Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLIK RENAL
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh :
Witriyani Ajeng Ayu
214119055

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KOLIK RENAL
1. PENGERTIAN
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa
terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu
kandung kemih).Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis
renalis, nefrolitiasis).

Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal, ureter,
atau kandung kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat,
kalsium urat, asam urat dan magnesium.(Brunner & Suddath,2002). Batu
saluran kemih atau Urolithiasis adalah adanya batu di dalam saluran kemih.
(Luckman dan Sorensen)

Dari dua definisi tersebut diatas saya mengambil kesimpulan bahwa batu
saluran kemih adalah adanya batu di dalam saluran perkemihan yang meliputi
ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.

2. ETIOLOGI
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum
diketahui pasti, tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu pada
saluran kemih yaitu:
a. Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih . Infeksi bakteri akan
memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine
menjadi alkali.

b. Stasis dan Obstruksi urine


Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu
saluran kemih.
c. Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi
daripada daerah lain, Daerah seperti di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.

d. Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu ,sedangkan kurang minum menyebabkan
kadar semua substansi dalam urine meningkat

e. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu daripada pekerja yang lebih banyak duduk.

f. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum
meningkatkan insiden batu saluran kemih

g. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka
morbiditasbatu saluran kemih berkurang. Penduduk yang vegetarian yang
kurang makan putih telur lebih sering menderita batu saluran kemih ( buli-
buli dan Urethra ).
3. PATHWAY
4. TANDA DAN GEJALA
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya
obstruksi, infeksi dan edema.
a. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi piala ginjal serta
ureter proksimal.
1) Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan
disuria, dapat terjadi iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu
menyebabkan sedikit gejala, namun secara perlahan merusak unit
fungsional (nefron) ginjal.
2) Nyeri hebat dan ketidaknyamanan.
b. Batu di ginjal
1) Nyeri dalam dan terus menerus di area kontovertebral.
2) Hematuri.
3) Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada
wanita nyeri kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada
pria mendekati testis.
4) Mual dan muntah.
5) Diare.
c. Batu di ureter
1) Nyeri menyebar kepaha dan genitalia.
2) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar.
3) Hematuri akibat abrasi batu.
4) Biasanya batu keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5 – 1
cm.
d. Batu di kandung kemih
1) Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan berhubungan dengan
infeksi traktus urinarius dan hematuri.
2) Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih akan
terjadi retensi urin.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urinalisa; warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum
menunjukan SDM, SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), pH asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium,
fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam
urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine
menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine; abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada
ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

b. Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.

c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal ( PTH.


Merangsang reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine.

d. Foto Rntgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada


area ginjal dan sepanjang ureter.

e. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri,


abdominal atau panggul.Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik
(distensi ureter).

f. Sistoureterokopi;visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan


batu atau efek obstruksi.

g. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu.

6. PENATALAKSANAAN
a. Tujuan:
1) Menghilangkan obstruksi
2) Mengobati infeksi.
3) Mencegah terjadinya gagal ginjal.
4) Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).
b. Operasi dilakukan jika:
1) Sudah terjadi stasis/bendungan.
2) Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan
bendungan positif harus dilakukan operasi.
c. Therapi
1) Analgesik untuk mengatasi nyeri.
2) Allopurinol untuk batu asam urat.
3) Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
d. Diet
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan.

1) Batu kalsium oksalat


Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung
kalsium oksalat seperti: bayam, daun sledri, kacang-kacangngan, kopi,
coklat; sedangkan untuk kalsium fosfat mengurangi makanan yang
mengandung tinggi kalsium seperti ikan laut, kerang, daging, sarden,
keju dan sari buah.

2) Batu struvite; makanan yang perlu dikurangi adalah keju, telur, susu dan
daging.
3) Batu cystin; makanan yang perlu dikurangi antara lain sari buah, susu,
kentang.
4) Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3 -4 liter/hari serta olah raga
secara teratur.

7. PENGKAJIAN
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

1) Riwayat penyakit ginjal akut dan kronik.

2) Riwayat infeksi saluran kemih.

3) Pajanan lingkungan: zat-zat kimia.


4) Keturunan.

5) Alkoholik, merokok.

6) Untuk pasien wanita: jumlah dan tipe persalinan (SC, forseps,

penggunaan kontrasepsi).

b. Pola nutrisi metabolik

1) Mual, muntah.

2) Demam.

3) Diet tinggi purin oksalat atau fosfat.

4) Kebiasaan mengkonsumsi air minum.

5) Distensi abdominal, penurunan bising usus.

6) Alkoholik

c. Pola eliminasi

1) Perubahan pola eliminasi: urin pekat, penurunan output.

2) Hematuri.

3) Rasa terbakar, dorongan berkemih.

4) Riwayat obstruksi.

5) Penurunan hantaran urin, kandung kemih.

d. Pola aktivitas dan latihan

1) Pekerjaan (banyak duduk).

2) Keterbatasan aktivitas.

3) Gaya hidup (olah raga).

e. Pola tidur dan istirahat

1) Demam, menggigil.
2) Gangguan tidur akibat rasa nyeri.

f. Pola persepsi kognitif

1) Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi

atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi

2) Pengetahuan tentang terjadinya pembentukan batu.

3) Penanganan tanda dan gejala yang muncul.

g. Pola reproduksi dan seksual

1) Keluhan dalam aktivitas seksual sehubungan dengan adanya nyeri

pada saluran kemih.

h. Pola persepsi dan konsep diri

1) Perubahan gaya hidup karena penyakit.

2) Cemas terhadap penyakit yang diderita.

i. Pola mekanisme copying dan toleransi terhadap stres

1) Adakah pasien tampak cemas

2) Bagaimana mengatasi masalah yang timbul.

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih

b. Perubahan pola eliminasi: urine berhubungan dengan obstruksi karena


batu.

c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan


muntah
d. Ketidakefektifan management regiment terapeutik tentang perawatan post
operasi dan pencegahan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan/informasi

e. Kecemasan berhubungan dengan tindakan invansif, pemeriksaan.

f. Risiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan status


kesehatan

g. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan stasis urine dan adanya batu
pada ureter.

9. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan adanya iritasi pada saluran kemih

Hasil yang diharapkan:

1) Pasien bebas dari rasa nyeri

2) Pasien tampak rileks, bisa tidur dan istirahat.

Intervensi:

1) Kaji karakteristik nyeri ( lokasi, lama, intensitas dan radiasi)

Rasional: membantu mengevaluasi perkembangan dari obstruksi.

2) Observasi tanda-tanda vital, tensi, nadi, cemas

Rasional: nyeri hebat ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan


nadi.

3) Jelaskan penyebab rasa nyeri

Rasional: mengurangi kecemasan pasien.

4) Ciptakan lingkungan yang nyaman

Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.


5) Bantu untuk mengalihkan rasa nyeri: teknik napas dalam.

Rasional: meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri.

6) Beri kompres hangat pada punggung

Rasional: mengurangi ketegangan otot.

7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

Rasional: analgetik menghilangkan rasa nyeri.

b. Perubahan pola elminasi: urine berhubungan dengan inflamasi, obstruksi


karena batu.

Hasil yang diharapkan:

1) Pola eliminasi urine dan output dalam batas normal.

2) Tidak menunjukkan tanda-tanda obstruksi (tidak ada rasa sakit saat


berkemih, pengeluaran urin lancar).

Intervensi:

1) Monitor intake dan output.

Rasional: menginformasikan fungsi ginjal.

2) Anjurkan untuk meningkatkan cairan per oral 3 – 4 liter per hari.

Rasional: mempermudah pengeluaran batu, mencegah terjadinya


pengendapan.

3) Kaji karakteristik urine

Rasional: adanya darah merupakan indikasi meningkatnya


obstruksi/iritasi ureter.

4) Kaji pola Bak normal pasien, catat kelainnya.


Rasional: batu dapat menyebabkan rangsangan mervus yang
menyebabkan sensasi untuk buang air kecil

c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan


muntah.

Hasil yang diharapkan:

1) Keseimbangan cairan adekuat

2) Turgor kulit baik

Intervensi:

1) Monitor intake dan output

Rasional: membandingkan secara aktual dan mengantisipasi output


yang dapat dijadikan tanda adanya renal stasis.

2) Berikan intake cairan 3 – 4 liter per hari.

Rasional: menjaga keseimbangan cairan untuk homeostasis.

3) Monitor tanda-tanda vital, turgor kulit, membran mukosa.

Rasional: dapat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi.

4) Berikan cairan intra vena sesuai intruksi dokter.

Rasioanal: menjaga keseimbangan cairan bila intake per oral kurang.

5) Kalau perlu berikan obat anti enemik.

Rasional: mengurangi mual dan muntah.

d. Ketidakefektifan management regiment terapeutik tentang perawatan post


operasi dan pencegahan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan/informasi

Hasil yang diharapkan:


1) Pasien mengungkapkan proses penyakit, faktor-faktor penyebab.

2) Pasien dapat berpartisipasi dalam perawatan.

Intervensi:

1) Kaji pengetahuan pasien/tanyakan proses sakit dan harapan pasien.

Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan memimih cara


untuk komunikasi yang tepat.

2) Jelaskan pentingnya peningkatan cairan per oral 3 – 4 liter per hari.

Rasional: dapat mengurangi stasis urine dan mencagah terjadinya


batu.

3) Jelaskan dan anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas secara teratur.

Rasional: kurang aktivitas mempengaruhi terjadinya batu.

4) Identifikasi tanda-tanda nyeri, hematuri, oliguri.

Rasional: mendeteksi secara dini, komplikasi yang serius dan


berulangnya penyakit.

5) Jelaskan prosedur pengobatan dan perubahan gaya hidup.

Rasional: membantu pasien merasakan, mengontrol melalui apa yang


terjadi dengan dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2,
EGC.Jakartta.
Carpenito, Linda Juall (1995) Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
( terjemahan) PT EGC, Jakarta.
Doenges,et al, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan ( terjemahan),
PT EGC, Jakarta
Digiulio Mary, dkk (2007). Medical Surgical Nursing Demystified. New York
Chicago
San Fransisco Lisbon London, Mexico City Milan New Delhi San Juan Seoul,
Singapore Sydney Toronto.
Soeparman, ( 1990), Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Sylvia dan Lorraine ( 1999). Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi empat,
buku kedua. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai