Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini

terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan kekurangan gizi tingkat

buruk yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dipulihkan walaupun kebutuhan

gizi selanjutnya terpenuhi. Untuk mendapatkan gizi yang baik pada bayi yang baru lahir

maka ibu harus sesegera mungkin menyusui bayinya karena ASI memberikan peranan

penting dalam menjaga kesehatan dan mempertahankan kelangsungan hidup bayi.

Oleh karena itu, bayi yang berumur kurang dari enam bulan dianjurkan hanya diberi

ASI tanpa makanan pendamping. Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan

oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI.

Namun, banyak ibu yang mengganti ASI dengan susu formula. Padahal hal itu sangatlah tidak baik

untuk seorang bayi. Bayi umumnya diberikan ASI hingga berusia enam bulan, setelah itu ASI hanya

berfungsi sebagai sumber protein, vitamin, dan mineral yang utama bagi bayi.

Undang-undang Kesehatan No.36 Tahun 2009, pasal 128 menyatakan ”setiap bayi berhak

mendapatkan Air Susu Ibu Eksklusif sejak dilahirkan selama 6(enam) bulan kecuali indikasi medis”.

Setiap bayi mempunyai hak dasar atas makanan, kesehatan terbaik, serta kasih sayang untuk

kebutuhan tumbuh kembang yang optimal. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib

dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara.

Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 mengenai

Pemberian ASI Eksklusif telah disahkan. Ini tentu menjadi sebuah kabar gembira bagi para

ibu, khususnya ibu menyusui yang mendambakan dapat memberikan Air Susu Ibu (ASI)

secara eksklusif kepada buah hati tercintanya. Pengesahan PP Nomor 33 tahun 2012 tentang

pemberian ASI eksklusif telah diputuskan 1 Maret 2012. Menyusui adalah hak ibu dan terbukti

meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup ibu. Untuk meningkatkan kesadaran semua pihak tentang
pentingnya ASI bagi bayi, pemerintah menetapkan minggu pertama bulan Agustus sebagai “Hari

Pekan ASI”, upaya ini merencanakan tindak lanjut peningkatan program pemberian ASI di masa yang

akan datang (Depkes, 2012).

Program peningkatan penggunaan ASI menjadi prioritas karena dampaknya yang luas

terhadap status gizi dan kesehatan balita, upaya peningkatan kualitas hidup manusia harus

dimulai sejak dini yaitu sejak masih dalam kandungan hingga usia balita. Dengan demikian

kesehatan anak sangat tergantung pada kesehatan ibu terutama masa kehamilan, persalinan

dan masa menyusui. Pada masa kehamilan perlu dipersiapkan tentang pengetahuan, sikap,

perilaku dan keyakinan ibu tentang menyusui, asupan gizi yang cukup, perawatan payudara

dan persiapan mental agar mereka siap secara fisik dan psikis untuk menerima, merawat dan

menyusui bayinya sesuai dengan anjuran pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia enam

bulan dan tetap menyusui hingga anaknya berusia 24 bulan.

Keputusan Menteri Kesehatan (Kemenkes) Nomor 237 tahun 1997 tentang

pemasaran Pengganti Air Susu Ibu dan Kepmenkes No. 450/2004 tentang Pemberian Air

Susu Ibu secara ekslusif pada Bayi di Indonesia. Program ASI Eksklusif merupakan program

promosi pemberian ASI saja pada bayi tanpa memberikan makanan atau minuman lain.

Tahun 1990, pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian ASI

(PPASI) yang salah satu tujuannya adalah untuk membudayakan perilaku menyusui secara

eksklusif kepada bayi dari lahir sampai usia 4 bulan. Tahun 2004, sesuai dengan anjuran

WHO, pemberian ASI eksklusif ditingkatkan menjadi 6 bulan sebagaimana dinyatakan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.450/MENKES/SK/VI/2004. Tujuan

dari pengaturan ASI Eksklusif adalah untuk menjamin terpenuhinya hak bayi, menjamin

pelaksanaan kewajiban ibu memberi ASI Eksklusif, dan mendorong peran keluarga,

masyarakat, badan usaha dan pemerintah daerah dalam pemberian ASI Eksklusif.

Diperkirakan sekitar 30.000 kematian bayi baru lahir (usia di bawah 28 hari) di

Indonesia dapat dicegah melalui pemberian ASI pada satu jam pertama setelah lahir
(Purwandari, 2010). Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting

dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat. Di negara berkembang, saat melahirkan

dan minggu pertama setelah melahirkan merupakan periode kritis bagi ibu dan bayinya.

Angka Kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi dimana setiap jam, 10 bayi meninggal.

Artinya, 240 bayi meninggal setiap harinya atau, setiap enam menit satu bayi meninggal

dunia (Ariani, 2009).

Menurut Suryoprajogo yang dikutip oleh Hasrimayana (2011), ASI merupakan makanan

terbaik bagi bayi dengan segudang manfaat dari berbagai aspek, tidak hanya untuk bayi, tetapi juga

untuk ibu. ASI merupakan nutrisi terbaik pada awal usia kehidupan bayi. ASI ibarat emas yang diberi

gratis oleh Tuhan karena ASI adalah cairan yang dapat menyesuaikan kandungan zatnya yang dapat

memenuhi kebutuhan gizi bayi.

Di Indonesia hanya sekitar 17% ibu yang memberi bayinya ASI eksklusif. Cakupan ASI

eksklusif di Sumatera Utara pada tahun 2011 sekitar 26,67% cakupan ini masih rendah dari target

nasional yaitu 80%. Demikian pula di Kota Medan cakupan ASI Eksklusif pada tahun 2011 paling

rendah dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di Sumatera Utara yaitu sekitar 0,82% (Profil

Dinkes Sumut, 2012). Pernyataan UNICEF yang menyebutkan bahwa ketidaktahuan ibu tentang

pentingnya ASI, cara menyusui dengan benar, serta pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh

para produsen susu formula, merupakan faktor penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang tua di

dalam memberikan ASI eksklusif (Ariani, 2009)

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia, meningkatkan

kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta untuk mempertinggi kesadaran masyarakat akan

pentingnya hidup sehat. Upaya ini bertujuan mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri

dalam menjaga kesehatannya dan menyadari pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat

promotif dan preventif. Masyarakat akan membutuhkan pelayanan kesehatan dan informasi

tentang masalah kesehatan yang dihadapinya. Puskesmas mengelola pelaksanaan upaya


kesehatan termasuk pembinaan peran serta masyarakat, serta melakukan koordinasi terhadap

semua upaya dan sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayahnya sesuai dengan

kewenangannya.

Keberhasilan pemberian ASI Eksklusif dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor

eksternal. Faktor internal salah satumya yaitu ketersediaan ASI yang kurang, pekerjaan dan

pengetahuan yang masih kurang menjadi pemicu seorang ibu malas untuk memberi ASI kepada

bayinya. Hal ini memotivasi puskesmas dan kelompok ibu peduli ASI dengan memanfaatkan

pekarangan dan lahan dengan membudidayakan tanaman pendukung ASI yaitu Torbangun.

Torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan tanaman lokal yang banyak

mengadung senyawa fitokimia bermanfaat salah satunya adalah senyawa lactagogum yang dapat

meningkatkan produksi air susu ibu (ASI). Penelitian Prof. Rizal Damanik, dosen gizi IPB

menunjukkan setiap pemberian 150 gram daun torbangun segar kepada ibu yang menyusui

dapat meningkatkan volume ASI hingga 65% dari hari pertama konsumsi sampai hari ke-28

Program-program kesehatan perlu selalu disosialisasikan secara terus menerus, hal ini

dikarena perubahan tingkah laku kadang-kadang hanya dapat terjadi dalam kurun waktu yang

relatif lama. Sejalan dengan hal tersebut, perlu diambil langkah-langkah terobosan dalam

upaya peningkatan kesehatan masyarakat diwilayah kerja puskesmas. Salah satu terobosan

yang dilakukan adalah dengan pemberdayaan masyarakat yaitu salah satunya dengan

“GeMas ASIEk” berkolaborasi dengan kelompok masyarakat yang ada yang berkaitan

dengan kegiatan tersebut yaitu dengan KIPAS (Kelompok Ibu Peduli ASI). Suatu gerakan

yang bertujuan memandirikan masyarakat untuk hidup sehat.


2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalahnya adalah bagaimana

upaya GeMas ASIEk diwilayah Puskesmas Medan Deli tahun 2019.

3. Tujuan penulisan

3.1. Tujuan Umum

Sejauh mana upaya GeMas ASIEk dalam peningkatan cakupan ASI Eksklusif diwilayah

Kerja Puskesmas Medan Deli tahun 2019.

3.2. Tujuan Khusus

a. Memaparkan data-data serta memvalidasi data yang berkaitan dengan sasaran target dan

pencapaian ASI Eksklusif diwilayah Kerja Puskesmas Medan Deli

b. Menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukan

c. Menjelaskan tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam upaya

peningkatan cakupan ASI Eksklusif.

d. Memberikan gambaran hasil kegiatan GeMas ASIEk yang sudah dilakukan.

3.3. Manfaat penulisan

a. Manfaat praktis

Memberikan manfaat bagi tenaga kesehatan khususnya penulis sebagai acuan dalam

praktek pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan pemberian ASI Eksklusif

b. Manfaat teoritis

Memberikan gambaran kepada penulis dan nakes lainnya mengenai upaya pemberdayaan

masyarakat untuk hidup sehat yaitu salah satunya dengan pemberian ASI Eksklusif
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi, yang bersifat

alamiah. (Dwi Sunar Prasetyo:2009). ASI Eksklusif menurut WHO adalah pemberian ASI

saja tanpa tambahan cairan lain baik susu formula, air putih, air jeruk ataupun makanan

tambahan lain yang diberikan saat bayi baru lahir sampai berumur 6 bulan.

ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain,

seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat,

seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan

obat (Roesli, 2000). Selain itu, pemberian ASI eksklusif juga berhubungan dengan tindakan

memberikan ASI kepada bayi hingga berusia 6 bulan tanpa makanan dan minuman lain,

kecuali sirup obat. Setelah usia bayi 6 bulan, barulah bayi mulai diberikan makanan

pendamping ASI, sedangkan ASI dapat diberikan sampai 2 tahun atau lebih (Prasetyono,

2005).

ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik

fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan

pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur

zat makanan (Hubertin, 2004).

ASI adalah sebuah cairan ciptaan Allah yang memenuhi kebutuhan gizi bayi dan

melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi

dalam air susu ibu berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik

bagi tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama ASI juga sangat kaya akan sari-sari

makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem saraf

(Yahya, 2007).
2.2. Pengelompokan ASI Eksklusif

ASI dikelompokan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:

1. ASI stadium I adalah kolostrum. Kolostrum adalah cairan yang pertama disekresi oleh

kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-4. Kolostrum sangat baik untuk

mengeluarkan “meconium” yaitu air ketuban dan cairan lain yang tertelan masuk perut

bayi saat proses persalinan. Jumlah (volume) kolostrum berkisar 150-300 cc per hari.

2. ASI Stadium II adalah ASI peralihan yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum

menjadi ASI yang matang. ASI ini diproduksi pada hari ke-4 sampai hari ke-10.

3. ASI stadium III adalah ASI matur. ASI yang disekresi dari hari ke-10 sampai seterusnya.

2.3. Manfaat ASI Eksklusif

Menyusui bayi dapat mendatangkan keuntungan bagi bayi, ibu, keluarga, masyarakat, dan

negara. Sebagai makanan bayi yang paling sempurna, ASI mudah dicerna dan diserap karena

mengandung enzim pencernaan. Beberapa manfaat ASI sebagai berikut:

1. Untuk Bayi

Ketika bayi berusia 0-6 bulan, ASI bertindak sebagai makanan utama bayi, karena

mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi, ASI memang terbaik untuk bayi manusia

sebagaimana susu sapi yang terbaik untuk bayi sapi, ASI merupakan komposisi makanan

ideal untuk bayi, pemberian ASI dapat mengurangi resiko infeksi lambung dan usus, sembelit

serta alergi, bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit dari pada bayi yang tidak

mendapatkan ASI, bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning,

pemberian ASI dapat semakin mendekatkan hubungan ibu dengan bayinya. Hal ini akan

berpengaruh terhadap kemapanan emosinya di masa depan, apabila bayi sakit, ASI

merupakan makanan yang tepat bagi bayi karena mudah dicerna dan dapat mempercepat

penyembuhan, pada bayi prematur, ASI dapat menaikkan berat badan secara cepat dan
mempercepat pertumbuhan sel otak, tingkat kecerdasan bayi yang diberi ASI lebih tinggi 7-9

poin dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI ( Roesli, 2000 ).

2. Untuk Ibu

Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali

ke masa prakehamilan, serta mengurangi resiko perdarahan, lemak yang ditimbun di sekitar

panggul dan paha pada masa kehamilan akan berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih

cepat langsing kembali, resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang

menyusui bayi lebih rendah dari pada ibu yang tidak menyusui, menyusui bayi lebih

menghemat waktu, karena ibu tidak perlu menyiapkan botol dan mensterilkannya.

ASI lebih praktis lantaran ibu bisa berjalan-jalan tanpa membawa perlengkapan lain, ASI

lebih murah dari pada susu formula, ASI selalu steril dan bebas kuman sehingga aman untuk

ibu dan bayinya, ibu dapat memperoleh manfaat fisik dan emotional ( Dwi Sunar, 2009 ).

3. Untuk Keluarga

Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu formula, botol susu,

serta peralatan lainnya, jika bayi sehat, berarti keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya

guna perawatan kesehatan, penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi dari ASI

eksklusif, jika bayi sehat berarti menghemat waktu keluarga, menghemat tenaga keluarga

karena ASI selalu tersedia setiap saat, keluarga tidak perlu repot membawa berbagai

peralatan susu ketika bepergian ( Roesli, 2005 ).

4. Untuk Masyarakat dan Negara

Menghemat devisa negara karena tidak perlu mengimpor susu formula dan peralatan

lainnya, bayi sehat membuat negara lebih sehat, penghematan pada sektor kesehatan, karena

jumlah bayi yang sakit hanya sedikit, memperbaiki kelangsungan hidup anak karena dapat

menurunkan angka kematian, ASI merupakan sumber daya yang terus-menerus di produksi

(Dwi Sunar, 2009 ).


2.4. Fisiologi Pengeluaran Asi Eksklusif

Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan

mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Kemampuan ibu dalam menyusui/laktasipun

berbeda-beda. Sebagian mempunyai kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang lain.

Laktasi mempunyai dua pengertian yaitu pembentukan ASI (Refleks Prolaktin) dan

pengeluaran ASI (Refleks Let Down/Pelepasan ASI) (Maryunani, 2009).

Pembentukan ASI (Refleks Prolaktin) dimulai sejak kehamilan. Selama kehamilan

terjadi perubahan-perubahan payudara terutama besarnya payudara, yang disebabkan oleh

adanya proliferasi sel-sel duktus laktiferus dan sel-sel kelenjar pembentukan ASI serta

lancarnya peredaran darah pada payudara. Proses proliferasi ini dipengaruhi oleh hormon-

hormon yang dihasilkan plasenta, yaitu laktogen, prolaktin, kariogona dotropin, estrogen, dan

progesteron. Pada akhir kehamilan, sekitar kehamilan 5 bulan atau lebih, kadang dari ujung

puting susu keluar cairan kolostrum. Cairan kolostrum tersebut keluar karena pengaruh

hormon laktogen dari plasenta dan hormon prolaktin dari hipofise. Namun, jumlah kolostrum

tersebut terbatas dan normal, dimana cairan yang dihasilkan tidak berlebihan karena kadar

prolaktin cukup tinggi, pengeluaran air susu dihambat oleh hormon estrogen (Maryunani,

2009).

Setelah persalinan, kadar estrogen dan progesteron menurun dengan lepasnya

plasenta, sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada lagi hambatan terhadap

prolaktin oleh estrogen. Hormon prolaktin ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi

untuk membuat air susu ibu (Maryunani, 2009).

Penurunan kadar estrogen memungkinan naiknya kadar prolaktin dan produksi ASI

pun mulai. Produksi prolaktin yang berkesinambungan disebabkan oleh bayi menyusui pada

payudara ibu. Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan meningkat pada keadaan : stress atau

pengaruh psikis,anestesi, operasi, rangsangan puting susu, hubungan kelamin, pengaruh obat-
obatan. Sedangkan yang menyebabkan prolaktin terhambat pengeluarannya pada keadaan:

ibu gizi buruk, dan pengaruh obat-obatan (Badriul, 2008).

Pengeluaran ASI (Refleks Letdown/pelepasan ASI) merupakan proses pelepasan ASI

yang berada dibawah kendali neuroendokrin, dimana bayi yang menghisap payudara ibu akan

merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel. Kontraksi dari

sel-sel ini akan memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem

duktus untuk selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi sehingga

ASI tersedia bagi bayi (Maryunani, 2009).

Faktor-faktor yang memicu peningkatan refleks ”letdown/pelepasan ASI” ini yaitu

pada saat ibu melihat bayinya, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, dan memikirkan

untuk meyusui bayi. Sementara itu, faktor-faktor yang menghambat refleks

”letdown/pelepasan ASI yaitu stress seperti keadaan bingung atau psikis kacau, takut, cemas,

lelah, malu, merasa tidak pasti atau merasakan nyeri. Oksitosin juga mempengaruhi jaringan

otot polos uterus berkontraksi sehingga mempercepat lepasnya plasenta dari dinding uterus

dan membantu mengurangi terjadinya perdarahan. Oleh karena itu, setelah bayi lahir maka

bayi harus segera disusukan pada ibunya (Inisiasi Menyusui Dini ). Dengan seringnya

menyusui, penciutan uterus akan terjadi makin cepat dan makin baik. Tidak jarang perut ibu

akan terus terasa mulas yang sangat pada hari-hari pertama menyusui, hal ini merupakan

mekanisme alamiah yang baik untuk kembalinya uterus ke bentuk semula (Maryunani, 2009).

2.5. Komposisi Asi Eksklusif

Susu menjadi salah satu sumber nutrisi bagi manusia, komponen ASI sangat rumit

dan berisi lebih dari 100.000 biologi komponen unik, berikut komposisi ASI:

1. Kolostrum – Cairan susu kental berwarna kuning, Kolostrum mengandung karoten dan

vitamin A yang tinggi yang berfungsi menjaga kekebalan tubuh bagi bayi.
2. Protein – Protein dalan ASI berupa casein (protein yang sulit di cerna) dan whey

(protein yang mudah di cerna). ASI lebih banyk mengandum whey di bandingkan

dengan casein.

3. Lemak – Lemak ASI adalah penghasil kalori (energy) utama dan merupakan komponen

yang gizi yang sangat berfariasi.penelitian OSBORN membuktikan, bayi yang tidak

mendapatkan ASI lebih banyak menderita penyakit koroner usia muda.

4. Laktosa – Merupakan karbihidrat terutama pada ASI,fungsinya sebagai sumber energi

meninggkatkan absorbs kalsium dan merang sang pertumbuhan lactobacillus bifidus.

5. Zat Besi – Meskipun ASI mengandum sedikit zat besi, namun bayi yang menyusui

jarang kekurangan zat besi.

6. Taurin – Berupa asam amino dan berfungsi sebagai neuororansmitter, berperan penting

dalam maturasi otak bayi.

7. Laktobacilus – Berfungsi menghambat pertumbuhan microorganisme seperti becteri

ecoli yang sering menyebabkan diare pada bayi.

8. Laktoferin – Sebuah besi batas yang mengikat protein ketersediaan besi untuk bakteri

dalam intestines, serta memungkinkan bakteri sehat tertentu untuk berkembang.

9. Lizozim – Dapat memecah dinding bakteri sekaligus mengurangi insidens,

caries,dentis,dan maloklusi atau kebiasaan lidah yang mendorong kedepan akibat

menyusu dengan botol dan dot.

2.6. Cara Pemberian ASI yang Benar

1. Cuci tangan yang bersih dengan sabun.

2. Perah sedikit ASI dan oleskan disekitar putting

3. Duduk dan berbaring dengan santai.


4. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi, jangan

hanya leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu,

sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu.

5. Dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh bibir bayi ke puting susunya dan

menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.

6. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi terletak di

bawah puting susu.

2.7. Cara Menyimpan ASI yang Benar

1. Masukan ASI dalam kantung plastik polietilen (misal plastik gula); atau wadah plastik

untuk makanan atau yang bisa dimasukkan dalam microwave, wadah melamin, gelas,

cangkir keramik.

2. Jangan masukkan dalam gelas plastik minuman kemasan maupun plastik styrofoam.

3. Beri tanggal dan jam pada masing-masing wadah.

4. Dinginkan dalam refrigerator (kulkas). Simpan sampai batas waktu yang diijinkan ( + 2

minggu).

5. Jika hendak dibekukan, masukkan dulu dalam refrigerator selama semalam, baru

masukkan ke freezer (bagian kulkas untuk membekukan makanan).

6. Gunakan sebelum batas maksimal yang diijinkan. (+ 3-6 bulan)

2.8. Faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI Eksklusif

A. Faktor Internal

1. Ketersediaan ASI

Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah tidak melakukan inisiasi

menyusui dini, menjadwal pemberian ASI, memberikan minuman prelaktal (bayi diberi

minum sebelum ASI keluar), apalagi memberikannya dengan botol/dot, kesalahan pada posisi

dan perlekatan bayi pada saat menyusui (Badriul, 2008 ).


Inisiasi menyusui dini adalah meletakkan bayi diatas dada atau perut ibu segera

setelah dilahirkan dan membiarkan bayi mencari puting ibu kemudian menghisapnya

setidaknya satu jam setelah melahirkan. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui dini disebut

baby crawl. Karena sentuhan atau emutan dan jilatan pada puting ibu akan merangsang

pengeluaran ASI dari payudara. Dan apabila tidak melakukan inisiasi menyusui dini akan

dapat mempengaruhi produksi ASI (Maryunani, 2009).

Ibu sebaiknya tidak menjadwalkan pemberian ASI. Menyusui paling baik dilakukan

sesuai permintaan bayi (on demand ) termasuk pada malam hari, minimal 8 kali sehari.

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi menyusui. Makin jarang bayi disusui

biasanya produksi ASI akan berkurang. Produksi ASI juga dapat berkurang bila menyusui

terlalu sebentar. Pada minggu pertama kelahiran sering kali bayi mudah tertidur saat

menyusui. Ibu sebaiknya merangsang bayi supaya tetap menyusui dengan cara menyentuh

telinga/telapak kaki bayi agar bayi tetap menghisap (Badriul, 2008).

Seringkali sebelum ASI keluar bayi sudah diberikan air putih, air gula, air madu, atau

susu formula dengan dot. Seharusnya hal ini tidak boleh dilakukan karena selain

menyebabkan bayi malas menyusui, bahan tersebut mungkin menyebabkan reaksi intoleransi

atau alergi. Apabila bayi malas menyusui maka produksi ASI dapat berkurang, karena

semakin sering menyusui produksi ASI semakin bertambah (Danuatmaja, 2003).

Meskipun menyusui adalah suatu proses yang alami, juga merupakan keterampilan

yang perlu dipelajari. Ibu seharusnya memahami tata laksana laktasi yang benar terutama

bagaimana posisi menyusui dan perlekatan yang baik sehingga bayi dapat menghisap secara

efektif dan ASI dapat keluar dengan optimal. Banyak sedikitnya ASI berhubungan dengan

posisi ibu saat menyusui. Posisi yang tepat akan mendorong keluarnya ASI dan dapat

mencegah timbulnya berbagai masalah dikemudian hari (Cox, 2006).


2. Pekerjaan atau aktivitas

Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk mendapatkan

penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Wanita yang bekerja seharusnya

diperlakukan berbeda dengan pria dalam hal pelayanan kesehatan terutuma karena wanita

hamil, melahirkan, dan menyusui. Padahal untuk meningkatkan sumber daya manusia harus

sudah sejak janin dalam kandungan sampai dewasa. Karena itulah wanita yang bekerja

mendapat perhatian agar tetap memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan dan diteruskan

sampai 2 tahun (pusat kesehatan kerja Depkes RI,2005).

Beberapa alasan ibu memberikan makanan tambahan yang berkaitan dengan

pekerjaan adalah tempat kerja yang terlalu jauh, tidak ada penitipan anak, dan harus kembali

kerja dengan cepat karena cuti melahirkan singkat (Mardiati, 2006). Cuti melahirkan di

Indonesia rata-rata tiga bulan. Setelah itu, banyak ibu khawatir terpaksa memberi bayinya

susu formula karena ASI perah tidak cukup. Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan

ASI eksklusif, karena waktu ibu bekerja bayi dapat diberi ASI perah yang diperah minimum

2 kali selama 15 menit. Yang dianjurkan adalah mulailah menabung ASI perah sebelum

masuk kerja. Semakin banyak tabungan ASI perah, seamakin besar peluang menyelesaikan

program ASI eklusif (Danuatmaja, 2003).

3. Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan akan

memberikan pengalaman kepada ibu tentang cara pemberian ASI eksklusif yang baik dan

benar yang juga terkait dengan masa lalunya. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi

dalam dirinya secara sukarela ddan penuh rasa percaya diri untuk mampu menyusui bayinya.
Pengalaman ini akan memberikan pengetahuan, pandangan dan nilai yang akan menberi

sikap positif terhadap masalah menyusui (Erlina, 2008).

Akibat kurang pengetahuan atau informasi, banyak ibu menganggap susu formula

sama baiknya , bahkan lebih baik dari ASI . Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat

memberikan susu formula jika merasa ASI kurang atau terbentur kendala menyusui. Masih

banyak pula petugas kesehatan tidak memberikan informasi pada ibu saat pemeriksaan

kehamilan atau sesudah bersalin (Prasetyono, 2005). Untuk dapat melaksanakan program ASI

eksklusif, ibu dan keluarganya perlu menguasai informasi tentang fisiologis laktasi,

keuntungan pemberian ASI, kerugian pemberian susu formula, pentingnya rawat gabung,cara

menyusui yang baik dan benar, dan siapa harus dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah

seputar menyusui.

4. Kelainan pada payudara

Tiga hari pasca persalinan payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri. Kondisi

ini terjadi akibat adanya bendungan pada pembuluh darah di payudara sebagai tanda ASI

mulai banyak diproduksi. Tetapi, apabila payudara merasa sakit pada saat menyusui ibu pasti

akan berhenti memberikan ASI padahal itu menyebabkan payudara mengkilat dan bertambah

parah bahkan ibu bisa menjadi demam (Roesli, 2000).

Jika terdapat lecet pada puting itu terjadi karena beberapa faktor yang dominan adalah

kesalahan posisi menyusui saat bayi hanya menghisap pada puting. Padahal seharusnya

sebagian besar areola masuk kedalam mulut bayi. Puting lecet juga dapat terjadi pada akhir

menyusui, karena bayi tidak pernah melepaskan isapan. Disamping itu, pada saat ibu

membersihkan puting menggunakan alkohol dan sabun dapat menyebabkan puting lecet

sehingga ibu merasa tersiksa saat menyusui karena sakit (Maulana, 2007).
5. Kondisi kesehatan ibu

Kondisi kesehatan ibu juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif.

Pada keadaan tertentu, bayi tidak mendapat ASI sama sekali, misalnya dokter melarang ibu

untuk menyusui karena sedang menderita penyakit yang dapat membahayakan ibu atau

bayinya, seperti penyakit Hepatitis B, HIV/AIDS, sakit jantung berat, ibu sedang menderita

infeksi virus berat, ibu sedang dirawat di Rumah Sakit atau ibu meninggal dunia (Pudjiadi,

2001).

Faktor kesehatan ibu yang menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada

bayi 0-6 bulan adalah kegagalan menyusui dan penyakit pada ibu. Kegagalan ibu menyusui

dapat disebakan karena produksi ASI berkurang dan juga dapat disebabkan oleh

ketidakpuasan menyusui setelah lahir karena bayi langsung diberi makanan tambahan.

B. Faktor Eksternal

1. Faktor petugas kesehatan

Program laktasi adalah suatu program multidepartemental yang melibatkan bagian

yang terkait, agar dihasilkan suatu pelayanan yang komrehensif dan terpadu bagi ibu yang

menyusui sehingga promosi ASI secara aktif dapat dilakukan tenaga kesehatan. Dalam hal ini

sikap dan pengetahuan petugas kesehatan adalah faktor penentu kesiapan petugas dalam

mengelola ibu menyusui. Selain itu sistem pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan juga

mempengaruhi kegiatan menyusui (Arifin, 2004).

Perilaku tenaga kesehatan biasanya ditiru oleh masyarakat dalam hal perilaku sehat.

Promosi ASI eksklusif yang optimal dalam setiap tumbuh kembangnya sangatlah penting

untuk mendukung keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya (Elza, 2008). Selain itu adanya

sikap ibu dari petugas kesehatan baik yang berada di klinis maupun di masyarakat dalam hal

menganjurkan masyarakat agar menyusui bayi secara eksklusif pada usia 0-6 bulan dan
dilanjutkan sampai 2 tahun dan juga meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal

memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang luas (Erlina, 2008).

2. Kondisi kesehatan bayi

Kondisi kesehatan bayi juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif.

Bayi diare tiap kali mendapat ASI, misalnya jika ia menderita penyakit bawaan tidak dapat

menerima laktosa, gula yang terdapat dalam jumlah besar pada ASI (Pudjiadi, 2001).

Faktor kesehatan bayi adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan ibu memberikan

makanan tambahan pada bayinya antara lain kelainan anatomik berupa sumbing pada bibir

atau palatum yang menyebakan bayi menciptakan tekanan negatif pada rongga mulut,

masalah organik, yaitu prematuritas, dan faktor psikologis dimana bayi menjadi rewel atau

sering menangis baik sebelum maupun sesudah menyusui akibatnya produksi ASI ibu

menjadi berkurang karena bayi menjadi jarang disusui (Soetjiningsih, 1997)

3. Pengganti ASI (PASI) atau susu formula

Meskipun mendapat predikat The Gold Standard, makanan paling baik, aman, dan

satu dari sedikit bahan pangan yang memenuhi kriteria pangan berkelanjutan (terjangkau,

tersedia lokal dan sepanjang masa, investasi rendah). Sejarah menunjukkan bahwa menyusui

merupakan hal tersulit yang selalu mendapat tantangan, terutama dari kompetitor utama

produk susu formula yang mendisain susu formula menjadi pengganti ASI (YLKI, 2005).

Seperti di Indonesia sekitar 86% yang tidak berhasil memberikan ASI eksklusif karena para

ibu lebih memilih memberikan susu formula kepada bayinya. Hal ini dapat dilihat dari

meningkatnya penggunaan susu formula lebih dari 3x lipat selama 5 tahun dari 10,8% pada

tahun 1997 menjadi 32,5% tahun 2002 (Depkes, 2006).

4. Keyakinan

Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, dan jus kepada

bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama umum dilakukan. Kebiasaan ini seringkali dimulai
saat bayi berusia sebulan. Riset yang dilakukan di pinggiran kota Lima, Peru menunjukkan

bahwa 83% bayi menerima air putih dan teh dalam bulan pertama. Penelitian di masyarakat

Gambia, Filipina, Mesir, dan Guatemala melaporkan bahwa lebih dari 60% bayi baru lahir

diberi air manis dan/atau teh. Nilai budaya dan keyakinan agama juga ikut mempengaruhi

pemberian cairan sebagai minuman tambahan untuk bayi. Dari generasi ke generasi

diturunkan keyakinan bahwa bayi sebaiknya diberi cairan. Air dipandang sebagai sumber

kehidupan, suatu kebutuhan batin maupun fisik sekaligus (LINKAGES, 2002).


BAB III
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS MEDAN DELI

1. Lokasi
Puskesmas Medan Deli terletak di Jalan K.L Yos Sudarso Km. 11,1 Lingkungan III
Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli, Kode Pos 20243.

2. Geografi
Wilayah kerja Puskesmas Medan Deli meliputi 5 Kelurahan yaitu :
No Nama Kelurahan Lingkungan
1 Kelurahan Kota Bangun 8
2 Kelurahan Tanjung Mulia 28
3 Kelurahan Tanjung Mulia Hilir 22
Jumlah 58 Lingkungan

Luas wilayah kerjanya adalah :


No Kelurahan Luas Wilayah
1 Kelurahan Kota Bangun 250 Ha
2 Kelurahan Tanjung Mulia 541 Ha
3 Kelurahan Tanjung Mulia Hilir 325 Ha
Jumlah 1116 Ha

Puskesmas Medan Deli berbatasan dengan :


 Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Medan Labuhan,
 Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Medan Timur dan Medan Barat,
 Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli
Serdang,
 Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang.
3. Demografi
Wilayah kerja puskesmas medan deli memiliki jumlah penduduk sebanyak 87.789 jiwa
dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 43.159 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
sebanyak 44.630 jiwa.

Jumlah penduduk berdasarkan kelurahan dan jenis kelamin


Jenis Kelamin
No Kelurahan
L P
1 Kota Bangun 5.923 6.014
4 Tanjung Mulia 18.610 19.500
5 Tanjung Mulia Hilir 18.626 19.116
Jumlah 43.159 44.630

Sarana Fisik Sumber Daya Masyarakat / UKBM


Kelurahan
NO SARANA JLH
K.B T. M T.M.H JLH
1 Posyandu Balita 7 21 17 45
2 Posyandu Lansia 1 1 4 6
3 Posbindu 1 1 1 3
4 Kelas Ibu Hamil 1 1 1 3
5 Kelas Ibu Balita 1 1 1 3
6 Pos UKK - 1 - 1

Jlh Jlh Jlh


Jlh
No Kelurahan Buteki Bayi Baduta
Bumil
Kota
1 221 216 201 399
Bangun
Tanjung
2 707 690 637 1.274
Mulia
T. Mulia
3 700 683 631 1.262
Hilir
Jumlah 1628 1589 1469 1.469
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Kegiatan Program KIA


Upaya perbaikan gizi yang sudah dilaksanakan di Puskesmas Medan Deli
a. Kegiatan yang dilakukan di dalam gedung puskesmas antara lain:
1. Melakukan Penimbangan berat badan dan pengukuran PB/TB pada bayi
dan balita yang berobat ke puskesmas dan ditentukan status gizinya
2. Melaksanakan Konsultasi Gizi
3. Pemberian Vitamin A pada bayi, balita dan bufas
4. Pemberian tablet Fe pada bumil dan bufas
5. Kegiatan Pusat Pemulihan Gizi
6. Pemberian Makanan Tambahan
7. Pemberian beras jimpitan untuk anak gizi kurang dan gizi buruk
b. Kegiatan yang dilakukan di luar gedung puskesmas antara lain:
1. Pemantauan status gizi di Posyandu
2. Penyuluhan gizi di Posyandu, di sekolah, kelas ibu hamil
3. Pemberian Kapsul vitamin A pada bayi , balita dan bufas
4. Pemberian tablet Fe ibu hamil
5. Pelacakan kasus gizi buruk
6. Kunjungan rumah/home visit balita gizi buruk.
7. Pemberian PMT-AS
4.2 Kegiatan Penanggulangan masalah gizi buruk di Wilayah Puskesmas Medan Deli
Startegi Penanggulangan masalah kasus gizi buruk di Wilayah kerja Puskesmas Medan Deli
anatara lain: Pelacakan Gizi Buruk, Pemantauan Status Gizi ,Kunjungan rumah balita gizi
buruk, pemberian PMT, Demo masakan bergizi.

a. Pelacakan kasus gizi buruk


Dalam hal ini penemuan kasus dapat dilakukan dengan cara melakukan pelacakan
kasus gizi buruk ataupun laporan dari posyandu, bidan praktek serta pasien yang datang
berobat ke Puskesmas. Kasus gizi buruk dari bulan januari sampai bulan oktober ada
sebanyak 6 kasus.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk pelacakan gizi buruk adalah:
1. Pengumpulan data
Petugas gizi melakukan pengecekan antropometri, gejala klinis secara baik dan benar selanjutnya
melakukan anamnesis untuk mengetahui penyebab terjadinya kasus ini. Selanjutnya
melakukan laporan ke kepala puskesmas dan dinas kesehatan serta instansi terkait.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menunjang hasil pemeriksaan perlu dilakukan pemeriksaan darah pada pasien, hal ini
bertujuan untuk mengetahui jumlah kadar Hb, dan infeksi yang diderita pasien.
3. Terapi Obat
4. Setelah diketahui jumlah Hb, infeksi, Pasien diarahkan untuk melakukan konsultasi
dengan dokter yang ada di puskesmas guna mendapatkan pengobatan serta penyembuhan
infeksi yang diderita pasien.
5. Kerjasama Lintas Program dan Lintas Sektor
Kerja sama lintas program perlu dilakukan agar faktor-faktor yang
mengakibatkan kasus ini dapat diselesaikan dengan seksama. Sebuah gambaran
kegiatan dibawah ini yang telah dilakukan mungkin dapat menjadi bahan pemikiran :
Misalnya Pasien X yang ada mengalami kondisi gizi buruk berdasarkan BB/U, setelah dilakukan
pemeriksaan laboratorium Hb pasien kurang dari normal dan mengalami infeksi diare yang
berulang .
Agar kejadian ini dapat diatasi perlu diupayakan pengobatan, suplementasi, pemberian PMT serta
penyuluhan bersama dengan program yang lain dengan hasil akhir yang diperoleh kasus
dapat diatasi dengan baik dan tidak akan terulang kembali.
Penyelesaian kasus gizi buruk dan kurang tidak akan selesai dengan pemberian PMT saja, hal
terbesar yang perlu dilakukan dengan serius adalah dengan mengidentifikasi penyebab dan
menyatukan semua program yang ada serta kerja sama lintas program yang ada. Melalui
upaya pendampingan kelurga yang rawan gizi buruk agar pada akhirnya mereka dapat
memecahkan masalah gizi yang mereka alami secara mandiri.
b. Pemantauan Status Gizi
Untuk memantau status gizi balita dilakukan pemantauan status gizi dalam
kegiatan posyandu setiap bulan , Pustu Puskesmas . Balita yang ditiimbang di
posyandu di lihat berapa yang BGM dan Balita yang 2 bln tdk naik berat badannya.
Bila ditemukan Balita yang BGM dan 2T segera di rujuk ke Puskesmas untuk
melakukan pemeriksaan oleh Dokter Puskesmas. Setelah dilakukan pemeriksaan
dilakukan tindakan sesuai dengan hasil pemeriksaan .
c. Kegiatan Demo Masak
Untuk memperbaiki status gizi balita gizi buruk dan gizi kurang kami juga melakukan kegiatan
demo masakan bergizi sebanyak 6 kali dalam setahun, kegiatan demo masak bertujuan untuk
menambah pengetahuan Ibu balita dalam pemilihan makanan balita dan cara pengolahannya
makanan . Setiap kegiatan demo masak sebanyak 20 orang gizi buruk dan gizi kurang .Ibu
balita diikutsertakan dalam kegiatan demo masak yang dilaksanakan di Puskesmas
Diharapkan dengan adanya kegiatan ini ibu balita gizi kurang dan gizi kurang dapat
mengerti cara pengolahan makanan untuk balita gizi kurang dan gizi buruk sehingga status
gizi balita gizi buruk dan gizi kurang semakin membaik.
d. Kunjungan rumah balita gizi buruk
Home visit merupakan interaksi yang dilakukan dirumah untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan individu atau keluarga. Tujuan kunjungan rumah
adalah meningkatkan sistem pendukung yang ada agar efektif dan adekuat sebagai
upaya pencapaian kesehatan keluarga, meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan
pada keluarga. ,khususnya keluarga dengan masalah kesehatan yang spesifik ataupun
ketidakmampuan optimalisasi perkembangan kesehatan keluarga dan pendidikan
kesehatan terhadap pemeliharaan dan pencegahan penyakit, meningkatkan kekuatan
fugsi dan hubungan keluarga.
Kunjungan rumah balita yang mendapatkan PMT dan tindak lanjut kasus gizi
buruk merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan rehabilitatif untuk mencegah
balita kembali mengalami penurunan status gizi.
Kegiatan ini dilakukan dengan kunjungan ke rumah balita gizi buruk
bekerjasama dengan lintas program dan sektor. Tujuannya Untuk memantau
pertumbuhan dan perkembangan balita gizi buruk tersebut. Memberikan penyuluhan
kepada ibu balita tentang makanan bergizi untuk balita.gizi buruk.Diharapkan
keadaan status gizi balita gizi buruk menjadi lebih baik.
e. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Sasaran Pemberian PMT yaitu Balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan termasuk balita dengan
Bawah Garis Merah (BGM) dari keluarga miskin menjadi sasaran prioritas penerima PMT
Pemulihan.
Sasaran dipilih melalui hasil penimbangan bulanan di Posyandu dengan urutan prioritas dan kriteria
sebagai berikut :
1. Balita yang dalam pemulihan pasca perawatan gizi buruk di Pusat Pemulihan
Gizi Puskesmas
2. Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturutturut (2 T)
3. Balita kurus
4. Balita Bawah Garis Merah (BGM)
Pemberian PMT dilakukan di puskesmas, posyandu , untuk balita gizi buruk diberikan selama 90
hari , PMT yang diberikan berupa susu dan biskuit.Selain itu PMT diberikan melalui kegiatan
demo masakan bergizi.
Kegiatan pemberian PMT di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli dilatarbelakangi oleh masalah
kesehatan gizi dimana diperlukan upaya suplementasi gizi bagi ibu hamil, Balita kurus dan
anak sekolah.
Data Gizi Buruk di Wilayah kerja Puskesmas Medan Deli T1hun 2016

Jumlah gizi buruk tahun 2016 di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli
sebanyak 17 orang dimana diantara 17 orang ada2 orang yang meninggal,2 orang
pindah, dan yang lainnya ada yang membaik dan menjadi gizi kurang.
Data Gizi Buruk Diwilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Bulan Januari-Oktober 2017

Jumlah gizi buruk tahun 2017 sampai bulan oktober 2017 di wilayah kerja Puskesmas
Medan Deli sebanyak 6 orang . Jumlah balita gizi buruk mengalami penurunan di tahun
2017.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan m
1. Cakupan balita gizi buruk tahun 2016 mengalami penurunan tahun 2017m
2. Kerja sama lintas program dan lintas sektoral sangat perlu dikembangkan untuk
mengatasi masalah gizi buruk
3. Upaya intervensi permasalahan gizi perlu dikembangkan dan dilaksanakan secara
terarah dan terpadu.
4. Dibutuhkan media yang inovatif yang murah dan praktis guna menyebarluaskan
informasi gizi.
1. Saran.
1. Perlunya diberikan pelatihan-pelatihan kepada tenaga kesehatan puskesmas
khususnya petugas gizi sebagai stimulus untuk meningkatkan kemampuan dalam
hal pengembangan diri berkaitan dengan disiplin ilmu yang dimiliki.
2. Perlunya pembinaan dilakukan oleh pimpinan puskesmas atau jajaran diatasnya
sehingga dapat memotivasi petugas kesehatan dalam hal kerja sama lintas program
dan lintas sektoral serta seluruh elemen masyarakat dalam hal mengatasi masalah
gizi.
3. Perlu diadakan program-program tambahan yang melibatkan seluruh komponen
masyarakat guna membantu pengentasan masalah gizi.
4. Pada tahap lanjut kegiatan ini dapat melibatkan sektor pendidikan seperti PAUD,
TK, SD, guna penyebarluasan informasi Gizi sejak usia dini karena seperti kita
ketahui masa proses penyerapan informasi yang paling baru.
5. Upaya intervensi permasalahan gizi perlu dikembangkan dan dilaksanakan secara
terarah dan terpadu

Anda mungkin juga menyukai