Anda di halaman 1dari 34

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Rahyuni, S.Ked.

NIM :

Judul Refarat : Invaginasi

Telah menyelesaikan tugas lapsus dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian kedokteran Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar.

Makassar, Mei 2019

Pembimbing

dr. Syamsul Nur, M.Kes, Sp.A


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan lapsus ini dapat
diselesaikan. Lapsus berjudul “Invaginasi” ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran anak. Secara khusus penulis sampaikan rasa
hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Syamsul Nur, M.Kes, Sp.A
selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu memberikan arahan dan
koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan lapsus ini belum sempurna dan


memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak, baik moral
maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik. Akhir kata, penulis
berharap agar lapsus ini dapat memberi manfaat kepada semua orang.

Makassar, Mei 2019

Penulis
BAB I

A. PENDAHULUAN
Intususepsi adalah penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada masa
bayi dan anak usia dini. Kegagalan diagnosa dan perawatan yang tepat waktu
sering mengarah terhadap kedaruratan bedah karena perkembangan penyyakit
dapat menyebabkan iskemia usus, perforasi dan peritonitis yang mengarah
pada hasil yang fatal.. Trias gejala klasik terlihat pada kurang dari sepertiga
anak yang terkena Intususepsi sering terlihat pada anak-anak berusia empat
bulan hingga dua tahun dengan puncak kejadian antara empat dan sembilan
bulan.1

Etiologi intususepsi dilaporkan idiopatik pada sekitar 90% kasus dan


jarang dikaitkan dengan titik timah patologis seperti divertikulum Meckel,
apendiks, polip usus, lesi usus padat, dan limfoma usus. Tiga serangkai klasik dari
gejala yang terdiri dari sakit perut, muntah dan darah dalam tinja jarang terjadi
dan terlihat pada kurang dari sepertiga anak yang terkena. Kasus sering hadir
dengan gejala non-spesifik, termasuk emesis, nyeri, lekas marah, nafsu makan
menurun dan lesu, membuat diagnosis intususepsi sulit.1

Manajemen intususepsi yang sukses tergantung pada pengenalan dan


diagnosis dini, resusitasi cairan, terapi antibiotik, dan pengurangan segera.
Ultrasonografi perut merupakan andalan untuk diagnosisnya. Manajemen non-
bedah termasuk reduksi hidrostatik (SDM) melalui udara, enema cair atau kontras.
Manajemen bedah biasanya melibatkan laparotomi eksplorasi dengan reduksi
manual dan reseksi usus mungkin diperlukan pada beberapa anak jika pasokan
darah terganggu. 1

BAB II

3
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : By Nur Aisyah / Muammar Khadafi
Tanggal Lahir : 20-08-2018
Umur : 8 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : BTN R 2000
Noor RM : 510962
Tanggal masuk : 22-05-2019
B. Identitas Keluarga
Nama Ayah : Noval Ariyanto
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan terakhir : SMA
Nama Ibu : Nur Aisyah
Umur : 21 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan terakhir : SMP
C. Anamnesis
1. Keluhan Utama
BAB Berdarah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak laki-laki umur 8 bulan ruukan dari PKM kanjilo
masuk UGD rumah sakit Syekh Yusuf gowa diantar oleh orang tuanya
dengan keluhan BAB encer disertai darah yang dialami 4 kali pada hari ini
ampas (-), lendir (+). BAB berdarah dirasakan sejak 2 hari yang lalu.
Demam (+) Mual (-) muntah (+) dialami lebih dari 5 kali. Pasien juga
mengalami perut kembung dan pasien rewel. Batuk (-) beringus (-).
Menurut ibu pasien, nafsu minum anak kurang. Riwayat makan pisang
goreng yang diberikan oleh neneknya. Pasien minum ASI.
3. Riwayat penyakit dahulu :

4
Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami penyakit
yang sama sebelumnya.
4. Riwayat penyakit keluarga :
Ibu pasien mengatakan tidak ada dari keluarganya yang mengeluh
keluhan yang sama dengan pasien.
5. Riwayat sosioekonomi keluarga:
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien lahir
secara normal di rumah sakit dengan berat badan lahir 2900 gram. Selama
hamil ibu pasien sehat dan rutin untuk memeriksakan kehamilan.
Kesan gizi sampai saat ini baik. Menurut keluarga pasien (ibu
pasien) pola minum pasien sehari – hari dirumah yaitu pasien minum susu
asi.
Keluarga pasien termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah,
ayah bekerja sebagai wiraswasta dan tingkat pendidikan sampai SMA. Ibu
sebagai ibu rumah tangga dan tingkat pendidikannya sampai SMP.
6. Status Imunisasi:
Belum
Imunisasi 1 2 3 4 Tidak Tahu
Pernah
BCG √
HEP B √
POLIO √ √ √ √
PENTABIO √ √ √
HPV √
CAMPAK
PCV √
INFLUENZA √
MMR √
TIFOID √
HEP A √
VARISELLA √

5
LAIN LAIN √

D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Composmentis / Sakit Sedang / Gizi Baik
2. Tanda Vital:
 Nadi : 105x / menit
 RR : 48 x /menit
 Suhu : 38,6 oC
3. Status Generalis
 Kepala
- Rambut: hitam, tipis, tidak mudah tercabut
- Bentuk : Mesocephal
- Ukuran : Normocephal
- Ubun ubun besar: Menutup (+)
- Muka: Simetris, dismorfik (-)
- Mata : cekung (+) anemis (-) konjungtivitis (-) ikterik (-)

 Telinga : Otorhea (-)


 Hidung : Rinorhea (-)
 Bibir :
- Kering (+) Pucat (-) Sianosis (-)
 Mulut :
- Gigi : Caries (-)
- Sel mulut : Stomatitis (-) angular chelitis (-)
- Tenggorok : hiperemis (-)
 Leher : Kaku kuduk : (-)
- Kelenjar limfa : Limfadenopati : (-)

 Thorax :
- Bentuk : Simetris
- Payudara : Tidak ada kelainan

6
- Tasbeh : (-)
 Jantung :
- PP : Ictus Cordis tidak tampak
- PR : Ictus Cordis tidak teraba
- PK : Redup, Batas jantung kiri, linea midclavicularis
sinistra. Batas jantung kanan, linea parasternalis dekstra

- PD : Bunyi Jantung I/II murni regular, bising (-)


 Paru :
- PP : Simetris dextra / sinistra
- PR : Nyeri tekan (-), sela iga kiri = sela iga kanan
- PK : sonor / sonor
- PD : Vesikuler, Rh -/- wh -/-
 Abdomen :
- PP : Meteorismus (+), ikut gerakan napas
- PD : Peristaltik (+) kesan meningkat
- PR :
Lien : tidak teraba
Hepar : tidak teraba
Massa : teraba massa di regio abdomen kiri bawah
- PK : timpani
 Kelenjar limfa : limfadenopati (-)
 Alat Kelamin : Tidak ada kelainan
 Ekstremitas : pitting edema (-) pada lengan dan kaki
 Kol. Vertebralis : dalam batas normal
 Kulit : turgor menurun
 Reflex fisiologis : dalam batas normal
 Tonus : normal
 Reflex patologis : tidak ada
4. Status Gizi
BB : 7 kg

7
PB : 66 cm
LLA : 18 cm
LD : 48 cm
LP : 52 cm
BB/TB : -1 SD < Z < 0
TB / U : -3 SD<Z< -2 SD
BB / U : -2 SD <Z< 0
Kesan : Status gizi Baik, Perawakan pendek
5. Pemeriksaan Laboratorium
WBC: 24,5 x 103/ul
RBC : 4,94 x 103/ul
HGB : 11,3 g/dl
HCT : 34,1%
MCV : 69,0 fl
PLT : 607 x 103/ul
6. Pemeriksaan USG
- Hepar, Gald Bladder, Lien : Echo dalam batas normal
- Pankreas : Sulit di evaluasi
- Ren D/S : Echo normal, tidak tampak echo batu/ SOL
- VU : Sulit dinilai, urin minimal
- Tampak target sign/ doughnut sign daerah hypocondrium sinistra.
Usus dan cairan bebas intraperitoneal.
- Kesan : Suspek intususepsi disertai cairan bebas intra peritoneal

Gambar USG

8
9
10
E. Diagnosis Kerja
Invaginasi

11
FOLLOW UP PASIEN
HASIL PEMERIKSAAN, ANALISIS INSTRUKSI
TGL
DAN TINDAK LANJUT DOKTER
Tgl S Seorang anak laki-laki umur 8 Terapi UGD
masuk bulan ruukan dari PKM kanjilo masuk IVFD Asering pro
22/05/ UGD rumah sakit Syekh Yusuf gowa infus 19 tpm
2019. diantar oleh orang tuanya dengan keluhan Stop intake oral
Jam BAB encer disertai darah yang dialami 4
15.45 kali pada hari ini ampas (-), lendir (+).
wita BAB berdarah dirasakan sejak 2 hari
yang lalu. Demam (+) Mual (-) muntah
(+) dialami lebih dari 5 kali berwarna
putih. Pasien juga mengalami perut
kembung dan pasien rewel. Batuk (-)
beringus (-). Menurut ibu pasien, nafsu
minum anak kurang. Pasien minum ASI.
Riwayat makan pisang goreng yang
diberikan oleh neneknya Instruksi dr. Syamsul
BAK : baik Nur, M.Kes, Sp. A
lewat WA
O Ku : Compos mentis/ Sakit sedang/ Gizi IVFD Asering 500 cc/
baik 24 jam
 Nadi : 105x / menit Cefotaxime 350
 RR : 48 x /menit mg/12 jam
 Suhu : 38,6 oC Ranitidin 15 mg/ 8
Pemeriksaan fisik jam

 Kepala : rambut tipis, dan tidak Pasang OGT

rontok, dekompresi
Stop intake oral

12
 Wajah : normocephal
 Mata : cekung (+)
 Mulut : bibir kering (+)
 Paru: Vesiculer, Wheezing (-/-),
Ronkhi (-/-).
 Retraksi dinding dada (-).
 Cardiovascular : Bunyi Jantung
I/II, Murni Reguler, Bising (-).
 Abdomen : Perut kembung, teraba
massa di regi kiri bawah, Bunyi
Peristaltik (+) Kesan meningkat,
 Kulit : turgor menurun
 Ekstremitas : hangat (+)
A

Susp. Invaginasi
23 / 05/ S BAB berdarah (+) disertai lendir, Perut IVFD Asering 500 cc/
2019 kembung (+), Demam (+), mual (+), 24 jam
muntah (-) batuk (-), sesak (-) Cefotaxime 350
Selera makan : menurun mg/12 jam
Selera minum : menurun Ranitidin 15 mg/ 8
BAB: 1 x, lunak encer, Ampas (+) jam
BAK : Lancar Pasang OGT
dekompresi
O Ku : Compos mentis/ Sakit sedang Stop intake oral
 HR: 102 x/menit Rujuk bedah anak
 RR: 44 x/menit
 T : 37,8°C
 BB : 7 kg
 PB : 66 cm
 SG : gizi baik

13
 Kepala : rambut tipis, dan tidak rontok,
 Wajah : normocephal
 Mata : cekung (+)
 Mulut : kering (+)
 Paru: Vesiculer, Wheezing (-/-),
Ronkhi (-/-).
 Retraksi dinding dada (-).
 Cardiovascular : Bunyi Jantung I/II,
Murni Reguler, Bising (-).
 Abdomen : Perut kembung (+), teraba
massa pada regio kiri bawah, Bunyi
Peristaltik (+) Kesan meningkat
 Ekstremitas : hangat (+)

A Invaginasi

24 / 05/ S Kesadaran Menurun


2019
O Pupil : Midriasis total
01.25 N : Nadi tidak teraba
Wita P : Apnue
Akral : Hangat

A Pasien dinyatakan meninggal

14
RESUME

Seorang anak laki-laki umur 8 bulan ruukan dari PKM kanjilo masuk
UGD rumah sakit Syekh Yusuf gowa pada tanggal 22 April 2019 diantar oleh
orang tuanya dengan keluhan BAB encer disertai darah yang dialami 4 kali pada
hari ini ampas (-), lendir (+). BAB berdarah dirasakan sejak 2 hari yang lalu.
Demam (+) Mual (-) muntah (+) dialami lebih dari 5 kali berwarna putih. Pasien
juga mengalami perut kembung dan pasien rewel. Batuk (-) beringus (-). Menurut
ibu pasien, nafsu minum anak kurang. Pasien minum ASI. Riwayat makan pisang
goreng yang diberikan oleh neneknya. BAK : baik.
Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami penyakit yang
sama sebelumnya. Ibu pasien mengatakan tidak ada dari keluarganya yang
mengeluh keluhan yang sama dengan pasien.Pasien merupakan anak kedua dari 2
bersaudara. Pasien lahir secara normal di rumah sakit dengan berat badan lahir
2900 gram. Selama hamil ibu pasien sehat dan rutin untuk memeriksakan
kehamilan. Kesan gizi sampai saat ini baik. Menurut keluarga pasien (ibu pasien)
pola minum pasien sehari – hari dirumah yaitu pasien minum susu asi.Keluarga
pasien termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah, ayah bekerja sebagai
wiraswasta dan tingkat pendidikan sampai SMA. Ibu sebagai ibu rumah tangga
dan tingkat pendidikannya sampai SMP.
Pada keadaan umum didapatkan pasien masuk dengan composmentis
sakit sedang gizi baik, pasien gelisah. Pemeriksaan tanda vital didapatkan Nadi
105x / menit, RR 48 x /menit Suhu 38,6 oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kepala normocephal, mata cekung, bibir kering, pemeriksaan abdomen didapatkan
adanya meteorismus, teraba massa di regio abdomen kiri bawah, peristaltik positif
kesan meningkat.
Pasien dilakaukan pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC: 24,5 x
103/ul, RBC : 4,94 x 103/ul, HGB : 11,3 g/dl, PLT : 607 x 103/ul. Pasien juga
dilakukan pemeriksaan USG kesan suspek intususepsi disertai cairan bebas intra

15
peritoneal. Sehingga dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosis dengan invaginasi.
Terapi yang diberikan IVFD Asering 500 cc/ 24 jam, Cefotaxime 350
mg/12 jam, Ranitidin 15 mg/ 8 jam, Pasang OGT dekompresi , Stop intake oral ,
dan rujuk bedah anak. Setelah dilakukan perawatan, pada tanggal 24 April 2019
pukul 01.25 Pasien tiba tiba mengalami kesadaran menurun, Nadi tidak teraba,
apnue, pupil midriasis sehingga pasien dinatakan meninggal

16
DISKUSI
Pasien di diagnosis dengan invaginasi berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Invaginasi atau intususepsi adalah
masuknya salah satu bagian ke bagian yang lain atau invaginatio dari salah satu
bagian usus kedalam lumen dan bergabung dengan bagian tersebut. Pada pasien
ini pasien masuk dengan keluhan keluhan BAB encer disertai darah dan lendir
yang dialami 4 kali sejak 2 ari yang lalu. Pasien juga mengalami mual, muntah,
demam. Pasien juga gelisah. Hal ini sesual dengan trias gejala dari invaginasi
yaitu sakit perut, muntah dan darah dan lendir dalam tinja. Etiologi intususepsi
dilaporkan idiopatik pada sekitar 90% kasus dan jarang dikaitkan dengan titik
timah patologis seperti divertikulum Meckel, apendiks, polip usus, lesi usus padat,
dan lmfoma usus.
Pada pemeriksaan fisik abdomen pasien ini didapatkan adanya
meteorismus, teraba massa di regio abdomen kiri bawah, peristaltik positif kesan
meningkat. Pada invaginasi palpasi abdomen biasanya memperlihatkan massa
berbentuk sosis yang agak lunak, kadang-kadang tidak jelas. Perkembangan
penakit intususepsi dapat terjadi keadaan seperti syok, dengan demam dan
peritonitis. Denyut nadi menjadi lemah, pernafasan menjadi dangkal dan
mendengus, dan rasa sakit dapat dimanifestasikan hanya dengan suara gerangan.
Pada pemeriksaan USG pasien tampak target sign/ doughnut sign daerah
hypocondrium sinistra, usus dan cairan bebas intraperitoneal hal ini menunjukkan
kesan suspek intususepsi disertai cairan bebas intra peritoneal. Pada pemeriksaan
laboratorium WBC 24,5 x 103/ul yang menunjukkan adanya leukosistosis.

Intususepsi adalah penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada masa
bayi dan anak usia dini. Sehingga kegagalan diagnosa dan perawatan yang tepat
waktu sering mengarah ke darurat bedah.

17
BAB III
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Intususepsi didefinisikan sebagai invaginasi segmen proksimal usus ke
dalam segmen distal usus. Ini tetap menjadi penyebab umum obstruksi usus
pada anak-anak dan menghasilkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan
jika tidak segera diobati. Kurang dari seperempat pasien datang dengan trias
klasik benjolan perut, nyeri perut, dan feses berdarah. Pasien lain sering
mengalami berbagai gejala nonspesifik seperti mual, muntah, perdarahan
gastrointestinal, perubahan kebiasaan buang air besar, sembelit, atau distensi
perut. Dengan demikian, diagnosis terus bergantung pada kecurigaan klinis.2
Intussusception adalah masuknya salah satu bagian ke bagian yang lain
atau invaginatio dari salah satu bagian usus kedalam lumen dan bergabung
dengan bagian tersebut. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang
terjadi sebaliknya. Bagian usus yang masuk (menginvaginasi) disebut
intussusceptum dan bagian yang menerima intussusceptum (diinvaginasi)
disebut intussuscipiens. Sinonim dari intussusception adalah telescoping usus
dan invaginasi usus. Intussusception diklasifikasikan berdasarkan lokasi dari
traktus alimentary yaitu: ileoocolic, cecocolic, enteroenteric, duodenogastric,
dan gastroesophageal.3

18
Gambar 1. Intususepsi

B. ETIOLOGI
Sekitar 90% kasus intususepsi pada anak-anak idiopatik. Kejadian
musiman memiliki puncak di musim gugur dan musim dingin. Korelasi
dengan infeksi adenovirus pernafasan sebelumnya atau bersamaan (tipe C)
telah dicatat, dan kondisi ini dapat mempersulit otitis media, gastroenteritis,
Henoch-Schönlein purpura, atau infeksi saluran pernapasan atas lainnya.
Sedikit peningkatan intususepsi telah dicatat terjadi dalam waktu 3 minggu
dari vaksin rotavirus (terutama setelah dosis pertama), tetapi ini adalah efek
samping yang sangat langka. Didalilkan bahwa infeksi gastrointestinal atau
introduksi protein makanan baru menghasilkan edema peyer yang
membengkak di ileum terminal. Hiperplasia nodular limfoid adalah faktor
risiko terkait lainnya.4
Jaringan limfa yang menonjol menyebabkan prolaps mukosa ileum ke
dalam usus besar, sehingga menyebabkan intususepsi. Pada 2-8% pasien,
ditemukan titik timah yang dapat dikenali untuk intususepsi, seperti
divertikulum Meckel, polip usus, neurofibroma, kista duplikasi usus, tunggul
usus buntu terbalik, leiomioma, hamartoma, jaringan pankreas ektopik, garis
sutura anastomosis, tabung enterostomi. , penyakit limfoproliferatif
posttransplant, hemangioma, ataukondisi ganas seperti limfoma atau sarkoma
Kaposi. Saluran gastrojejunal dan jejunostomi juga dapat berfungsi sebagai
titik awal untuk intususepsi. Lead point lebih sering terjadi pada anak-anak
yang lebih tua dari 2 tahun; semakin tua si anak, semakin tinggi risiko untuk
memimpin. Pada orang dewasa, poin memimpin hadir dalam 90%.4
Intususepsi dapat mempersulit perdarahan mukosa, seperti pada
Henoch-Schönlein purpura, purpura trombositopenik idiopatik, atau
hemofilia. Fibrosis kistik, penyakit celiac, dan penyakit Crohn adalah faktor
risiko lainnya. Intususepsi pascaoperasi adalah ileoileal dan biasanya terjadi
dalam beberapa hari setelah operasi abdomen. Intususepsi anterograde
mungkin jarang terjadi setelah ini operasi bariatrik dengan bypass lambung

19
Roux-en-Y dan perlu dicatat bahwa tampaknya tidak ada titik utama dalam
kasus ini. Intususepsi intrauterin dapat dikaitkan dengan perkembangan
atresia usus. Intususepsi pada bayi prematur jarang terjadi. Intususepsi ileum-
ileum mungkin lebih umum daripada yang diyakini sebelumnya, sering
idiopatik atau berhubungan dengan Henoch-Schönlein purpura, dan biasanya
sembuh secara spontan.4
C. EPIDEMIOLOGI
Perjalanan penyakit ini bersifat progresiv. Insiden 70% terjadi pada usia
< 1 tahun tersering usia 6-7 bulan, anak laki-lak. lebih sering dibandingkan
anak perempuan. Intususepsi terutama terjadi pada anak anak, dengan insiden
tertinggi pada bayi berusia 4-10 bulan. Estimasi intususepsi tahunan yang
dilaporkan bervariasi di antara populasi dan daerah dari 20 hingga 100 per
100.000 bayi, tetapi insiden yang lebih tinggi juga telah dilaporkan. 5,6
Pada penelitian Insiden intususepsi tahunan rata-rata pada anak-anak
Israel utara dari tahun 1992-2009 bahwa pasien intususepri yang berusia
kurang dari lima tahun diperkirakan 23,2 per 100.000 untuk bayi kurang dari
12 bula 80.1per 100.000. Risiko intususepsi lebih tinggi pada bayi berusia 3–
5 bulan dan 6-11 bulan bila dibandingkan untuk bayi berusia kurang dari 3
bulan; pada mereka yang tinggal di komunitas sosial ekonomi rendah lebih
tinggi dibanding sosial ekonomi tinggi. Kemungkinan operasi meningkat
secara signifikan pada pasien dengan tinja berdarah, di Arab dan mereka yang
dirawat di Rumah Sakit Hillel Yaffe. Meskipun insiden lebih rendah, pasien
Arab menjalani operasi lebih sering, menunjukkan keterlambatan masuk
rumah sakit Arab sebagai lawan pasien Yahudi.6
D. PATOMEKANISME
Invaginasi adalah masuknya satu segmen usus kedalam usus lainnya
dan biasanya bagian proksimal usus masuk ke bagian distal sebagai akibat
peristaltik. Segmen usus penerima disebut Intussuscepien dan segmen usus
yang masuk disebut intussusceptum. Suatu segmen usus berikut mesenterium
atau mesokolon masuk ke lumen usus bagian distal oleh suatu sebab. Proses
selanjutnya adalah proses obstruksi usus strangulasi berupa rasa sakit dan

20
perdarahan peranal. Sakit mula-mula hilang timbul kemudian menetap dan
sering disertai rangsangan muntah. Darah yang keluar peranal merupakan
darah segar yang bercampur lendir.Proses obstruksi usus sebenarnya sudah
terjadi sejak invaginasi, tetapi penampilan klinik obstruksi memerlukan
waktu, umumnya setelah 10-12 jam sampai menjelang 24 jam.7
Adanya usus yang masuk ke dalam bagian usus lain terjadi obskuksi.
Invaginasi menyebabkan obstruksi usus melalui 2 cara, yaitu:
1. Adanya penyempitan lumen usus, karena terisi oleh bagian usus lain.
2. Penekanan vasa mesenterika oleh usus di bawahnya yang berakibat dinding
usus menjadi oedematus, kemudian terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah
merah serta fibrin-fibrin pada lapisan serosa, mengakibatkan terganggunya
vaskularisasi ke usus tersebut, sehingga usus nekrosis, perforasi dan terjadi
peritonitis.8
Lebih dari 95% invaginasi terjadi di daerah ileosekal. Dapat pula terjadi
di usus halus, dengan gejala yang lebih berat, serta kolon yang gejalanya
lebih ringan. Terjepitnya bagian usus dalam invaginasi menimbulkan
strangulasi dan stasis vena sehingga timbul edema. Selanjutnya terjadi
ekskresi mukus yang berlebihan dan pecahnya vena sehingga terjadi
rembesan darah dari usus yang terjepit. Akibat invaginasi ini timbul obstruksi
pada usus bagian proksimal. 5

Gambar 2. Intususepsi

21
E. KLASIFIKASI
Invaginasi merupakan penyebab obstruksi usus yang paling sering pada anak
usia kurang dari 2 tahun. Menurut jenisnya invaginasi dapat berupa:
1. Enteric: disebut invaginasi type ileoileal. Usus halus bagian proksimal
masuk ke usus halus bagan distal.
2. Colic: disebut invaginasi colica. Colon proksimal masuk tlpe coloke bagian
distal colon.
3. Enterocolic: usus halus masuk ke bagan colon, jenis ini dapat berupa:
a. ileocaecal: puncaknya ileocaecal valve.
b. ileocolical: ileum masuk colon melalui ileo caecal valve.
c. ileo-ileoeaecal: ileum masuk ileum dan kemudian masuk lagi sebagai
ileocaecal. 8

Gambar 3. Klasifikasi invaginasi

F. GEJALA KLINIS
Dalam kasus-kasus tertentu, ada onset mendadak pada anak yang
sebelumnya sehat, nyeri kolik paroksismal parah yang berulang pada interval
yang sering dan disertai dengan upaya mengejan dengan kaki dan lutut
tertekuk dan tangisan keras. Bayi pada awalnya mungkin merasa nyaman dan
bermain secara normal di antara paroxysms of pain, tetapi jika
intussusception tidak berkurang, bayi menjadi semakin lemah dan lesu.
Kadang-kadang, kelesuan sering tidak proporsional dengan keluhan pada
perut perut.4

22
Perkembangan penakit intususepsi dapat terjadi keadaan seperti syok,
dengan demam dan peritonitis. Denyut nadi menjadi lemah, pernafasan
menjadi dangkal dan mendengus, dan rasa sakit dapat dimanifestasikan hanya
dengan suara gerangan. Muntah terjadi dalam banyak kasus dan biasanya
lebih sering pada fase awal. Pada fase selanjutnya, muntahan menjadi seperti
warna empedu. Kotoran dengan penampilan normal dapat dievakuasi dalam
beberapa jam pertama dari gejala. Setelah waktu ini, ekskresi tinja kecil atau
lebih sering tidak terjadi, dan sedikit atau tidak ada flatus yang dilewati.
Darah umumnya dikeluarkan dalam 12 jam pertama tetapi kadang-kadang
tidak selama 1-2 hari dan jarang tidak sama sekali; 60% bayi mengeluarkan
tinja yang mengandung darah merah dan lendir, tinja jeli kismis. 4
Beberapa pasien hanya memiliki iritabilitas dan kelesuan bergantian
atau progresif. Trias gelaja khas intususepsi yaitu nyeri klasik, massa perut
berbentuk sosis yang teraba, dan tinja jeli berdarah atau kismis terlihat pada
<30% pasien dengan intususepsi. Kombinasi nyeri paroksismal, muntah, dan
massa perut yang teraba memiliki nilai prediksi positif> 90%; Kehadiran
pendarahan dubur meningkatkan ini menjadi sekitar 100%. Palpasi abdomen
biasanya memperlihatkan massa berbentuk sosis yang agak lunak, kadang-
kadang tidak jelas, yang mungkin meningkat dalam ukuran dan kekencangan
selama aparoxysm nyeri dan paling sering di perut kanan atas, dengan
cephalocaudal sumbu panjang. Jika terasa di epigastrium, sumbu panjang
melintang. 4
Sekitar 30% pasien tidak memiliki massa yang teraba. Adanya lendir
berdarah pada pemeriksaan rektal mendukung diagnosis intususepsi. Distensi
pada perut berkembang sebagai obstruksi usus menjadi lebih akut. Pada anus,
prolaps ini dapat dibedakan dari prolaps rektum dengan pemisahan antara
usus yang menonjol dan dinding rektum, yang tidak ada dalam prolaps
rektum. 4
Intususepsi ileoileal pada anak-anak yang lebih muda dari 2 tahun dapat
memiliki gambaran klinis yang kurang khas, gejala dan tanda-tanda terutama
yang merupakan obstruksi usus kecil; ini sering sembuh tanpa pengobatan.

23
Intususepsi berulang tercatat pada 5-8% dan lebih sering terjadi setelah
hidrostatik daripada reduksi bedah. Intususepsi kronis, di mana gejalanya ada
dalam bentuk yang lebih ringan pada interval yang berulang, lebih mungkin
terjadi dengan atau setelah enteritis akut dan dapat timbul pada anak yang
lebih besar maupun pada bayi.4

G. DIAGNOSIS

Anamnesis dan pemeriksaan penting untuk diagnosis. Pengujian


laboratorium tidak menambah banyak diagnosis, walaupun mungkin
mendukung kekhawatiran untuk iskemia (peningkatan laktat atau leukosit)
atau dehidrasi. Sebelumnya, gold standar dan diagnostik modalitas
pengobatan untuk intususepsi adalah enema kontras yang larut dalam air atau
air. Baru-baru ini, penelitian memperingatkan agar tidak langsung pindah ke
enema karena risiko prosedur (perforasi dinding usus, infeksi) dan paparan
radiasi. Radiografi polos kadang-kadang dapat bermanfaat, dan dapat
memberikan petunjuk seperti kekurangan gas di perut kanan atau temuan
yang konsisten. dengan obstruksi usus. 9

Ketika riwayat klinis dan temuan fisik menunjukkan intususepsi, USG


biasanya dilakukan. Foto polos abdomen mungkin menunjukkan kepadatan di
daerah intususepsi. Skrining ultrasonografi untuk dugaan intususepsi
meningkatkan hasil diagnostik atau terapi enema dan mengurangi paparan
radiasi yang tidak perlu pada anak-anak dengan pemeriksaan ultrasonografi .
Temuan diagnostik intususepsi pada USG termasuk massa tubular dalam
pandangan longitudinal dan penampilan donat atau target pada gambar
transversal. Ultrasonografi memiliki sensitivitas sekitar 98-100% dan
spesifisitas sekitar 98% dalam mendiagnosis intususepsi. 4

- Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis dengan Barium enema dan atau USG akan sangat
membantu dalam menegakkan diagnosa invaginasi. Foto abdomen 3 posisi

24
biasanya normal, kadang didapatkan gambaran dilatasi ringan bagran
proksimal usus atau tidak tampak gambaran udara pada abdomen kanan
bawah. Sedangkan pada keadaan invaginasi yang lanjut, tampak tanda-tanda
ileus obstruktif dan bayangan massa. 8

Gambar 4. Foto polos abdomen; A, tampak bayangan massa (tanda panah)


merupakan bagian usus yang masuk ke lumen usus proksimal. B, invaginasi
lanjut, sudah tampak tanda-tanda obstruksi.
- Barium Enema

Pada pemeriksaan barium enema atau colon in loop tampak filling defect oleh
masa intraluminar yang menyebabkan kontras tidak dapat melewati segmen usus
proksimal. Gambaran khas invaginasi adalah *Coiled Spring appearance".
Gambaran lain adalah cut off bayangan barium pada lokasi invaginasi. 8

Gambar 5. Foto barium enema. Tampak

25
cupping dan coilspring pada usus

- Ultrasonografi (USG)

Pada scan fransversal (potongan melintang) dari invaginasi, USG mernberikan


gambaran khas berupa "target's appearance" atau gambaran seperti kue donat. 8

Gambar 6. Ultrasonografi. Tampak bayangan doughnut’s sign atau


pseudokidney pada usus

H. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Mungkin sangat sulit untuk mendiagnosis intususepsi pada anak


yang sudah menderita gastroenteritis; perubahan dalam pola penyakit, dalam
karakter rasa sakit, atau dalam sifat muntah atau timbulnya perdarahan dubur
harus mengingatkan dokter. Kotoran berdarah dan kram perut yang menyertai
enterocolitis biasanya dapat dibedakan dari intususepsi karena pada
enterocolitis sakitnya kurang parah dan kurang teratur, ada diare, dan bayi
dikenali sakit di antara rasa sakit. Pendarahan dari divertikulum Meckel
adalah biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Gejala sendi, purpura, atau
hematuria biasanya tetapi tidakselalu menyertai pendarahan usus purpura
Henoch-Schönlein. Karena intususepsi dapat menjadi komplikasi dari
kelainan ini, ultrasonografi mungkin diperlukan untuk membedakan
kondisinya. Penting bagi pasien dengan cystic fibrosis untuk membedakan
intususepsi dari sindrom obstruksi usus distal. Sindrom obstruksi usus distal

26
memerlukan perawatan antegrade, yang akan berbahaya jika ada intususepsi.
4

I. PENANGANAN

Penatalaksanaan awal melibatkan resusitasi cairan, kontrol nyeri, dan


penatalaksanaan sepsis atau syok, jika ada. Intususepsi dapat menjadi darurat
bedah dan menyebabkan kematian jika tidak diobati. Pengurangan intususepsi
terjadi dengan larutnya udara atau air kontras enema. Jika tidak ada tanda-tanda
peritonitis (kontraindikasi untuk enema), enema dapat dilakukan bahkan dengan
24 jam gejala. Jika intususepsi tidak dapat dikurangi dengan enema, reduksi
manual dengan laparotomi diperlukan. Reseksi usus nekrotik mungkin diperlukan.
Ahli bedah juga dapat mencoba mengidentifikasi "titik awal" yang menyebabkan
intususepsi. Kadang-kadang, komplikasi reduksi, seperti perforasi dinding usus,
memerlukan intervensi bedah.9

Pengobatan dilakukan secara operatif maupun non operatif. Pengobatan


non operatif invaginasi dengan barium enema pada anak tanpa komplikasi sampai
saat ini masih dipertentangkan. Pengobatan Non Operatif, Dengan Ba- Enema
(Teknik Reduksi Hidrostatik). 8

Tahap-tahapan sebagai berikut:

1. Paling efektif bila dilakukan pada penderita invaginasi yang belum lebih dari.
12-24 jam dari gejala awal.

2. Resposisi dengan Ba-enema dilakukan oleh dokter radiologi bersama-sama

dokter bedah.

3. Digunakan keteter balon, umunnya ukuran 16 Fr, dibasahi/dilembabkan dengan


air.

4. Kemudian dimasukkan ke dalam rektum tanpa lubrikasi, balon dikembungkan


dibawah tuntunan fluoroskopik.

27
5. Kateter ditarik sedikit dan dipertahankan agar Barium tidak keluar. Hal tersebut
bertujuan untuk membuat kedap air yang sangat penting untuk keberhasilan tehnik
reduksi hidrostatik tersebut. Barium ditempatkan kira-kira I meterdi atas meja
penderita.

6. Selama pemeriksaan tersebut tidak boleh diberikan tekanan pada abdomen dan
juga tidak boleh dilakukan palpasi abdomen, karena dapat meningkatkan tekanan
dalam usus dan bahaya perforasi.

7. Kemudian Barium dimasukkan, tekanan hidrostatik dipertahankan. Jika setelah


dilakukan tekanan hidrostatik kontinyu selama 10 menit dan ternyata tidak ada
kemajuan, dilakukan pemeriksaan ulang.

8. Biasanya dapat diulang sampai 2 atau 3 kali. Jika ada kemajuan, maka tekanan
hidrostatik di pertahankan meskipun kemajuan sedikit.

9.Dikatakan tereduksi sempurna bila terdapat refluks Barium yang


signifikan/cukup ke dalam ileum.

10. Kemudian dibuat foto post evakuasi Barium.

Keberhasilan reposisi dengan tekanan hidrostatik ditandai dengan:

1. Pengisian Barium yang penuh pada caecum sampai ileum terminal

2. Hilangnya masa di perut yang sebelumnya teraba

3. Nyeri perut menghilang

4. Keluarnya Barium disertai feces flatus pada proses evakuasi Barium

5. Membaiknya keadaan klinis dari penderita

Reposisi tersebut di atas dikatakan gagal Bila : 1. Dalam 2-3 kali usaha reposisi
tak berhasil 2. Hanya sebagian saja usus yang tereposisi.

Sedangkan kontra indikasi pengobatan invaginasi dengan Barium enema adalah:

28
l. Adanya rangsangan peritoneum yang ditandai dengan defance musculair, nyeri,
nadi cepat, panas dan lekositosis akibat nekrose usus, perforasi atau toksik.

2. Pada foto polos abdomen ada gambaran ileus obstruktip Distensi abdomen.

Rontgenologis terdapat udara bebas atau cairan bebas dalam rongga abdomen.
Umur penderita lebih dari 14 tahun Timbulnya gejala invaginasi telah lebih dari
24 jam Keadaan umum penderita sangat jelek.Angka keberhasilan pengobatan
dengantekanan hidrostatik ini berkisar antara 50-95%.

Keuntungan pengobatan dengan tekanan hidrostatik tersebut adalah: 1.


Morbiditasnya kecil 2. komplikasi akibat pembiusan dan pembehan dapat
dihindarkan 3. Proses penyembuhan lebih cepat dan ringan 4. Perawatan menjadi
lebih singkat 5. Biaya lebih murah. Dari penelitian menyimpulkan bahwa data
kami mengkonfirmasi bahwa tindakan reduksi hidrostatik adalah prosedur
sederhana, waktu singkat, bebas dari radiasi, tidak invasif, dan aman. Usia tidak
berdampak pada reducibilitas sedangkan tinja berdarah, durasi gejala yang
berkepanjangan dan adanya lead point adalah faktor risiko kegagalan.1

Sedangkan kerugiannya: 1. Angkakekambuhan lebih tinggi 2. Adanya penyebab


invaginasi yang kecil dapat tak terlihat 3. Pada jenis ileo-ileocolica, maka bagian
ileo-colica dapat tereponir sedangkan bagian ileo-ileal tak tereponir oleh karena
adanya ileo-caecal valve 4. Kehilangan waktu yang baik untuk operasi pada
kegagalan reposisi/pada reposisi yang tak sempurna

Pengobatan Secara Operatif

Dilakukan pengobatan secara operatif bila.

l. Reposisi dengan Ba-enema gagal

2. Terjadi invaginasi yang berulang

3. Terdapat penyebab invaginasi yang spesifik

4. Terdapat nekrosis usus, perforasi atau peritonitis

29
5. Umur penderita lebih dari 1 tahun

Pengobatan secara operatif mempunyai 2 tujuan:

1. Sebagai terapi definitif

2. Untuk mengurangi residif

Pada pengobatan secara operatif'

1. Reposisi dilakukan dengan milking ke proksimal secara gentle dan


mernbutuhkan kesabaran.
2. Bila reposisi gagal atau usus nekrosis, dilakukan reseksi dan dilakukan
penyambungan usus secara end to end.
3. Bila keadaan umum jelek, dilakukan reseksi usus, kemudian diikuti
dengan double enterostomi secara Mikulicz.
J. KOMPLIKASI
Terlepas dari sejarah klasik dan presentasi klinis, mendiagnosis
intususepsi tetap menjadi tantangan bagi ahli bedah anak, ahli radiologi anak
dan dokter anak. Diagnosis dan pengobatan intususepsi yang terlambat terkait
dengan peningkatan tingkat intervensi bedah dan komplikasi. Tingkat
intervensi bedah yang lebih tinggi terbukti pada pasien yang telah mengalami
gejala selama lebih dari 24 jam dan pada pasien yang dirujuk. Intususepsi
harus selalu dirawat di rumah sakit anak khusus oleh tim interdisipliner,
termasuk ahli bedah anak. Ultrasonografi telah terbukti sebagai metode yang
akurat untuk membuat diagnosis dalam intususepsi.10
Komplikasi yang sering terjadi adalah dehidrasi, obstruksi, nekrosis,
perforasi, peritonitis, wound dehiscens, diare, fecal fistula dan recurrent
intussusception.8
K. PROGNOSIS
Intususepsi ileum-kolon yang tidak diobati pada bayi biasanya berakibat
fatal; kemungkinan pemulihan berhubungan langsung dengan durasi
intususepsi sebelum reduksi. Sebagian besar bayi pulih jika intususepsi
berkurang dalam 24 jam pertama, tetapi tingkat kematian meningkat dengan

30
cepat setelah waktu ini, terutama setelah hari ke-2. Pengurangan spontan
selama persiapan operasi tidak biasa. 4
Tingkat kekambuhan setelah pengurangan intususepsi adalah sekitar 10%,
dan setelah pengurangan bedah adalah 2-5%; tidak ada yang kambuh setelah
reseksi bedah. Kebanyakan kekambuhan terjadi dalam 72 jam reduksi.
Kortikosteroid dapat mengurangi frekuensi intususepsi berulang tetapi jarang
digunakan untuk tujuan ini. Episode tereduksi berulang yang disebabkan oleh
hiperplasia limfonodular dapat merespons pengobatan alergi makanan yang
dapat diidentifikasi jika ada. Kekambuhan tunggal intususepsi biasanya dapat
direduksi secara radiologis. Pada pasien dengan beberapa rekurensi ileum-
kolon, titik timah harus dicurigai dan operasi laparoskopi dipertimbangkan.
Tidak mungkin intususepsi yang disebabkan oleh lesi seperti limfosarkoma,
polip, atau divertikulum Meckel akan berhasil dikurangi dengan intervensi
radiologis. Dengan manajemen bedah yang memadai, reduksi laparoskopi
membawa kematian yang sangat rendah. 4

31
BAB IV

PENUTUP
KESIMPULAN
Pada laporan kasus ini pasien didiagnosis dengan Invaginasi berdasarkan
anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Invaginasi adalah
keadaan gawat darurat akut dibidang bedah dimana suatu segmen usus masuk
kedalam lumen usus bagian distalnya sehingga timbul obstruksi dan pada fase
lanjut berakibat strangulasi usus yang berujung perforasi dan peritonitis.
Gejala klinis awal adalah TRIAS yang terdiri dari nyeri perut (kolik), muntah,
dan currant jelly stool. Beberapa ahli mengganti gejala muntah dengan
sausage’s sign. Reposisi hidrostatik atau pneumostatik hanya dilakukan
apabila invaginasi masih dalam fase awal (early phase). Milking merupakan
tindakan reposisi operatif pada invaginasi. Prognosis semakin memburuk
apabila invaginasi dioperasi pada fase lanjut.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Caruso AM, Pane A. 2017. Intussusception in children: not


only surgical treatment. Journal of Pediatric and Neonatal
Individualized Medicine. Italy
2. Pande A, Singh S. 2011. Delayed presentation of
intussusception in children–asurgical audit.Annals of
Pediatric Surgery.
3. Anonim. Intusussepsi usus. Diakses pada tanggal 4 Mei2019
http:web.ipb.ac.id/~bedahradiologi/images/pdf/Intussuceptio%
20usus.pdf
4. Kliegman RM, ST Geme III J. 2016. Nelson Textbook of
Pediatric 21 edition. Elsevier. P 7807
5. Mansoer, A.2001. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3 Jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapius, 381-82.
6. Muhsen K, Kassem E. 2014. Incidence and risk factors for
nstussuception among children in Northern Israel from 1992
to 2009 : a Retrospective study. Research Article . BMC
Pediatric. Department of Epidemiology and Preventive
Medicine, School of Public Health, Sackler Faculty of
Medicine, Tel Aviv University, Israel
7. Sander MA. 2014. Invaginasi Ileo Kolio Kolika Bagaimana
mengenali gejala klinis sejak awal dan penatalaksanaanya?.
Ejournal. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Malang.
8. Zakaria A. 2001. Peranan Radiologi dalam diagnosis dan
Terapi Invaginasi. BagianRadiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala. Malaysia
9. Jeanmonod R Asher SL. 2018 . Pediatric Emergency
Medicine Chief Complaint and Differential Diagnosis..
Camribge University Press. Hal 173
10. Lehnert T, Sorge I. 2009. Intussusception in children -

33
Clinical presentation, diagnosis and management. Springer.
Germany

34

Anda mungkin juga menyukai