Anda di halaman 1dari 31

GASTRITIS

A. Pengertian

Gastritis adalah merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat

bersifat akut, kronik difus, atau lokal. Dua jenis gastritis yang paling sering

terjadi- gastritis superfisial akut dan gastritis atrofik kronik.(Silvia A.Price dkk.,

1994; 376).

B. Etiologi

Penyebab gastritis sering tidak dapat dipastikan, namun seringkali akibat stress,

alcohol, obat-abatan(terutama salisilat, endometacin, sulfonamide, steroid).

Gangguan ini mungkin sering terjadi disertai infeksi bakteri atau virus dari iritasi

oleh sekresi pancreas atau empedu yang mengalirkembali ke lambung dengan

radiasi, atau karena substansi-substansi yang bersifat korosif.

C. Manifestasi Klinis

1. Nyeri epigastrium

2. Sakit kepala(pusing)

3. Mual muntah

4. Mata berkunang-kunang

5. Kadang-kadang terjadi pendarahan pada lambung sehingga terjadi

hematomesis

6. Keringat dingin

7. Anoreksia (napsu makan buruk)

8. Kembung

D. Penatalaksanaan

 Gastritis akut
1. Pantang minum alkohol sampai gejala hilang

2. Cairan intra vena(parenteral)

3. Jika menelan asam kuat /alkali beri antasida umum (ex, alumunium

hroksida)

4. Jika menelan antasida kuat seri sari buah jereuk yg diencerkan /cuk

yang diencernkan

 Gastritis kronik

1. Modifiukasi diit, istirahat, reduksi stress, dan farmakologi

2. Antibiotik ( tetrasiklin, amoksisilin) & garam bismut (pepto bismol)


DIARE

A. Pengertian

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih

banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair

/setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980),

diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2

berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Brunner&Suddarth,

vol3).

B. Etiologi

1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus

(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).

2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada

anak-anak).

3. Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak, protein.

4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran

dimasak kutang matang.

5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.

C. Manifestasi Klinis

Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin

meningkat, napsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja

menjadi cair, mungkin mengandung darah dan/atau lendir, warna tinja berubah

menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu, anus dan sekitarnya lecet

karena tinja menjadi asam. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan/atau

sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit terjadilah
gejala dehidrasi. Berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,

tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, mata

cekung, denyut nadi sangat cepat.

D. Derajad Dehidrasi

Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi

berdasarkan:

a. Kehilangan berat badan

 Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.

 Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.

 Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%

b. Gejala klinis

Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran Baik (CM) Gelisah Apatis-koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi N (120) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kusz maull

Kulit
Uub Agak cekung Cekung Cekung sekali
Agak cekung Cekung Cekung sekali
Biasa Agak kurang Kurang sekali
Normal Oliguri Anuri
Normal Agak kering Kering/asidosis
E. Penatalakanaan Medis

Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang

mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.Pemberian cairan, jenis

cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.

a. Cairan per oral

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral

berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare

akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada

anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium

50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula

garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak

mengandung NaCl dan sukrosa.

b. Cairan parentral

Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian

sebagai berikut:

1) Untuk anak umur 1 bl -2 tahun berat badan 3-10 kg :

 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset

berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20

tetes).

 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset

berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).

 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit

2) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts

atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

3) Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg

 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts

atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts

atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.

4) Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg

 Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam,

jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.

 Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1

ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).

 Untuk bayi berat badan lahir rendah

 Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian

glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).


BRONKITIS

A. Definisi

Bronkitis adalah suatu peradangan dari bronkioli, bronkus dan trakea

oleh berbagai sebab (Purnawan Junadi; 1982; 206).

Bronkitis akut adalah penyakit infeksi saluran nafas akut (inflamasi

bronkus) yang biasanya terjadi pada bayi dan anak yang biasanya juga disertai

dengan trakeitis (Ngastiyah; 1997; 36).

Bronkitis biasa juga disebut dengan laringotrakeobronkitis akut atau

croup dan paling sering menyerang anak usia 3 tahun (Ngastiyah; 1997; 37).

B. Etiologi

Bronkitis akut biasanya sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus,

Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan

coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat dijumpai pada anak yang sedang

menderita morbilli, pertusis dan infeksi mycoplasma pneumoniae (Ngastiyah;

1997; 37).

Penyebab lain dari bronkitis akut dapat juga oleh bakteri (staphylokokus,

streptokokus, pneumokokus, hemophylus influenzae). Bronkitis dapat juga

disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur (Purnawan Junadi; 1982;

206). Penyebab non infeksi adalah akibat aspirassi terhadap bahan fisik atau

kimia. Faktor predisposisi terjadinya bronkitis akut adalah perubahan cuaca,

alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik memudahkan terjadinya

bronkitis (Ngastiyah; 1997; 37).

C. Manifestasi klinik
1. Tanda toksemi : Malaise, demam, badan terasa lemah, banyak keringat

“Diaphoresis”, tachycardia, tachypnoe.

2. Tanda iritasi : Batuk, ekspektorasi/ peningkatan produksi sekret, rasa sakit

dibawah sternum

3. Tanda obstruksi : sesak nafas, rasa mau muntah.

D. Penatalaksanaan

Untuk terapi disesuaikan dengan penyebab, karena bronkitis biasanya

disebabkan oleh virus maka belum ada obat kausal. Obat yang diberikan biasanya

untuk mengatasi gejala simptomatis (antipiretika, ekspektoran, antitusif,

roburantia). Bila ada unsur alergi maka bisa diberikan antihistamin. Bila terdapat

bronkospasme berikan bronkodilator.

Penatalaksanaannya adalah istirahat yang cukup, kurangi rokok (bila

merokok), minum lebih banyak daripada biasanya, dan tingkatkan intake nutrisi

yang adekuat.

Bila pengobatan sudah dilakukan selama 2 minggu tetapi tidak ada perbaikan

maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotik boleh

diberikan. Pemberian antibiotik adalah 7-10 hari, jika tidak ada perbaikan maka

perlu dilakukan thorak foto untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru

segmental dan lobaris, benda asing dalam saluran pernafasan dan tuberkulosis.
GAGAL GINJAL KRONIK

A. Pengertian

Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron)

yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan

menetap , yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik)

sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan

gejala sakit.

Pada umumnya GGK tidak reversibel lagi, dimana ginjal kehilangan

kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam

keadaan diet makanan dan minuman untuk orang normal.

B. Etiologi

Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain :

1. Infeksi

2. Penyakit peradangan

3. Penyakit vaskuler hipersensitif

4. Gangguan jaringan penyambung

5. Gangguan kongenital dan herediter

6. Gangguan metabolism

7. Nefropatik toksik

8. Nefropati obstruksi

C. Permasalahan fisiologis yang disebabkan olh GGK

1. Ketidakseimbangan cairan

Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan

urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria).


Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah

nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena

keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk

nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik,

menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.

Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu

menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan

plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi

kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.

2. Ketidaseimbangan Natrium

Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal

dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat

meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium

berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi

kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima

kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi.

Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal, terutama

muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.

Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun

terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula

meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30

ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal

ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi

1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan Kalium

Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka

hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium

berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan

kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan

kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau

hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.

Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit

tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium

meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan

produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.

4. Ketidaseimbangan asam basa

Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion

Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler

mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya

penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang

secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi

secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi.

Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan.

Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya

asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.

5. Ketidakseimbangan Magnesium

Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara

progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi


penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas

dan jantung.

6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor

Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon

yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari

tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun

20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga

timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu.

Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat

mengakibatkan osteorenaldystrophy.

7. Anemia

8. Ureum kreatinin

Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi).

Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab

peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake

protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal

ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi

tubuh.

D. Penatalaksanaan

Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak

dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah

kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :

1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa

sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral

maka diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat

menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan

seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.

2. Pengendalian hipertensi

Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa

penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar.

Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal

ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator.

Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak

semua renal failure disertai retensi Natrium.

3. Pengendalian K dalam darah

Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat

menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan

menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan,

diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga

dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka

pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan

pemberian infus glukosa.

4. Penanggulangan Anemia

Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha

pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari

apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal


ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya

dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi

koroner.

5. Penanggulangan asidosis

Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum

memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya

dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus

dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada

permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan.

kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga

mengatasi asidosis.

6. Pengobatan dan pencegahan infeksi

Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien

CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya

pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba

diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara

obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan

yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin

harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula

menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.

7. Pengurangan protein dalam makanan


Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam

makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein

tersebut dipilih.

Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat

menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk

mengurangi jumlah dialisis.

8. Pengobatan neuropati

Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini

sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien

yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.

9. Dialisis

Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi

permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa

sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan

demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah

akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik

kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan

peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal

sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya

tidak ditanggulangi.

10. Transplantasi

Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF

maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai

harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah


bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi

imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini

terutama dengan pemeriksaan HLA .

HEPATITIS

A. Definisi

Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat

disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta

bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).

Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis,

biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001)

B. Etiologi

1. Virus

Type A Type B Type C Type D Type E

Metode Fekal-oral Parenteral Parenteral Parenteral Fekal-

transmisi melalui seksual, jarang perinatal, oral

orang lain perinatal seksual, memerlukan

orang ke koinfeksi

orang, dengan type B

perinatal

Keparah-an Tak Parah Menyebar Peningkatan Sama

ikterik luas, dapat insiden kronis dengan

dan berkem-bang dan gagal hepar D

asimto- sampai kronis akut

matik
Sumber Darah, Darah, saliva, Terutama Melalui darah Darah,

virus feces, semen, melalui darah feces,

saliva sekresi saliva

vagina

2. Alkohol

Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.

3. Obat-obatan

Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan

hepatitis akut.

C. Tanda dan Gejala

1. Masa tunas

Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)

Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)

Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)

2. Fase Pre Ikterik

Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus

berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul),

nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan

pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore

hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing,

nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.

3. Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan

disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat

pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari.

Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai

dirasakan selama 1-2 minggu.

4. Fase penyembuhan

Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu

hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya

masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar

kembali, namun lemas dan lekas capai.

D. Komplikasi

Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh

akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati

hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis

hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.

E. Pencegahan

 Memelihara sanitasi yang baik dan kebersihan diri. Cuci tangan kamu

sebelum makan dan setelah dari toilet.

 Minum air yang sudah masak oleh sistem pencucian air

 Jika transportasi tidak berkembang atau kota non industri, minum hanya

dengan air botol. Hindarkan makanan yang telah dicuci dengan air, seperti

sayuran mentah, buah dan sop.

 Pergunakan sanitasi yang baik untuk mencegah panyebaran kuman antar

anggota keluarga. Jangan menggunakan bagian tempat tidur dari linen,


handuk, alat makan dan gelas minuman sesama keluarga,

 Jangan berbagi jarum suntikan.

KEJANG DEMAM

A. Pengertian

Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang akibat demam yang ditimbulkan oleh

infeksi diluar otak yang menimbulkan pana ( kenaikan suhu tubuh : diatas 380C/

rektal)

B. Ciri – ciri kejang demam

1. Terdapat 2 golongan kejang demam yaitu :

Kejang demam sederhana dengan kriteria :

 Usia antara 6 bulan hingga 4 tahun

 Serangan kejang hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit

 Kejang bersifat umum ( seluruh tubuh )

 Kejang timbul dalam 16 jam pertama sesudah timbulnya demam/panas tinggi

 Pemeriksaan susunan syaraf sebelum dan sesudah kejang tidak menunjukan

kelainan

 Pemeriksaan rekam otak ( EEG ) yang dilakukan minimal 1 minggu setelah

suhu tubuh normal tidak menunjukan kelainan.

 Frekuensi bangkitan kejang tidak lebih dari 4 kali dalam 1 tahun

2. Bila satu atau lebih kriteria tersebut tidak terpenuhi atau timbulnya kejang pada

suhu yang lebih redah, maka digolongkan dalam epilepsi yang dicetuskan

demam.

C. Tindakan pertama saat anak kejang demam :


1. Saat kejang berlangsung :

 Pertahankan sikap tenang

 Baringkan anak ditempat yang aman agar tidak ada kemungkinan jatuh dan

jauhkan benda berbahaya yang ada disekitar anak.

 Miringkan anak

 Keluarkan sisa makanan seperi roti, permen dan sebagainya yang mungkin

ada dimulut anak

 Lepaskan pakaian / ikatan pada tubuh supaya anak bisa bernafas dengan

leluasa.

 Longgarkan pakaian disekitar kepala dan leher

 Jangan menahan gerakan anak seperti memegang tangan dan kaki yang

terlalu kuat.

2. Turunkan suhu tubuh segera dengan kompres air hangat suam suam kuku secara

efektif :

 Sediakan air hangat dalam waskom serta handuk kecil minimal 6 buah

 Letakkan 5 handuk kecil yang sudah basah dan dingin terutama pada daerah

kepala, leher, dada, kedua ketiak dan lipat paha kanan kiri.

 1 handuk kecil disiapkan untuk menganti secara teratur dan terus menerus

mulai dari kepala, leher dan seterusnya.

3. Segera dibawa ke unit pelayanan kesehatan terdekat.


ISPA

A. Pengertian

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran

pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang

menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi

dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts;

1990; 450).

B. Etiologi

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka

kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/

kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu;

usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak

tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).

Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya

infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan

penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus,

haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.

Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka

kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari

air susu ibu.

Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam

derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka
dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan

nafas.

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi

antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung

mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.

Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim,

tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

C. Manifestasi Klinis

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,

adanya obstruksi hisung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu

saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali

tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

D. Terapi dan Penatalaksanaan

Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi

dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan

penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan

adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang

hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak

dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.


RHEUMATIK

A. Pengertian

Rematik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur di

sekitarnya. Rematik juga bisa menyerang bagian tubuh yang lain seperti kepala

dan bagian tubuh yang lainnya. Rematik juga mempunyai nama lain arthritis,

gejala dari penyebab rematik adalah pembengkakan, kemerahan, nyeri dilutut,

siku, pergelangan tangan maupun di bagian sendi-sendi lain, gangguan di otot

dan tendon. Banyak yang tidak menyadari gejala rematik karena gejalanya

memang cukup luas.

B. Penyebab

Dapat berasal dari faktor genetik atau faktor resiko lingkungan tertentu

yang dapat menyebabkan kekacauan daya tahan tubuh atau gangguan autoimun,

umur, jenis kelamin, kegemukan, dan perubahan hormon.

C. Tanda dan Gejala

1. Nyeri pada persendian setelah beraktivitas

2. Nyeri terasa saat terjadi perubahan cuaca dari panas ke dingin

3. Terjadi peradangan dan hilangnya fleksibilitas sendi

4. Sendi terlihat kemerahan dan berasa panas

5. Sendi terasa kaku di pagi hari lebih dari 1 jam

6. Sendi bengkak tanpa sebab yang jelas

7. Gerak terbatas, Misalnya sulit bangun dan memakai pakaian

D. Makanan yg di anjurkan rheumatik


1. Makan sayuran (bayam, lobak, wortel, daun singkong, daun ubi jalar,seledri)

2. Mengkonsumsi buah-buahan segar (tomat, kesemek, pepaya, mangga)

3. Tiga hari berturut-turut minumlah susu dan telur ayam kampung setengah

matang

4. Mandi berendam dengan air hangat.

5. Istirahat yang cukup.

6. Jangan sampai kedingingan

E. Makanan yang tidak anjurkan rheumatik

1. Minuman berarkohol, teh, kopi, coklat.

2. Mentega, telur ayam negeri, rempah-rempah yang pedas.

3. Kue-kue dari tepung dan gula putih.

4. Sayur kangkung, melinjo (daun dan buah), rebung dan daging.

5. Jangan mengkonsumsi makanan/minuman yang dingin.

F. Penanganan Rheumatik

1. Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi

yang sakit.

2. Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri

3. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan

4. Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera

5. Berikan kompres hangat pada sendi yang nyeri, misalnya kompres jahe
TUBERCULOSIS PARU

A. Pengertian

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium

tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang

paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI).

Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).

B. Etiologi

Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk

batang dan Tahan asam ( Price , 1997 )

Penyebab Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 – 4 /m

Dengan tebal 0,3 – 0,5 m. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang

sama yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.

C. Gejala Klinis

Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa

sputum , malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah . (

Mansjoer , 1999)

Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan ( Luckman dkk, 93 )

- Demam : subfebril menyerupai influensa

- Batuk : - batuk kering (non produktif)  batuk produktif

(sputum)

- hemaptoe
- Sesak Nafas : pada penyakit TB yang sudah lanjut dimana

infiltrasinya sudah ½ bagian paru-paru

- Nyeri dada

- Malaise : anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri

otot, keringat malam

D. Medikamentosa

Jenis obat yang dipakai

- Obat Primer - Obat Sekunder

1. Isoniazid (H) 1. Ekonamid

2. Rifampisin (R) 2. Protionamid

3. Pirazinamid (Z) 3. Sikloserin

4. Streptomisin 4. Kanamisin

5. Etambutol (E) 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)

6. Tiasetazon

7. Viomisin

8. Kapreomisi
THYPOID FEVER

A. Pengertian

Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit

infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih

disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan

kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini

hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

B. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela

Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora,

hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah

sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga

macam antigen, yaitu Antigen O= Ohne Hauch=somatik antigen (tidak

menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar),

terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ;

merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen

terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga

macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

C. Gejala klinis

Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari

(T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari

dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis
dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya,

1994).

Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat

dikelompokan dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran

pencernaan dan gnagguan kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri

kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat

(39-410C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten,

lidah tifoid dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal,

dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan.

Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan

bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat

seperti delirium.

Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu

pertama atau awal minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di

dalamnya mengandung kuman salmonella.

D. Komplikasi.

Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik, renjatan septik,

pielonefritis, kolesistisis, pneumonia, miokarditis, peritonitis, meningitis,

ensefalopati, bronkitis, karir kronik.

E. Penatalaksanaan

a. Tirah baring atau bed rest.

b. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali

komplikasi pada intestinal.

c. Obat-obat :
i. Antimikroba :

1. Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv

2. Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral

3. Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400

mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250

ml cairan infus.

4. Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3

atau 4 dosis.

Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.

ii. Antipiretik seperlunya

iii. Vitamin B kompleks dan vitamin C

d. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.


PENYAKIT JANTUNG KORONER

A. Pengertian.

Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik)

merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk

pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada

arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun

sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral

berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke

miokardium.

Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel

yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi

tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard

infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.

B. Etiologi

 98 % karena proses arterio skelosis pada arteri koronaria.

 2 % karena kelainan arteri koronaria yang lain.

C. Patofisiologi dan Gambaran Klinis

Ateroma pada arteri koronaria menyebabkan stenosis, yang dapat mengganggu aliran

koroner dan menyebabkan iskemia miokard.

Penelitian menunjukkan bahwa stenosis sebesar 60% atau lebih menyebabkan iskemia

miokard , tyang oleh penderita dirasakan sebagai nyeri khas yang disebut angina pektoris.

Nyeri angina pektoris yang khas adalah nyeri retrosternal seperti ditekan, yang sering

menjalar kearah lengan kiri dan leher kiri ke rahang dan telinga kiri.
Secara klinis iskemia miokard dapat menifes dalam bentuk :

1. Asimtomatik

2. Angina pektoris, yang dapat di berntuk :

a. Angina stabil

b. Angina tak stabil

c. Angina varian (angina prinmental)

d. Iskemia miokard tenang.

3. Aritmia yang dapat berbentuk macam –macam termasuk kematian mendadak .

4. Gagal jantung , yang bisa gagal jantung sistolik.

Gagal jantung terutama timbul pada penderita yang telah mengalami infark miokard.

5. Infark miokard akut

D. Pengobatan Penyakit Jantung Koroner

Menghentikan , atau mengurangi atau regresi dari proses aterosklerosis dengan cara

menegndalikan faktor – faktor resiko

a. Tidak merokok

b. Latihan fisik sesuai demngan kemampuan jantung penderita

c. Diet untuk mencapai profil lemak yang baik dan berat badan yang ideal.

d. Mengendalikan tekanan darah tinggi, DM, dan sterss mental

Anda mungkin juga menyukai