek V: Derajat Fungsional
Kategori derajat fungsional :
1 : SEHAT tidak butuh bantuan
2 : sakit ringan (aktivitas berat dikurangi)
3 : sakit sedang
4 : sakit berat (aktivitas ringan saja yang bisa)
5 : 100% ADL butuh orang lain
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, Tn. K memiliki derajat
fungsional 1. Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari, serta
mandiri dalam perawatan diri.

B. Pembahasan
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg
atau lebih dan atau diastolik 90 mmHg atau lebih, pada pemeriksaan yang
berulang (Chobanian et al., 2003; Soenarta et al., 2015).

Tabel 4.1. Klasifikasi Hipertensi (Soenarta et al., 2015)

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial dan


hipertensi sekunder. Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan
hipertensi essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik, usia, dan
lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor,
resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan
antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas, olahraga dan lain-

ii
lain (Nafrialdi, 2009). Sedangkan 5-10% kasus hipertensi merupakan
hipertensi sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat
penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder
yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah. Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui,
sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung
koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat (Soenarta et al., 2015).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi
yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur,
sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan
sering kencing di malam hari.
Alur diagnosis hipertensi menurut PERKI 2015 dapat dilihat sebagai
berikut

iii
Gambar 4.1. Alur diagnosis hipertensi (Soenarta et al., 2015)

Tn. K datang dengan keluhan leher cengeng dirasakan semenjak 3 hari ini.
Cengeng dirasakan hilang timbul, tidak sampai mengganggu aktifitas.
Keluhan muncul ketika pasien kelelahan, dan akan berkurang setelah minum
obat dan istirahat. Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan tekanan darah
pasien 150/90 mmHg. Pasien mengetahui dirinya terkena hipertensi ketika
dilakukan pemeriksaan rutin dari instansi tempat pasien bekerja dimana pada
tahun 2000 tekanan darah pasien sebesar 160/90 mmHg. Kemudian pasien
memeriksakan dirinya kembali ke poli penyakit dalam RSDM dan didapatkan
tekanan darah yang tinggi, namun pasien lupa seberapa besarnya. Dari RSDM,
pasien didiagnosis hipertensi.
Sebelumnya pasien mengaku pernah dikatakan gula darahnya tinggi,
namun ketika dicek terakhir pada tahun 2010 gula darahnya dalam batas
normal, sehingga pasien tidak mengkonsumsi obat gula. Pasien juga mengaku
tidak pernah mengalami gangguan pada BAK. Pasien mengaku tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan dan jamu dalam jangka waktu lama
Selain itu dari keluarga pasien, ditemukan adanya riwayat hipertensi pada
ibu kandung pasien. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, alkohol, atau
makan-makanan berlemak. Pasien juga mengatakan tidak begitu suka makan
makanan asin maupun manis. Pasien selalu berolahraga teratur setiap pagi
sejak pensiun dengan berjalan kaki. IMT pasien sebesar 18.9 kg/m 2 sehingga
pasien tidak tergolong obesitas. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
pasien, dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki hipertensi esensial stage II.
Komplikasi pada pasien hipertensi dapat berupa komplikasi akut dan
kronis. Komplikasi akut dari hipertensi adalah krisis hipertensi yang terdiri
dari hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Dimana krisis ini dapat
menyebabkan kerusakan target organ, yaitu otak, jantung, paru, ginjal,
pembuluh darah perifer, plasenta, aorta, retina. Sedangkan komplikasi kronis
dapat berupa stroke, gagal jantung, retinopati, dan penyakit ginjal kronis. Tn.
K tidak mengalami keluhan pandangan kabur, sesak napas, nyeri dada,

iv
berdebar-debar, gangguan BAK sehingga kemungkinan tidak ditemukan
adanya komplikasi pada Tn.K. Namun masih perlu untuk dilakukan
pemeriksaan rutin dan laboratorium.
Karena banyaknya komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi dan
sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana
hipertensi dapat dibagi menjadi non farmakologis dan farmakologis
1. Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan
tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam
menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien hipertensi
derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup
sehat merupakan tatalaksana tahap awal yang harus dijalani minimal 4- 6
bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut tidak didapatkan penurunan
tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktr risiko kardiovaskular
yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi
(Soenarto et al., 2015).
Penanganan hipertensi sebaiknya dimulai dengan memperbaiki gaya
hidup yang mengatur diet (makanan rendah garam dan mempertahankan
berat badan dalam batas normal), latihan yang teratur yang tidak
bertentangan dengan keadaan penyakit yang dialami, berhenti merokok
dan minum alkohol, serta menciptakan keadaan rileks (Depkes RI, 2006).
Diet yang dianjurkan adalah DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension). Pola diet mengikuti pola DASH ini meliputi tinggi buah-
buahan dan sayuran segar, produk susu rendah lemak, rendah asupan
lemak dan rendah lemak jenuh, kolesterol, serealia utuh (whole grain),
ikan, unggas, dan kacang-kacangan; mengurangi daging merah, gula, serta
minuman manis. Diet DASH di Amerika terbukti dapat menurunkan
tekanan darah sistolik sebesar 8-14 mmHg (Kamal, et al., 2013)
Rencana makan pada diet DASH tidak memerlukan jenis makanan
khusus. Jumlah porsi makanan tergantung pada jumlah kalori yang
diperbolehkan atau dibutuhkan setiap harinya bergantung pada usia, dan

v
jenis kelamin, dan juga disesuaikan dengan kegiatan maupun aktivitas
fisik dari penderita hipertensi itu sendiri. Semakin banyak kalori yang
masuk, seharusnya diimbangi pula dengan semakin banyaknya aktivitas
fisik yang dilakukan untuk membakar kalori yang masuk, dengan begitu
penderita hipertensi juga dapat menjaga berat badan idealnya. Menjaga
asupan kalori juga harus diperhatikan saat akan mengkonsumsi makanan
olahan (NIH, 2015).
Makanan yang dianjurkan dalam diet DASH adalah makanan yang
segar, atau makanan yang diolah tanpa garam natrium, vetsin dan kaldu
bubuk. Rasa tawar pada makanan dapat diperbaiki dengan menambah
bawang merah, bawang putih, jahe, dan bumbu lain yang tidak
mengandung garam. Penggunaan manisan atau gula juga harus kurang dari
5 sendok makan per minggu Sedangkan makanan yang tidak boleh
dikonsumsi adalah makanan yang sudah dimasak dan diawetkan
menggunakan garam (Adibah, 2014).
Batasan mengkonsumsi garam adalah 2,4 gram per hari atau setara
dengan satu sendok teh per hari. Ada beberapa cara untuk mengurangi
asupan garam per hari, yaitu dengan tidak menambah garam meja pada
makanan, tidak menambahkan garam saat memasak, untuk menambah
rasa masakan gunakan selain garam, perhatikan kandungan garam yang
ada pada makanan olahan, dan hindari makanan yang memiliki kadar
natrium tinggi seperti keripik, daging olahan, dan keju (Palmer &
Williams, 2007).
Selain diet rendah garam penderita hipertensi juga perlu melakukan
diet rendah lemak jenuh dan kolesterol. Lemak dapat meningkatkan risiko
terjadinya aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah
(Kartikasari, 2012). Contoh makanan yang mengandung lemak jenuh
adalah minyak yang berasal dari hewan : lemak sapi, babi, kambing, susu
penuh (full cream), keju, dan mentega (Kemenkes, 2011).
Pada pasien, frekuensi makan Tn. K tidak tentu, tergantung nafsu
makan dengan porsi yang sedikit tapi sering. Pasien mengaku mengurangi

vi
konsumsi garam dan jeroan, serta makanan yang berlemak. Namun
berdasarkan pengakuan istri pasien, ketika memasak memang ada
pengurangan penggunaan garam tapi jumlahnya masih tidak sesuai dengan
diet DASH. Istri pasien mengaku setiap sekali memasak menggunakan
garam 1 sendok teh sedangkan diet DASH menganjurkan penggunaan
garam 1 sendok teh per hari. Selain itu kebiasaan pasien meminum teh
manis setiap pagi dan sore seharusnya dikurangi karena dapat
meningkatkan risiko diabetes.
Selain diet yang sesuai, aktivitas fisik yang teratur dapat membuat
pelebaran pembuluh darah sehingga tekanan darah yang tinggi akan
menurun (Purwaka, 2011). Aktivitas fisik yang cukup dan teratur juga
akan membuat jantung lebih kuat. Jantung yang kuat dapat memompa
darah lebih banyak dengan usaha minimal, sehingga gaya yang bekerja
pada dinding arteri akan berkurang. Hal tersebut berperan pada penurunan
Total Peripher Resistance yang bermanfaat dalam menurunkan tekanan
darah (Kartikasari, 2012).
Aktivitas fisik untuk menurunkan tekanan darah sebaiknya dilakukan
secara teratur dan bersifat aerobik. Olahraga aerobik dapat dilakukan
ditengah-tengah rutinitas kita setiap harinya, seperti bersepeda, berenang,
berlari, dan berjalan cepat. Aktivitas fisik atau olahraga setidaknya
dilakukan 30-40 menit setiap harinya (Palmer & Williams, 2007). Contoh
aktivitas fisik yang dapat menjaga kestabilan tekanan darah adalah
membersihkan rumah selama 10 menit dilakukan dua kali dalam sehari,
berjalan kaki selama 10 menit, 10 menit bersepeda, dan lain-lain (Triyanto,
2014).
Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan
(endurance) dan tidak boleh menambah peningkatan tekanan darah
sehingga bentuk latihan yang paling tepat adalah jalan kaki, bersepeda,
senam dan berenang (olahraga aerobik). Olahraga yang bersifat kompetisi
tidak diperbolehkan. Olahraga yang bersifat kompetisi dikhawatirkan akan
memacu emosi sehingga akan mempercepat peningkatan tekanan darah.

vii
Dengan demikian meskipun bentuk olahraganya bertujuan meningkatkan
daya tahan (bulu tangkis, tenis, dan sepak bola) tetapi bila dilakukan
dalam rangka pertandingan maka sebaiknya dihindari. Olahraga yang
bertujuan meningkatkan besar otot, seperti angkat berat dan sejenisnya
tidak diperkenankan. Olahraga ini akan menyebabkan peningkatan tekanan
darah secara mendadak dan melonjak.
Melakukan olahraga seperti senam aerobik dan jalan cepat selama 30-
45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu akan membuat sistem
kardiovaskuler berfungsi maksimal dan tetap terpelihara (Triyanto, 2014).
Olahraga secara teratur juga dapat memberi banyak manfaat, seperti
menurunkan jumlah dan dosis obat anti hipertensi, menjaga kenaikan
tekanan darah seiring pertambahan usia, dan juga mempertahankan berat
badan ideal, yang merupakan salah satu cara penting untuk mengontrol
tekanan darah (Kartikasari, 2012). Manfaat lainnya adalah mengurangi
asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan
garam lewat kulit) (Triyanto, 2014). Olahraga isometrik adalah olahraga
yang harus dihindari oleh penderita hipertensi karena justru dapat
menaikkan tekanan darah, contohnya adalah angkat beban (Kartikasari,
2012). Tn K rutin berolahraga jalan kaki setiap pagi selama 45 menit.
Olahraga ini sudah sesuai dengan anjuran olahraga untuk penderita
hipertensi.
Mengurangi stres dengan manajemen stress dapat membantu mengatur
tekanan darah pada penderita hipertensi. Pengelolaan stress dapat
dilakukan dengan berbagai metode seperti relaksasi dan meditasi. Selain
itu cara lain untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan
membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan
beban stres. Perubahan-perubahan itu ialah merencanakan semua kegiatan
dengan baik, sederhanakan jadwal menjadi lebih santai, berolahraga, tidur
yang cukup, sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin dan berserah
diri pada Yang Maha Kuasa (Sugiharto, 2007). Setiap hari Tn. K
menjemput cucu ketiga dan keempat, kemudian cucunya tinggal di rumah

viii
hingga sore hari, sampai dijemput kedua orang tuanya. Hal ini
menyebabkan beban untuk Tn. K, sehingga tekanan darahnya dapat
meningkat. Namun dari beliau merasa senang dapat lebih dekat dengan
cucunya, dan rumah tidak terasa sepi. Tn. K mengikuti kegiatan di
lingkungan tempat tinggalnya. Tn K juga senang berbincang dengan
teman- teman seusianya bila bosan di rumah. Selain itu pasien juga aktif
dengan kegiatan keagamaan sehingga meningkatkan keimanan dan
keikhlasan dalam menjalani hidup.

2. Terapi Farmakologis
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara
seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup
penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja
yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin
dapat ditambahkan selama beberapa bulan perjalanan terapi. Pemilihan
obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan
respon penderita terhadap obat antihipertensi. Beberapa prinsip pemberian
obat antihipertensi sebagai berikut:
a. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab
hipertensi.
b. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan
tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurang
timbulnya komplikasi.
c. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat
antihipertensi.
d. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
Pada awalnya pasien berobat di poli penyakit dalam RSDM
menggunakan ASKES dan diberi obat terlampir, namun karena sering
batuk maka diganti dengan Amlodipin 10 mg 1x1 dan Bisoprolol 2,5 mg

ix
1x1. Kemudian sejak 3 tahun yang lalu pasien berobat di puskesmas
Gajahan. Dari pengakuan pasien, pasienb datang ke puskesmas setiap
bulan untuk pengecekan tekanan darah dan mengfamnbil obat untuk 1
bulan, namun dari regulasi puskesmas obat hipertensi hanya diberikan
maksimal untuk konsumsi 10 hari. Seharusnya pasien datang 3 kali dalam
sebulan, sehingga bisa disimpulkkan tidak terdapat keteraturan meminum
obat. Hal ini dapat menyebabkan tidak tercapainya target tekanan darah
pada pasien. Selain diberi edukasi mengenai keteraturan minum obat,
pasien juga disarankan konsultasi ke dokter penyakit dalam untuk evaluasi
pengobatan dan menerima obat dengan dosis yang sesuai, mengingat
keterbatasan regimen obat di puskesmas dan tidak tercapainya target pada
tahun ini (Pemeriksaan tekanan darah dalam 1 tahun terlampir).
Pengobatan yang diberikan sudah sesuai dengan algoritma dari JNC
VIII. Pasien sebelumnya sudah diberikan obat golongan ACE/ARB/dan
Diuretik thiazide. Namun tekanan darahnya tidak dapat mencapai target,
sehingga sejak tahun 2011 diberikan giolongan beta blocker dan calcium
canal blocker. Tetapi penggunaan regimen ini masih belum dapat
mencapai target tekanan darah, sehingga perlunya konsultasi ke dokter
spesialis mengenai kondisi pasien.
Pasien juga melakukan perubahan gaya hidup berupa olahraga rutin
setiap pagi, mengurangi konsumsi makanan berlemak, tidak merokok dan
minum alkohol, serta ikut serta dalam kegiatan sekitar rumah untuk
mengurangi kebosanan dan lebih produktif di masa tua pasien.
Pada pasien dengan hipertensi diperlukan monitoring dan evaluasi
tekanan darah secara rutin dan juga beberapa pemeriksaan yang yang
berkaitan dengan kemungkinan terjadinya komplikasi. Anamnesis keluhan,
pemeriksaan tanda vital terutama tekanan darah, pemeriksaan fisik serta
penunjang rutin dilakukan setiap 3 – 6 bulan sekali. Beberapa pemeriksaan
penunjang yang perlu diperiksa yaitu (Gray et al., 2003):

x
1. Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit, dan kreatinin darah untuk
menunjukkan penyakit ginjal sebagai penyebab atau disebabkan
hipertensi, atau dapat dianggap sebagai hipertensi adrenal (sekunder)
2. Glukosa darah untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa,
berkaitan dengan faktor komorbid
3. Kolesterol total, HDL, LDL yang membantu memperkirakan risiko
kardiovaskular di masa depan
4. EKG untuk mencari apakah ada hipertrofi ventrikel kiri akibat
hipertensi
Pasien rutin melakukan kontrol tekanan darah ke Puskesmas setiap
bulan bersamaan dengan mengambil obat untuk dikonsumsi. Namun,
pasien tidak rutin melakukan pemeriksaan penunjang yang berkaitan
dnegan monitoring dan evaluasi adanya komplikasi. Pasien terakhir
diperiksa laboratorium darah pada tahun 2010 dan tidak pernah menjalani
pemeriksaan EKG.

xi
Gambar 4.2. Algoritma penanganan Hipertensi menurut JNC VIII.

xii
Tn. K dan Ny. E sama-sama memiliki riwayat keluarga dengan
hipertensi, hal ini meningkatkan kemungkinan anak-anaknya menderita
penyakit serupa. Oleh karena itu perlu dilakukan edukasi kepada Tn. K dan
keluarga, bahwa penyakit ini dapat menurun. Perlu skrining awal dan
perbaikan pola hidup, berupa peningkatan aktivitas fisik, penurunan stress,
dan pengaturan pola makan agar tidak terjadi hipertensi.
Dalam pemeriksaan Geriatric Depression Scale (GDS), 15 pertanyaan
yang diajukan kepada Tn. K mempunyai tanggapan yang baik sehingga
dalam penilaian didapatkan jumlah kurang dari lima. Hal ini menandakan
bahwa Tn. K tidak mengalami depresi.
Dalam pemeriksaan MMSE (Mini Mental State Examination), 10
pertanyaan yang diajukan kepada Tn. K semuanya benar, sehingga dengan
0 kesalahan maka dapat disimpulkan kesehatan mental Tn. K baik.
Sedangkan pada pemeriksaan TUG (Time Up and Go Test), pasien
dapat melakukannya dalam 11 detik, sehingga resiko jatuhnya kecil.
Pada rumah pasien didapatkan kondisi yang kurang terawat,
pencahayaan kurang, dan sirkulasi udara yang kurang baik. Untuk
pencahayaan dan ventilasi hanya berasal dari jendela depan serta pintu
menuju jemuran. Selain ruang tamu, lantai masih dilapisi oleh semen, ini
dapat meningkatkan risiko terpeleset dan juga risiko jatuh akibatr
pencahayaan yang kurang. Barang-barang di gudang dan dalam rumah
berantakan dan tidak tertatat rapi, ini dapat meningkatkan risiko jatuh.
Septic tank berada kurang dari 10 meter dari sumber air, jarak yang kurang
ini dapat mencemari air yang digunakan untuk keperluan mandi dan
mencuci, sehingga beresiko terkena penyakit kulit. Dari rumah yang
kurang sehat, bisa ditambahkan dengan genteng kaca dan penambahan
jendela untuk masuknya cahaya dan ventilasi, untuk mengurangi resiko
penyakit infeksi pernafasan, risiko jatuh karena gelap, dan perkembang
biakan nyamuk. Gudang sebaiknya rutin dibersihkan, untuk mencegah
perkembang biakan tikus yang akan beresiko menyebabkan leptospirosis.

xiii
Lantai semen sebaiknya diganti dengan keramik, untuk mengurangi resiko
terpeleset karena licin.
Pasien tidak mengikuti prolanis dan psoyandu lansia disebabkan
pasien merasa kurang tertarik dengan kegiatan senam yang
diselenggarakan. Hal ini didasarkan pengetahuan Tn. K yang hanya
mengetahui bahwa kegiatan prolanis hanya senam dan kontrol tekanan
darah. Di sisi lain, kegiatan prolanis di posyandu tersebut menggelar
banyak kegiatan seperti skrining kejadian osteoporosis pada lansia, edukasi
akan pola hidup sehat dan hal lain yang berguna pasien, pemberian
makanan tambahan bagi pasien yang mengalami kekurangan energi, dan
banyak inovasi kegiatan yang ditawarkan oleh ibu ibu kader. Hal ini sudah
kami edukasi kepada Tn. K.

xiv
BAB V
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

A. Saran Komprehensif
1. Promotif
a. Puskesmas lebih aktif untuk mempromosikan kepada masyarakat
mengenai penyakit menular dan tidak menular khususnya hipertensi,
sehingga masyarakat tahu, mengerti, dan sadar akan tanda dan gejala,
komplikasi, pengobatan dan cara pencegahan sehingga masyarakat
dapat mengambil langkah, sikap, dan pola hidup yang sehat.
b. Memberikan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat baik secara
langsung dalam acara khusus maupun disisipkan dalam acara lain
tentang pola hidup bersih dan sehat melalui kader, bidan atau petugas
terkait secara berkala.
c. Memberikan edukasi kepada keluarga tentang kondisi Tn. K agar
keluarga mendukung medikasi Tn. K dengan baik dalam bentuk
mengingatkan waktu minum obat dan kontrol dan diet rendah garam.
d. Tn. K perlu meningkatkan perilaku hidup sehat melalui peningkatan
asupan gizi dan berolahraga dan beraktivitas fisik setiap hari
e. Keluarga Tn. K perlu skrining awal (general medical check up dan
pengukuran tekanan darah) dan perbaikan pola hidup, berupa
peningkatan aktivitas fisik, penurunan stress, dan pengaturan pola
makan agar tidak terjadi hipertensi.
2. Preventif
a. Makan teratur dengan
makanan bergizi, diet rendah garam sesuai dengan takaran yaitu 1
sendok teh maksimal dalam 1 hari, dan diet rendah lemak disertai
dengan asupan sayuran dan buah-buahan.
b. Melakukan aktivitas
fisik atau olahraga minimal 30-60 menit setiap harinya secara teratur
yang disesuaikan dengan kemampuan Tn. K.
c. Tn. K diharapkan
mengikuti kegiatan prolanis dan posyandu lansia secara rutin. Dimana
pada kegiatan tersebut selain untuk melakukan pengecekan tekanan
darah, juga dapat sebagai media sosialisasi dengan teman seusianya.

15
3. Kuratif
a. Mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan dosis dan waktu yang
telah ditetapkan.
b. Konsultasi ke dokter penyakit dalam mengenai pengobatan sehingga
mencapai hasil yang optimal.
c. Segera memeriksakan diri apabila timbul keluhan lain.
4. Rehabilitatif
a. Kontrol ke puskesmas secara berkala untuk memantau ada tidaknya
komplikasi dari penyakit pasien, meliputi pemeriksaan fisik dan
penunjang.

16
A. Tabel Kemajuan Kunjungan Pasien

Nama : Tn. K

Diagnosis : Hipertensi Stage II

No Tanggal Kondisi Pasien Pemeriksaan Fisik Terapi Planning Target


1. 8/5/17 Pasien Tanda Vital, Tensi: Medikamentosa : kontrol tekanan Target tekanan
mengeluhkan 150/90 mmHg, amlodipin, bisoprolol darah teratur di darah 150/90
leher cengeng Nadi: 88 x/menit puskesmas
(reguler, isi cukup), Non Medikamentosa : dengan rutin Mencegah
RR: 18x /menit, Pemahaman tentang dan berobat jika terjadinya
Suhu: 36,7oCper hipertensi, bagaimana obat akan habis krisis
axiler. Status Gizi, pola diet hipertensi, hipertensi
BB: 54 kg, TB: 170 pengecekan gula darah
cm, BMI: BB/TB2 = serta edukasi Mencegah
18.90 kg/m2 , Status komplikasi penyakit komplikasi
gizi: Normoweight hipertensi baik
akut maupun
Status Generalis : kronis
GCS E4V5M6,
composmentis

17
2. 13/5/17 Pasien Tanda Vital, Tensi: Medikamentosa : kontrol tekanan Target tekanan
menyatakan 130/90 mmHg, amlodipin, bisoprolol darah teratur di darah 150/90
sudah tidak Nadi: 80 x/menit puskesmas
merasakan (reguler, isi cukup), Non Medikamentosa : dengan rutin Mencegah
leher cengeng RR: 17x /menit, Pemahaman tentang berobat jika terjadinya
Suhu: 36,8oC per hipertensi, bagaimana obat akan habis. krisis
axiler. Status Gizi, diet makanan rendah Motivasi untuk hipertensi
BB: 54 kg, TB: 170 garam dan rendah pemeriksaan
cm, BMI: BB/TB2 = lemak, dan olahraga laboratorium Mencegah
18.9 kg/m2 , Status atau aktivitas fisik lengkap. komplikasi
gizi: Normoweight yang baik hipertensi, hipertensi baik
serta kegawatan dan akut maupun
Status Generalis : komplikasinya kronis
GCS E4V5M6,
composmentis
3. 17/5/17 Pasien Tanda Vital, Tensi: amlodipin, bisoprolol kontrol tekanan Target tekanan
menyatakan 150/90 mmHg, darah teratur di darah 150/90
sudah minum Nadi: 80 x/menit Non Medikamentosa : puskesmas
obat secara (reguler, isi cukup), Pemahaman tentang dengan rutin Mencegah
teratur dan RR: 19x /menit, hipertensi, bagaimana berobat jika terjadinya
tidak Suhu: 36,6oC per diet makanan rendah obat akan habis. krisis
mempunyai axiler. Status Gizi, garam dan rendah Motivasi untuk hipertensi
keluhan. BB: 54 kg, TB: 170 lemak, dan olahraga melakukan
cm, BMI: BB/TB2 = atau aktivitas fisik general medical Mencegah
18.9 kg/m2 , Status yang baik hipertensi, check up komplikasi
gizi: Normoweight serta kegawatan dan hipertensi baik
Status Generalis : komplikasinya akut maupun
GCS E4V5M6, CM kronis

18
B. Flowsheet

19
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
1. Tn. K tinggal di rumah dengan istri dengan fungsi holistik baik dan fungsi
fisiologis cukup dengan skor APGAR cukup.
2. Tidak terdapat gangguan pada fungsi patologis keluarga Tn. K. Tn. K
sering bersosialisasi, mengikuti norma, menerapkan nilai agama,
kebutuhan ekonomi terpenuhi, pendidikan baik, dan sadar akan masalah
kesehatan.
3. Penyakit pada pasien Tn. K merupakan penyakit tidak menular namun
memerlukan pemantauan rutin seumur hidup untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Perlu adanya dukungan dari keluarga agar proses
pengobatannya bisa diawasi dengan baik dan penyakit bisa terkontrol
sehingga komplikasi dari penyakit dapat diminimalisasi.

B. SARAN
1. Tn. K disarankan untuk melakukan pola hidup sehat, menjaga pola makan
dan meminum obat secara teratur. Dari rumah yang kurang sehat, bisa
ditambahkan dengan genteng kaca dan penambahan jendela untuk
masuknya cahaya dan ventilasi, untuk mengurangi resiko penyakit infeksi
pernafasan, risiko jatuh karena gelap, dan perkembang biakan nyamuk.
Gudang sebaiknya rutin dibersihkan, untuk mencegah perkembang biakan
tikus yang akan beresiko menyebabkan leptospirosis. Lantai semen
sebaiknya diganti dengan keramik, untuk mengurangi resiko terpeleset
karena licin.
2. Sebaiknya daerah padat penduduk seperti Gajahan dibuatkan IPAL sebagai
septic tank bersama.
3. Puskesmas hendaknya meningkatkan upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif dengan memaksimalkan kerjasama lintas sektor pada
pasien dengan penyakit infeksi dan non infeksi khususnya hipertensi di
daerah kerja puskesmas untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat,
memaksimalkan terapi pada pasien dan meningkatkan kualitas hidup
penderita.

20
4. Kegiatan home visit sebaiknya tetap dilaksanakan secara berkelanjutan
untuk dapat melihat permasalahan kesehatan pasien secara lebih
komprehensif

21
DAFTAR PUSTAKA

Adibah. (2014). Pola Makan Sehat Untuk Penderita Hipertensi. Diakses pada 09
April 2017

Chobanian, et al.2003. The seventh report od the joint national committee (JNC).
289: 19, pp: 2560-70.

Depkes RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit


Hipertensi.Jakarta.

Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. 2003. Lecture Notes
Kardiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-I Limmelfarb C, Handler
J, et al. Evidence- based guideline for the management of High Blood
Pressure in Adults: Report form the Panel Members Appointed to The
Eighth Joint National Committee (JNC8). JAMA, 311(5): 507-20

Kamal, M., Kusmana, D., Hardinsyah., Setawan, B., Damanik, R. M. 2013.


Pengaruh Olahraga Jalan Cepat dan Diet Hipertensi Terhadap
TekananDarah Penderita Prahipertensi Pria. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional.7(6).

Kartikasari, A. N. (2012). Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat di Desa


Kabongan Kidul. Kabupaten Rembang. Karya Tulis Ilmiah Strata
Satu.Universitas Diponegoro. Semarang.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Diet Rendah Lemak dan Kholesterol. Diakses
pada 12 April 2017

22
Nafrialdi. 2009.Antihipertensi.Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI, pp:
341-60.

National Heart, Lung, and Blood Institute. 2015. In Brief: Your Guide To
Lowering Your Blood Pressure With DASH. Diakses pada 10 April 2017

Palmer, A., Williams, B., (2007). Simple Guides : Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta:Erlangga

Purwaka, Y. (2011). Hubungan Latihan Olahraga dan Hipertensi. Diakses pada 15


April 2017

Soenarta AA, Erwinanto, Mumpuni ASS, Barack R, Lukito AA et al. 2015.


Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.

Sugiharto, A. (2007). Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat


(Studi Kasus Di Kabupaten Karanganyar). Diakses pada 15 April 2017

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Yogyakarta:Graha Ilmu

23
Lampiran 1. Foto-Foto Kegiatan FOME

24
25
26
Lampiran 2. Range Tensi Pasien dalam 1 Tahun

No Bulan Tekanan Darah

1 Mei 2017 150/90

2 April 2017 140/80

3 Maret 2017 140/80

4 Februari 2017 140/70

5 Januari 2017 150/90

6 Desember 2016 140/80

7 November 2016 150/90

8 Oktober 2016 150/90

9 September 2016 160/100

10 Agustus 2016 140/90

11 Juli 2016 150/90

27

Anda mungkin juga menyukai