Anda di halaman 1dari 5

Dinamika Dakwah dan Politik

Islam adalah agama risalah dan dakwah. Risalah artinya ajaran Islam bersumber pada
wahyu dari Allah SWT. Sedangkan dakwah artinya Islam ini harus disebarluaskan ke
seluruh dunia sesuai dengan risalah Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw sebagai
rahmat bagi semesta alam. Di sinilah dakwah memiliki kedudukan yang sangat penting
dalam Islam.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An-Nahl [16]:125).
Menyampaikan kebenaran yang bersumber dari al-Qur‘an dan as-Sunnah al-Maqbulah,
merupakan kewajiban bagi setiap insan muslim di manapun ia berada. Kegiatan
menyeru, memanggil dan mengajak kepada kebaikan adalah jalan dakwah, sebagaimana
telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Hasan Al Banna, sebagai aktivis dakwah, telah merangkaikan hubungan-hubungan yang


khas antara dakwah dengan aktivitas politik. Teori ishlah (reformasi) yang dirumuskan Al
Banna adalah teori yang jelas dan komprehensif.

“Sesungguhnya terapi bagi keterpurukan, perpecahan kata, kehancuran dan kemunduran


peradaban umat Islam tidak bisa dilakukan dengan terapi tunggal, ia harus dengan terapi
komprehensif. Begitu juga manhaj reformasi untuk membebaskan umat Islam dari
keterpurukannya haruslah komprehensif tanpa memprioritaskan manhaj salah satu
reformis, tetapi harus mencakup seluruh unsur ishlahi. Dengan itulah semua kondisi umat
Islam akan membaik,” demikian pendapat Al Banna.
Dakwah dan politik memiliki peran yang sangat besar dalam proses perbaikan umat

Sering ada perbedaan pendapat ketika berbincang di wilayah hubungan antara politik
dengan agama atau dakwah. Hal ini sudah berlangsung dalam waktu lama, sebagaimana
tampak dalam ungkapan Syaikh Hasan Al Banna, “Sedikit sekali orang berbicara tentang
politik dan Islam, kecuali ia memisahkan antara keduanya, diletakkan masing-masing
secara independen. Menurut mereka keduanya tidak mungkin bersatu dan
dipertemukan. Untuk itulah organisasi mereka disebut organisasi Islam non politik.
Pertemuan mereka adalah pertemuan keagamaan yang tidak mengandung unsur politik,
dan hal ini bisa dilihat dari Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga mereka suatu
ungkapan: Tidak mencampuri urusan politik”.

Untuk itu, ketika memberikan batasan pemahaman Islam, Syaikh Hasan Al Banna
memberikan sebuah gambaran yang utuh tentang universalitas dan integralitas Islam.
Beliau mengungkapkan, “Islam adalah sebuah sistem universal yang lengkap dan
mencakup seluruh aspek hidup dan kehidupan. Islam adalah negara dan tanah air,
pemerintahan dan rakyat, akhlaq dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban
dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, usaha dan
kekayaan, jihad dan dakwah, tentara dan pemikiran, sebagaimana Islam adalah aqidah
yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih”.

Tampak dari penggambaran tersebut sebuah definisi Islam yang teramat luas, mencakup
segala aspek kehidupan kemanusiaan, tak ada yang ditinggalkan. Politik adalah salah
satu bagian utuh dari perhatian Islam, agar manusia bisa melaksanakan fungsi
kekhalifahan di muka bumi dengan baik, memakmurkan alam semesta dan memimpin
umat manusia menuju kebaikan hidup di dunia maupun akhirat.
Selanjutnya Syaikh Hasan Al Banna menegaskan, “Setelah batasan global dari makna
Islam yang syamil dan substansi makna politik yang luas dan tidak terkait dengan
kepartaian ini, saya bisa mengatakan secara terus terang bahwa seorang muslim tidak
akan sempurna Islamnya kecuali jika ia seorang politisi, mempunyai jangkauan
pandangan yang jauh, dan mempunyai kepedulian yang besar terhadap umatnya”.
“Saya juga bisa katakan bahwa pembatasan dan pembuangan makna ini (yakni:
pembuangan makna politik dari substansi Islam) sama sekali tidak pernah digariskan oleh
Islam. Sesungguhnya setiap jam’iyah Islamiyah harus menegaskan pada garis-garis besar
programnya tentang perhatian dan kepedulian jam’iyah tadi terhadap persoalan-
persoalan politik umatnya. Kalau tidak seperti itu, jam’iyah tadi butuh untuk kembali
memahami makna Islam yang benar”, demikian Al Banna memberikan penjelasan yang
gamblang kepada kita.

Oleh karena itu, suatu ketika dalam sebuah forum, Al Banna mengungkapkan, “Biarkan
saya untuk bersama kalian berpanjang lebar dalam menegaskan makna ini, di mana hal
itu mungkin sesuatu yang mengejutkan dan asing di mata mereka yang terbiasa
mendengarkan senandung pemisahan antara Islam dan politik”.

Para ulama terdahulu telah memberikan penjelasan dan pembahasan yang memadai
mengenai aspek politik. Ibnul Qayyim Al Jauzi dalam kitabnya Ath Thuruq al
Hukmiyyah mengemukakan, “Allah Ta’ala mengutus para Rasul untuk menurunkan kitab-
kitab suci-Nya, agar manusia melaksanakan keadilan yang ditegakkan sesuai dengan
prinsip-prinsip langit dan bumi. Jika keadilan muncul dan terlihat dalam bentuk apapun,
maka itulah syariat Allah dan agama-Nya”.
“Bahkan Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa garis-garis yang telah ditetapkan itu
dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan di kalangan hamba-hamba-Nya dan agar
manusia berbuat adil di muka bumi. Cara apa pun yang ditempuh jika sesuai dengan
garis-garis yang telah dijelaskan untuk mewujudkan keadilan, adalah bagian dari agama
dan tidak bertentangan dengannya. Jadi tidak dapat dikatakan bahwa politik yang
berkeadilan itu bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh syariah, melainkan ia
sesuai dengan apa yang dibawa oleh syariah dan bahkan bagian integral dari padanya,”
demikian tulis Ibnul Qayyim.

Ibnul Qayyim telah mengungkapkan, “Ada bidang politik yang dibangun sesuai dengan
maslahat yang berbeda di setiap masa yang berbeda, ada pula syariat umum yang tetap
menjadi kewajiban umat hingga hari kiamat. Sedangkan politik mengikuti serta terikat
dengan kemaslahatan yang disesuaikan dengan masa dan tempat. Hal ini secara
keseluruhan disepakati oleh para ulama”.
Dengan prinsip pemikiran tersebut, kita menyaksikan berbagai gerakan Islam telah
memasuki kawasan kelembagaan politik. Sebagai contoh, Jamaah Al Ikhwan Al Muslimun
di Mesir pernah berkoalisi dengan Partai Wafd pada Pemilihan Umum tahun 1951.
Pernah pula berkoalisi dengan Partai Wafd Baru pada Pemilihan Umum multipartai
pertama pada masa pemerintahan Anwar Sadat, kemudian berkoalisi dengan Partai
Buruh dan Partai Ahrar dalam Pemilihan Umum berikutnya.

Eksistensi dakwah dalam Islam menduduki posisi yang strategis. Dakwah berfungsi
sebagai upaya rekontruksi masyarakat Muslim sesuai dengan cita-cita sosial Islam melalui
pelembagaan ajaran Islam sebagai rahmat sejagat (rahmatan lil ‘alamin). Sosialisasi Islam
melalui dakwah diharapkan akan memungkin proses islamisasi nilai-nilai sehingga
dihayati dan diamalkan dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara
untuk kebahagiaan manusia dunia dan akhirat

Dakwah melalui jalur politik memberikan implikasi positif bagi arena kekuasaan di
Indonesia. Selama ini, orientasi penguasa, sejak periode kemerdekaan hingga saat ini,
sering kali mengabaikan aspirasi kaum muslimin. Mayoritas kaum muslimin di negeri ini,
menjadi bagian besar yang terpinggirkan dari agenda-agenda pembangunan nasional.
Dapat dipastikan dalam realitas saat ini, kaum muslimin Indonesia identik dengan
keterbelakangan dan jauh dari kondisi ideal sebagai masyarakat mayoritas di negeri yang
makmur.

Dakwah melalui politik diharapkan dapat membentengi kaum muslimin dari


kerusakan. Selama ini, kaum muslimin terus didera dengan berbagai problematika yang
kompleks. Kemiskinan, kebodohan, perpecahan, moralitas yang rusak, dan berbagai
kerusakan sosial seakan menjadi bagian dari dinamika kaum muslimin di Indonesia.
Dengan kekuasaan yang diraih melalui kontestasi politik, maka dakwah dapat membuat
kebijakan yang solutif atas problem keumatan tersebut.

Aktifitas dakwah dalam politik diharapkan mampu membawa kembali makna netral
akan hakikat politik sebagai wadah konstelasi kekuasaan. Sehingga, tidak ada lagi
para penguasa yang tenang membangun dinasti kekuasaan yang zhalim di Indonesia,
negeri mayoritas muslim. Namun, yang ada adalah Indonesia sebagai negeri kaum
muslimin yang senantiasa dirahmati dan diberkahi oleh Allah SWT, sebagai baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafuur.

Anda mungkin juga menyukai