Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN

ACARA 2
PEMBUATAN MEDIA

Disusun oleh:
Nama : Annisa Ratna Hakim
NPM : 1710401041
Kelompok : B5
Asisten : Marcella Peni Puspita

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Media merupakan bahan tumbuh untuk eksplan yang memiliki kandungan nutrisi bagi
eksplan. Dengan terpenuhinya kebutuhan nutrisi maka eksplan akan tumbuh dengan baik.
Media yang digunakan bias berupa garam mineral, hormone, vitamin, dan lain lain.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum
sangat tergantung pada jenis media. Media untuk penumbuhan bahan kultur jaringan sangat
berpengaruh terhadap tanaman yang nanti akan dihasilkan. Sehingga macam macam media
kultur jaringan sangat dibutuhkan sesuai dengan jenis tanaman dan eksplan yang ingin
ditumbuhkan.
Sebelum menggunakan media untuk penanaman eksplan, hal pertama yang harus
dilakukan adalah mensterilkan media dengan autoklaf. Cara ini dilakukan agar media tidak
terkontaminasi oleh mikroorganisme maupun lingkungan disekitarnya. Konsentrasi media
pada setiap kultur in vitro yang akan ditanami eksplan berbeda beda. Formulasi media dan
hormon yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan eksplan
Contoh media yang digunakan adalah media Murashige & Skoog (MS). Media ini
merupakan media yang paling umum dilakukan, dan biasanya digunakan untuk kultur
jaringan wortel. Sedangkan untuk zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan dalam kultur
jaringan in vitro adalah auksin dan sitokinin. Auksin berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan akar, kalus, dan organ sel, sedangkan sitokinin berfungsi merangsang
penbelahan sel dan merangsang pertumbuhan pucuk. Pada praktikum kali ini akan
digunakan zat pengatur tumbuh auksin Naftalen Acetic Acid (NAA) dan sitokinin
benzylaminopurine (BAP).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah setelah mengikuti praktikum mahasiswa dapat
mempraktekkan cara pembuatan media
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.


Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan
secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat
besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang
dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga
jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan
nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang
hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan
(Campbell, et al. 2012).
Media yang digunakan biasanya berupa garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain
itu diperlukan juga bahan tambahan seperti agar-agar, gula, arang aktif, bahan organik dan lain-
lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya.
Medium yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Medium yang
digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf agar tidak
terjadi kontaminasi dari bakteri maupun cendawan. Komposisi media yang digunakan dalam
kultur jaringan dapat berbeda jenis dan konsentrasinya. Perbedaan komposisi media dapat
mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara
in vitro (Patel, H., R. Krishnamurthy, 2013).
1. Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya
ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam
kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-
HCl dan IAA (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
2. Media White
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari,
ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada
yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor
bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan
kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari
media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan
sekarang (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
3. Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun
dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat.
Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM
NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan
NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm. Media Nitsch & Nitsch,
menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan
jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1
mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun (Metwali, E., O. Al-Maghrabi,
2012).
Pertumbuhan sel dari jaringan suatu organ dibandingkan dengan jaringan tumor
tanaman Venca rosea (Catharanthus roseus), menunjukkan bahwa penambahan
ammonium ke dalam media White yang sudah dimodifikasi, mempunyai pertumbuhan
yang lebih baik. Konsentrasi NO3-, NH4-, K+ dan H2PO4- yang diperoleh, hampir sama
dengan yang dikembangkan oleh Miller (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
4. Media Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik
yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS
mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+.
Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15
kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media
White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro
lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media
MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan
untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan untuk
berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga
dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media :
a. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS,
dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10 mM, sedangkan
KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro
dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian
embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch
dalam penelitian kultur anther.
b. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan
1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+
dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya.
c. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-,
K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra
(Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan persenyawaan, ini
terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap adalah
fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn.
Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca
dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+,
mengendap. Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-
unsur tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya
belum diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan
supaya konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap (Metwali, E., O.
Al-Maghrabi, 2012).
5. Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan
amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5
dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar
untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan
untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini
menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2
mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+
antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
6. Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan
dikotil. Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi
pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang
lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis
tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan,
tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk
pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman
tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman
legume (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
7. Media WPM (Woody Plant Medium)
Yang dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media
dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus
tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih
tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan
tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon (Metwali, E., O. Al-Maghrabi,
2012).
8. Media N6
Media N6 mempunyai ciri perbandingan NH₄⁺ dan NO₃⁻ yang jauh perbandinganya.
Amonium yang diberikan dalam bentuk (NH₄)SO₄ hanya sebanyak 363 mg/l, sedangkan
KNO₃ 2830 mg/l. Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar
dan media perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang mengandung
hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Dalam teknik kultur
jaringan dikenal puluhan macam media dasar. Penamaan resep media dasar pada
umumnya diambil dari nama penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali
dalam kultur khusus dan memperoleh suatu hasil yang penting artinya (Metwali, E., O.
Al-Maghrabi, 2012).
Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat
pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang
dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita
peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan
pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan
bahan organik tambahan (Campbell, et al. 2012).
Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam
jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan
untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan konsentrasi
ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum, zat pengatur tumbuh yang
digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin
(Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan
kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin adalah
2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau
Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel
dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut golongan ini sangat penting dalam
pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur
jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi atau
perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah
GA3, GA2, dan GA1 (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum kultur jaringan acara pembuatan media ini dilaksanakan pada hari Kamis,
31 Oktober 2019, pukul 07.00-09.00, di ruang P2.03, Laboratorium Fakultas Pertanian
Universitas Tidar.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat tulis, Gelas ukur, erelenmeyer,
Spatula, Kompor listrik, Timbangan analitik, Botol kultur steril, Gelas piala, Beaker glass,
Autoklaf, dan Pengaduk kaca. Sedangkan bahan kimia yang digunakan ialah NH4NO3,
KNO3, MgSO4 – 2H2O, KH2PO4, akuades, Mikronutrien, Fe- EDTA 2 H2O, vitamin,
mionositol, gula/sukrosa, dan agar powder.

3.3 Cara Kerja


1. Menyiapkan erlenmeyer kapasitas 1 liter yang bersih dan steril.
2. Menimbang 1650 mg NH4NO3, 1900 mg KNO3, 370 mg MgSO4 – 2H2O, 170 mg
KH2PO4
3. Melarutkan dalam 400 ml akuades
4. Menambahkan Mikronutrien 1 ml
5. Menambahkan Fe- EDTA 2 H2O 1 ml
6. Menambahkan stok vitamin dan mionositol 2ml
7. Menambahkan gula/sukrosa 30 g
8. Menambahkan agar powder 8 g
9. Menambahkan akuades 600 ml
10. Mengaduk sampai rata sambil dipanaskan sampai mendidih sehingga semua bahan
terlarut
11. Mengukur pH 5,7-5,8
12. Membagi media menjadi 4 bagian masing-masing 250 ml
13. Memberikan label sebagai penanda
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Media MS
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik
yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS
mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan
N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih
tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium
juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya
konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat
untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur
jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan
kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-
media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media :
a. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS,
dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10 mM, sedangkan
KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro
dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian
embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch dalam
penelitian kultur anther.
b. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988)
untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan
NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya.
c. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-,
K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra
(Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan persenyawaan, ini
terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap adalah
fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn.
Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca
dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+,
mengendap. Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur
tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum
diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan supaya
konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap (Metwali, E., O. Al-
Maghrabi, 2012).

4.2 Hormon/ZPT
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan
kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin
adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid
(NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus
pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut golongan ini sangat
penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa
digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP). Dan
giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus.
Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1 (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Pembuatan media kultur dilakukan dengan cara memipet larutan stok yang sebelumnya
sudah dibuat dan disimpan di lemari pendingin. Larutan stok tersebut dipipet sesuai dengan
menggunakan rumus pengenceran kemudian diencerkan (yang sebelumnya terlebih dahulu
telah dideretkan di atas meja secara berurutan mulai dari larutan stok A-H) ke dalam gelas
piala berukuran 1L. Pemipetan dilakukan secara berurutan untuk menghindari terjadi reaksi
kimia antar larutan yang dapat menyebabkan penurunan atau degradasi maupun reaksi
penggaraman yang akan berakibat pada ketidaktersediaa unsur tumbuh untuk petumbuhan
eksplan. Konsentrasi larutan yang digunakan sesuai dengan konsentrasi pada formulasi
media MS. Larutan yang telah berada didalam beacker gelas kemudian diencerkan dengan
ditambah air sebanyak 800 ml dulu dan sukrosa sebanyak 20 g. Gula berfungsi ganda di
dalam media yaitu berfungsi sebagai sumber energi, dan sebagai penyeimbang tekanan
osmotik media. Kemudian dipanaskan dengan menggunakan hot plate magnetic stearer.
Hal tersebut dilakukan supaya sukrosa cepat larut. Setelah sukrosa larut kemudian larutan
tersebut baru ditambahkan air sampai volumenya menjadi 1 L, pemanasan tetap terus
dilakukan. Kemudian kita mengukur pH larutan menggunakan pH meter. pH larutan yang
dianjurkan adalah berkisar anatara 5,8-6,0. Apabila pH larutan di bawah 5,8 maka
dilakukan penambahan NaOH setetes demi setetes sampai pH naik sekitar 5.8. Apabila pH
di atas 6.0 maka dilakukan penambahan KCl setetes demi setetes sampai pH turun pada
kisaran tersebut. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5.5-
5.8. Sekalipun media sudah ditetapkan, seringkali setelah sterilisasi pH-nya berubah
(Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).

4.3 Pembuatan Media


Untuk menghindarkan perubahan pH yang cukup besar, Murashige dan
Skoog menyarankan agar dilakukan pemanasan untuk melarutkan agar-agar dan
memanaskan media didalam autoklaf selama beberapa menit, baru diadakan penetapan
media disterilkan dalam autoklaf. Dalam wadah yang besar, media disterlikan dan
kemudian dititrasi dengan NaOH/HCl steril sampai pH yang diinginkan. Setelah itu media
dituang ke dalam wadah kultur steril yang telah dipersiapkan di dalam laminar air flow
cabinet (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
Penambahan NaOH pada larutan dilakukan sebab pH larutan berda di bawah kisaran
pH yang dianjurkan yaitu sebesar 5,6 karena bahan pembuat medianya kebanyakan
golongan asam. Kemudian dilakukan pengukuran pH dan ditetapkan sampai 5.8.
Pengaturan pH dilkukan untuk menjamin ketersediaan unsure hara bagi eksplan di dalam
botol kultur. Setelah ditambahkan NaOH pH menjadi 5.8, maka setelah itu baru dimasukan
agar. Karena pada praktikum ini, media yang digunakan adalah media padat maka
diperlukan bahan pemadat berupa agar. Agar yang diberikan yaitu sebesar 7 gram
dimasukkan kedalam larutan penyusun media dan dipanaskan. Pengukuran pH tidak lagi
dilakukan karena apabila larutan media yang telah ditambahkan agar diukur pH-nya maka
akan merusak pH-meter. Konsentrasi agar yang terlalu tinggi dapat mengurangi difusi
persenyawaan dari dan ke arah eksplan sehingga pengambilan hara dan zat tumbuh
berkurang, sedangkan zat penghambat dari eksplan tetap berkumpul di sekitar eksplan.
Setelah mencapai titik didih yang ditandai dengan larutan berwarna bening dan terdapat
gelembung maka larutan dituangkan ke dalam botol-botol kultur sebanyak 70 buah sesuai
dengan jumlah dibutuhkan. Kemudian botol ditutup dengan alumunium foil dan dilakukan
sterilisasi basah dengan menggunakan autoclave selam 20 menit pada suhu 1210C dan pada
tekanan 15 psi. Setelah itu botol-botol kultur diletakan di dalam ruang kulur pada rak-rak
yang telah tersedia (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
BAB 5
KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini adalah cara pembuatan media kultur dilakukan dengan cara
memipet larutan stok yang sebelumnya sudah dibuat dan disimpan di lemari pendingin. Larutan
stok tersebut dipipet sesuai dengan menggunakan rumus pengenceran kemudian diencerkan.
Langkah pertama adalah menyiapkan erlenmeyer kapasitas 1 liter yang bersih dan steril,
menimbang 1650 mg NH4NO3, 1900 mg KNO3, 370 mg MgSO4 – 2H2O, 170 mg KH2PO4,
melarutkan dalam 400 ml akuades, menambahkan Mikronutrien 1 ml, mrnambahkan Fe-
EDTA 2 H2O 1 ml, menambahkan stok vitamin dan mionositol 2ml, menambahkan
gula/sukrosa 30 g, gula berfungsi ganda di dalam media yaitu berfungsi sebagai sumber energi,
dan sebagai penyeimbang tekanan osmotik media. menambahkan agar powder 8 g,
menambahkan akuades 600 ml, mengaduk sampai rata sambil dipanaskan sampai mendidih
sehingga semua bahan terlarut, mengukur pH 5,7-5,8, membagi media menjadi 4 bagian
masing-masing 250 ml, dan memberikan label sebagai penanda. Sekalipun media sudah
ditetapkan, seringkali setelah sterilisasi pH-nya berubah.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, et al. 2012. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.


Kadhimi, Ahsan, et al. 2014. “Tissue Culture and Some of The Factors Affecting Them and
The Micropropagation of Strawberry.” Life Science Journal. Vol: 11(8).
Metwali, E., O. Al-Maghrabi. 2012. “Effectiveness of Tissue Culture Media Components on
The Growth and Development of Cauliflower (Brassica oleracea var.
Botrytis) Seedling Explants in vitro.” African Journal of Biotechnology. Vol: 11(76).
Patel, H., R. Krishnamurthy,. 2013. “Elicitors in Plant Tissue Culture.” Journal of
Pharmacognosy and Phytochemistry.Vol: 2(2).
Rane,Madhari & Salman Khan .2016. “Study Of Bacteria And Fungi Isolate From
Contaminated Banana Tissue Culture.” International Journal Of Innovative Research
In Science,Engineering And Technology. Vol 5.

Anda mungkin juga menyukai