Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

2.1 Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Pra Kemerdekaan


Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya,
bahasa Melayu di pakai sebagai bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa
yang di gunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar
Nusantara.

Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama


Islam di wilayah Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya
karena bahasa Melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan
antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa
Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan
rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda indonesia yang tergabung dalam
perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa indonesia
menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).

Pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu
(Tinggi) dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Pada
periode ini mulai terbentuklah “bahasa Indonesia” yang secara perlahan terpisah dari bentuk
semula bahasa Melayu Riau-Johor. Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai
lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya
sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai
360 bahasa.

Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di
bawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah
Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.
2.2 Perkembangan Bahasa Indonesia pada zaman Kemerdekaan
Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian
pada tanggal 18 Agustus 1945 telah ditetapkan Undang-undang Dasar 1945. Dalam Pasal 36 Bab
XV UUD ’45 berbunyi : “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Pada tanggal 19 Maret 1947
diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan Van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya
Ciri-ciri ejaan ini yaitu :

a. Huruf “ oe “ diganti dengan “ u “ seperti pada kata Guru, Itu, Umur, dan sebagainya.

b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan K pada kata-kata Tak, Pak, Rakjat, dan

sebagainya.

c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.

d. Awal di-an kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.

2.3 Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu
bahasa. Dengan adanya ejaan diharapkan para pemakai menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar sesuai aturan-aturan yanga ada. Sehingga terbentuklah kata dan kalimat yang
mudah dan enak didengar dan dipergunankan dalam komonikasi sehari hari. Sesuai dengan apa
yang telah diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia terdiri dari:

1. Ejaan van Ophuijsen


Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen
yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim
menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal
dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901.
Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
a. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk
menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
1. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
2. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
3. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
4.
2. Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17
Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan
Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
a. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.

3. Ejaan Yang Disempurnakan


Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak
tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri
Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung
persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara
tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972,
berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi
dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di
Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Selanjutnya
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian
berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

2.4 Perkembangan Bahasa Indonesia Masa Reformasi


Munculnya Bahasa Media Massa (bahasa Pers):
1. Bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim);
2. Banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing adalam surat kabar.
Pers telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan ungkapan baru, seperti
KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator, arogan,
hujat, makar, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua setelah Bahasa Inggris
ataupun bahasa gaul. Selain itu, dipengaruhi pula oleh media iklan maupun artis yang
menggunakan istilah baru yang merupakan penyimpangan dari kebenaran cara berbahasa
Indonesia maupun mencampuradukan bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

2.5 Perkembangan Bahasa Indonesia Masa Reformasi

Perkembangan globalisasi di abad XXI sangat pesat dibandingkan abad-abad sebelumnya. Hal
ini disebabkan oleh perkembangan teknologi yang juga sangat cepat, sehingga komunikasi antar
manusia di negara-negara yang terpisah jauh pun dapat dilakukan dengan praktis tanpa perlu
memakan waktu lama. Kemudahan ini membuat informasi dapat bergerak dari satu tempat ke
tempat lain dengan waktu yang relatif singkat.
Sebagai bagian dari budaya, bahasa juga rentan terpengaruh oleh globalisasi, terutama dengan
semakin mudahnya pembelajaran dan penggunaan bahasa. Dengan semakin tergantungnya
negara satu dengan negara yang lain, diperlukan satu bahasa umum agar komunikasi dapat
dilakukan lebih mudah tanpa memerlukan penerjemah. Bahasa Inggris biasanya menjadi bahasa
yang paling mudah memengaruhi bahasa-bahasa lain di dunia, dikarenakan penggunaannya
sebagai bahasa Internasional.[8]
Tetapi, dengan adanya globalisasi, bahasa Indonesia pun mulai terpengaruh oleh berbagai
macam bahasa lain. Bahasa Inggris, Jepang, dan Korea merupakan 3 bahasa yang paling banyak
memengaruhi pengguna bahasa Indonesia dewasa ini. Hal ini disebabkan oleh pertukaran budaya
dan informasi yang begitu deras lewat internet, televisi, dan media-media lainnya, sehingga
orang-orang Indonesia cenderung terbiasa mengucapkan kata-kata asing seperti “good
morning”, “ohayou gozaimasu”, dan “annyeonghaseyo”daripada kata-kata bahasa Indonesia
seperti “selamat pagi”. Hal ini tentu akan sangat membahayakan kelangsungan bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional.
Selain itu, bahasa-bahasa tren yang digunakan oleh remaja-remaja Indonesia saat ini juga
akan berdampak buruk bagi bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa-bahasa alay yang
menggabungkan huruf dan tulisan serta sebutan-sebutan yang kadang memiliki arti yang jauh
dari konotasi sebenarnya seperti “cabe-cabean” juga dapat merusak bahasa Indonesia, terutama
apabila bahasa-bahasa tren tersebut digunakan oleh banyak orang. Bahasa-bahasa ini biasanya
menyebar dari mulut ke mulut, atau menyebar melalui media sosial onlineseperti Facebook,
Twitter, sehingga hanya dalam sekejap, ratusan atau bahkan ribuan orang dapat langsung
mengetahui dan menggunakannya dalam percakapan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai