PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010)
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena
usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalm
system imun sektorik di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak
menimbulkan efek fungsi system imun yang jelas (syamsyuhidayat, 2005).
Insiden apendisitis di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang.
Namun, dalm tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini di duga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan
berserat pada diit harian (Santacroce,2009).
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis
akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi
untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendisitis di
Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya
(Depkes 2008). Dinkes jateng menyebutkan pada tahun 2009 jumlah kasus
apendisitis di jawa tengah sebanyak 5.980 penderita, dan 177 penderita diantaranya
menyebabkan kematian. Pada periode 1 Januari sampai 31 Desember 2011 angka
kejadian appendisitis di RSUD salatiga, dari seluruh jumlah pasien rawat inap
tercatat sebanyak 102 penderita appendisitis dengan rincian 49 pasien wanita dan
53 pasien pria. Ini menduduki peringkat ke 2 dari keseluruhan jumlah kasus di
instalsi RSUD Salatiga. Hal ini membuktikan tingginya angka kesakitan dengan
kasus apendiksitis di RSUD Salatiga.
Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan
implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. Berlanjutnya kondisi
apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa
1
periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga
abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi
peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka akan
memberikan manifestasi nyeri local akibat akumulasi abses dan kemudian juga
akan memberikan respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi
apendiks adalah nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah
(Tzanakis, 2005).
Tujuh persen penduduk di Amerika menjalani apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dengan insidens 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di
negara-negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah
akan tetapi cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang
barat (www.ilmubedah.info.com, 2011).
1.3 Tujuan
1. Memahami pengertian dari apendisitis.
2. Mengetahui etiologi dari apendisitis.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari apendisitis.
4. Memahami patofisiologi apendisitis.
5. Mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik dari apendisitis.
6. Mengetahui apa saja penatalaksanaan medis dari apendisitis.
2
7. Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan Apendisitis.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan
adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
2. Etiologi
3. Patofiologi
5
dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2000).
4. Manifestasi klinik
Manifestasi Klinik Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas
yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat.
nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat
dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara
umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan
apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi
apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa
didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya
pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada
dekat rektum. nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat
dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus
kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran
bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan
bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen
terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda
6
dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat
meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada
apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan
perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C.
Suzanne, 2002).
5. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein
reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%.
Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari
apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.
6. Pengobatan
Secara umum, jika usus buntu dicurigai, dokter cenderung untuk memiliki sisi aman
untuk keselamatan pasien dengan cepat mengambil apendiks untuk menghindari
pecah-usus buntu nya. Jika usus buntu telah membentuk abses, Anda mungkin
memiliki dua prosedur operasi: satu kali operasi untuk mengeringkan abses nanah dan
cairan, dan kemudian satu untuk mengambil usus buntu. Namun, ada beberapa
7
penelitian yang menunjukkan bahwa pengobatan apendisitis akut dengan antibiotik
dapat menghilangkan kebutuhan untuk operasi.
7. Komplikasi
8. Pencegahan
- Memakan makanan berserat tinggi
- Batasi asupan alkohol dan kafein
- Perbanyak minum air putih
- Jangan suka menunda buang air besar (BAB)
- Jangan lupa konsumsi vitamin A dan D
- Jangan suka menahan kentut
- Milikilah kualitas tidur yang baik dan jadwal teratur
- Jangan mengonsumsi obat tertentu jika tidak terlalu diperlukan
- Miliki jadwal olahraga yang rutin
8
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. pengkajian
a) Wawancara Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai:
1) Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan
bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau
di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan
nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam
waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien
mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
2) Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan
masalah. kesehatan klien sekarang.
3) Diet, kebiasaan makan makanan rendah serat.
4) Kebiasaan eliminasi.
b) Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
2) Sirkulasi : Takikardia.
3) Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
4) Aktivitas/istirahat : Malaise.
5) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
6) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus.
7) Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
9
8) Demam lebih dari 38oC.
9) Data psikologis klien nampak gelisah.
10) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
11) Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
12) Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
10
C. Penyimpangan KDM
Apendisitis Apendisitis
nekrosis
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
11
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut
2) Hipertermia
3) Ketidaksamaan nutrisi kurang dari kebutuhan
12
3. Intervensi Keperawatan
13
terbimbing,
kompres
hangat/dingn,
terapi bermain)
- kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (Mis.
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- fasilitas istirahat
dan tidur
3. Edukasi
- jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri.
- jelaskan strategi
meredakan nyeri
- anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Kolaborasi
- kolaborasi
pemberian
analgetik jika
perlu.
14
2 Hipertermia Setelah dilakukan Tindakan
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Observasi
terpapar suhu tingkat suhu pasien - Identifekasi
lingkungan membaik dengan penyebab
kriteria hasil hipertermia (Mis.
- Suhu tubuh dehidrasi,
membaik terpapar
- Suhu kulit membaik lingkungan
- Tekanan darah panas,
membaik penggunaan
inkubator)
- Monitor suhu
tubuh
- Monitor kadar
elektrolit
- Monitor haluaran
urien
- Monitor
komplikasi akibat
hipertermia
2. Terapeotik
- Sediakan
lingkungan yang
dingin
- Longgarkan atau
lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
15
- Beri cairan oral
- ganti linen setiap
hari atau lebih
sering jika
mengalami
hiperhidrosis
(keringat
berlebihan)
- Lakukan
pendinginan
eksternal (Mis.
selimut
hipertermia, atau
kompres dingin
pada dahi, leher,
dada, abdomen,
aksila)
- hindari
pemberian
antipiretik atau
aspirin
- Berikan oksigen,
jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan tirah
baring
4. Kolaborasi
16
- Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu.
17
- berikan suplemen
makanan, jika
perlu
3. Edukasi
- anjurkan posisi
duduk,jika perlu
4. Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan (Mis.
pereda nyeri,
antiemetik) jika
perlu
- kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan,jika
perlu.
18
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Definisi Apendisitis
19
2. Etiologi
3. Patofiologi
20
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2000).
4. Manifestasi klinik
Manifestasi Klinik Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas
yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat.
nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat
dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara
umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan
apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi
apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa
didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya
pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada
dekat rektum. nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat
dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus
kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran
bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan
bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen
terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda
dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat
21
meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada
apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan
perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C.
Suzanne, 2002).
5. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada
CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks
yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.
6. Pengobatan
Secara umum, jika usus buntu dicurigai, dokter cenderung untuk memiliki sisi aman
untuk keselamatan pasien dengan cepat mengambil apendiks untuk menghindari
pecah-usus buntu nya. Jika usus buntu telah membentuk abses, Anda mungkin
memiliki dua prosedur operasi: satu kali operasi untuk mengeringkan abses nanah dan
cairan, dan kemudian satu untuk mengambil usus buntu. Namun, ada beberapa
penelitian yang menunjukkan bahwa pengobatan apendisitis akut dengan antibiotik
dapat menghilangkan kebutuhan untuk operasi.
22
7. Komplikasi
8. Pencegahan
- Memakan makanan berserat tinggi
- Batasi asupan alkohol dan kafein
- Perbanyak minum air putih
- Jangan suka menunda buang air besar (BAB)
- Jangan lupa konsumsi vitamin A dan D
- Jangan suka menahan kentut
- Milikilah kualitas tidur yang baik dan jadwal teratur
- Jangan mengonsumsi obat tertentu jika tidak terlalu diperlukan
- Miliki jadwal olahraga yang rutin
23
B. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 45 thun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
2. Keluhan utama : Nyeri abdomen pada kuadran kanan bawah, demam,
tidak napsu makan, mual, muntah, dan konstipasi.
3. Pemeriksaan Fisik : Area abdomen terdapat bunyi timpany dan nyeri tekan
saat dilakukan palpasi.
4. Tanda – tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Repirasi : 21 x/ menit
Nadi : 93 x/ menit
Suhu :39°c
Nilai bising usus : Melambat
Skala nyeri :7
Pemeriksaan Homatologi rutin WBC 14000 g/dl
24
2) Penyimpangan KDM
Apendisitis terinflamasi
Appendiktomy
Luka post Op
Resiko tinggi
Nyeri akut
infeksi
25
3) Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
- Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( mis.
Diagnosa inflamasi, iskemia, neoplasma.
- Kategori : psikologis
- Sup kategori : Nyeri dan kenyamanan
- Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Subjektif Subjektif
1 Mengeluh nyeri (tidak tersedia)
Objektif Objektif
1 Tampak meringis 1 tekanan darah meningkat
2 Bersikap protektif (Mis. waspada, 2 Pola napas berubah
posisi menghindar nyeri) 3 Nafsu makan berubah
4 Proses berfikir terganggu
3 Gelisah
5 menarik diri
4 Frekuensi nadi meningkat
6 Berfokus pada diri sendiri
5 Sulit tidur
7 Diaforesis
26
- Kondisi klinis terkait
1. Kondisi pembedahan
2. cedera traumatis
3. infeksi
4. sindrom koroner akut
5. glaukoma
27
4. Intervensi keperawatan
28
terbimbing,
kompres
hangat/dingn,
terapi bermain)
- kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (Mis.
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- fasilitas istirahat
dan tidur
3. Edukasi
- jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri.
- jelaskan strategi
meredakan nyeri
- anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Kolaborasi
- kolaborasi
pemberian
analgetik jika
perlu.
29
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan Perawatan resiko infeksi
berhubungan dengan tindakan keperawatan Tindakan
peningkatan paparan tingkat infeksi klien 1. Observasi
organisme patpgen menurun dengan - monitor tanda
lingkungan kriterian hasil : dan gejala
- Demam menurun infeksi lokal
- Kemerahan dan sistematik
menurun 2. Terapeotik
- Nyeri menurun - Batasi jumlah
- Bengkak menurun pengunjung
- berikan
perawatan kulit
pada area
edema
- cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien
dan lingkungan
pasien
3. Edukasi
- Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi
- ajarkan cara
mencuci tangan
yang benar
30
- ajarkan cara
memeriksa
kondisi luka
atau luka
operasi
4. Kolaborasi
- Pemberian
imunisasi, jika
perlu
31
- monitor berat
badan sebelum
dan sesudah
dianalisis
2. Terapeotik
- catat intake-
output dan
hitung balans
cairan 24 jam
- berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
- berikan cairan
intravena, jika
perlu
3. Kolaborasi
- kolaborasi
pemberian diuretik,
jika perlu
32
BAB IV
LEMBAR KERJA
1. Kata Kunci
WBC (white blood cell count/WBC adalah jumlah total leukosit. leukosit
tinggi(hitung sel darah putih yang tinggi) umumnya berarti tubuh kita sedang
melawan infeksi. leukosit rendah artinya ada masalah dengan sumsum tulang.
leukosit yang rendah, yang disebut leukopenia atau sitopenia, berarti tubuh kita
kurang mampu melawan infeksi.
Bising usus adalah kontraksi tonik yang bersifat kontinu, berlangsung bermenit-
menit, atau berjam-jam kadang-kadang meningkat atau menurun intensitasnya
tetap kontinu.
IRD yaitu suatu tempat atau unit pelayanan dirumah sakit yang memiliki tim kerja
dengan kemampuan khusus dan peralatan yang memberikan pelayanan pasien
gawat darurat yang terorganisir.
Bunyi timpani atau Hipersonor adalah suara perkusi pada daerah yang lebih
berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asma kronik.
2. PERTANYAAN PENTING
jika penyakit Apendisitis ini terjadi pada ibu hamil dimana jika melahirkan
apa yang akan terjadi dan tindakan apa saudara selaku perawat dalam
menangani ibu hamil yang melahirkan tersebut
33
3. JAWABAN PERTANYAAN
Yang pertama: kita lakukan sebagai seorang perawat yaitu mengkaji
keluhan-keluhan menentukan diagnosa yang tepat dan melakukan intervensi
serta implementasi seperti pemberian obat kemudian kolaborasi dengan
dokter.
jadi, ketika terjadi pada ibu hamil dapat menyebabkan kematian pada ibu
hamil, dan akan menimbulkan tingkat nyeri sangat hebat.
4. Informasi tambahan
- mencegah iritasi saluran pencernaan
- hambatan pada pintu rongga usus buntu
- penebalan atau pembengkakan jaringan dinding usus buntu
karena infeksi disaluran pencernaan
- tunja atau pertumbuhan parasit yang menyumbat rongga usus buntu
- cedera pada perut
34
ANALISA SINTESA
A. IDENTITAS
Nama: Ny.A
Umur: 45 th
Jenis kelamin : perempuan
Agama : islam
Diagnosa : Apendisitis
Skala Nyeri: 7
B. PEMERIKSAAN FISIK
1.Tanda-tanda Vital:
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 93x permenit
Suhu : 39c
WBC : 14000 g
35
BAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur
yang terpuntir, apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul
dan multiplikasi. Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lumen
apendikial oleh apendikolit, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit, atau
parasit. Gejala apendisitis adalah nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus dengan keluhan mual dan muntah. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah. Nyeri kemudian dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga disebut nyeri somatik. Komplikasi apendisitis adalah
perforasi, peritonitis, abses apendiks.
2. SARAN
Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa dan dapat menambah pengetahuan tentang
Apendisitis. Semoga kita juga dapat mencegah terjadinya apendisitis, dengan
cara diet tinggi serat.
36
DAFTAR PUSTAKA
Ackley,B. J., Ladwig, G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing Diagnosis Handbook,
An Evidence-Based Guide to Planning care. 11th Ed. St. Louis: Elsevier.
Carpertnito-Monyet, L. J. (2013). Nursing Diagnosis Aplikation to Clinical Practice. 14th
Ed. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins.
Mansjoer A,. dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapiu
Rutherford, M. (2018). standardized Nursing Language: What does it mean for Nursing
practice? OJIN: The online journal of issues in Nursing, 13, 1.
Simon, J. M., Baumann, M. A., & Nolan, L. (1995). Differential diagnostic validation: acute
and chronic pain. Nursing Diagnosis Association, 6(2) 73-79
Wilkimson, J. M., Treas, L. S., Barnett, K. & Smith, M. H. (2016) Fundamentals of Nursing
(3ᵗᵈ ed.) Philadelphia: F. A. Davis Company.
37