Anda di halaman 1dari 24

KONSEP PENYAKIT DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

DIABETES INSIPIDUS

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB II

Dosen Pengampu : Sri Andayani, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

EVITA WIDYAWATI

17613044

DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2019
KONSEP PENYAKIT

DIABETES INSIPIDUS

A. DEFINISI
Diabetes insipidus adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan polidipsi
dan poliuri. Dua mekanisme yang mendasari adalah gangguan pelepasan ADH oleh
hipotalamus atau hipofisis (sentral) dan gangguan respon terhadap ADH oleh ginjal
(nefrogenik). (Kusuma, 2016)
Diabetes insipidus adalah penyakit yang ditandai dengan rasa haus, polyuria
dalam jumlah banyak dengan berat jenis urine yang rendah (biasanya < 1,006). Urine
biasanya normal, disebabkan defisiensi vasopressin atau resisten terhadap
vasopressin.
Diabetes insipidus adalah suatu sindrom poliuria yang terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh memekatkan urine sehingga menghemat air akibat ketiadaan
efek vasopressin. (McPHEE, Stephen : 2011).
Diabetes insipidus terjadi sebagai akibat dari defisiensi vasopresin dalam
sirkulasi (hormon antidiuretik atau ADH) atau karena resistensi ginjal terhadap
hormon ini. Di tandai oleh masukan cairan yang berlebihan dan poliuria
hipotonik(Lyndon, 2014).
Diabetes insipidus di artikan sebagai gangguan pada metabolisme air, terjadi
karena defisiensi hormon vasopresin (yang juga dinamakan antidiuretic
hormone [ADH] atau hormon antidiuretik) yang beredar di dalam darah (Kowalak,
2011)
Diabetes insipidus adalah penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi,
sekresi, atau fungsi ADH. Istilah diabetes insipidus berhubungan dengan kuantitas
dan kualitas urine : penyakit berkaitan dengan jumlah urine yang banyak, keruh atau
tawar (Crowin, 2009).
Jadi menurut kelompok Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai
dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system
saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan
ginjal dalam rangsangan AVP dan ketidakmampuan responsive tubulus ginjal
terhadap vasopressin yang dapat disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik.
B. KLASIFIKASI
Menurut Kusmana (2016) diabetes insipidus diklasifikasikan berdasarkan sistem
yang terganggu, yaitu sebagai berikut.
1. Diabetes Insipidus Sentral
Pada dewasa penyebab yang sering antara lain karena kerusakan kelenjar hipofisis
atau hipotalamus akibat pembedahan, tumor, inflamasi, cedera kepala, atau
penyakit (seperti meningitis). Sedangkan pada anak-anak, penyebabnya karena
kelainan genetik. Kerusakan ini mengganggu pembuatan, penyimpanan, dan
pelepasan ADH.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Kelainan akibat cacat tubulus ginjal, menyebabkan ginjal tidak berespons baik
terhadap ADH. Beberapa obat juga menyebabkan kelainan ini.
3. Diabetes Insipidus Gestasional
Kelainan akibat degradasi ADH oleh vasopressinase yang dihasilkan berlebihan
oleh plasenta. Keadaan ini berhubungan dengan meningkatnya risiko komplikasi
pada kehamilan, seperti pre-eklampsia.
4. Diabetes Insipidus Dipsogenik (Polidipsi Primer)
Kelainan akibat asupan cairan berlebihan yang merusak pusat haus di
hipotalamus. Asupan air berlebihan jangka panjang dapat merusak ginjal dan
menekan ADH, sehingga urin tidak dapat dikonsentrasikan.

C. ETIOLOGI
Menurut Kusmana (2016) penyebab dan faktor resiko dari diabetes insipidus,
yaitu sebagai berikut.
1. Diabetes Insipidus Sentral
Diabetes insipidus sentral disebabkan kondisi-kondisi yang mengganggu
pembuatan, penyimpanan, dan pelepasan ADH. Angka kejadian sama antara laki-
laki dan perempuan, dapat terjadi pada seluruh rentang usia, dengan onset
terutama pada usia 10-20 tahun. Penyebab diabetes insipidus sentral dibagi
menjadi dua kategori :
a. Didapat
 Kerusakan region hipotalamoneurohipofiseal karena trauma kepala,
operasi, atau tumor. Kerusakan bagian proksimal (30-40% kasus pasca-
operasi trauma kepala) menghancurkan lebih banyak neuron dibandingkan
kerusakan bagian distal (50-60% kasus).
 Idiopatik. Sebanyak 50% kasus diabetes insipidus sentral dilaporkan
sebagai kasus idiopatik; sering disebabkan lesi intrakranial yang lambat
pertumbuhannya. Beberapa otopsi kasus juga menunjukkan atrofi
neurohipofisis, nukleus supraoptik, atau paraventrikuler. Laporan lain
mencatat antibodi bersirkulasi yang melawan neuron hipotalamus
penghasil ADH, sehingga ada dugaan peranan autoimun. Kasus idiopatik
memerlukan pengkajian lebih cermat.
 Kelainan vascular. Contoh: aneurisma dan sindrom Sheehan.
 Racun kimia, antara lain racun ular.
b. Diturunkan
Bersifat genetik. Beberapa jenis resesif autosomal dan x-linked.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Diabetes insipidus nefrogenik disebabkan adanya gangguan struktur atau
fungsi ginjal, baik permanen maupun sementara, akibat penyakit ginjal (penyebab
tersering), obat-obatan, atau kondisi lain yang menurunkan sensitivitas ginjal
terhadap ADH. Penyebab diabetes insipidus nefrogenik dibagi menjadi dua
kategori:
a. Didapat
 Penyakit ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronis akan mengganggu
kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urin.
 Obat, terutama lithium. Sekitar 55% pengguna lithium jangka panjang
mengalami gangguan mengkonsentrasi urin. Obat lain seperti gentamisin
dan furosemid.
 Gangguan elektrolit. Pada hipokalemia terjadi gangguan dalam hal
menciptakan dan mempertahankan gradien osmotik di medula. Selain itu,
terjadi resistensi terhadap efek hidro-osmotik ADH di duktus kolektikus.
Pada hiperkalsemia terjadi kalsifikasi dan fibrosis yang menyebabkan
gangguan anatomis ginjal sehingga mengganggu mekanisme konsentrasi
urin.
 Kondisi lain. Kehamilan, mieloma multipel, sickle cell anemia,
kekurangan protein, amiloidosis, dan sindroma Sjorgen dapat
menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik.
b. Diturunkan
 Mutasi gen yang mengkode reseptor ADH tipe-2 (reseptor V2 atau
AVPR2) pada kromosom Xq28 adalah bentuk paling sering.
 Mutasi gen aquaporin-2 (AQP2) pada kromosom 12q13 (1% kasus)
menyebabkan peningkatan kanal air yang diekspresikan di duktus
kolektikus ginjal.

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Kusmana (2016) gejala dominan diabetes insipidus adalah poliuri
dan polidipsi. Volume urin pasien relatif menetap tiap individu, bervariasi antara 3-20
liter/hari. Pada dewasa, gejala utama adalah rasa haus, karena usaha kompensasi
tubuh. Pasien ingin terus minum, terutama air dingin dalam jumlah banyak. Pada bayi,
anak-anak, dan lansia dengan mobilitas untuk minum terbatas, timbul keluhan-
keluhan lain. Pada bayi, sering rewel, gangguan pertumbuhan, hipertermia, dan
penurunan berat badan. Anak-anak sering mengompol, lemah, lesu, dan gangguan
pertumbuhan. Lemah, gangguan mental, dan kejang dapat terjadi pada lansia.
Pada diabetes insipidus sentral, terdapat 3 pola klinis yaitu sementara, menetap, atau
trifasik, di mana yang terbanyak adalah pola trifasik.
1. Fase poliuri (4-5 hari). Disebabkan hambatan pelepasan ADH, sehingga volume
urin meningkat dan osmolalitas urin menurun.
2. Fase antidiuretik (5-6 hari). Disebabkan pelepasan hormon ADH, sehingga
osmolalitas urin meningkat.
3. Fase diabetes insipidus menetap. Disebabkan ADH telah habis dan tidak mampu
menghasilkan lagi.

E. PATOFISIOLOGI
Menurut Kusmana (2016) hormon antidiureutik (ADH) berperan penting
dalam sistem regulasi volume cairan dan osmolalitas plasma tubuh. ADH diproduksi
oleh hipotalamus, kemudian disimpan di hipofisis posterior, dan disekresikan saat
diperlukan, yaitu jika osmolalitas plasma meningkat. Setelah disekresikan, ADH akan
merangsang duktus kolektikus di nefron ginjal untuk menyerap kembali cairan,
mengakibatkan osmolalitas urin meningkat dan osmolalitas plasma menurun.
Bila osmolalitas plasma turun, sekresi ADH akan berkurang. Segala kondisi
yang mengakibatkan penurunan sekresi ADH atau berkurangnya respons nefron ginjal
terhadap ADH akan menimbulkan diabetes insipidus.
Menurut kowalak (2011) Diabetes insipidus berhubungan dengan insufisiensi
ADH yang menimbulkan poliuria dan polidipsia. Ada tiga bentuk diabetes insipidus,
yaitu : neurogenik, nefrogenik dan psikogenik.
Diabetes insipidus neurogenik atau sentral merupakan respon ADH yang tidak
adekuat terhadap osmolaritas plasma dan terjadi ketika terdapat lesi organik pada
hipotalamus, pedikulus infundibularis, atau hipofisis posterior yang secara parsial atau
total menyekat sintesis, transportasi, atau pelepasan ADH. Ada banyak lesi
organic yang dapat menyebabkan diabetes insipidus, meliputi : tumor otak,
hifofisektomi, aneurisma trombosis, fkraktur kranium, infeksi, serta gangguan
imunologi. Diabetes insipidus neurogenik memiliki awitan yang akut. Pada keadaan
ini dapat terjadi sindrom tiga- fase, meliputi :
1. Kehilangan progresif jaringan saraf dan peningkatan diuresis
2. Diuresis normal
3. Poliuria dan polidipsia yang merupakan manifestasi gangguan permanen pada
kemampuan menyekresi ADH dengan jumlah yang memada

Diabetes insipidus nefrogenik disebabkan oleh respon renal yang tidak adekuat
terhadap ADH. Permeabilitas duktus pengumpulan terhadap air sebagai respons
terhadap ADH tidak meningkat. Diabetes insipidus nefrogenik umumnya
berhubungan dengan gangguan dan obat- obatan yang merusak tubulus renal atau
yang menghambat pembentukan cAMP(cyclic adenosine monophosphate) dalam
tubulus tersebut sehingga aktivitas second messenger tidak terjadi. Gangguan yang
menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik, meliputi : pielonefritis, amiloidosis,
uropati detruktif, penyakit polikistik dan penyakit ginjal intrinsik. Obat- obat yang
menyebabkan kondisi ini meliputi : litium (Eskalith), obat anestesi umum seperti
metoksifluran dan demekloslikin (Declomycin). Di samping itu, hipokalemia atau
hiperkalsemia akan menganggu respons ginjal terhadap ADH. Bentuk genetik
diabetes insipidus nefrogenik adalah galur resesif yang berhubungan dengan
kromosom X (X- linked recessive trail).
Diabetes insipidus psikogenik disebabkan oleh asupan cairan yang ekstrem dan
mungkin bersifat idiopatik atau berhubungan dengan psikosis ataupun sarkoidosis.
Polidipsia dan poliuria yang di akibatkan akan mengeluarkan ADH lebih cepat
daripada ADH yang dapat di gantikan. Poliuria kronis dapat mempengaruhi gradien
konsentrasi pada medula renal sehingga pasien kehilangan kemampuan secara total
atau parsial untuk memekatkan urine.

Terlepas penyebabnya, jumlah ADH yang tidak mencukupi akan segera


menimbulkan ekskresi urine yang encer dengan jumlah besar dan akibatnya terjadi
hiperosmolalitas plasma. Pada pasien yang sadar, akan terjadi stimulasi mekanisme
rasa haus biasanya terhadap air dingin. Pada defisiensi ADH yang berat, haluaran
urine dapat melebihi 12 L/ hari dengan berat jenis yang rendah. Dehidrasi terjadi
dengan cepat jika cairan yang hilang tidak diganti.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Kusmana (2016) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam
diagnosis diabetes insipidus, yaitu sebagai berikut.
1. Pemeriksaan Fisik
Temuan dapat berupa pelvis penuh, nyeri pinggang, atau nyeri menjalar ke
area genitalia, juga pembesaran kandung kemih. Anemia ditemukan jika
penyebabnya keganasan atau gagal ginjal kronis. Tanda dehidrasi sering
ditemukan pada pasien bayi dan anak-anak. Inkontinensia urin akibat kerusakan
buli-buli karena overdistensi berkepanjangan sering pada kasus nefrogenik sejak
lahir. Diabetes insipidus gestasional berhubungan dengan oligohidramnion,
preeklampsi, dan disfungsi hepar.
2. Radiologi
a. IVP (IntraVenous Pyelography)
Pemeriksaan radiografi dari tractus urinarius dengan pemberian zat
kontras yang dimasukkan melalui vena sehingga dapat menunjukkan fungsi
ginjal dan dapat mengetahui apabila terdapat kelainan-kelainan secara
radiologis.
b. CT-Scan
c. MRI
MRI untuk memeriksa hipotalamus, kelenjar hipofisis, dan jaringan
sekitarnya mungkin perlu untuk menentukan penyebab. Pada T1-weighted
(T1MI), kelenjar hipofisis posterior sehat akan menunjukkan sinyal
hiperintens, sedangkan pada penderita diabetes insipidus sentral sinyal tidak
ditemukan, kecuali pada anak-anak dengan penyebab diturunkan yang jarang.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pertama dilakukan pengukuran volume urin selama 24 jam. Bila <3 liter,
bukan poliuria. Jika >3 liter, osmolalitas urin perlu diukur. Osmolalitas urin >300
mOsm/kg meunjukkan kondisi diuresis zat terlarut yang disebabkan diabetes
mellitus atau gagal ginjal kronis. Jika osmolalitas urin <300 mOsm/kg, dilakukan
water deprivation test.
4. Tes Deprivasi Cairan
Tes deprivasi cairan atau water deprivation test dilakukan sekitar pukul 8 pagi.
Pasien dilarang merokok 2 jam sebelum dan saat tes dilakukan. Selain itu menurut
Smeltzer dan Bare (1996) tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara
menghentikan pemberian cairan selama 8 jam hingga 12 jam atau sampai terjadi
penurunan berat badan sebesar 3%-5%. Berat badan pasien harus sering diukur
selama cairan dihentikan. Pengukuran osmolalitas plasma dan urin dilakukan pada
awal dan akhir tes tersebut. Ketidakmampuan untuk meningkatkan berat jenis dan
osmolalitas urin merupakan tanda khas diabetes insipidus. Penderita diabetes
insipidus akan terus mengekresikan urin dalam jumlah besar dengan berat jenis
yang rendah dan akan mengalami penurunan berat badan, kenaikan osmolalitas
serum serta peningkatan kadar natrium serum. Kondisi pasien ini harus sering
dipantau selama tes, dan tes tersebut dihentikan jika pasien mengalami takikardia,
penurunan berat badan yang ekstrim atau hipotensi.
5. Tes DDAVP (Desamin D-Arginie Vasopressin atau Desmopresin)
Tes ini untuk menentukan diabetes insipidus sentral komplit atau nefrogenik
komplit.

G. PENATALAKSANAAN
Menurut Kusmana (2016) setiap klasifikasi memiliki penatalaksanaan yang
berbeda-beda dan dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Diabetes Insipidus Sentral
Pada kasus ringan dapat ditangani dengan asupan air yang cukup. Faktor
pemberat (seperti glukokortikoid) dihindari. Bila asupan air tidak cukup dan
terjadi hipernatremia, segera berikan cairan intravena hipoosmolar. Hindari
pemberian cairan steril intravena tanpa dekstrosa karena menyebabkan hemolisis.
Untuk menghindari hiperglikemia, overload cairan, dan koreksi hipernatremia
yang terlalu cepat, penggantian cairan diberikan dengan dosis maksimal 500-750
mL/jam.
a. DDAVP (Desaminod-Arginine Vasopressin Atau Desmopresin)
b. Penurunan ADH perlu mendapat terapi pengganti hormon ADH. DDAVP
adalah pilihan utama penanganan diabetes insipidus sentral. DDAVP adalah
analog ADH buatan, memiliki masa kerja panjang dan potensi antidiuretik dua
kali ADH. DDAVP tersedia dalam bentuk subkutan, intravena, intranasal, dan
oral.
Pemberian diawali pada malam hari untuk mengurangi gejala nokturia,
sedangkan pada pagi hingga sore hari sesuai kebutuhan dan saat munculnya
gejala. DDAVP lyophilisate dapat larut di bawah lidah, sehingga memudahkan
terapi anak dan sangat efektif.
Dosis awal DDAVP oral adalah 2x0,05 mg dapat ditingkatkan hingga
3x0,4 mg. Preparat nasal (100 mcg/mL) dapat dimulai dengan dosis 0,05-0,1
mL tiap 12-24 jam, selanjutnya sesuai keparahan individu. Obat-obatan selain
DDAVP hanya digunakan bila respon tidak memuaskan atau harga terlalu
mahal.
c. Carbamazepine
Carbamazepine meningkatkan sensitivitas ginjal terhadap efek ADH.
Pada studi in vivo, carbamazepine menurunkan volume urin dan
meningkatkan osmolalitas urin dengan meningkatkan ekspresi aquaporin-2
pada duktus kolektikus medula interna. Obat ini mempunyai risiko efek
samping ataksia, mual, muntah, dan mengantuk.
d. Chlorpropamide
Chlorpropamide digunakan untuk diabetes insipidus ringan. Zat ini
meningkatkan potensi ADH yang bersirkulasi, sehingga mengurangi urin
hingga 50%. Chlorpropamide memiliki banyak efek samping, seperti
hipoglikemi, kerusakan hati, anemia aplastik, sehingga penggunaannya perlu
diawasi.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Diabetes insipidus nefrogenik tidak berespons terhadap ADH. Terapi berupa
koreksi hipokalemia dan hiperkalsemia atau menghentikan obat-obat yang dapat
menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik. Diuretik thiazide dan restriksi garam
bertujuan untuk mengurangi laju segmen filtrasi menuju segmen dilusi pada
nefron. Pengurangan penyerapan klorida dan natrium pada tubulus distal, akan
meningkatkan penyerapan natrium dan air di tubulus proksimal. NSAID
membantu mengatasi poliuria pada diabetes insipidus nefrogenik dengan
meningkatkan regulasi aquaporin-2 dan Na-K-2Cl co-transporter type-2
(NKCC2).
3. Diabetes Insipidus Gestasional
Pilihan pertama DDAVP karena tidak terdegradasi oleh vasopressinase yang
bersirkulasi.
4. Diabetes Insipidus Dipsogenik
Tidak ada terapi spesifik selain mengurangi jumlah asupan cairan. Jika
disebabkan oleh gangguan mental, terapi gangguan mental akan menyembuhkan.

H. KOMPLIKASI
Menurut Black (2009) diabetes insipidus memiliki beberapa komplikasi, yaitu
sebagai berikut.
1. Ketidakseimbangan elektrolit
2. Hipovolemia
3. Hipotensi
4. Syok
KONSEP ASKEP

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Umur :
Dapat terjadi pada seluruh rentang usia, dengan onset terutama pada usia 10-
20 tahun, penyebab belum diketahui namun ada dugaan peranan autoimun
Jenis kelamin :
Angka kejadian sama antara laki-laki dan perempuan
2. Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya pasien merasa haus dan pengeluaran air kemih yang
berlebihan.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Kaji perjalanan penyakit mulai dari awal muncul gejala sampai datang ke
petugas kesehatan. ApakahPasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia,
kelelahan dan dehidrasi
4. Riwayat kesehatan dahulu :
Ditanyakan apakah pasien pernah pernah mengalami Cidera otak, tumor,
tuberculosis, aneurisma/penghambatan arteri menuju otak, hipotalamus
mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormone antidiuretik,
kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik kedalam aliran darah,
kerusakan hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat pembedahan dan beberapa bentuk
ensefalitis, meningitis.
5. Riwayat kesehatan keluarga :
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit pasien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan
diabetes insipidus.
6. Pola Kesehatan Sehari-hari
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien dengan diabetes insipidus sering mengalami ketidaktauan
tentang proses penyakitnya akibat kurangnya informasi dan jarangnya
penyakit ini ditemukan
b. Pola nutrisi dan metabolik
Nafsu makan pasien menurun yang dapat mengakibatkan Penurunan
berat badan hingga 20% dari berat badan ideal
c. Pola eliminasi
Kaji frekuensi eliminasi urine dan karakteristik urine pasien. Pasien
dengan diabetes insipidus mengalamipoliuria (sering kencing) dan mengeluh
sering kencing pada malam hari (nokturia) dengan warna urine bening hampir
tidak berwarna
d. Pola aktivitas dan latihan
Kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan, keterbatasan
aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit bergerak) dan penurunan
kekuatan otot
e. Pola istirahat dan tidur
Kaji pola tidur pasien. Pasien dengan diabetes insipidus mengalami
kencing terus menerus saat malam hari sehingga pola tidur/istirahat pasien
terganggu
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Fungsi penglihatan dapat tergangggu akibat gangguan elektrolit dan
dehidrasi
g. Pola hubungan dengan orang lain
Kaji pengaruh sakit yang diderita pasien terhadap
pekerjaannya dan keefektifan hubungan pasien dengan orang terdekatnya.
h. Pola reproduksi dan seksual
Kaji dampak sakit terhadap seksualitas dan perubahan perhatian
terhadap aktivitas seksualitas.
7. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : kompos mentis
3. Tanda – Tanda Vital
TD : hipotensi bila telah mengalami dehidrasi berat
Nadi : takikardi bila telah mengalami dehidrasi sedang dan menurun bila
dehidrasi semakin berat
Suhu : naik akibat adanya dehidrasi pada bayi dapat disertai kejang
RR : frekuensi dan suara nafas normal dan naik bila dehidrasi sedang dan
berat
4. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, simetris atau tidak, adakah luka atau nyeri
tekan.
b. Rambut
Warna, jenis, ketebalan dan kebersihan
c. Mata
Mata tampak cowong dan konjungtiva tampak anemis akibat dari dehidrasi
d. Hidung
Bagaimana kebersihannya, adakah septum deviasi, adakah sekret, adakah
epiktaksis, adakah polip, adakah nafas cuping hidung.
e. Mulut
Keadaan bibir kering dan pucat
f. Telinga
Bagaimana kemampuan pendengaran, adakah nyeri, adakah secret telinga,
adakah pembengkakan, dan penggunaan alat bantu.
g. Leher dan tenggorok
Adakah benjolan pada leher, adakah nyeri waktu menelan, adakah benda
asing, adakah kripitasi, bagaimana keadaan vena jugularis, dan obstruksi
jalan napas.
h. Dada dan thorak
Adakah kelainan Bentuk dada, pergerakan, kelainan yang ada, adanya
luka, penggunaan otot bantu pernapasan dan Inspeksi, perkusi, palpitasi
dan auskultasi jantung dan paru – paru.
i. Abdomen
Bentuk abdomen, adanya massa atau benjolan, frekuensi bising
usus, dapat ditemukan nyeri tekan akibat nyeri
j. Genital
Kebersihan daerah genital, adanya luka, tanda infeksi, bila terpasang
kateter kaji kebersihan kateter dan adanya tanda infeksi pada area
pemasangan kateter, adanya hemoroid.
k. Ekstremitas
Kaji kemampuan gerak. Bila terpasang infus: kaji daerah tusukan infus,
kaji tada infeksi pada daerah tusukan infus, adanya nyeri tekan yang
berlebihan pada daerah tusukan infus.
l. Kulit
Kemungkinan pasien mengalami kulit kering, pucat dan turgor kulit tidak
elastis.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien diabetes insipidus adalah :
1. Kurangnya volume cairan b/d ekskresi yang meningkat dan intake cairan yang
tidak adekuat
2. Gangguan eliminasi urine b/d penurunan produksi ADH
3. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit

C. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Kurangnya volume cairan b/d ekskresi yang meningkat dan intake cairan yang
tidak adekuat
NOC :
Keseimbangan Cairan
dehidrasi
Kriteria hasil
a. Output sesui dengan input
b. Ttv dalam batas normal
c. Berat badan sesuai dengan tinggi badan
d. Tidak ada tanda dehidrasi (elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus berlebihan)
NIC :
Manajemen cairan
a. Monitoring status hidrasi (mis. Membran mukosa, denyut nadi, TD
b. Monitoring TTV
c. Monitoring perubahan berat badan
d. Catat intake dan output cairan
e. Tingkatkan asupan oral dan tawari makanan ringan (mis. Buah – buahan
segar/ jus buah)
f. Dukung pasien dan keluarga dalam pemberian minuman
g. Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai kebutuhan
2. Gangguan eliminasi urine b/d penurunan produksi ADH
NOC :
Eliminasi urine
Kriteria hasil:
a. Jumlah eliminasi urine kembali normal (0,5-1 cc/kg BB/jam)
b. Karakteristi urine kembali normal (frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warna)
c. Balence cairan seimbang
NIC :
Manajemen eliminasi urine
a. monitor dan kaji karakteristik urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
volume dan warna
b. Jika berkemih malam mengganggu, batasi asupan cairan waktu malam dan
berkemih sebelum tidur
c. anjarkan dan instruksikan pasien/ keluarga untuk mencatat output urin
d. kolaborasi pemberian ADH
3. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit
NOC :
Pengetahuan: proses penyakit
Kriteria hasil:
a. Klien dan keluarga mengetahui definisi diabetes insipidus.
b. mengetahui factor penyebab diabetes insipidus.
c. mengetahui tanda dan gejala awal diabetes insipidus.
d. mengetahui terapi pengobatan yang diberikan pada klien dengan penyakit
diabetes insipidus.
D. EDEMA
Edema adalah timbunan cairan bebas secara menyeluruh. Dikatakan piting
edema jika terdapat edema pada tungkai bawah dan dikatakan generalisata jika
didapat kenaikan berat badan itu melebihi 0,5 kg/minggu, 2 kg/bulan, atau 13 kg
selama kehamilan.
Edema menurut Arthur C. Guyton adalah gelembung cairan dari beberapa
organ atau jaringan yang merupakan terkumpulnya kelebihan cairan limfe, tanpa
peningkatan jumlah sel dalam mempengaruhi jaringan. Edema bisa terkumpul pada
beberapa lokasi pada tubuh, tetapi biasanya terdapat pada kaki dan pergelangan kaki.
Edema menurut Ida Bagus Gede Manuaba adalah peningkatan cairan
interstisil dalam beberapa organ. Umumnya jumlah cairan interstisil, yaitu
keseimbangan homeostatis. Peningkatan sekresi cairan ke dalam interstisium atau
kerusakan pembersihan cairan ini juga dapat menyebabkan edema.
Gambaran Klinis Edema yaitu :
Edema menurut Arthur C. Guyton menunjukkan adanya cairan berlebihan pada
jaringan tubuh. Pada banyak keadaan, edema terutama terjadi pada kompartemen
cairan estraselular, tapi juga dapat melibatkan cairan intracelular. (Menurut buku ajar
fisiologi kedokteran).
1) Edema Intraseluler
Terjadinya pembengkakan intraseluler, karena dua kondisi, yaitu :
a. Depresi sistem metabolik jaringan
b. Tidak adanya nutrisi sel yang adekuat
Bila aliran darah ke jaringan menurun, pengiriman oksigen dan nutrisi berkurang.
Jika aliran darah menjadi sangat rendah untuk mempertahankan metabolisme jaringan
normal, maka pompa ion membran sel menjadi tertekan. Bila ini terjadi, ion natrium
yang biasanya masuk ke dalam sel tidak dapat lagi di pompa keluar dari sel, dan
kelebihan natrium dalam sel menimbulkan osmosis air dalam sel, sehingga edema
dapat terjadi pada jaringan yang meradang.
2) Edema Ekstraseluler
Edema ini terjadi bila ada akumulasi cairan yang berlebihan dalam
ekstraseluler. Terjadinya pembengkakan ekstraseluler, karena dua kondisi yaitu :
a. Kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstisial dengan melintasi
kapiler.
b. Kegagalan limpatik untuk mengembalikan cairan dari interstisiuim ke dalam
darah.
Penyebab klinis akumulasi cairan interstisial yang paling sering adalah filtrasi cairan
kapiler yang berlebihan.
E. DEHIDRASI
Dehidrasi adalah kehilangan cairan tubuh isotonic yang disertai kehilangan
natriumdan air dalam jumlah yang relatif sama. (Sylvia A.Price, 1994 :303).
Etiologi/Penyebab timbulya dehidrasi bermacam-macam, selain penyebab timbulnya
dehidrasi dapat dibedakan menjadi 2 hal yaitu :
a. Eksternal (dari luar tubuh )
Penyebab dehidrasi yang berasal luar tubuh yaitu :
1. Akibat dari berkurangya cairan akibat panas yaitu kekurangan zat
natrium;kekurangan air;kekurangan natrium dan air.
2. Latihan yang berlebihan yang tidak dibarengi dengan asupan minuman juga
bias.
3. Sinar panas matahari yang panas.
4. Diet keras dan drastis.
5. Adanya pemanas dalam ruangan.
6. Cuaca/musim yang tidak menguntungkan (terlalu dingin).
7. Ruangan ber AC , walaupun dingin tetapi kering.
8. Obat-obatan yang digunakan terlalu lama.
b. Internal (dari dalam tubuh)
Sedangkan penyebab terjadinya dehidrasi yang berasal dari dalam tubuh
disebabkan terjadinya penurunan kemampuan homeostatik. Secara khusus, terjadi
penurunan respons rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan hiperosmolaritas.
Disamping itu juga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kemampuan fungsi
konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan penurunan respons ginjal terhadap
vasopresin. Selain itu fungsi penyaringan ginjal melemah, kemampuan untuk
menahan kencing menurun, demam, infeksi, diare, kurang minum, sakit, dan
stamina fisik menurun.
Tanda dan gejala Dehidrasi yaitu :
Dehidrasi ringan
a. Muka memerah
b. Rasa sangat haus
c. Kulit kering dan pecah-pecah
d. Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya
e. Pusing dan lemah, lemas, dan mulai terasa pening dan mual
f. Kram otot terutama pada kaki dan tangan
g. Kelenjar air mata berkurang kelembabannya
h. Sering mengantuk
i. Mulut dan lidah kering dan air liur berkurang
j. Tiba tiba jantung berdetak lebih kencang
k. Suhu badan meningkat
Dehidrasi sedang
a. Tekanan darah menurun
b. Pingsan
c. Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung
d. Kejang
e. Perut kembung
f. Gagal jantung
g. Ubun-ubun cekung
h. Denyut nadi cepat dan lemah
Jenis Dehidrasi yaitu :
1. Dehidrasi hipertonik yaitu berkurangnya cairan berupa hilangnya air lebih banyak
dari natrium (dehidrasi hipertonik). Dehidrasi hipertonik ditandai dengan
tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkatan
osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter).
2. Dehidrasi isotonik atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama.
Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145
mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/liter).
3. Dehidrasi hipotonik hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air. Dehidrasi
hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135
mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter.
F. KURANG MINERAL
Menurut The International Minerological Association tahun 1995 telah
mengajukan definisi baru tantang definisi material “ Mineral adalah suatu senyawa
yang dalam keadaan normalnya memiliki unsur kristal dan terbentuk dari hasil
prosese geologi”. Menurut Sunita almatsier, mineral adalah suatu senyawa kimia yang
ada dalam normalnya memiliki unsur kristal dan terbentuk dari hasil proses geologi
yang dibutuhkan tubuh untuk menjaga kesehatan.
Ada tiga fungsi utama mineral yaitu :
1. Sebagai komponen utama tubuh (structural element) atau penyusun kerangka
tulang, gigi dan otot-otot, Ca, P, Mg, Fl DAN Si untuk pembentukan dan
pertumbuhan gigi sedang P dan sekolah luar biasa untuik penyususnan protein
jaringan.
2. Merupakan unsur dalam cairan tubuh atau jaringan, sebagai elektrolit yang
mengatur tekanan anosmuse (Fluid balance), mengatur keseimbangan basa asam
dan permeabilitas membran. Contoh adalah Na, K,Cl, Ca dan Mg.
3. Sebagai aktifaktor atau terkait dalam peranan enzym dan hormon. Mineral yang
akan di bicarakan di sini adalah yaitu makro mineral. Makro mineral adalah
mineral-mineral yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang cupuk besar,
sebaliknya mikro mineral adalah mineral-mineral yang diperlukan dalam jumlah
yang sedikit.
Akibar dari kekurangan mineral antara lain :
1. Natrium
Kekurangan natrium dapat menyebabkan apatis, kejang, dan hilangnya nafsu
makan. Kekurangan natrium ini dapat terjadi setelah seseorang mengalami
penyebab muntah darah, gejala diare, munculnya keringat dingin yang berlebihan
dan juga diet rendah natrium.
2. Chlor
Kekurangan mineral jenis Chlor dapat terjadi setelah seseorang mengalami
muntah- muntah, diare kronis, dan juga keringat yang berlebihan.
3. Kalsium
Kalsium ini merupakan salah satu zat yang sangat penting untuk tulang.
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan menyebabkan gangguan pada
pertumbuhan, tulang kurang kuat, dan tulang juga mudah rapuh dan bengkok.
4. Fosfor
Fosfor ini juga merupakan salah satu zat yang bermanfaat bagi tulang.
Kekurangan fosfor dapat menyebabkan kerusakan pada tulang dengan gejala
berupa lelah, kurangnya nafsu makan, dan juga rusaknya tulang.
5. Magnesium
Jenis mineral yang bermanfaat lainnya adalah magnesium. Kekurangan
magnesium dapat terjadi setelah seseorang mengalami muntah- muntah, diare, dan
juga penggunaan deuretika atau obat perangsang keluarnya urin. Kekurangan
magnesium dengan jumlah yang banyak akan menyebabkan menurunnya nafsu
makan, mudah tersunggung, pertumbuhan terganggu, gugup, kejang- kejang,
terganggunya sistem saraf pusat, halusinasi, koma, hingga terjadinya gejala gagal
jantung.
6. Sulfur
Sulfur merupakan salah satu zat yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Terjadinya kekurangan sulfur ini jika manusia juga kekurangan protein.
PERSIAPAN PASIEN BNO, IPV DAN USG GINJAL

A. BNO
BNO (Blass Nier Overzicht),blass : kandung kemih , Nier : ginjal , Overzicht :
penelitian. Adalah Pemeriksaan didaerah abdomen atau pelvis untuk mengetahu
kelainan – kelainan pada daerah tersebut khususnya pada system urinaria.
Persiapan Pasien :
1. Sehari sebelum pemeriksaan atau mulai Pkl 14.00 pasien hanya makan makanan
lunak tidak berserat ( Bubur kecap ataupun Bubur kaldu ).
2. Pkl. 20.00 pasien minum dulcolax tablet 2 butir
3. Pkl. 22.00 sebelum tidur, pasien kembali minum dulcolax sebanyak 2 butir.
4. Pkl. 05.00 pagi masukkan 1 butir Dulcolax suposutoria melalui dubur atau anus
5. Selama persiapan dilakukan, pasien tidak diperbolehkan makan ( Puasa ), tidak
banyak berbicara, dan tidak merokok sampai dengan pasien datang ke instalasi
radiologi sesuai waktu yang dijanjikan dan pemeriksaan selesai dilakukan.
6. Selama persiapan pasien hanya diperbolehkan minum sebanyak 3x agar terhindar
dari dehidrasi.

B. IVP
Pemeriksaan radiografi dari tractus urinarius dengan pemberian zat kontras
yang dimasukkan melalui vena sehingga dapat menunjukkan fungsi ginjal dan dapat
mengetahui apabila terdapat kelainan-kelainan secara radiologis. IVP (Intera Venous
Pyeloghrapy ).
Persiapan Pasien:
Prosedur pelaksanaan urus – urus :
1. Makan makanan lunak yang tidak berserat satu sampai dua hari sebelum
pemeriksaan
2. Minum laktasit atau obat pencahar yg diberikan 12 jam sebelum pemeriksaan utk
membersihkan usus dari faeses
3. Dua belas jam sebelum pemeriksaan pasien puasa
4. Selama berpuasa pasien diharapkan mengurangi berbicara dan merokok utk
menghindari adanya bayangan gas

Pemeriksaan laborat

1. Kreatinin ( normal : 0,6- 1,5 mg/ 100 ml )


2. Ureum ( normal : 8-25 mg/ 100ml)
3. Sebelum dilakukan pemeriksaan , maka pasien di minta untuk buang air kecil
terlebih dahulu

Yang terakhir adalah penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang
akan dilakukan dan penandatanganan informed consent.

C. USG GINJAL
Ultrasound (USG) ginjal adalah prosedur pengambilan gambar non-invasif
yang menentukan dan menilai kondisi ginjal dan organ yang terkait seperti
kandung kemih dan ureter, yang juga dikenal sebagai sonografi ginjal,. USG
Ginjal dilakukan sebagai tes pemeriksaan untuk mendeteksi kista, tumor,
gundukan cairan, batu ginjal, abses, dan infeksi di dalam ginjal atau di sekitar
ginjal. Dan untuk membantu dalam menempatkan jarum untuk biopsi
(pengambilan sampel jaringan dibawah mikroskop oleh ahli patologi), dalam
menempatkan tabung penyalur, dan dalam pengeringan abses atau cairan dari
kista. Terakhir, USG Ginjal juga dapat dilakukan untuk mengetahui aliran darah
ke ginjal melalui pembuluh darah dan arteri ginjal.
Persiapan Pasien
1. Sebelum melakukan pemeriksaan petugas terlebih dahulu menjelaskan tentang
persiapan yang harus dilakukan pasien yaitu dengan berpuasa selama 6-8 jam
2. Meminum air dalam kurun waktu 1 jam sebelum pemeriksaan dan menjelaskan
jalannya pemeriksaan yang akan dilakukan.
3. Petugas terlebih dahulu mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
dalam pemeriksaan.
4. Langkah Pertama pasien posisi supine di meja pemeriksaan lalu dokter/
petugas kamar USG
5. Mengisi ID pasien dan memilih jenis pemeriksaan dan probe yang digunakan
dalam pemeriksaan ini menggunakan transduser curvalinier (convex) dan film
sebanyak 5 buah, serta menggunakan gel sebelum pemeriksaan ini bertujuan
untuk mehilangkan adanya gap udara antara transducer dengan permukaan
kulit sehingga seluruh gelombang suara yang dipancarkan dapat masuk dengan
baik serta berguna untuk mempermudah gerakan transduser agar mendapatkan
hasil yang baik dan hasil gambaran yang didapatkan lebih bagus, teknik
potongan transduser yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah transversal
dan longitudinal.
DAFTAR PUSTAKA

Crowin, E. J. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kowalak, J. P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kusmana, f. 2016. diabetes insipidus - diagnosa dan terapi. CDK , 43, 825 - 830.

Nanda International. 2015. Nanda International Inc. Nursing Diagnoses: Definitions and
Classifications 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC

Tjokroprawiro, Askandar. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press.
http://amsarjambia.blogspot.com/2017/03/makalah-mineral-biokimia.html diakses pada 25
September 2019 jam 14:35.
http://pujipeje.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html diakses pada 25
September 2019 jam 14:50.

Anda mungkin juga menyukai