Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Hortikultura

Hortikultura berasal dari bahasa latin, yaitu hortus (kebun) dan colere (menumbuhkan).
Secara harfiah, hortikultura berarti ilmu yang mempelajari pembudidayaan kebun. Hortikultura
adalah pertanian berbasis tanaman untuk tanaman selain tanaman agronomi (pangan dan pakan)
dan tanaman kehutanan. Hortikultura merupakan cabang pertanian yang berurusan dengan
budidaya intensif tanaman yang di ajukan untuk bahan pangan manusia obat-obatan dan
pemenuhan kepuasan (Zulkarnain, 2009:1).
Menurut Zulkarnain (2009:2) hortikultura adalah gabungan ilmu, seni, dan teknologi dalam
mengelola tanaman sayuran, buah, ornamen, bumbu-bumbu dan tanaman obat obatan. Oleh
karena itu, pengertian hortikultura yang dianut kini lebih luas cakupannya, yakni mencakup
budidaya tanaman sayuran, buah-buahan, dan berbagai tanaman hias sampai kepada elemen
elemen lain yang bukan tergolong organisme hidup
Hortikultura saat ini menjadi komoditas yang menguntungkan karena pertumbuhan
ekonomi yang semakin meningkat saat ini turun memicu peningkatan konsumsi hortikultura,
karena pendapatan masyarakat yang juga meningkat. Peningkatan konsumsi hortikultura
disebabkan karena struktur konsumsi bahan pangan cenderung bergeser pada bahan non pangan
pada bahan elastisitas pendapatan relatif tinggi seperti pada komoditas hortikultura. Konsumsi
masyarakat sekarang ini memiliki kecenderungan menghindari bahan pangan dengan kolestrol
tinggi seperti produk pangan asal ternak (Andayani, 2010 :2).

B. Konsep Impulse Buying


Setiap keputusan pembelian mempunyai motif dibaliknya. Motif pembelian dapat
dipandang sebagai kebutuhan yang timbul, rangsangan atau gairah. Motif ini berlaku sebagai
kekuatan yang timbul yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan yang timbul. Persepsi
seseorang mempengaruhi atau membentuk tingkah laku ini. Pemahaman akan motif pembelian
memberikan alasan pada penjual mengapa pelanggan tersebut membeli.
Tingkah laku pembeli menunjukkan bahwa orang-orang membuat keputusan pembelian
berdasarkan pada motif pembelian emosional dan rasional. Impulse buying adalah salah satu
yang mendorong calon pelanggan untuk bertindak karena daya tarik atas sentimen atau gairah
tertentu (Manning, Reece, 2001 dalam Arifianti 2007 : 10).
Jumlah pembelian yang mengejutkan didorong oleh motif pembelian emosional. Karena
alasan inilah perusahaan menggunakan daya tarik emosional. Bahkan perusahaan teknologi
kadang kala mengandalkan daya tarik ini. Dalam dunia yang penuh dengan produk yang serupa,
faktor emosional dapat memiliki pengaruh yang patut diperhitungkan. Jika dua toko memiliki
produk yang serupa, maka pengaruh dari penjual toko tersebut menjadi sangat penting. Penjual
yang mampu untuk berhubungan di tingkat pribadi menjadi lebih unggul.
Menurut Rook dan Fisher (1998) dalam Arifianti, ( 2007 : 11) impulse buying sebagai
kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba dan otomatis. Dari
definisi ini terlihat bahwa impulse buying merupakan sesuatu yang alamiah dan merupakan
reaksi cepat. Impulse buying terjadi pada saat konsumen masuk ke toko ritel dan ternyata
membeli produk ritel itu tanpa merencanakan sebelumnya.
Terjadinya impulse buying pada konsumen umumnya adalah pertama produk yang
memiliki harga yang rendah sehingga konsumen tidak perlu berfikir untuk menghitung budget
yang dikeluarkan. Kedua adalah produk-produk yang memiliki mass marketing, sehingga ketika
berbelanja konsumen ingat bahwa produk tersebut tersebar pernah diiklankan di televisi. Ketiga
adalah produk-produk dalam ukuran kecil dan mudah disimpan. Biasanya konsumen mengambil
produk ini karena dianggap murah dan tidak terlalu membebani keranjang atau kereta
belanjanya.
Menurut Mowen dan Minor (2001) dalam Arifianti (2007 : 11) Pembelian impulsif
(Impulse Buying) adalah tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki masalah sebelumnya
atau maksud/niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Intinya pembelian impulsif
dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat
mengenai suatu benda. Dengan kata lain faktor emosi merupakan ”tanda masuk” ke dalam
lingkungan dari orang-orang yang memiliki gairah yang sama atas segala sesuatu barang.
Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2001) dalam Arifianti (2007 : 12) impulse buying
merupakan keputusan yang emosional atau menurut desakan hati. Emosi dapat menjadi sangat
kuat dan kadangkala berlaku sebagai dasar dari motif pembelian yang dominan.
Shoham dan Brencic (2003) dalam Afrianti (2007 : 12) mengatakan bahwa impulse buying
berkaitan dengan prilaku untuk membeli berdasarkan emosi. emosi ini berkaitan dengan
pemecahan masalah pembelian yang terbatas ayau spontan. Mereka melakukan pembelian tanpa
berfikir panjang untuk apa kegunaan barang yang mereka beli, yang penting mereka/pelanggan
terpuaskan. Artinya Emosi merupakan hal yang utama digunakan sebagai suatu dasar pembelian
suatu produk.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa impulse buying itu adalah suatu
kegiatan yang didasarkan pada emosi seseorang yang timbul karena rasa ketertarikan pada
produk tertentu. Ini dilakukan secara cepat tanpa berfikir panjang terlebih dahulu. Emosi ini
terlibat karena adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara cepat.
Dengan kata lain seorang penjual harus melakukan segala cara untuk menemukan emosi
yang mempengaruhi keputusan pembelian. Emosi membantu menjelaskan ”mengapa” dibalik
keputusan pembelian. Penjual yang mampu mengenali dan memuaskan motif pembelian
emosional telah memberikan layanan yang terpenting.
Menurut Rook dan Fisher (1998) dalam Fadli (2006:36) impulse buying memiliki beberapa
karakteristik, yaitu sebagai berikut : (1). Spontanitas pembelian ini tidak diharapkan dan
memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi
visual yang langsung ditempat penjualan, ( 2). Kekuatan, kompulsi, dan intensitas Mungkin ada
motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak seketika, (3). Kegairahan dan
stimulasi desakan mendadak untuk membeli sering disertai emosi yang dicirikan sebagai
“menggairahkan”,”menggetarkan” atau “liar”, (4). Ketidakpedulian akan akibat desakan untuk
membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

C. Perilaku Konsumen
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut Kotler (1996 : 68) adalah:
1. Faktor-faktor Kebudayaan
Faktor-faktor kebudayaan yang berpengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku
konsumen antara lain :
a. Kebudayaan
Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling
mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya sebagian besar diatur oleh diatur oleh
naluri, maka perilaku manusia sebagian besar adalah dipelajari. Anak yang dibesarkan dalam
sebuah masyarakat mempelajari seperangkat nilai dasar, persepsi, preferensi, dan perilaku
melalui sebuah proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan berbagai lembaga penting
lainnya.
b. Sub-budaya
Setiap budaya mempunyai kelompok-kelompok sub-budaya yang lebih kecil, yang
merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk perilaku anggotanya.
c. Kelas sosial
Semua masyarakat menampilkan lapisan-lapisan sosial. Lapisan-lapisan sosial ini kadang
berupa sebuah system kasta dimana para anggota kasta yang berbeda memikul peranan tertentu
dan mereka tidak dapat mengubah keanggotaan kastanya.
2. Faktor Sosial
Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok
referensi, keluarga, status dan peranan sosial.
a. Kelompok Referensi
Perilaku seseorang amat dipengaruhi oleh berbagai kelompok. Sebuah kelompok
referensi bagi seseorang adalah kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau
tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
b. Keluarga
Para anggota keluarga dapat meberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli.
Keluarga dalam kehidupan membeli dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni keluarga sebagi
sumber orientasi yang terdiri dari orang tua dan keluarga sebagai sumber keturunan, yakni
pasangan suami-istri beserta anak-anaknya. Keluarga adalah organisasi konsumen pembeli yang
terpenting dalam masyarakat dan telah diteliti secara luas.
c. Status dan Peran
Kedudukan seseorang dapat dijelaskan melalui pengertian peranan dan status. Setiap
peranan membawa satu status yang mencerminkan penghargaan umum yang diberikan oleh
masyarakat.
3. Faktor pribadi
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadiannya, termasuk usia
dan daur hidupnya, pekerjaannya, kondisi ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.
a. Usia dan tahap daur hidup
Seseorang membeli suatu barang dan jasa yang berubah-ubah selama hidupnya. Para
pemasar sering menetapkan pasar sasaran mereka berupa kelompok-kelompok dari tahap
kehidupan tertentu dan mengembangkan produk dan rencana pemasaran yang tepat bagi
kelompok tersebut.

b. Pekerjaan
Pola konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh pekerjaannya. Para pemasar mencoba
mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerjaan atau jabatan yang memiliki kecenderungan
minat di atas rata-rata dalam produk dan jasa mereka.
c. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi seseorang akan besar pengaruhnya terhadap pilihan produk. Keadaan
ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan milik
kekayaan, kemampuan meminjam dan sikapnya terhadap pengeluaran dibanding menabung.
d. Gaya hidup
Orang hidup yang berasal dari sub-budaya kelas sosial, bahkan dari pekerjaan yang sama,
mungkin memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup sesorang adalah pola hidup seseorang
dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, pendapat yang
bersangkutan. Gaya hidup melukiskan “keseluruhan pribadi” yang berinteraksi dengan
seseorang.
e. Kepribadian
Setiap seseorang mempunyai kepribadian yang berbeda-beda yang akan mempengaruhi
perilaku membeli. Yang dimaksud dengan kepribadian adalah ciri-ciri psikologis yang
membedakan seseorang, yang menyebabkan terjadinya jawaban yang secara relatife tetap dan
bertahan lama terhadap lingkungannya.
4. Faktor Psikologis
Pilihan membeli seseorang juga dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama yaitu
moyivasi, persepsi, belajar, kepercayaan dan sikap.
a. Motivasi
Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat
biogenis, yaitu kebutuhan yang muncul dari adanya tekanan biologis. Dan kebutuhan lain
bersifat psikogenis, yaitu kebutuhan yang muncul dari tekanan psikologis. Suatu kebutuhan
menjadi satu dorongan apabila kebutuhan itu muncul hingga mencapai taraf intensitas yang
cukup. Motif adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat mendesak untuk mengarahkan seseorang
agar dapat mencari pemuasan terhadap kebutuhan tersebut.
b. Persepsi
Seseorang yang termotivasi siap untuk melakukan suatu perbuatan. Bagaimana seseorang
yang termotivasi berbuat sesuatu adalah dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang
dihadapinya. Dua orang yang mengalami keadaan dorongan yang sama dan tujuan situasi yang
sama mungkin akan berbuat sesuatu yang berbeda karena mereka menanggapi situasi secara
berbeda pula.
c. Belajar
Seseorang yang berbuat akan belajar. Belajar menggambarkan peubahan dalam peilaku
seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Kebanyakan perilaku manusia diperoleh
dengan mempelajarinya.
d. Kepercayaan dan sikap
Melalui perbuatan dan belajar, orang memperoleh kepercayaan dan sikap. Hal ini
selanjutnya mempengaruhi tingkah laku membeli mereka. Kepercayaan adalah suatu gagasan
deskriptif yang dianut seseorang tentang sesuatu. Sikap menggambarkan penilaian kognitif yang
baik maupun yang tidak baik, perasan-perasaan emosional, dan kecenderungan berbuat yang
bertahan selama waktu tertentu terhadap beberapa obyek atau gagasan.

D. Kualitas Pelayanan
Kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi. Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat
diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan
penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2004 : 206 ).
Zeithaml (1988 : 76) menyatakan bahwa kualitas pelayanan didefinisikan sebagai Kualitas
merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat
diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan
penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen.
Zeithaml (1988 : 80) menyatakan bahwa kualitas pelayanan didefinisikan sebagai penilaian
pelanggan atas keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh.
Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas
pelayanan yang diterima dengan pelayanan yang sesungguhnya konsumen harapkan terhadap
atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan.

E. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian


Tahap-tahap dalam proses keputusan membeli menurut Kotler (1996), adalah sebagai
berikut:
1. Pengenalan masalah
Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah atau kebutuhan. Pembeli menyadari
terdapat perbedaan antara keadaan sebenarnya dan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan itu
dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Dalam kasus terdahulu,
kebutuhan seseorang yang normal adalah: lapar, haus, seks, akan meningkat hingga mencapai
satu ambang rangsang dan berubah menjadi satu dorongan. Semua rangsangan itu dapat
menyebabkan seseorang mengenal suatu masalah atau kebutuhan. Para pemasar perlu mengenal
berbagai hal yang dapat menggerakkan kebutuhan atau minat tertentu dalam konsumen.
2. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan mencari informasi yang
lebih banyak lagi. Jika dorongan konsumen adalah kuat, dan obyek yang dapat memuaskan
kebutuhan itu tersedia, konsumen akan membeli obyek itu. Konsumen mungkin akan berusaha
dengan aktif untuk memperoleh informasi lebih lanjut sehubungan dengan kebutuhannya itu.

3. Penilaian Alternatif
Pemasar perlu mengetahui bagaimana proses informasi konsumen tiba pada tahap
pemilihan merek. Tidak ada proses penilaian yang sederhana dan tunggal yang dipergunakan
oleh semua konsumen atau bahkan oleh konsumen dalam semua situasi membeli.
4. Keputusan Membeli
Tahap penilaian keputusan menyebabkan konsumen membentuk suatu pilihan.
Konsumen mungkin juga akan membentuk suatu maksud membeli dan cenderung membeli
merek yang disukainya. Namun, ada dua faktor lain yang dapat mempengaruhi maksud membeli
itu dengan keputusan membeli, yaitu:
a. Faktor Sikap orang lain
Seberapa jauh sikap pihak lain akan mengurangi satu alternatif yang disukai seseorang
tergantung pada dua hal, yaitu: (1) intensitas sikap negatif pihak lain terhadap pilihan alternatif
konsumen, dan (2) motivasi konsumen tunduk pada keinginan orang lain. Makin kuat intensitas
sikap negatif orang lain, dan makin dekat orang lain itu dengan konsumen, maka lebih banyak
kemungkinan konsumen untuk mengurungkan maksudnya untuk membeli sesuatu.
b. Faktor situasional yang tak terduga
Konsumen membentuk sebuah maksud membeli berdasarkan pada faktor-faktor seperti
pendapatan keluarga, harga dan keuntungan yang diharapkan dari produk itu. Apabila konsumen
hamper tiba pada keputusan membeli, maka faktor situasi yang tak terduga itu mungkin muncul
untuk mengubah maksud pembelian.
5. Perilaku pasca pembelian
Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan
atau ketidakpuasan. Konsumen juga akan melakukan beberapa kegiatan setelah membeli produk,
yang akan menarik bagi pemasar.Tugas para pemasar belum selesai setelah produk dibeli oleh
konsumen, namun akan terus berlangsung hingga periode waktu pasca pembelian.

F. Kepuasan Konsumen
Dewasa ini perhatian terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan telah semakin
besar karena pada dasarnya tujuan dari suatu perusahaan adalah untuk menciptakan rasa puas
pada pelanggan. Semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan, maka akan mendatangkan
keuntungan yang semakin besar bagi perusahaan, karena pelanggan akan melakukan pembelian
ulang ulang terhadap produk perusahaan. Namun, apabila tingkat kepuasan yang dirasakan
pelanggan kecil, maka terdapat kemungkinan bahwa pelanggan tersebut akan pindah ke produk
pesaing.
Menurut Kotler, kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja atau hasil yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Kotler, 2000 : 52).
Menurut Hardiyati (2010:39) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan
terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya
dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.
Engel, et al (1990) dalam Hardiyati (2010:40) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan
merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau
melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak
memenuhi harapan.
(Tjiptono, 2004 : 349) .Kepuasan pelanggan terhadap suatu produk ataupun jasa,
sebenarnya sesuatu yang sulit untuk didapat jika perusahaan jasa atau industri tersebut tidak
benar-benar mengerti apa yang diharapkan oleh konsumen. Untuk produk atau layanan dengan
kualitas yang sama, dapat memberikan tingkat kepuasan yang berbeda-beda bagi konsumen yang
berbeda. Oleh karena itu, suatu perusahaanharus selalu memperhatikan kualitas produk maupun
pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh persepsi
kualitas jasa, kualitas produk, harga dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat
situasi sesaat.

Menurut Bahrul ( 2012 : 201) Mengemukakan ada enam Kepuasan Konsumen Ditinjau dari
Sisi Aspek Layanan Yang Diterima : (1).Kualitas dan ketersedian pasokan pada variabel
Kepuasan Konsumen, berada pada kategori “cukup puas”, (2). Mudah membayar pada variabel
Kepuasan Konsumen, berada pada kategori “cukup puas”, (3). Ketepatan pelayan pada
variabel Kepuasan Konsumen, berada pada kategori “puas”, (4). Keterbukaan informasi pada
variabel Kepuasan Konsumen, berada pada kategori “puas”, (5). Penilaian konsumen pada
variabel Kepuasan Konsumen, berada pada kategori “kurang puas”, (6). Komunikasi pada
variabel Kepuasan Konsumen, berada pada kategori “kurang puas”.
Pada faktor – faktor kualitas dan ketersediaan pasokan, mudah membayar, ketepatan
pelayanan, dan keterbukaan informasi berada pada rentang antara: cukup puas dan puas. Akan
teapi pada faktor – faktor penilaian konsumen terhadap perusahan dan komunikasi berada pada
tingkat: kurang puas . walaupun
Bila dilihat secara keseluruhan , faktor kepuasan konsumen berada pada tingkat “cukup puas”,
namun pada sisi faktor komunikasi dengan konsumen menurut penilaian konsumen dipandang
“kurang memuaskan”.

G. Sikap Perilaku dan Kepuasan Konsumen Dalam Pengambilan Keputusan


Pembelian
Menurut Umar (2003), sikap memainkan peranan penting dalam membentuk suatu
perilaku. Pada umumnya, sikap digunakan untuk menilai efektifitas kegiatan pemasaran. Sikap
merupakan evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang merespon secara konsisten
berkenaan dengan atau alternatif-alternatif pilihan yang diberikan. Sikap menempatkan
seseorang ke dalam satu pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu, bergerak
mendekati atau menjauhi sesuatu tersebut.
Menurut Umar (2003), perilaku konsumen tidak dapat secara langsung dikendalikan
perusahaan. Oleh karena itu informasi mengenai perilaku ini perlu dikumpulkan sebanyak
mungkin. Perilaku konsumen merupakan tindakan langsung dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan mengikuti tindakan tersebut. Sedangkan menurut Mangkunegara (2002),
perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau
organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan,
menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan.
Selanjutnya Umar (2003), mengemukakan kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan
konsumen setelah membandingkan antara apa yang diterimanya dengan apa yang diharapkannya.
Seorang pelanggan jika mearsa puas dengan nilai yang diberikan oleh produk atau jasa, sangat
besar kemungkinanya menjadi pelanggan dalam waktu yang lama.

H. Analisis Korelasi Pearson


Koefisien korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui tingkat (derajat) keeratan hubungan
liner antara dua atau lebih variabel yang minimal berskala ukur interval. Bila variabel yang
terlibat hanya dua, maka analisis korelasinya disebut korelasi sederhana. Bila variabel yang
terlibat lebih dari dua, disebut analisis korelasi berganda.
Teknik korelasi Pearson termasuk teknik statistik parametric yang menggunakan data
interval dan ratio dengan persyaratan tertentu, misalnya data dipilih secara random, datanya
berdistribusi normal, data yang dihubungkan berpola liniear, dan data yang dihubungkan
mempunyai pasangan yang sama sesuai dengan subjek yang sama (Riduwan,2013 : 365)
Berdasarkan ( Pabundu, 2006 : 97) koefisien korelasi Pearson dapat dihitung sebagai
berikut:

Korelasi Pearson dilambangkan (r) dengan ketentuan r ≥ -1 dan ≤ + 1. Bila nilai r = -1,
maka korelasinya negative sempurna, sebaliknya, bila nilai r = +1, maka korelasinya positif
sempurna, sedangkan apabila nilai r = 0, maka artinya tidak ada korelasi, Arti harga r akan di
perlihatkan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Tingkat Hubungan dan Interval Koefisien

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


+ - 0,80 – 1,000 Sangat kuat
+ - 0,60 – 0,799 Kuat
+ - 0,40 – 0,599 Cukup kuat
+ - 0,20 – 0,399 Rendah
+ - 0,00 – 0,199 Sangat rendah
Sumber : Riduwan (2013 : 366)

I. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai hubungan impulse buying komoditi hortikultura dan kepuasan
konsumen sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, tetapi penulis masih tetap tertarik
untuk melakukan penelitian serupa. Pada penelitian ini penulis ingin meneliti komoditi
hortikultura dilihat dari sisi kepuasan konsumen, seperti yang di dilakukan oleh Ardhana (2010),
dengan judul “ Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga Dan Lokasi Terhadap Kepuasan
Pelanggan (Studi Pada Bengkel Caesar Semarang)”. Metode penelitian adalah survei, dengan
analisis menggunakan metode Analisis Regresi Linear Berganda.. Hasil penelitian menunjukan
Kualitas pelayanan secara parsial berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini
dibuktikan dengan nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel yaitu 5,560 > 1,661 dengan
tingkat signifikansi 0,000 < 0,05.
Hardiyati (2010) dengan judul “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Konsumen Menggunakan Jasa Penginapan (Villa) Agrowisata Kebun Teh Pagilaran”. Metode
penelitian adalah survey, sedangkan analisis data menggunakan analisis regresi Berganda. Hasil
penelitian menunjukan variabel bukti fisik (X1) memiliki koefisien regresi sebesar 0,271
(bertanda positif), terhadap kepuasan konsumen (Y) dan nilai thitung sebesar 3,430 dengan
tingkat signifikansi 0,001 (< 0.05). Hal ini berarti bahwa bukti fisik (X1) berpengaruh positif
terhadap kepuasan konsumen (Y). Dengan demikian Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa bukti
fisik (X1) berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen (Y) dapat diterima.
Haris (2001), melakukan penelitian dengan judul “Impulse Buying dalam Penjualan online
(Studi Kasus Di Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang)”. )”. Metode penelitian adalah
survey, Analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini adalah
variabel yang paling berpengaruh besar terhadap impulse buying adalah kualitas pelayanan
dengan nilai t hitung sebesar 4,695 dan nilai standardize coefficient beta 0,409, kemudian diikuti
oleh variabel promosi dengan nilai t hitung sebesar 3,304 dan nilai standardize coefficient beta
0,288.
Japarianto (2010), melakukan penelitian dengan judul, “Pengaruh Shopping Life Style Dan
Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behavior Masyarakat High Income Surabaya”.
)”. Metode penelitian adalah survei dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil
penelitian menunjukan Shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying
behavior pada masyarakat high income di Galaxy Mall Surabaya.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sahib (2012), dengan judul “Mengenai
Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Konsumen pada Makassar Air Traffic Service
Center Matsc PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar”. Metode penelitian adalah survei dengan
menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian yaitu bahwa Kualitas pelayanan
berdasarkan daya tanggap berpengaruh terhadap kepuasan konsumen sesuai dengan pelayanan
yang menyenangkan, kecakapan dalam pelayanan, menciptakan respon yang positif.
I. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka maka dapat dibuat kerangka teoritis
sebagai berikut :

Bisnis Retail
Hypermart Gorontalo

Komoditi Hortikultura

Kepuasan Konsumen Impulse Buying

- Kualitas Pelayanan - Diskon


- Kualitas Produk - Media
- Komunikasi - Tingkat pendapatan
- Desain Produk

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Hubungan Impulse Buying Komoditi Hortikultura Dan
Kepuasaan Konsumen Hypermart Di Kota Gorontalo
Kerangka pemikiran teoritis yang disajikan diatas menjelaskan bahwa penelitian ini
dimulai dari melihat bagaimana perkembangan bisnis ritel dalam hal ini adalah Hypermart Kota
Gorontalo, perkembangan bisnis ritel di Kota Gorontalo saat ini telah mengubah wajah Kota
Gorontalo dengan positifnya respon konsumen terhadap perkembangan bisnis ritel tersebut,
sangat baiknya desain dan diskon komoditi hortikultura membuat konsumen tertarik dan ingin
langsung membeli di Hypermart, Sikap atau prilaku konsumen dalam memilih tempat
berbelanja. kepuasan konsumen diawali dari pembelian secara impulse buying (tidak
direncanakan) dan kepuasan konsumen, pembelian yang tidak direncanakan atau impulse buying
terjadi ketika karyawan meningkatkan pelayanan dimana karyawan bisa melayani dan
mengetahui apa yang di inginkan konsumen dan diskon komoditi hortikultura.
Adapun yang dapat membuat konsumen melakukan impulse buying yaitu sebagai berikut:
1). Diskon, 2). Media, 3). Tingkat Pendapatn dan 4). Desain Produk. Kemudian yang dapat
membuat konsumen merasa puas bisa diketahui ketika perusahaan meningkatkan 1). Kualitas
Pelayanan, 2). Kualitas Produk, 3). Komunikasi.
Kepuasan konsumen dan impulse buying yang dilakukan oleh konsumen benar - benar
terpenuhi ketika item -item tersebut di tingkatkan oleh perusahaan.
Dengan demikian peran karyawan dalam melayani konsumen dapat ditingkatkan sehingga
kepuasan konsumen dapat bertambah baik dan sikap impulse buying dapat meningkat.

J. Hipotesis
Terdapat hubungan positif Antara Impulse Buying dengan kepuasan konsumen dalam
membeli hotikultura yang ada di Hypermart di Kota Gorontalo

Anda mungkin juga menyukai