Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vertigo merupakan keluhan yang umum dijumpai pada praktek klinik dimana
pasien menggambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness,
unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Berbeda dengan vertigo, dizziness atau
pusing merupakan suatu keluhan yang umum terjadi akibat perasaan disorientasi,
biasanya dipengaruhi oleh persepsi posisi terhadap lingkungan. Dizziness sendiri
mempunyai empat subtipe, yaitu vertigo, disekuilibrium tanpa vertigo, presinkop,
dan pusing psikofisiologis. Secara keseluruhan, insiden pusing, vertigo dan
ketidakstabilan (imbalance) mencapai 5-10% dan meningkat menjadi 40% pada
usia lebih 40 tahun. Dari keempat subtipe dizziness, vertigo terjadi pada sekitar
32% kasus, dan sampai dengan 56,4% pada populasi orang tua. Sementara itu,
angka kejadian vertigo pada anak-anak tidakdiketahui, tetapi dari studi yang lebih
baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia,dilaporkan sekitar 15% anak paling
tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalamperiode satu tahun. Sebagian
besar (hampir 50%) diketahui sebagai “paroxysmal vertigo” yang disertai dengan
gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia).1
Secara etiologis, vertigo disebabkan oleh adanya abnormalitas organ - organ
vestibuler, visual, ataupun sistem propioseptif. Secara umum vertigo dibagi
menjadi dua kategori berdasarkan yaitu vertigo vestibular dan non vestibular.
Vertigo non vestibular mencakup vertigo karena gangguan pada visual dan sistem
proprioseptif. Sementara vertigo vestibular dibagi menjadi dua yaitu vertigo
sentral dan perifer.1
Lesi vertigo sentral dapat terjadi pada daerah pons, medulla, maupun
serebelum. Kasus vertigo jenis ini hanya sekitar 20% - 25% dari seluruh kasus
vertigo, tetapi gejala gangguan keseimbangan (disekulibrium) dapat terjadi pada
50% kasus vertigo. Sementara vertigo perifer kelainan atau gangguan ini
dapat terjadi pada end-organ (utrikulus maupun kanalis semisirkularis) maupun
saraf perifer.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer

Gambar 1. Anatomi Sistem Keseimbangan Perifer

Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang
paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam,
tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri
atas labirin tulang dan labirin membrane. Labirin membrane terletak dalam labirin
tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin
membrane dan labirin tulang terdapat perilimf, sedang endolimf terdapat didalam
labirin membrane. Berat jenis endolimf lebih tinggi daripada cairan perilimf.
Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam
perilimf, yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis, yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior).
Selain ke tiga kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.2
Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan,
yaitu:

2
1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam
pendengaran.
2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus
dan utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan
sakulus sel sensoriknya berada di makula, sedangkan di kanalis sel
sensoriknya berada di krista ampulanya)2
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan
disekitarnya tergantung kepada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin,
organ visial dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik
tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada
saat itu.2
Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis
semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis
sel. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap
percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier,
khususnya percepatan inier dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap
gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan percepatan linier ini
disebabkan oleh geometridari kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari
struktur-struktur yang menutupi sel rambut.1
Sel rambut
Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut
pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang
dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan
menyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut
akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia
menjauh dari kinosilium maka sel-sel rambut akanterinhibisi.3
Kanalis semisirkularis
Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada
rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak
lurus satu dengan yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga
terletak hampir satu bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu

3
rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang satunya
akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus normal dan terdapat
percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka
serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara
serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal
misalnya rotasi kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan
tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi.2
Organ otolit
Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir
horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda
dengan sel rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada organ
otolit tidak semuanya sama. Pada makula utrikulus, kinosilium terletak di bagian
samping sel rambut yang terdekat dengan daerah sentral yaitu striola. Maka pada
saat kepala miring atau mengalami percepatan linier, sebagian serabut aferen akan
tereksitasi sementara yang lainnya terinhibisi. Dengan adanya polarisasi yang
berbeda dari tiap makula, maka SSP mendapat informasi tentang gerak linier
dalam tiga dimensi, walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula.1,2
Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron
ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata
dan refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang
mempunyai suatu komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan
suatu komponen cepat yang searah dengan putaran kepala. Komponen lambat
mengkompensasi gerakan kepal dan berfungsi menstabilkan suatu bayangan pada
retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali mengarahkan tatapan ke bagian
lain dari lapangan pandang. Perubahan arah gerakan mata selama rangsangan
vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus normal.1

4
2.2 Vertigo Perifer
2.2.1 Definisi
Vertigo perifer adalah rasa pusing berputar, oleng atau tak stabil yang
disebabkan karena adanya gangguan pada organ keseimbangan di telinga. Gejala-
gejala vertigo meliputi: pusing, rasa terayun, mual, keringat dingin, muntah,
sempoyongan sewaktu berdiri atau berjalan, nistagmus. Gejala tersebut dapat
diperhebat dengan berubahnya posisi kepala.3

2.2.2 Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan
prevalensi sebesar 7%. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki
epidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness .
Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh
pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis
dizziness vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah
studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita disbanding pria
(2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.4

2.2.3 Etiologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan vertigo perifer yaitu:3
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV): menyebabkan serangan
pusing transien (berlangsung beberapa detik) yang rekuren. Vertigo terjadi
karena perubahan posisi kepala yang menyebabkan kristal kalsium karbonat
dari otolit yang lepas ke dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala
atau perubahan posisi. Serangan biasanya menetap selama berminggu-
minggu sebelum akhirnya sembuh sendiri.
b. Infeksi: Neuritis vestibular akut atau labirinitis.
c. Ototoksik
d. Vaskuler: oklusi dari arteri vestibular yang merupakan cabang dari arteri
auditori internal dari arteri cerebelar inferior anterior.
e. Struktural: Fistula perilimfatik baik spontan maupun akibat trauma.

5
f. Metabolik: Meniere sindrom
g. Tumor: Neuroma akustik

2.2.4 Patofisiologi
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis
semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama
lain. Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar
yakni ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi
gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai
contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam
kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami
defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan
ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau
debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan
defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal
ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga
timbul sensasi berupa vertigo.4
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan
tubuh yangmengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya
dengan apayang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.Ada beberapateori yang
berusaha menerangkan kejadian tersebut :1,2
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkanhiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu, akibatnya akantimbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal
dariberbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum
danproprioceptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukansensorik
yangberasal dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut
menimbulkankebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons

6
yang dapatberupanistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit
berjalan (gangguanvestibuler,serebelum) atau rasa melayang, berputar
(berasal dari sensasikortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,
teori ini lebihmenekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai
penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teorikonflik sensorik, menurut teori
iniotak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu,
sehingga jikapada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan polagerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf
otonom.Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang
akanterjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi
timbulgejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usahaadaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim
simpatisterlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai
berperan.
5. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai
perananneurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang
terjadi padaproses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan
menimbulkanstres yangakan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing
factor),peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan
sarafsimpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi
berupameningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
meneangkangejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat
di awalserangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang
menjadi gejalamual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasiaktivitas susunan saraf parasimpatis.

7
2.2.5 Klsifikasi
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang otak atau cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus
cranialis vestibulocochlear (N. VIII).
c. Medical vertigo dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah, gula
darah yang rendah, atau gangguan metabolic karena pengobatan atau
infeksi sistemik.3

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis vertigo perifer dapat ditegakkan dengan :
1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh pusing berputar dengan onset akut kurang dari
10-20 detik akibat perubahan posisi kepala. Kebanyakan pasien menyadari saat
bangun tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien
merasakan pusing berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat
jeda waktu antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya perasaan pusing
berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar timbul sangat kuat pada
awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan berulang sifatnya
menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan.
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di
kemudian hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat
mengalami mual dan muntah. Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala
dikembalikan ke posisi semula, namun arah nistagmus yang timbul adalah
sebaliknya.2,3
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum diarahkan pada kemungkinan adanya penyebab
sistemik. Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada fungsi
vestibuler/ serebeler. Pada vertigo, baik sentral maupun perifer, dilakukan
pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi. Pemeriksaan keseimbangan seperti
Romberg test, Stepping gait dan Tandem gait. Untuk pemeriksaan koordinasi

8
dilakukan finger to finger test, finger to nose, pronasi-supinasi test dan heel to toe
test.2

1. Tes Keseimbangan
Pemeriksaan klinis, baik yang dilakukan unit gawat darurat maupun di ruang
pemeriksaan lainnya, mungkin akan memberikan banyak informasi tentang
keluhan vertigo. Beberapa pemeriksaan klinis yang mudah dilakukan untuk
melihat dan menilai gangguan keseimbangan diantaranya adalah: Tes Romberg.
Pada tes ini, penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain,
tumit yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain (tandem). Orang yang
normal mampu berdiri dalam sikap Romberg ini selama 30 detik atau lebih.
Berdiri dengan satu kaki dengan mata terbuka dankemudian dengan mata tertutup
merupakan skrining yang sensitif untuk kelainan keseimbangan. Bila pasien
mampu berdiri dengan satu kaki dalam keadaan mata tertutup, dianggap normal.2

Gambar 2. Romberg Test

2. Tandem Gait
P e n d e r i t a b e r j a l a n d e n g a n t u m i t k a k i k i r i k a n a n diletakkan
pada ujung jari kaki kanan kiri ganti bergantin. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler
penderitaakan cenderung jatuh.2

9
3. Tes Melangkah Di Tempat (Stepping Test)
Penderita harus berjalan di tempat dengan mata tertutup sebanyak 50 langkah
dengan kecepatan seperti berjalan biasa dan tidak diperbolehkan beranjak dari
tempat semula. Tes ini dapat mendeteksi ada tidaknya gangguan sistem vestibuler.
Bila penderita beranjak lebih dari 1 meter dari tempat semula atau badannya
berputar lebih dari 30 derajat dari keadaan semula, dapat diperkirakan penderita
mengalami gangguan sistem vestibuler.2

Gambar 3. Stepping Test


3. Tes Salah Tunjuk (Past-Pointing)
Penderita diperintahkan untuk merentangkan lengannya dan telunjuk
penderita diperintahkan menyentuh telunjuk pemeriksa. Selanjutnya, penderita
diminta untuk menutup mata, mengangkat lengannya tinggitinggi (vertikal) dan
kemudian kembali pada posisi semula. Pada gangguan vestibuler, akan didapatkan
salah tunjuk.2
4. Manuver Nylen-Barany atau Hallpike
Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Dix-Hallpike
manuever secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu Dix-Hallpike
manuever kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan
Dix- Hallpike manuever kiri pada bidang posterior kiri. Cara melakukannya
sebagai berikut :2

10
1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,
dan
vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa
detik. 

2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika
posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 300-400, penderita diminta
tetap membuka 
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 450(kalau kanalis semisirkularis
posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith
untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis
posterior. 

4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa. 

5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik. 

6. Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet‟ (ke arah dahi) dan
ipsilateral.

7. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arahyang
berlawanan 
dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah
berlawanan. 

8. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri
450dan 
seterusnya.


Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke

belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.3

11
Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut :4

1) Terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan


2) Nistagmus yang khas
3) Adanya masa laten
4) Lamanya serangan terbatas
5) Arah nistagmus berubah bila posisi kepala dikembalikan ke posisi awal
6) Adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus bila stimulus diulang

Dix-hallpike manuver lebih sering digunakan karena pada manuver tersebut


posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment. Pada pasien
BPPV, Dix-Hallpike manuver akan mencetuskan vertigo dan nistagmus.2

Gambar 4. Dix-Hallpike Manuever


5. Tes Kalori
Tes kalori baru boleh dilakukan setelah dipastikan tidak ada perforasi
membran timpani maupun serumen. Cara melakukan tes ini adalah dengan
memasukkan air bersuhu 30° C sebanyak 1 mL. Tes ini berguna untuk
mengevaluasi nistagmus, keluhan pusing, dan gangguan fiksasi bola mata.
Pemeriksaan lain dapat juga dilakukan, dan selain pemeriksaan fungsi vestibuler,

12
perlu dikerjakan pula pemeriksaan penunjang lain jika diperlukan. Beberapa
pemeriksaan penunjang dalam hal ini di antaranya adalah pemeriksaan
laboratorium (darah lengkap, tes toleransi glukosa, elektrolit darah, kalsium,
fosfor, magnesium) dan pemeriksaan fungsi tiroid. Pemeriksaan penunjang
dengan CT-scan, MRI, atau angiografi dilakukan untuk menilai struktur organ dan
ada tidaknya gangguan aliran darah, misalnya pada vertigo sentral. Pemeriksaan
fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike dengan cara: Penderita didudukkan
dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi terlentang kepala
ekstensi ke belakang 300 – 400, penderita diminta tetap membuka mata untuk
melihat nistagmus yang muncul.3
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.1
6. Tes Supine Roll
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-
Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada
tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal
horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang
sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi
kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus
diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.2

13
Gambar 5. Supine roll test

Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat


provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama
beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi
supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan
rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata
pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau
jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi
supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90
derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa
ada tidaknya nistagmus.3

14
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Sentral dan Perifer

2.2.7 Diagnosa Banding

 Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya
merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat
dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan.
Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien
perlu dirawat di Rumah Sakit wrtuk mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan
menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama
beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya
tidak ada perubahan pendengaran.10
 Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan
mekanisme telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik
yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif.
Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat
pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik

15
biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini
diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan
disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi
bakteri akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam.
Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang
terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat
menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik
yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.12
 Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum
diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran,
tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.
Patofisiologinya adalah pembengkakan endolimfe akibat penyerapan
endolimfe dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat.
Manifestasi klinisnya adalah vertigo disertai muntah yang berlangsung
antara 15 menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai
pengurnngan pendengaran, tinitus yang kadang menetap, dan rasa penuh di
dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat disertai gejala vegetatif
Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuansinya bertambah. 13

2.2.8 Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang
ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah
banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver
reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada
bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan
manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi
karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang
lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah

16
melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal
10 menit untuk menghindari risiko jatuh. Tujuan dari manuver yang dilakukan
adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula
utrikulus.2
Ada lima manuver yang dapat dilakukan :
a. Manuver Epley 

Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450, lalu
pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu
kepala ditolehkan 900ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi
lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan
dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.3


Gambar 6. Manuver Epley

b. Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior.
Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan
450 ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan
dipertahankan 
selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi.
Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa
kembali ke posisi duduk lagi.3

17
Gambar 7. Manuver Semont

c. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral.
Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan
kepala 900ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral
dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral
dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan
selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon
terhadap gravitasi.2

18
Gambar 8. Manuver Lempert
d. Forced Prolonged Position 

Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga
yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam.3
e. Brandt-Daroff exercise

Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap
simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat
membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi
kebiasaan.3

Gambar 9. Brandt-Daroff exercise

19
2. Farmakologi

Secara umum, penatalaksanaan medika- mentosa mempunyai tujuan utama:
(i) mengeliminasi keluhan vertigo, (ii) memperbaiki proses-proses kompensasi
vestibuler, dan (iii) mengurangi gejala-gejala neurovegetatif ataupun psikoafektif.
Beberapa golongan obat yang dapat digunakan untuk penanganan vertigo di
antaranya adalah: 2
a. Antikolinergik
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan untuk
penanganan vertigo, yang paling banyak dipakai adalah skopolamin dan
homatropin. Kedua preparat tersebut dapat juga dikombinasikan dalam satu
sediaan antivertigo. Antikolinergik berperan sebagai supresan vestibuler melalui
reseptor muskarinik. Pemberian antikolinergik per oral memberikan efek rata-rata
4 jam, sedangkan gejala efek samping yang timbul terutama berupa gejala-gejala
penghambatan reseptor muskarinik sentral, seperti gangguan memori dan
kebingungan (terutama pada populasi lanjut usia), ataupun gejala-gejala
penghambatan muskarinik perifer, seperti gangguan visual, mulut kering,
konstipasi, dan gangguan berkemih.2
b. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini merupakan
antivertigo yang paling banyak diresepkan untuk kasus vertigo,dan termasuk di
antaranya adalah difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat, meklozin, dan pro-
metazin. Mekanisme antihistamin sebagai supresan vestibuler tidak banyak
diketahui, tetapi diperkirakan juga mempunyai efek ter- hadap reseptor histamin
sentral. Antihistamin mungkin juga mempunyai potensi dalam
mencegahdanmemperbaiki“motionsickness”. Efek sedasi merupakan efek
samping utama dari pemberian penghambat histamin-1. Obat ini biasanya
diberikan per oral, dengan lama kerja bervariasi mulai dari 4 jam (misalnya, sikl-
izin) sampai 12 jam (misalnya, meklozin).1

20
c. Histaminergik
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan sebagai antivertigo
di beberapa negara Eropa, tetapi tidak di Amerika. Betahistin sendiri merupakan
prekrusor histamin. Efek antivertigo betahistin diperkirakan berasal dari efek
vasodilatasi, perbaikan aliran darah pada mikrosirkulasi di daerah telinga tengah
dan sistem vestibuler. Pada pemberian per oral, betahistin diserap dengan baik,
dengan kadar puncak tercapai dalam waktu sekitar 4 jam. efek samping relatif
jarang, termasuk di antaranya keluhan nyeri kepala dan mual.1
d. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk mengontrol keluhan mual
pada pasien dengan gejala mirip-vertigo. Sebagian besar antidopaminergik
merupakan neuroleptik. Efek antidopaminergik pada vestibuler tidak diketahui
dengan pasti, tetapi diperkirakan bahwa antikolinergik dan antihistaminik (H1)
berpengaruh pada sistem vestibuler perifer. Lama kerja neuroleptik ini bervariasi
mulai dari 4 sampai 12 jam. Beberapa antagonis dopamin digunakan sebagai
antiemetik, seperti domperidon dan metoklopramid. Efek samping dari antagonis
dopamin ini terutama adalah hipotensi ortostatik, somnolen, serta beberapa
keluhan yang berhubungan dengan gejala ekstrapiramidal, seperti diskinesia
tardif, parkinsonisme, distonia akut, dan sebagainya.1
e. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan berikatan di
tempat khusus pada reseptor GABA. Efek sebagai supresan vesti- buler
diperkirakan terjadi melalui mekanisme sentral. Namun, seperti halnya obat-obat
sedatif, akan memengaruhi kompensasi ves- tibuler. Efek farmakologis utama dari
benzo- diazepin adalah sedasi, hipnosis, penurunan kecemasan, relaksasi otot,
amnesia antero- grad, serta antikonvulsan. Beberapa obat go- longan ini yang
sering digunakan adalah lora- zepam, diazepam, dan klonazepam.3
f. Antagonis kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat kanal kalsium di
dalam sistem vestibuler, sehingga akan mengurangi jum- lah ion kalsium intrasel.
Penghambat kanal kalsium ini berfungsi sebagai supresan ves- tibuler. Flunarizin

21
dan sinarizin merupakan penghambat kanal kalsium yang diindikasi- kan untuk
penatalaksanaan vertigo; kedua obat ini juga digunakan sebagai obat migren.
Selain sebagai penghambat kanal kalsium, ternyata unarizin dan sinarizin
mempunyai efek sedatif, antidopaminergik, serta antihis- tamin-1. Flunarizin dan
sinarizin dikonsumsi per oral. Flunarizin mempunyai waktu paruh yang panjang,
dengan kadar mantap tercapai setelah 2 bulan, tetapi kadar obat dalam darah
masih dapat terdeteksi dalam waktu 2-4 bulan setelah pengobatan dihentikan.
Efek samping jangka pendek dari penggunaan obat ini teru- tama adalah efek
sedasi dan peningkatan be- rat badan. Efek jangka panjang yang pernah
dilaporkan ialah depresi dan gejala parkinso-nisme, tetapi efek samping ini lebih
banyak terjadi pada populasi lanjut usia.3
g. Simpatomimetik
Simpatomimetik, termasuk efedrin dan amfetamin, harus digunakan secara
hati-hati karena adanya efek adiksi.3
h. Asetilleusin
Obat ini banyak digunakan di Prancis. Meka- nisme kerja obat ini sebagai
antivertigo tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bekerja sebagai
prekrusor neuromediator yang memengaruhi aktivasi vestibuler aferen, serta
diperkirakan mempunyai efek sebagai “antikalsium” pada neurotransmisi.
Beberapa efek samping penggunaan asetilleusin ini di antaranya adalah gastritis
(terutama pada do- sis tinggi) dan nyeri di tempat injeksi.2
i. Lain-lain
Beberapa preparat ataupun bahan yang diperkirakan mempunyai efek
antivertigo di antaranya adalah ginkgo biloba, piribedil (ago- nis dopaminergik),
dan ondansetron.2

22
BAB III
KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan
Vertigo perifer adalah rasa pusing berputar, oleng atau tak stabil yang
disebabkan karena adanya gangguan pada organ keseimbangan di telinga. Gejala-
gejala vertigo meliputi: pusing, rasa terayun, mual, keringat dingin, muntah,
sempoyongan sewaktu berdiri atau berjalan, nistagmus. Gejala tersebut dapat
diperhebat dengan berubahnya posisi kepala.
Secara etiologis, vertigo disebabkan oleh adanya abnormalitas organ-organ
vestibuler, visual, ataupun sistem propioseptif. Secara umum vertigo dibagi
menjadi dua kategori berdasarkan yaitu vertigo vestibular dan non vestibular.
Vertigo non vestibular mencakup vertigo karena gangguan pada visual dan sistem
proprioseptif.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis vertigo baik perifer maupun
sentral adalah pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi. Pemeriksaan
keseimbangan seperti Romberg Test, Stepping Gait dan Tandem Gait. Untuk
pemeriksaan koordinasi dilakukan Finger to finger test, Finger to nose, Pronasi-
supinasi Test dan Heel to Toe Test.
Penatalaksanaan BPPV meliputi non- farmakologis, farmakologis, dan
operasi. Penatalaksanaan BPPV yang sering digunakan adalah non-farmakologis
yaitu terapi manuver reposisi partikel (PRM) dapat secara efektif menghilangkan
vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh
pada pasien. Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan
partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. 1.Wahyudi, Kupiya Timbul.Tinjauan Pustaka: Vertigo. CDK-198/ vol. 39


no. 10, th. 2012
2. Lumbantobing, S.M. 2007. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan
Mental. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. hal 66-78
3. Purnamasari, Putu Prida. 2013. Diagnosis dan Tatalaksana Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article /viewFile/5625/4269 diakses
pada 27 Agustus 2016
4. Edward, Yan. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Position
Vertigo (BPPV).
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/31/26 diakses
pada 27 Agustus 2016
5. 5. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in
primary care, BJMP 2010;3(4):a351.
6. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and
vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338.
7. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American
Family Physician January 15, 2006;Volume 73, Number 2.
8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
2008.
9. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 21 Januari 2011.
Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/794789-
clinical#a0217.
10. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach
that Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254
(1732): 19-23.
11. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical
Assesment and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June
2008, Vol 69, No 6

24
12. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign
Paroxysmal Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing.
December:2006
13. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of
American Family Physician March 15,2005:71:6.
14. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient
with Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and
wilkins)
15. Antunes MB. CNS Causes of Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 10
September 2009. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104

25

Anda mungkin juga menyukai