Anda di halaman 1dari 27

PERATURAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT SEJAHTERA


TENTANG
HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN

Menimbang:

1. Bahwa dalam rangka melaksanakan pengabdian rumah sakit kepada masyarakat


perlu dibuat landasan peraturan yang dapat dijadikan pedoman bagi semua
pihak, yaitu rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan dan masyarakat
sebagai penggunanya.
2. Bahwa landasan peraturan tersebut harus mencakup hak dan kewajiban bagi
setiap anggota masyarakat yang mempercayakan kepada rumah sakit untuk
menangani gangguan atau ancaman terhadap kesehatannya.
3. Bahwa untuk mencapai tujuan sebagaiman dimaksudkan dalam butir (1) dan
(2), dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Rumah Sakit Tentang Hak
Dan Kewajiban Pasien.

Mengingat:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang


Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585 / Men Kes / Per /
IX / 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 749 a / Men Kes /
Per / XII / 1989 Tentang Rekam Medik/Medical Record.
8. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. HK. 00.06. 3.5.1866.
Tanggal 21 April 1999 Tentang Informed Consent.
9. Surat Edaran Dirjen Yanmed Depkes RI. No: YM. 02.04.3.5.2504. Tg. 10 Juni
1997 Tentang Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
10. Kode Etik Kedokteran, Keperawatan dan Kebidanan Indonesia.

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN RUMAH SAKIT SEJAHTERA TENTANG HAK DAN


KEWAJIBAN PASIEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

1. Rumah sakit adalah Rumah Sakit Sejahtera, milik Yayasan Rahayu yang beralamat
di Jl. …………………………….. Semarang.

2. Pasien adalah siapa saja yang atas kehendak sendiri atau kehendak orang lain
yang bertindak sebagai walinya, menjalin hubungan terapetik dengan rumah
sakit guna merawat atau menangani gangguan / ancaman kesehatannya.

3. Hak pasien adalah hak yang menurut hukum wajib diberikan oleh rumah sakit
kepada pasien sebagai akibat adanya hubungan terapetik.

4. Kewajiban pasien adalah segala bentuk kewajiban yang menurut hukum wajib
dipenuhi oleh pasien kepada rumah sakit sebagai akibat adanya hubungan terapetik.

BAB II

KETENTUAN KHUSUS

Pasal 2

Setiap pasien rumah sakit, baik yang menjalani rawat inap atau rawat jalan, akan
memperoleh hak-haknya sebagai pasien, kecuali hak-hak tertentu yang berdasarkan
pertimbangan medis justru akan memperburuk kondisi kesehatannya.

Pasal 3

Hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal (2) adalah sebagai berikut:

(1) Hak-hak yang berkaitan dengan Peraturan Rumah Sakit, yaitu:


a. Hak untuk mengakses dan mengetahui berbagai Peraturan Rumah Sakit yang
berlaku yang berkaitan dengan kepentingan pasien.
b. Hak untuk tidak diberlakukannya perubahan peraturan yang ditetapkan pada
saat pasien tengah berada dalam masa perawatan.

(2) Hak-hak yang berkaitan dengan layanan kesehatan (Health Care), yaitu:
a. Hak memilih dokter yang jenis keahlian dan kompetensinya dinilai mampu
untuk merawat atau menangani gangguan / ancaman kesehatan pasien.
b. Hak untuk mengetahui identitas, status profesional serta kualifikasi dokter
dalam hal dokter tersebut dipilihkan oleh pihak rumah sakit.
c. Hak mengganti dokter manakala pasien atau walinya (dalam hal pasien belum
dewasa atau tidak sehat akal) merasa ragu atau kehilangan kepercayaan
terhadap dokter yang merawatnya.
d. Hak mendapatkan layanan kesehatan (baik medical care maupun nursing
care) sesuai standar yang berlaku tanpa membedakan status sosial, umur,
jenis kelamin, ras, suku, agama, golongan dan politik.
e. Hak untuk diberitahu tentang keterbatasan rumah sakit (akibat keterbatasan
fasilitas, tenaga medik, tenaga perawat maupun teknis penunjang) dalam
melakukan upaya kesehatan terhadap pasien.

(3) Hak-hak yang berkaitan dengan informasi, yaitu:


a. Hak untuk mengetahui sistem serta fasilitas layanan kesehatan yang ada di
rumah sakit.
b. Hak untuk mengetahui identitas, status profesional dan kualifikasi tenaga
kesehatan yang menangani pasien.
c. Hak mengakses informasi medik.
c. Hak mendapatkan “second opinion” dari dokter lain yang dipilih pada setiap
tahapan dari program pelayanan kesehatan.
d. Hak untuk mengijinkan atau menolak kehadiran orang lain saat dilakukannya
anamnesa, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan lainnya.
e. Hak mendapatkan saran-saran sebelum meninggalkan rumah sakit.
f. Hak untuk mengetahui jumlah biaya yang harus ditanggung beserta
rinciannya.

(4) Hak-hak yang berkaitan dengan persetujuan tindakan medik (informed


consent), yaitu:
a. Hak mendapatkan informasi mengenai kondisi kesehatan, diagnosa penyakit
serta prognosenya; kecuali informasi tersebut diperkirakan dapat memperburuk
kondisi kesehatannya.
b. Hak untuk diberitahu tentang rencana tindakan medik yang akan dilakukan oleh
dokter.
c. Hak untuk diberitahu apakah tindakan medik yang direncanakan dokter masih
bersifat eksperimental atau tidak.
d. Hak untuk diberitahu mengenai risiko serta akibat ikutan yang bakal tidak
menyenangkan dari tindakan medik yang direncanakan dokter.
e. Hak untuk memperoleh informasi mengenai perkiraan biaya yang diperlukan
bagi setiap tindakan medik.
f. Hak mendapatkan informasi mengenai ada tidaknya tindakan medik alternatif.
g. Hak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan atas tindakan medik
yang direncanakan dokter.

(5) Hak-hak yang berkaitan dengan penolakan terhadap tindakan medik,


yaitu:
a. Hak untuk menyetujui atau tidak menyetujui tindakan medik yang dianjurkan
dokter.
b. Hak untuk tidak ikut berpartisipasi dalam program riset atau eksperimen.
c. Hak untuk menolak kehadiran orang lain pada saat dilakukan anamnesa,
pemeriksaan fisik ataupun pemeriksaan medik lainnya.
d. Hak untuk membatalkan persetujuan tindakan medik yang sudah terlanjur
diberikan, sepanjang belum sampai pada tahapan pelaksanaan yang secara
medik tidak mungkin lagi untuk dibatalkan.
e. Hak untuk meninggalkan rumah sakit manakala pasien dan atau walinya (dalam
hal pasien belum dewasa atau tidak sehat akal) merasa tidak puas dengan
pelayanan rumah sakit.

(6) Hak-hak yang berkaitan dengan layanan non-medik, yaitu:


a. Hak memilih jenis kelas perawatan sesuai keinginan dan kemampuan
finasialnya.
b. Hak mendapatkan layanan non-medik yang manusiawi.
c. Hak mendapatkan kenyamanan, keamanan, keselamatan dari gangguan dan
ancaman selama dirawat.
d. Hak mendapatkan “surat keterangan dokter” untuk berbagai macam kepentingan
yang secara hukum dan etika dapat dibenarkan.
e. Hak menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya,
sepanjang pelaksanaannya tidak mengganggu ketenangan pasien lainnya.

(7) Hak-hak yang berkaitan dengan rahasia kedokteran, yaitu:


a. Hak untuk dilindungi kerahasiaan mediknya.
b. Hak untuk melepaskan sifat kerahasiaan mediknya.
c. Hak untuk mengijinkan atau tidak mengijinkan pihak ketiga tertentu (baik
individu ataupun korporasi) untuk mengakses atau mendapatkan informasi
mediknya.

(8) Hak-hak yang berkaitan dengan kehadiran orang lain, yaitu:


a. Hak untuk bertemu dengan rohaniawan guna mendapatkan bimbingan.
b. Hak untuk dikunjungi siapa saja yang dikehendaki.
c. Hak untuk tidak bersedia dikunjungi oleh siapa saja yang tidak dikehendaki.
d. Hak untuk didampingi keluarga selama dalam kondisi kritis.

Pasal 4

Setiap pasien atau walinya (dalam hal pasien belum dewasa atau tidak sehat akal)
dibebani kewajiban-kewajiban sebagai konsekuensi dari hubungan terapetik.

Pasal 5

Kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal (5) adalah sebagai berikut:


a. Kewajiban mentaati segala peraturan yang berlaku di rumah sakit.
b. Kewajiban mentaati tata-tertib yang berlaku di rumah.
c. Kewajiban bekerjasama dengan dokter, perawat, bidan atau tenaga medik
lainnya.
d. Kewajiban memberikan informasi yang diperlukan secara jujur dan benar.
e. Kewajiban mematuhi segala nasehat dan larangan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan.
f. Kewajiban membayar semua biaya perawatan sesuai prosedur pembayaran yang
berlaku.
g. Kewajiban memenuhi semua prosedur adminstratif yang diperlukan.

Pasal 6

Peraturan rumah sakit ini berlaku sejak ditetapkan dan mengikat semua pihak yang erkait,
termasuk pasien dan atau walinya (dalam hal pasien belum dewasa atau tidak sehat akal).

Pasal 7

Sejak ditetapkannya peraturan ini maka peraturan terdahulu mengenai hal yang sama
tidak berlaku lagi.

Ditetapkan tg. …...……. 2005.

RS SEJAHTERA.
Direktur.

(dr. ……………………………..)
PERATURAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT SEJAHTERA
TENTANG
STAF MEDIK

Menimbang:

a. Bahwa dalam rangka melaksanakan layanan kesehatan di rumah sakit


diperlukan staf medik yang kualitas dan kuantitasnya memadai.
b. Bahwa staf medik sebagaimana dimaksud dalam butir (a) perlu diberi hak dan
dibebani kewajiban yang jelas sesuai katagorinya.
c. Bahwa untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam butir (b) perlu
ditetapkan Peraturan Rumah Sakit Tentang Staf Medik (Medical satff bylaws).

Mengingat:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.


2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1997 Tentang
Ketenagakerjaan beserta aturan pelaksanaannya.
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 Tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja beserta aturan pelaksanaannya.
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Per
lindungan Konsumen.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
8. Kode Etik Kedokteran Indonesia.

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN RUMAH SEJAHTERA TENTANG STAF MEDIK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini, yang dimaksud dengan:


1. Rumah sakit adalah Rumah Sakit Sejahtera, milik Yayasan Rahayu yang beralamat
di Jl. …………………………….. Semarang.
2. Staf medik adalah tenaga kesehatan katagori dokter (baik dokter umum, dokter
spesialis, dokter gigi ataupun dokter gigi spesialis) yang bergabung dengan
rumah sakit untuk melaksanakan upaya kesehatan di rumah sakit.

BAB II

SYARAT MENJADI STAF MEDIK

Pasal 2

Untuk dapat bergabung dengan rumah sakit maka dokter (baik dokter umum, dokter
spesialis, dokter gigi maupun dokter gigi spesialis) harus memiliki kompetensi yang
dibutuhkan, berlisensi sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehat
jasmani dan rohani serta memiliki prilaku dan moral yang baik.

Pasal 3

Staf medik yang bergabung dengan rumah sakit dikatagorikan menjadi dokter organik
(employee), dokter mitra (attending physician), dokter konsultan atau dokter tamu
(visiting doctor).

Pasal 4

Dokter organik adalah dokter yang direkrut oleh rumah sakit sebagai pegawai tetap dan
berkedudukan sebagai subordinat; yaitu bekerja untuk dan atas nama rumah sakit serta
bertanggung jawab kepada lembaga tersebut.

Pasal 5

Dokter mitra adalah dokter yang direkrut oleh rumah sakit sebagai mitra yang
kedudukannya sejajar dengan rumah sakit sehingga oleh karenanya bertanggung jawab
secara mandiri dan bertanggung gugat secara penuh (atau secara proporsional sesuai
kesepakatan atau ketentuan yang berlaku di rumah sakit).

Pasal 6

Dokter konsultan adalah dokter dengan keahlian khusus yang direkrut oleh rumah sakit
untuk memberikan konsultasi (yang tidak bersifat mengikat) kepada staf medik lain yang
memerlukannya dan oleh karenanya ia tidak punya hubungan hukum (hubungan
terapetik) dengan pasien menangani pasien.

Pasal 7
Dokter konsultan sebagaimana dimaksud dalam Pasal (6) dapat berstatus sebagai dokter
organik atau dokter mitra dengan segala konsekuensinya masing-masing.
Pasal 8

Dokter tamu adalah dokter yang karena reputasi atau keahliannya diundang secara
khusus oleh rumah sakit untuk menangani atau membantu menangani kasus-kasus
yang tidak dapat ditangani oleh staf medik yang ada atau untuk mendemonstrasikan
suatu teknologi baru.

Pasal 9

Dokter tamu sebagaimana dimaksud dalam Pasal (8) dapat berstatus sebagai dokter
pinjaman (borrowed servant dari rumah sakit lain) yang bertanggung jawab kepada
rumah sakit peminjam (borrower) atau sebagai dokter bebas lepas (independent
contractor) yang bertanggung jawab secara mandiri.

Pasal 10

Dokter berstatus pinjaman bertanggung jawab kepada rumah sakit peminjam


(borrower) dan memperoleh penghasilan berdasarkan kesepakatan, sedangkan dokter
berstatus bebas lepas bertanggung jawab secara mandiri serta memperoleh penghasilan
berdasarkan kesepakatan.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 11

Staf medik yang bekerja di rumah sakit dengan status sebagai dokter organik (employee)
berhak:
a. Memperoleh kesejahteraan sesuai peraturan yang berlaku, yang terdiri atas:
- penghasilan yang layak serta tidak melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah.
- penghasilan selama pensiun sesuai ketentuan yang berlaku di rumah sakit.
- status kepegawaian yang jelas dan pasti.
- kenaikan pangkat sesuai ketentuan yang berlaku di rumah sakit.
- pengembangan pengetahuan dan ketrampilan.
- pengembangan karir sesuai kemampuan individu dan ketentuan yang berlaku
di rumah sakit.
- cuti tahunan, cuti sakit dan cuti sosial sesuai ketentuan yang berlaku di rumah
sakit.
- cuti hamil bagi dokter perempuan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah.
- cuti khusus berkenaan sifat pekerjaannya sesuai ketentuan yang ditetapkan
oleh pemerintah.
- lingkungan kerja yang sehat serta perlindungan terhadap kecelakaan kerja.
- pemeriksaan kesehatan prakarya, rutin dan khusus sesuai ketentuan yang
ditetapkan oleh pemerintah.
- perawatan kesehatan selama sakit sesuai ketentuan yang berlaku di rumah
sakit.
- santunan terhadap kecelakaan kerja yang menimpa sesuai ketentuan yang
berlaku.
- bantuan hukum selama menjalani proses peradilan yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
b. Menggunakan fasilitas yang dimiliki rumah sakit untuk melakukan layanan kesehatan
berdasarkan standar mutu layanan yang tinggi.
c. Meminta konsultasi kepada dokter lain yang tercatat sebagai staf medik rumah sakit.
d. Mendatangkan dokter tamu (visiting doctor) yang tidak tercatat sebagai staf medik
rumah sakit, baik untuk kepentingan konsultasi atau untuk membantu melaksakan
sebagian pekerjaan yang tidak dapat dilaksananakannya setelah memperoleh ijin dari
Direktur atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu.
e. Memperoleh hak-hak lain yang ditetapkan di kemudian hari.

Pasal 12

Staf medik yang bekerja di rumah sakit dengan status sebagai dokter mitra (attending
physician), konsultan atau dokter tamu (visiting doctor) berhak atas:
a. penghasilan yang layak sesuai peraturan yang berlaku atau kesepakatan yang dibuat
oleh pihak rumah sakit dengan pihak staf medik yang bersangkutan.
b. lingkungan kerja yang sehat serta mendapatkan perlindungan terhadap kecelakaan
kerja.
c. kesempatan untuk merawat pasien di rumah sakit.
d. penggunaan fasilitas yang dimiliki rumah sakit untuk melakukan layanan kesehatan
berdasarkan standar mutu layanan yang tinggi.
e. kesempatan untuk berkonsultasi dengan dokter lain yang tercatat sebagai staf medik
rumah sakit.
f. kesempatan untuk mendatangkan dokter tamu (visiting doctor) yang tidak tercatat
sebagai staf medik rumah sakit, baik untuk kepentingan konsultasi atau untuk
membantu melaksakan sebagian pekerjaan yang tidak dapat dilaksananakannya
setelah mendapat ijin dari Direktur atau pejabat yang ditunjuk untuk itu,
g. kesempatan beristirahat untuk sementara waktu karena sakit atau karena alasan-alasan
lain yang layak.
h. hak-hak lain yang ditetapkan di kemudian hari.

Pasal 13

Selain memperoleh hak-haknya, staf medik rumah sakit wajib melaksanakan


kewajibannya, antara lain sebagai berikut:
a. Wajib mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Wajib mentaati semua peraturan rumah sakit.
c. Wajib mentaati etika yang ada; yaitu etika rumah sakit, etika kedokteran, etika
perawat, etika bidan dan sebagainya.
d. Wajib melaksanakan klausula-klausula dalam perjanjian antara rumah sakit dengan
staf medik atau antara rumah sakit dengan pihak lain.
e. Wajib menjaga citra rumah sakit sebagai institusi yang bercirikan …………………..
f. Wajib bersikap hormat dan berprilaku sopan terhadap pimpinan, manajer, staf medik
serta staf profesional lain, pasien, keluarga pasien, pengunjung dan tamu.
g. Wajib menjalin kerjasama yang harmonis dengan profesional lain yang ada di rumah
sakit dan turut menghormati kode etik profesi mereka.
h. Wajib menyelesaikan semua kewajiban administratif sesuai peraturan yang berlaku;
termasuk mengisi rekam medik secara benar, tepat dan akurat.
i. Wajib hadir dalam rapat-rapat yang diadakan oleh pimpinan rumah sakit, komite
medik atau badan/tim yang dibentuk oleh rumah sakit untuk tujuan tertentu.
j. Wajib hadir dalam dengar-pendapat (hearing) yang diadakan oleh pimpinan rumah
sakit, komite medik atau badan / tim yang dibentuk oleh rumah sakit berkaitan
dengan penanganan pasien / kasus.
k. Wajib menunjukkan loyalitasnya kepada rumah sakit.
l. Wajib membantu rumah sakit dalam rangka meningkatkan mutu layanan.
m. Wajib mentaati kewajiban-kewajiban lain yang ditetapkan di kemudian hari.

Pasal 14

Dalam melaksanakan pelayanan, staf medik mempunyai kewajiban terhadap pasien yang
ditanganinya untuk:
1. Melakukan upaya kesehatan dengan sungguh-sungguh dan profesional sesuai
standar mutu yang berlaku.
2. Melakukan kebijakan medik yang benar, layak dan dapat diterima sesuai standar
yang berlaku.
3. Sesegera mungkin merujuk ke dokter atau fasilitas kesehatan lain manakala staf
medik (baik karena keterbatasan kemampuan, peralatan, waktu atau karena alasan
lain yang masuk akal) tidak mampu lagi untuk melakukan atau meneruskan upaya
kesehatan terhadap pasien.
4. Menjalin kerjasama dan komunikasi yang baik dengan pasien.
5. Menjalin kerjasama yang harmonis dengan tenaga kesehatan lain.
6. Memenuhi apa yang menurut etika dan hukum menjadi hak pasien.
7. Menghormati kepentingan-kepentingan lain dari pasien.
8. Menghormati kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat secara khusus dengan
pasien.
9. Menerbitkan surat keterangan yang diperlukan bagi kepentingan pasien yang layak.
10. Menghormati kerahasiaan (konfidensialitas) medik pasien.
11. Memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya dan sejujur-jujurnya kepada pasien
dengan mempertimbangkan aspek psikologiknya.

Pasal 15
Dalam hal karena sesuatu hal staf medik tidak dapat melaksanakan kewajibannya
menangani pasien untuk sementara waktu maka ia wajib memberitahu atau meminta ijin
kepada pimpinan rumah sakit serta wajib menunjuk dokter pengganti (dengan keahlian
sebidang dengannya) yang disetujui oleh pasien.

Pasal 16

Dalam hal staf medik bekerja sebagai Dokter Mitra maka ia sepenuhnya bertanggung
gugat atas segala bentuk kerugian yang dialami pasien sebagai akibat dari kesalahan
medik yang dilakukannya, kecuali ada kesepakatan tersendiri yang menentukan lain.

BAB IV

PEMBERHENTIAN

Pasal 17

Staf medik organik diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun karena:
1. Telah memasuki masa pensiun, yaitu telah mencapai umur …………… tahun.
2. Permintaan sendiri jika yang bersangkutan belum memasuki masa pensiun, tetapi
telah menyelesaikan masa kerja minimal, yaitu …………. tahun.
3. Kesehatannya tidak memungkinkan lagi untuk menyelesaikan sisa masa kerjanya
dan yang bersangkutan telah menyelesaikan masa kerja minimal ....……. tahun.

Pasal 18

Staf medik organik yang diberhentikan dengan hak pensiun akan mendapatkan hak-
haknya sesuai ketentuan yang berlaku di rumah sakit.

Pasal 19

Staf medik organik diberhentikan dengan hormat tanpa hak pensiun karena permintaan
sendiri jika yang bersangkutan belum menyelesaikan masa kerja minimal, yaitu belum
mencapai ………………. tahun.

Pasal 20

Staf medik organik dapat diberhentikan dengan tidak hormat tanpa hak pensiun
apabila ia melakukan pelanggaran terhadap hukum, etika atau peraturan lain yang
berlaku.
Pasal 21

Staf medik mitra dan staf medik konsultan berhenti secara otomatis sebagai staf medik
rumah sakit tanpa hak pensiun manakala telah menyelesaikan masa kontraknya atau
berhenti atas persetujuan bersama.

Pasal 22

Staf medik mitra dan staf medik konsultan yang telah menyelesaikan masa kontraknya
dapat bekerja kembali setelah menandatangani kesepakatan baru dengan pihak rumah
sakit.

BAB V

SANKSI

Pasal 23

Staf medik rumah sakit, baik yang berstatus sebagai organik, staf medik mitra ataupun
staf medik konsultan yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan, peraturan rumah sakit, klausula dalam perjajnian kerja atau etika dapat
diberikan sanksi yang beratnya tergantung dari jenis dan berat ringannya pelanggaran.

Pasal 24

Pemberian sanksi dilakukan oleh Direktur Rumah Sakit setelah mendengar pendapat atau
rekomendasi dari Komite Medik atau dan Komite Etik & Hukum, yang bentuknya dapat
berupa:
1. Teguran lisan.
2. Peringatan tertulis.
3. Penghentian praktek untuk sementara waktu.
4. Pemberhentian dengan tidak hormat bagi staf medik organik.
5. Pemutusan perjanjian kerja bagi staf medik mitra yang masih berada dalam masa
kontrak.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Sejak ditetapkannya peraturan ini maka peraturan terdahulu mengenai hal yang sama
tidak berlaku lagi.
Ditetapkan tg. …...……. 2005.

RS SEJAHTERA.
Direktur.

(dr. …………………………..)

PERATURAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT SEJAHTERA
TENTANG
INFORMED CONSENT

Menimbang:
a. Bahwa dalam rangka melaksanakan kewajiban yang timbul akibat adanya
hubungan terapetik, rumah sakit wajib melakukan tindakan medik.
b. Bahwa tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien penuh dengan
ketidakpastian dan hasilnyapun tidak dapat diperhitungkan secara pasti.
c. Bahwa hampir semua tindakan medik, baik diagnostik maupun terapetik,
mengandung risiko atau bahkan akibat ikutan yang bakal tidak
menyenangkan sehingga pasien perlu diminta persetujuannya.
d. Bahwa untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksudkan dalam butir (3),
dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Rumah Sakit Tentang Informed
Consent.

Mengingat:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang


Kesehatan.
2. Rumah sakit adalah Rumah Sakit Sejahtera, milik Yayasan Rahayu yang
beralamat di Jl. …………………………….. Semarang.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585 / Men Kes / Per /
IX / 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
7. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. HK. 00.06.3.5.
1866. Tanggal 21 April 1999 Tentang Informed Consent.
8. Surat Edaran Dirjen Yanmed Depkes RI. No: YM. 02. 04. 3. 5. 2504. Tg. 10
Juni 1997 Tentang Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
9. Kode Etik Kedokteran Indonesi.

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN RUMAH SAKIT SEJAHTERA TENTANG INFORMED


CONSENT.

Pasal 1

Setiap tindakan medik, baik diagnostik ataupun terapetik, yang mempunyai risiko atau
akibat ikutan yang tidak menyenangkan pasien harus memperoleh persetujuan lebih
dahulu dari orang yang berhak, kecuali pasien dalam keadaan emergensi.
Pasal 2

Persetujuan tindakan medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) harus diberikan
dalam keadaan sadar, bebas dan tanpa unsur paksaan atau tipu daya.

Pasal 3

Sebelum memberikan persetujuannya, kepada orang yang berhak harus lebih dahulu
diberikan informasi secukupnya mengenai tindakan medik yang akan dilakukan agar
dapat dijadikan dasar dalam menentukan sikap terhadap tindakan medik yang akan
dilakukan, kecuali ia dengan secara jelas dan tegas menolak menerima informasi.

Pasal 4

Informasi cukup diberikan secara terucap (lisan) agar supaya dapat terjadi komunikasi
dua arah, meliputi:
a. Alasan perlunya dilakukan tindakan medik (diagnosis penyakit).
b. Manfaat yang diharapkan dari tindakan medik yang direncanakan.
c. Risiko yang mungkin terjadi.
d. Akibat ikutan yang biasanya terjadi sesudah tindakan medik.
e. Risiko atau akibat pasti jika tindakan medik yang direncanakan tidak dilakukan.
f. Ada tidaknya tindakan medik alternatif.
g. Risiko yang mungkin bisa terjadi jika seandainya pasien menolak tindakan medik.

Pasal 5

Kewajiban memberikan informasi sepenuhnya menjadi tanggung dokter yang hendak


melakukan tindakan medik.

Pasal 6

Pemberian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal (5) dapat didelegasikan


kepada dokter lain, perawat atau bidan; tetapi tanggung jawab jika terjadi kesalahan
dalam memberikan informasi berada di tangan dokter yang memberikan delegasi.

Pasal 7

Sesudah diberikan informasi, yang bersangkutan dapat menyampaikan persetujuannya


secara terucap (oral consent), tersurat (written consent) atau tersirat (implied consent).

Pasal 8

Jika tindakan medik yang akan direncanakan mengandung risiko tinggi maka sebaiknya
persetujuan diberikan secara tersurat, dengan cara menandatangani atau membubuhkan
cap ibu jari tangan kiri pada formulir yang disediakan.
Pasal 9

Sebelum ditandatangani atau dibubuhi cap ibu jari tangan kiri, formulir tersebut harus
sudah diisi lengkap oleh dokter yang akan melakukan tindakan medik atau oleh tenaga
medik lain yang diberi delegasi, untuk kemudian yang bersangkutan dipersilahkan
membacanya, atau jika dipandang perlu dibaca- kan di hadapannya.

Pasal 10

Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak menerima informasi dan
kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan dokter maka orang tersebut
dianggap telah menyetujui kebijakan medik apapun yang akan dilakukan dokter.

Pasal 11

Apabila yang bersangkutan, sesudah menerima informasi, menolak untuk memberikan


persetujuannya maka ia harus menandatangani surat pernyataan penolakan.

Pasal 12

Jika pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang berhak memberikan
atau menolak memberikan persetujuam tindakan medik adalah orang tua, keluarga,
wali atau kuratornya.

Pasal 13

Bagi pasien yang sudah menikah maka suami atau isteri tidak diikutsertakan
menandatangani persetujuan tindakan medik, kecuali untuk tindakan keluarga
berencana yang sifatnya irreversibel; yaitu tubektomi atau vasektomi.

Pasal 14

Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali (dicabut) setiap saat, kecuali
tindakan medik yang direncanakan sudah sampai pada tahapan pelaksanaan yang tidak
mungkin lagi untuk dibatalkan.

Pasal 15

Dalam hal persetujuan tindakan medik diberikan oleh keluarga maka yang berhak
menarik kembali (mencabut) adalah anggota keluarga tersebut atau anggota keluarga
lainnya yang kedudukan hukumnya lebih berhak untuk bertindak sebagai wali.
Pasal 16

Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan medik harus diberikan secara


tertulis dengan menandatangani format yang disediakan.

Pasal 17

Semua hal-hal yang sifatnya luar biasa dalam proses mendapatkan persetujuan
tindakan medik harus dicatat dalam rekam medik.

Pasal 18

Seluruh dokumen mengenai persetujuan tindakan medik harus disimpan bersama-sama


rekam medik pasien.

Ditetapkan tg. …...……. 2005.

RS SEJAHTERA.
Direktur.

(dr. …………………………….)

PERATURAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT SEJAHTERA
TENTANG
TATALAKSANA MENJADI PASIEN
Menimbang:

1. Bahwa dalam rangka melaksanakan pengabdian rumah sakit kepada


masyarakat perlu dibuat landasan peraturan yang dapat dijadikan pedoman
bagi semua pihak, yaitu rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan dan
masyarakat sebagai penggunanya.
2. Bahwa landasan peraturan tersebut harus mencakup hak dan kewajiban bagi
setiap anggota masyarakat yang mempercayakan kepada rumah sakit untuk
menangani gangguan atau ancaman terhadap kesehatannya.
3. Bahwa untuk mencapai tujuan sebagaiman dimaksudkan dalam butir (1) dan
(b), dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Rumah Sakit Tentang
Tatalaksana Menjadi Pasien.

Mengingat:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang


Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
5. Surat Edaran Dirjen Yanmed Depkes RI. No: YM. 02.04.3.5.2504. Tg. 10 Juni
1997 Tentang Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
6. Kode Etik Kedokteran, Keperawatan dan Kebidanan Indonesia.

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN RUMAH SAKIT SEJAHTERA TENTANG TATA-


LAKSANA MENJADI PASIEN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:


1. Rumah sakit adalah Rumah Sakit Pondok Indah milik .....…..……………... yang
beralamat di Jl. …………………………..………………….. Jakarta.
2. Pasien adalah siapa saja yang atas kehendak sendiri atau kehendak orang lain
yang bertindak sebagai wali, menjalin hubungan terapetik dengan rumah sakit
guna menangani gangguan atau ancaman kesehatannya.

Pasal 2

Setiap orang yang karena kondisi kesehatannya memerlukan upaya kesehatan dapat
menjadi pasien rumah sakit, baik sebagai pasien rawat jalan atau rawat inap.

Pasal 3

Sebelum memutuskan menjadi pasien rumah sakit, maka yang bersangkutan dapat
meminta informasi lebih dahulu mengenai peraturan rumah sakit yang berkaitan dengan
kepentingannya (misalnya hak, kewajiban, prosedur tetap serta tata-tertib yang berlaku).

Pasal 4

Setelah memahami semua peraturan yang berkaitan dengan kepentingannya dan setuju
dengan peraturan tersebut maka yang bersangkutan dapat diterima menjadi pasien rumah
sakit dan akan segera ditangani oleh dokter yang bertugas atau oleh dokter sesuai
pilihannya.

Pasal 5

Dalam hal diperlukan rawat inap maka pasien berhak memilih dokter yang jenis
keahliannya sesuai dengan yang dibutuhkan guna menangani gangguan kesehatannya.

Pasal 6

Penentuan perlu tidaknya rawat inap tersebut harus didasarkan pada pertimbangan
medik semata.

Pasal 7

Rumah sakit berhak menolak pasien yang memerlukan rawat inap atas dasar
keterbatasan daya tampung, fasilitas atau kemampuan rumah sakit;
kecuali pasien dalam keadaan gawat darurat.

Pasal 8

Meskipun terdapat keterbatasan sebagaimana dimaksud dalam butir (7), namun rumah
sakit tetap mempunyai kewajiban melakukan stabilisasi terhadap pasien gawat darurat
serta memiliki kewajiban untuk mentransfer ke fasilitas kesehatan lain.
Pasal 9

Selama menjadi pasien maka yang bersangkutan, keluarga atau penanggungnya wajib
memetuhi segala peraturan rumah sakit, termasuk tata-tertib yang berlaku di rumah sakit.

Pasal 10

Rumah sakit dan atau dokter yang merawat tidak dapat menghalangi pasien
meninggalkan ke rumah sakit lain, namun dokter mempunyai kewajiban moral untuk
mengingatkan pasien manakala kepulangannya dapat membahayakan kesehatannya dan
kalau pasien tetap pada pendiriannya maka dokter juga memiliki kewajiban moral untuk
mengingatkan pasien akan pentingnya meneruskan perawatan ke fasilitas kesehatan
lainnya.

Pasal 11

Jika berdasarkan pertimbangan medik tidak lagi diperlukan rawat inap maka pasien
harus meninggalkan rumah sakit sesudah memenuhi semua kewajiban administratifnya,
termasuk melunasi semua biaya perawatan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 12

Dalam hal pasien, karena sesuatu hal yang dapat dipahami, belum dapat melunasi semua
biaya perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal (11) maka pasien dapat
meninggalkan rumah sakit setelah memberikan jaminan bahwa biaya yang belum dilunasi
itu akan segera diselesaikan di kemudian hari.

Ditetapkan tg. …...……. 2005.

RS SEJAHTERA.
Direktur.

(dr. ………………..……….. )

PERATURAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT SEJAHTERA
TENTANG
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Menimbang:

1. Bahwa dalam rangka melaksanakan pengabdian rumah sakit kepada masyarakat


perlu dibuat landasan peraturan yang dapat dijadikan pedoman bagi semua
pihak, yaitu rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan dan masyarakat
sebagai penggunanya.
2. Bahwa landasan peraturan tersebut harus mencakup hak dan kewajiban bagi
setiap anggota masyarakat yang mempercayakan kepada rumah sakit untuk
menangani gangguan atau ancaman terhadap kesehatannya.
3. Bahwa untuk mencapai tujuan sebagaiman dimaksudkan dalam butir (1) dan
(2), dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Rumah Sakit Tentang Hak
Dan Kewajiban Pasien.

Mengingat:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang


Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585 / Men Kes / Per /
IX / 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 749 a / Men Kes /
Per / XII / 1989 Tentang Rekam Medik/Medical Record.
8. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. HK. 00.06. 3.5.1866.
Tanggal 21 April 1999 Tentang Informed Consent.
9. Surat Edaran Dirjen Yanmed Depkes RI. No: YM. 02.04.3.5.2504. Tg. 10 Juni
1997 Tentang Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
10. Kode Etik Kedokteran, Keperawatan dan Kebidanan Indonesia.

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN RUMAH SEJAHTERA TENTANG KEWAJIBAN


DOKTER TERHADAP PASIEN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

1. Rumah sakit adalah Rumah Sejahtera milik Yayasan ..….…..………………… yang


beralamat di Jl. …………………………..………………….. Semarang.

2. Dokter adalah staf medik yang menangani pasien di rumah sakit.

3. Kewajiban dokter adalah segala bentuk kewajiban yang pada prinsipnya wajib
dilaksanakan oleh dokter dalam menangani pasien.

BAB II

KETENTUAN KHUSUS

Pasal 2

Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit (baik sebagai dokter organik, mitra,
konsultan atau dokter tamu) mempunyai kewajiban terhadap setiap pasien yang
ditanganinya, yaitu:
1. Tidak membeda-bedakan pasien berdasarkan agama, kebangsaan, golongan, ras,
suku, sosial dan ekonomi.
2. Melakukan upaya medik dengan kualitas tinggi sesuai standar mutu layanan medik
yang berlaku di rumah sakit.
3. Mentaati etika; termasuk bio-etik, etika klinik serta etika kedokteran.
4. Dalam membuat kebijakan medik dan melaksanakan kebijakan medik selalu
berpegang pada azas berbuat baik (beneficence), keadilan (justice), menghormati
otonomi pasien serta kecermatan & kejujuran (fidelity).
5. Mentaati hukum, undang-undang serta peraturan-peraturan lain yang berlaku.
6. Membuat Rekam Medik yang akurat atas setiap pasien yang ditangani dalam batas
waktu sesuai ketentuan.
7. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien atau walinyanya (dalam hal pasien
belum dewasa atau tidak sehat akal).
8. Menghormati hak-hak pasien.
9. Meminta persetujuan (informed consent) untuk setiap tindakan medik yang hendak
dilakukan, utamanya apabila tindakan medik tersebut mengandung risiko atau akibat
ikutan yang bakal tidak menyenangkan pasien.
10. Mematuhi kesepakatan-kesepakatan khusus yang telah dibuat antara dokter dengan
pasien atau keluarganya (dalam hal pasien belum dewasa atau tidak sehat akal).
11. Menerbitkan surat-surat keterangan yang diperlukan bagi kepentingan pasien yang
bersifat legal.
12. Membantu proses penegakan hukum (law enforcement) atas kasus-kasus hukum
yang melibatkan pasiennya, sesuai perundang-undangan yang berlaku.
13. Mentaati peraturan-peraturan lain, termasuk peraturan yang dibuat oleh rumah
sakit (Hospital Bylaws).

Pasal 3

Jika berdasarkan pertimbangan medis, pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud


dalam Pasal (2) justru akan dapat membahayakan atau memperburuk kondisi kesehatan
pasien maka dokter dapat membuat kebijakan lain sepanjang kebijakan tersebut masih
dapat diterima oleh etika dan hukum.

Ditetapkan tg. …...……. 2005.

RS SEJAHTERA.
Direktur.

(dr. ………………..……….. )

PERATURAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT SEJAHTERA
TENTANG
TATALAKSANA BIAYA PERAWATAN

Menimbang:

1. Bahwa dalam rangka melaksanakan pengabdiannya kepada masyarakat dengan


mutu tinggi, rumah sakit memerlukan biaya yang tidak sedikit.
2. Bahwa untuk mendapatkan biaya sebagaimana dimaksud dalam butir (1), setiap
pasien harus melaksanakan kewajibannya membayar biaya perawatan.
3. Bahwa untuk mencapai tujuan sebagaiman dimaksudkan dalam butir (1) dan
(b), dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Rumah Sakit Tentang
Tatalaksana Membayar Biaya Perawatan.

Mengingat:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang


Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedoktera.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
5. Surat Edaran Dirjen Yanmed Depkes RI. No: YM. 02.04.3.5.2504. Tg. 10 Juni
1997 Tentang Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
6. Etika yang berlaku.

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN RUMAH SAKIT SEJAHTERA TENTANG


TATALAKSANA BIAYA PERAWATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

1. Rumah sakit adalah Rumah Sakit Sejahtera milik .....…..……………... yang


beralamat di Jl. …………………………..………………….. Jakarta.
2. Pasien adalah siapa saja yang atas kehendak sendiri atau kehendak orang lain
yang bertindak sebagai wali, menjalin hubungan terapetik dengan rumah sakit
guna menangani gangguan atau ancaman kesehatannya.
3. Kewajiban pasien adalah kewajiban melunasi semua biaya yang timbul sebagai
akibat adanya hubungan terapetik dengan rumah sakit.

BAB II

KETENTUAN KHUSUS

Pasal 2

Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit, baik sebagai pasien rawat jalan ataupun
rawat inap, wajib menanggung seluruh biaya perawatan.

Pasal 3

Kewajiban tersebut dapat diambil alih oleh pihak ketiga, baik individu ataupun
korporasi, dengan catatan ada bukti kesanggupan yang dinyatakan secara tertulis oleh
pihak ketiga tersebut.

Pasal 4

Dalam hal pihak ketiga hanya menanggung sebagian biaya perawatan maka pasien
wajib melunasi kekurangannya.

Pasal 5

Guna meringankan beban pasien atau penanggungnya maka pembayaran biaya perawatan
dengan menggunakan sistem deposit (penitipan uang), yaitu:

1. Pada saat masuk: ……………………………………………………………………..

2. Pada saat dalam perawatan: ………………………………………………………...

3. Pada saat selesai perawatan: ………………………………………………………...

Pasal 6

Untuk penderita gawat darurat, pembayaran deposit pada saat masuk dapat ditunda
sampai paling lama …………………… hari, dihitung dari saat penderita masuk.
Pasal 7

Pembayaran dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu cara tersebut di bawah
ini, yaitu:

1. Dengan uang kontan sebanyak yang seharusnya dibayarkan.

2. Dengan cek, sebanyak yang seharusnya dibayarkan ditambah ……….% dari


jumlah tersebut.

3. Dengan kartu kredit, sebanyak yang seharusnya dibayarkan ditambah …….. %


dari jumlah tersebut.

Pasal 8

Jika pasien atau penaggungnya lalai atau gagal melaksanakan kewajibannya dalam
waktu 2 hari dari waktu yang telah ditetapkan maka rumah sakit berhak
memindahkan dan menempatkan pasien di kelas yang peringkatnya lebih rendah
dari peringkat semula.

Pasal 9

Dalam hal biaya perawatan ditanggung pihak ke 3, pasien wajib membantu prosedur
administrasi yang diperlukan.

Pasal 10

Pihak korporasi yang menanggung biaya perawatan dapat melakukan pembayaran


menurut cara lain yang disepakati bersama dalam bentuk perjanjian tersendiri dengan
rumah sakit.

Pasal 11

Pasien atau penanggungnya berhak menerima kuitansi atas setiap pembayaran yang
telah dilaksanakan.

Pasal 12

Sebelum meninggalkan rumah sakit, pasien atau pihak ke tiga yang menanggung
biaya wajib melunasi semua kekurangannya, yang rinciannya oleh rumah sakit akan
disampaikan kepada yang bersangkutan.
Pasal 13

Apabila pada akhir perawatan jumlah deposit yang tersisa melebihi jumlah biaya yang
harus dibayarkan maka pasien atau penanggungnya berhak menerima kembali
kelebihannya.

Pasal 14

Setiap pasien yang telah melaksanakan kewajibannya membayar seluruh biaya yang
menjadi tanggung jawabnya akan diberikan kartu pulang.

Pasal 15

Hal-hal lain yang menyimpang dari peraturan ini harus mendapat persetujuan lebih
dahulu dari Direksi.

Ditetapkan tg. …...……. 2005.

RS SEJAHTERA.
Direktur Umum.

(dr. ………………..……….. )

Anda mungkin juga menyukai