Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunohistokimia merupakan suatu teknik atau cara pemeriksaan
untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam
sediaan jaringan. Nama imunohistokimia diambil dari nama immune yang
menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini ialah penggunaan
antibodi dan histo menunjukkan jaringan secara mikroskopis.
Imunohistokimia merupakan suatu proses mengidentifikasi protein
spesifik pada jaringan atau sel dengan menggunakan antibodi. Tempat
pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan
marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi
secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker
dapat berupa senyawa berwarna, zat berfluorensi, logam berat, label
radioaktif, atau enzim.
Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi,
dan karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis,
terapi, dan prognosis kanker. Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan
jaringan (histologi) untuk diamati dibawah mikroskop. Interaksi antara
antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat
pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan
marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi
secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker
dapat berupa senyawa berwarna: Luminescence, zat berfluoresensi:
fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat: colloidal,
microsphere, gold, silver, label radioaktif, dan enzim : Horse Radish
Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase. Enzim (yang dipakai untuk
melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen (yaitu substrat
yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang
dapat diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang
terang). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya dunia
1
biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa
direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah
mikroskop fluorescense.
Reseptor Estrogen (ER) adalah anggota dari keluarga besar
transcription factors reseptor nuklir dengan jenis domain terkait dengan
transactivation, DNA, dan ligan mengikat. ER adalah protein rantai dua
belas, yang terletak di inti sel, dimana ia berfungsi sebagai regulator
transkripsi ligan diaktifkan. Karena reseptor dalam inti sel tersebut yang
hanya dapat dipengaruhi oleh molekul yang cukup kecil untuk melewati
membran sel tersebut. Beberapa molekul mempengaruhi ER bentuk dimer
dan mempengaruhi DNA melalui transkripsi DNA dalam inti.
ER terletak di beberapa tempat di tubuh wanita, di mana itu adalah
target obat terhadap menopause dan beberapa jenis kanker. Reseptor ini
terletak di sumbu hipotalamus hipofisis, jaringan payudara, liver, uterus,
vagina, dan jaringan tulang. Lokasi reseptor mempengaruhi respon
reseptor: ER di lokasi yang berbeda menghasilkan efek fisiologis yang
berbeda.
Pengikatan ER adalah hidrofobik. Ketika ligan mengikat domain
(LBD), terjadi perubahan konformasi dalam reseptor yang akhirnya
menyebabkan aktivasi atau deaktivasi gen responsif. Setiap ligan
berinteraksi dengan unik. Setiap residu asam amino hormon mengikat di
dalam rongga dan menginduksi orientasi spesies dari rantai 12. Ketika
antagonis mengikat dalam rongga, rantai samping besar ligan akan
mencegah rantai 12 dari ligan terikat.
Ada dua jenis ER yaitu ERα dan Erβ. ERα dan ERβ memiliki
perbedaan respon dan mereka berada dalam jaringan yang berbeda. Tapi
bahwa estradiol memiliki efek pada jaringan di mana tidak ada ERα
berada sehingga diketahui bahwa ada lebih dari satu ER dan ini
menjelaskan mengapa estrogen dapat memiliki efek pada jaringan tanpa
Erα. Beberapa ligan mengikat kedua reseptor tetapi memiliki efek yang
berbeda pada mereka. Ligan dapat berupa antagonis untuk ERα dan
antagonis untuk ERβ. Struktur ERα dan ERβ hanya 47 persen identik.
Ada perbedaan ligan dalam kemampuan transactivational untuk
mengikat dua ER. Transactivation N-terminal (AF-1) domain tidak

2
memiliki kesamaan, tetapi ER memiliki domain sangat mirip DNA dan
ligan yang mengikat. LBD C-terminal multi fungsi ini berisi situs
pengenalan ligan dan wilayah untuk dimerisasi reseptor dan ligan-
dependent (AF-2) transactivation.

B. Rumusan Masalah
1. Prinsip Kerja dan Pengecatan IHC
2. Prosedur pengecatan ER
3. Hasil dan Interpretasi

C. Tujuan
1. Mengetahui prinsip kerja dan pengecatan IHC
2. Mengetahui prosedur pengecatan ER
3. Mengetahui hasil dan mampu menginterpretasi hasil pengecatan.

BAB II
ISI dan PEMBAHASAN
A. Prinsip Pengecatan
Metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) adalah metode
analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap molekul
avidin- biotin oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa
biotin dalam molekul avidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan
merespon sinyal yang disampaikan oleh antigen target.

B. Metode Pengecatan
Metode yang digunakan alah metode ABC (Avidin Biotin Compleks).

C. Alat dan Bahan

3
1. Alat : microwave, pipet, Coplin guci , botol kaca, ruang lembab,
larutan pewarnaan, bahan mounting, mikroskop, slide dan slip
penutup perekat
2. Bahan : positif dan negatif kontrol jaringan, Xylene, etanol, suling
H2O, larutan buffer untuk pengambilan antiegen, perawatan enzim,
dan DAB.

D. Prosedur Pengecatan
1. Deeparafinase : Rendam dalam xylol I, xylol II, dan xylol III
masing-masing 5 menit.
2. Alkohol 96% : Rendam selama 3 menit.
3. Alkohol 80% : Rendam selama 3 menit.
4. Alkohol 70% : Rendam selama 3 menit.
5. Alkohol 50% : Rendam selama 3 menit.
6. Dicuci dengan aquades (dengan pipet) selama 10 menit, bagian
depan belakang.
7. Masukkan ke dalam antigen retrieval (PBS sitrat) masukkan di
microwave selama 6 menit.
8. Keluarkan dari microwave dan tunggu selama 20 menit, buka
staining jar diamkan selama 15 menit.
9. Rendam dengan H2O2 3% dalam methanol selama 20 menit.
10. Dicuci dengan air mengalir selama 20 menit.
11. Rendam dengan PBS pH 9,1, PBS pH 9,2, PBS pH 9,3, masing-
masing 5 menit, bilas dengan PBS (1 celupan)
12. Genangi dengan NSS (Normal Swine Serum) selama 7-10 menit.
13. Bilas PBS pH 7,4.
14. PBS dibuang tanpa di cuci, tetesi dengan antibody primer (ER)
diamkan semalaman di kulkas.
15. Dicuci dalam PBS pH 7,4 selama 10 menit.
16. Preparat dikeringkan dengan dilap.
17. Ditetesi antibody sekunder biotinilated (warna kuning)/ Trekkie
Universal Link biarkan selama 10 menit.
18. Dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 10 menit.
19. Preparat dikeringkan dengan dilap.
20. Ditetesi antibody sekunder II (warna merah) / Trek Avidin HRP
(label) biarkan 10 menit.
21. Dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 20 menit.
22. Preparat dikeringkan dengan dilap.
23. Ditetesi dengan DAB cromogen substrat (tanpa terkena cahaya)
selama 10 menit dalam suhu ruang.

4
24. Dicuci dengan aquades kemudian keringkan
25. Lakukan pengecatan HE :
a. Genangi preparat dengan Hematoxylin selama 3-5 menit.
b. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.
c. Genangi denagan Lithidium carbonat 5% 2-3 menit.
d. Cuci dengan air mengalir.
e. Keringkan dalam oven selama 5 menit.
f. Tetesi dengan entelan, tutup dengan deck glass.
26. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x.

E. Hasil Pengecatan

F. Interpretasi Hasil
Jenis Jaringan: kelenjar Parotitis
a) Kontrol Positif : kelenjar Parotitis adanya warna coklat
b) Kontrol Negatif : Antibodi primer, isotype kontrol
c) Substrat kromogen : DAB cromogen substrat

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan PR staining menggunakan etode yang
digunakan alah metode ABC (Avidin Biotin Compleks) dengan
mencari adanya antigen utama yang melibatkan antibodi primer dan
antibodi sekunder.
Prosedur PR staining dengan kromogen substrat DAB dan
standar metode etode yang digunakan alah metode ABC (Avidin Biotin
Compleks). Kontrol positif pada merk ini adalah warna coklat pada
jaringan kelenjar parotitis. Kontrol negatifnya adalah menghilangkan
antibodi utama, isotype kontrol.
Hasil pewarnaan menunjukan adanya antigen spesifik yang
bisa digunakan sebagai diagnosis tumor atau kangker.

B. SARAN

1. Meminimalkan kontaminasi mikroba reagen atau peningkatan


pewarnaan nonspesifik dapat terjadi.

2. Memakai APD yang sesuai untuk menghindari kontak dengan mata


dan kulit.

3. Menggunakan in vitro diagnostik.

Anda mungkin juga menyukai