Anda di halaman 1dari 1

bin Atha.

Yang pertama lahir akibat kemelut politik, sedangkan yang kedua muncul karena
didorong oleh persoalan akidah atau keimanan.
Al-Syahrastani menceritakan begaimana Mu’tazilah kedua tersebut lahir. Katanya,
pada suatu hari seorang laki-laki datang menemui Hasan al-Bashri (21-110 H/642-728 M) di
majelis pengajiannya di Bashrah, seraya berkata, “pada zaman kita sekarang ada golongan
yang mengafirkan orang-orang yang berbuat dosa besar. Menurut mereka, dosa besar itu
merusak iman sehingga membawa kepada kekafiran (yang dimaksud adalah golongan
Khawarij). Di samping itu, ada pula golongan yang menangguhkan hukum orang yang
berdosa besar. Menurut golongan ini, dosa besar tidak merusak iman sehingga muslim yang
berbuat dosa besar itu tetap mukmin, tidak kafir (golongan dimaksud ialah Murjiah).
Bagaimanakah anda menetapkan iktikad bagi kami dalam hal ini?”
Kerika Hasan al-Bashri masih merenung untukmemberikan jawaban atas pertanyaan
tersebut, Washil bin Atha’, salah seorangpeserta dalam majelis tersebut, memberikan
jawaban lebih dahulu. “Aku tidak mengatakan orang yang berbuat dosa besar itu mukmin
secara mutlak, tidak pula kafir secara mutlak. Statusnya berada diantara mukmin dan kafir
(al-manzilah bain al-manzilatain). Orang itu tidak mukmin, tidak pula kafir”.
Setelah memberikan jawaban itu, Washil berdiri dan berjalan menuju ke salah satu
sudut masjid. Disini ia kembali menegaskan dan menjelaskan pendapatnya tersebut kepada
kawan-kawannya. Melihat sikap Washil demikian, Hasan al-Bashri berkata “I’tazala ‘anna
Washil (Washil telah memisahkan diri dari kita)”. Sejak itulah, Washil dan kawan-kawan
serta pengikutnya dinamakan Mu’tazilah) tidak berkembang dan bukan merupakan aliran
teknologi dalam Islam. Mu’tazilah yang berkembang dan menjadi salah satu aliran teknologi
ialah Mu’tazilah bentuk kedua, pemimpin Washil bin Atha’.

C. Pokok-pokok Ajaran Mu’tazilah


Ada lima pokok ajaran Mu’tazilah yang dirumuskan oleh tokoh besar aliran ini, Abu
Huzail al-Allaf.
1. Al-Tauhid (keesaan Allah)
2. Al-‘Adl (keadilan Tuhan)
3. Al- Wa’d wa Al-Wa’id (janji dan ancaman)
4. Al-Manzilah bain Al-Manzilatain (posisi diantara dua posisi)
5. Amar Makruf dan Nahi Munkar
Tauhid adalah prinsip dan dasar pertama dan utama dalam akidah islam. Jadi, prinsip
ini bukan hanya milik Mu’tazilah, melainkan milik semua umat islam. Akan tetapi
Mu’tazilah mempermasalahkannya lebih mendalam dan filosofis. Dari prinsip Al-Tauhid,
lahir beberapa pendapat Mu’tazilah, diantaranya:
a. Menafikan sifat-sifat Allah. Mu’tazilah tidak mengakui adanya sifat pada Allah. Apa
yang dipandang orang sebagai sifat, bagi Mu’tazilah, tidak lain adalah zat Allah itu
sendiri. Alasannya, jika Tuhan mempunyai sifat berarti ada dua yang qadim, yaitu zat
dan sifat. Sedangkan bagi Mu’tazilah, yang qadim itu hanya satu, Allah. La qadima
illa Allah (tidak ada yang qadim kecuali Allah)
b. Al-Qur’an adalah makhluk. Karena itu, al-Qur’an diciptakan dan tidak qadim.
c. Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat kelak yang dapat dilihat
dengan mata kepala bukanlah Tuhan.
d. Tuhan tidak sama dengan makhluk (tajassum). Karena itu,setiap ada ayat al-qur’an
yang menunjukkan seolah-olah ada persamaan antara Tuhan dengan makhluk seperti
mempunyai tangan, mata, dan telinga, ayat itu ditakwilkan sehingga tidak ada lagi
kesan bahwa Tuhan ada persamaan dengan makhluk-Nya.

Anda mungkin juga menyukai