Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PHILSAFAT PENDIDIKAN

OLEH :

KOMANG WISYA SUWADARMA


NIM :1723071018

PROGRAM STUDI PASCA SARJANAPENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA
OKTOBER
2017

0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang ujung tombaknya terletak pada aktivitas
pembelajaran di dalam kelas. Interaksi antara pendidik dan peserta didik, pendekatan yang
dilakukan, dan proses penemuan/penggalian informasi, adalah komponen penting dalam
mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Permen No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal 19,
ayat 1 mengamanatkan bahwa: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat peserta didik. Kemudian dalam pasal 28, ayat 1 mengamanatkan
bahwa: Yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent)
pada ketentuan ini adalah peran pendidik sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan
pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
Dalam menerapkan peranan guru dalam dunia pendidikan, maka sebagai pendidik
perlu pemahaman yang baik terhadap konsep kerangka pengembangan di bidang
pendidikan itu sendiri. Jika pemahaman akan tugas dan fungsi sebagai tenaga pendidik
telah tercapai dengan baik maka upaya peningkatan profesionalisme guru maupun
peningkatan kualitas kepribadian guru akan dapat tercapai. Tentunya dengan mendapatkan
dukungan serta peran masyarakat dan para pemerhati pendidikan (stake holder) yang terus
bersinergi dengan para pendidik secara menyeluruh.
Dalam meningkatkan kualitas pendidikan tentu perlu ditunjang dengan
peningkatan profesionalisme dan karakter guru serta tenaga kependidikan yang sesuai
dengan kebutuhan saat ini. Dan filsafat ilmu merupakan landasan yang dapat memberikan
arahan, juga motivasi dalam rangka peningkatan kinerja guru maupun peningkatan
penyusunan konsep atau program-program pembelajaran secara menyeluruh dan
berkesinambungan.
Filsafat ilmu secara psikologis dapat memberikan perubahan karakter bagi tenaga
pendidik maupun tenaga kependidikan. Perubahan yang diharapkan pada tenaga pendidik
dan kependidikan adalah sikap dan perilaku yang positif. Sikap perilaku yang kondusif

1
dalam menyikapi kemajuan di bindang pendidikan serta perilaku yang dapat memberikan
pelayanan yang prima kepada peserta didik dan masyarakat pemerhati pendidikan.
Dalam perkembangannya, pendidikan mendapatkan beberapa pendasaran guna
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang apa dan bagaimana itu pendidikan. Oleh
karena itu, tulisan ini mencoba membahas tentang salah satu pendekatan filosofis terhadap
pendidikan, yaitu idealisme sebagai sistematika filsafat dan Implikasi Idealisme dalam
Pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa masalah yang dirumuskan dan
perlu dibahas adalah sebagai berikut.
a. Apakah yang dimaksud dengan implikasi?
b. Bagaimanakah konsep dasar philsafat ilmu secara ideologis?
c. Apakah konsep dasar, kelebihan, dan kekurangan aliran-aliran philsafat
pendidikan?
d. Bagaimanakah eksistensialisme pendidikan?
e. Bagaimanakah implementasi philsafat ilmu dalam pendidikan?

1.3 Tujuan Penulisan


Tulisan penulisan ini dibuat untuk membedah permasalahan pendidikan di
Indonesia dengan melihat Implikasi dan aplikasi filsafat ilmu dalam pendidikan. Tujuan
penulisannya adalah sebagai berikut.
a. Memahami pengertian implikasi.
b. Mengetahui konsep dasar philsafat ilmu secara ideologis.
c. Mengetahui konsep dasar, kelebihan, dan kekurangan aliran-aliran philsafat
pendidikan.
d. Memahami eksistensialisme pendidikan.
e. Memahami implementasi philsafat ilmu dalam pendidikan.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah kita sebagai generasi
muda harus mengetahui tentang filasat ilmu dalam pendidikan di Indonesia. Kita harus
dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam dunia pendidikan
di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Implikasi


Implikasi adalah keterlibatan. Dengan demikian Implikasi filsafat ilmu dalam
pendidikan adalah keterlibatan filsafat imu dalam mengembangkan pendidikan (KBBI,
2017).
Beberapa ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu
adalah:
- Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam
semesta badaniah.Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran
materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan
materialisme humanistis.
- Idealisme, yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang
sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan
idealisme objektif.
- Realisme, aliran ini berpendapat bahwa dunia batin atau rohani dan dunia
materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
- Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap
mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan
manusia.

2.2. Konsep Dasar Filsafat Umum Idiologis


a. Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat
realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyelurh (komprehensif).
b. Hakikat Realistis
Para filsuf idealis mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual atau
ideal. Bagi penganut idealisme, realitas diturunkan dari suatu substansi
fundamental, adapun substansi fundamental itu sifatnya nonmaterial, yaitu
pikiran atau spirit atau roh. Benda-benda yang bersifat material yang tampak nyata,
sesungguhnya diturunkan dari pikiran ataujiwa atau roh.

3
c. Hakikat Manusia
Menurut para filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya bersifat
spiritual atau kejiwaan. Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian jiwa,
yaitu nous (akal fikiran) yang merupakan bagian rasional,thumos (semangat atau
keberanian), dan epithumia (keinginan, kebutuhan atau nafsu). Dari ketiga bagian
jiwa tersebut akan muncul salah satunya yang dominan. Jadi, hakikat manusia
bukanlah badannya, melainkan jiwa atau spiritnya, manusia adalah makhluk
berfikir, mampu memilih atau makhluk yang memiliki kebebasan, hidup dengan
suatu aturan moral yang jelas dan bertujuan.

2.3. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan


Beberapa aliran filsafat pendidikan, yaitu sebagai berikut :
1) Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat
pragmatisme.
Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang
berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang
didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar
pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat
pada anak, bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
Kelebihan Filsafat Pendidikan Progresivisme adalah sebagai berikut.
1. Siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya.
2. Siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya.
3. Siswa belajar untuk mencari tahu sendiri jawaban dari masalah atau
pertanyaan yang timbul di awal pembelajaran. Dengan mendapatkan
sendiri jawaban itu, siswa lebih mengingat materi yang sedang dipelajari.
4. Membentuk output yang dihasilkan dari pendidikan di sekolah memiliki
keahlian dan kecakapan yang langsung dapat diterapkan di masyarakat.
Kekurangan Filsafat Pendidikan Progresivisme adalah sebagai berikut.
1. Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan.
2. Mengurangi bimbingan dan pengaruh guru. Siswa memilih aktivitas
sendiri.
3. Siswa menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia menjadi manusia
yang tidak memiliki self discipline, dan tidak mau berkorban demi
kepentingan umum.

4
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman
menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah
sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai
berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu
dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk
mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik
adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat
disesuaikan dengan kebutuhan.

2) Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan


realisme.
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme
muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan
progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak
pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk
perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki
kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang
mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak
esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi
tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya
masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya
konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu,
esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern.
Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme
mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis
dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan
zaman

5
Kelebihan Filsafat Esensialisme
a. Esensialisme membantu untuk mengembalikan subject matter ke dalam
proses pendidikan, namun tidak mendukung perenialisme bahwa subject
matter yang benar adalah realitas abadi yang disajikan dalam buku-buku
besar dari peradaban barat. Great Book tersebut dapat digunakan namun
bukan untuk mereka sendiri melainkan untuk dihubungkan dengan
kenyataan-kenyataan yang ada pada dewasa ini.
b. Esensialis berpendapat bahwa perubahan merupaka suatu kenyataan yang
tidak dapat diubah dalam kehidupan sosial. Mereka mengakui evolusi
manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus terjadi sebagai hasil
desakan masyarakat secara terus-menerus. Perubahan terjadi sebagai
kemampuan imtelegensi manusia yang mampu mengenal kebutuhan untuk
mengadakan amandemen cara-cara bertindak, organisasi, dan fungsi sosial.
Kekurangan Filsafat Esensialisme
a. Menurut esensialis, sekolah tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan
kebijakan-kebijakan sosial. Hal ini mengakibatkan adanya orientasi yang
terikat tradisi pada pendidikan sekolah yang akan mengindoktrinasi siswa
dan mengenyampingkan kemungkinan perubahan.
b. Para pemikir esensialis pada umumnya tidak memiliki kesatuan garis
karena mereka berpedoman pada filsafat yang berbeda. Beberapa pemikir
esensialis bahkan memandang seni dan ilmu sastra sebagai embel-embel
dan merasa bahwa pelajaran IPA dan teknik serta kejuruan yang sukar
adalah hal-hal yang benar-benar penting yang diperlukan siswa agar dapat
memberi kontribusi pada masyarakat.
c. Peran guru sangat dominan sebagai seorang yang menguasai lapangan, dan
merupakan model yang sangat baik untuk digugu dan ditiru. Guru
merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas dibawah
pengaruh dan pengawasan guru. Jadi, inisiatif dalam pendidikan
ditekankan pada guru, bukan pada siswa.

Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan


jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan
jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap
oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan

6
yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata
hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta
penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang
asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah
gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang
dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut
dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada
kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa
bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.

3) Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.


Aliran Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada
abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal
atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.
Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan
dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan
jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip
prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman
kuno dan abad pertengahan.
Kelebihan Filsafat Perenialisme
a. Perenialisme tetap percaya terhadap asas pembentukan kebiasaan dalam
permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung
merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu maka learning to
reason menjadi tujuan pokok pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Belajar sebagai persiapan hidup. Perenialisme memandang pendidikan sebagai
jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti
dalam kebudayaan ideal. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman
sekarang.
b. Pendidikan ditekankan pada kebenaran absolut yang bersifat universal yang
tidak terikat pada tempat dan waktu. Perenialisme menekankan pada
keabadian, keidealan, kebenaran, dan keindahan Perenialisme mengangkat
kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang menjadi pandangan hidup

7
yang kokoh pada zaman kuno dan abad pertengahan. Dalam pandangan
perenialisme pendidikan lebih banyak mengarahkan perhatiannya pada
kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
c. Kurikulum menekankan pada perkembangan intelektual siswa pada seni dan
sains. Untuk menjadi terpelajar secara kultural, para siswa harus berhadapan
pada bidang-bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik dan paling
significant yang diciptakan oleh manusia. Contohnya, seorang guru bahasa
Inggris mengharuskan siswanya untuk membaca Moby Dick nya Melville atau
drama-drama Shakespeare.

Kekurangan Filsafat Perenialisme


a. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan
sehari-hari. Pendidikan yang menganut paham ini menekankan pada kebenaran
absolut, kebenaran universal yang tidak terkait pada tempat dan waktu aliran
ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b. Perenialis kurang menerima adanya perubahan-perubahan, karena menurut
mereka perubahan banyak menimbulkan kekacauan, ketidakpastian,dan
ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio-
kultural.
c. Focus perenialis mengenai kurikulum adalah pada disiplin-disiplin
pengetahuan abadi , hal ini akan berdampak pada kurangnya perhatian pada
realitas peserta didik dan minat-minat siswa.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan rohani yang berupa angan-angan
untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar
alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk
mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat
kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat
dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran
idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga
melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh
kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi,
ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati,
yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang
utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan

8
dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan
wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini
hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama
dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya
tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang
merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan
Tuhan,arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma
lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan
manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga
benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme
berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang
baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk
menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian
juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya
hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru
(Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang
isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani
yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir
bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan
hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang
dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan
pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran
(Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan
dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun
pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan
tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-
bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan
usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya.
Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena
pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang
kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom

9
mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi
yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun
terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton
genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran
studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap
idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia.
Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam
nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran
idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat
lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan
mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan
bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi
betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap
memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang
pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang
dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum
pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya
tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan
persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum
terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang
keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima,
pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).
Plato adalah generasi awal yang telah membangun prinsip-prinsip filosofi
aliran idealis. George WE Hegel kemudian merumuskan aliran idealisme ini secara
komprehensif ditinjau secara filosofi maupun sejarah. Tokoh-tokoh lain yang juga
mendukung aliran idealisme antara lain Plotinus, George Berkeley, Leinbiz, Fichte,
dan Schelling serta Kant. Ilmuan Islam yang sejalan dengan idealisme adalah Imam
Al Ghozali.

2.4. Eksistensialisme Pendidikan

10
Eksistensialisme yaitu suatu usaha untuk menjadikan masalah menjadi konkret
karena adanya manusia dan dunia. Menurut Sartre eksistensialisme yaitu filsafat yang
memberi penekanan eksistensi yang mendahului esensi. Memandang segala gejala yang
ada berpangkal kepada eksistensi. Dengan adanya eksistensi akan penuh dengan lukisan-
lukisan yang konkret dengan metode fenomenologi (cara keberadaan manusia).
Eksistensi sendiri yaitu eks artinya keluar, sintesi artinya berdiri; jadi eksistensi
adalah berdiri sebagai diri sendiri. Menurut Heideggard “Das wesen des daseins liegh in
seiner Existenz” , da-sein adalah tersusun dari dad an sein. “da” disana. Sein berarti
berada. Jadi artinya manusia sadar dengan tempatnya. Menurut Sartre adanya manusia itu
bukanlah “etre” melainkan “a etre” yang artinya manusia itu tidak hanya ada tetapi dia
selamanya harus dibentuk tidak henti-hentinya.
Menurut Parkey (1998) aliran eksistensialisme terbagi menjadi 2, yaitu; bersifat
theistic(bertuhan) dan atheistic. Menurut eksistensialisme sendiri ada 3 jenis; tradisional,
spekulatif dan skeptif. Eksistensialisme sangat berhubungan dengan pendidikan karena
pusat pembicaraan eksistensialisme adalah keberadaan manusia sedangkan pendidikan
hanya dilakukan oleh manusia.

Kelebihan Eksistensialisme
1. Menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
2. Memberi semangat dan sikap yang dapat diterapkan dalam usaha pendidikan.
Kekurangan Eksistensialisme
1. Sangat tidak puas dengan sistem filsafat tradisional yang bersifat dangkal,
akademis dan jauh dari kehidupan
2. Penolakan untuk dimasukkan dalam aliran filsafat tertentu

2.5. Implementasi Filsafat Ilmu Dalam Pendidikan


Implementasi adalah penerapan. Pendidikan adalah upaya mengembangkan
potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun
karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Filsafat pendidikan adalah
filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Jadi implementasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah penerapan filsafat ilmu
dalam upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik

11
potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi
dalam perjalanan hidupnya.

a. Implementasi Terhadap Pendidikan


Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah
pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan.
William T. Harris adalah tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di
Amerika Serikat. Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak
seperti tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-
1946). Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme
lebih dari 33 tahun di Universitas New York.
Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis tentang idealisme
dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan William E.
Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika
dan sejarah filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunya yang mencerminkan
kecemerlangan pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of
Educationdan studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia,
Giovanni Gentile Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini pertama, keluar
dari reformasi pendidikan karena berpegang pada prinsip-prinsip filsafat idealisme sebagai
perlawanan terhadap dua aliran yang hidup di negara itu sebelumnya, yaitu positivisme
dan naturalisme.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya
yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus
eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual,
dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19
secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan
sebagai ekspresi realitas spiritual.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-
gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan
pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang
sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti
hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau
tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik,
sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya

12
membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang
tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai
makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan
bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat
utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran
filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam
kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual
merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa
adanya spiritual.

b. Tujuan Pendidikan
Menurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan
pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka
pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya masing-
masing.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas
adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara
individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme.
Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan
masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham
idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan
campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa
menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang
harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan
pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik.
Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya
persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu
pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak
pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam
hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi.
Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual

13
dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan
Tuhan.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis,
harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Salah satu tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
ujung tombaknya terletak pada aktivitas pembelajaran di dalam kelas. Interaksi antara
pendidik dan peserta didik, pendekatan yang dilakukan, dan proses penemuan/penggalian
informasi, adalah komponen penting dalam mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

c. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan
vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-
kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk
pengembangan kemampuan suatu kehidupanatau pekerjaan.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih
memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada
pengajaran yang textbook.Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa
aktual.

d. Metode Pendidikan
Tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa
yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya
mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong
pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis,
memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan
sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk
menerima nilai-nilai peradaban manusia (Callahan and Clark,1983).

e. Peran Guru dan Siswa


Para filusuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan
harus ada pada guru, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang
lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerjasama dengan
alam dalam proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan lingkungan

14
pendidikan bagi para siswa. Sedangkan siswa berperan bebas mengembangkan
kepribadian dan bakat-bakatnya”. (Edward J.Power,1982).
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
a) Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik;
b) Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa;
c) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik;
d) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid;
e) Guru menjadi teman dari para muridnya;
f) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk
belajar;
g) Guru harus bisa menjadi idola para siswa;
h) Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi
teladan para siswanya;
i) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif;
j) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar
yang diajarkannya;
k) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar;
l) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil;
m) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi;
n) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.

15
BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu memiliki


peranan penting dalam keterlibatan dalam pengembangan imu pengetahuan terutama
dalam bidang pendidikan dan implementasinya dalam pendidikan. Kesimpulannya adalah
sebagai berikut.
1. Implikasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah keterlibatan filsafat imu dalam
mengembangkan pendidikan
2. Konsep dasar philsafat ilmu secara ideologis adalah aspek metafisika, hakikat
realistis, dan hakikat manusia.
3. Aliran-aliran philsafat pendidikan diantaranya progresivisme, esensialisme, dan
perenialisme.
4. Eksistensialisme pendidikan yaitu suatu usaha untuk menjadikan masalah
menjadi konkret karena adanya manusia dan dunia. Menurut Sartre
eksistensialisme yaitu filsafat yang memberi penekanan eksistensi yang
mendahului esensi.
5. Implementasi adalah penerapan. Pendidikan adalah upaya mengembangkan
potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa,
maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam
perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan
universal. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi
mengenai masalah-masalah pendidikan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bashori, Tauhid. 2004. Pragmatisme Pendidikan, telaah Pemikiran John Dewey.


Dr. Maufur. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung. CV. Bintang WarliArtika.
Hidayat Syarief. 1997. Tantangan PGRI dalam Pendidikan Nasional. Makalah pada
Semiloka Nasional Unicef-PGRI. Jakarta: Maret,1997
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan.
Jakarta: Gaya Media Pratama
Kemeny, J.G. l959. A Philosopher Looks at Science. New Hersey, NJ: Yale Univ.Press.
Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media
Lubis, Akhyar Yusuf. 2015. Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers
Mashitha03.blogspot.com/2012/09/aliran-rekonstruksionisme-dalam-3299.html
Mudhofir, Ali. 1988. Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat. Yogyakarta: Liberty.
Provenzo, Eugene, F., & John Philip Renaud (ed.), 2009, Encyclopedia of The Social and
Cultural Foundations of Education (vol. 1-3). Sage Publications: London.
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara
Unger, Harlow, G. 2007. Encyclopedia of American Education (vol. 1-3), Facts On File Inc.:
NY.
Wakhudin dan Trisnahada. Filsafat Naturalisme. (Makalah) Bandung: PPS-UPI Bandung.
Winch, Christoper & John Gingell. 1999. Philosophy of Education: The Key Concepts (2nd
ed.). Routledge: London.

17

Anda mungkin juga menyukai