Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.

Ganjil/2019-2020

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Shampoo Motor atau Mobil


Shampoo motor atau mobil adalah suatu detergen yang sekarang sudah
banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan yang penting dalam pembuatan
shampoo ini adalah surfaktan, yaitu LABS (Linear Alkyl Benzene Sulfonate) atau
kadang disebut juga Linear Alkyl Sulfonate (LAS) dan surfaktan penunjang yaitu
SLS (Sodium Lauryl Sulfate). Teknologi pembuatan produk shampoo motor atau
mobil ini termasuk salah satu teknologi tepat guna dalam pembuatannya. Karena
dalam proses pembuatannya tidak memerlukan alat yang canggih dan proses yang
rumit (Holmberg, 2003). Semula shampoo dibuat dari berbagai jenis bahan yang
diperoleh dari sumber alam, seperti sari biji Perak, sari daging kelapa, dan sari abu
merang (sekam padi). Shampoo yang menggunakan bahan alam sudah banyak
ditinggalkan, dan diganti dengan shampoo yang dibuat dari detergen, yakni “zat
sabun” sintetik, sehingga saat ini jika orang berbicara mengenai shampoo yang
dimaksud adalah shampoo yang dibuat dari detergen. Dan untuk shampoo yang
dibuat dari bahan lain, biasanya diberikan penjelasan seperlunya, misalnya
shampoo merang (Ismunandar, 2004)

2.2 Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang
terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas
surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan
memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian nonpolar yang
suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat
bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan
surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-
air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan
rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam
dalam fase minyak. Umumnya bagian nonpolar (lipofilik) adalah merupakan

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor dan Mobil

3
4
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan
rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam
dalam fase minyak. rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar
(hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Jatmika, 1998)

Komponen yang paling penting dari sistem deterjen adalah surfaktan.


Sistem bahan pembersih pertama pada sabun adalah surfaktan. Terbentuk dari
lemak nabati maupun hewani ditambah air dan alkali. Hal ini merupakan salah satu
alasan mengapa tahun 1940-an, sabun mulai diganti dengan sintetis deterjen, yaitu
kombinasi sintetis surfaktan, sebagian besar Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), dan
zat pembangun Pentasodium Tripolifosfat (STPP). Faktor lingkungan
menyebabkan penggantian ABS oleh Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LABS), dan
penggantian STPP oleh zeolit, karena pembangunnya lebih kompleks (Bailey,
1996).

Hal ini membuat surfaktan banyak digunakan dalam berbagai industri,


seperti industri sabun, deterjen, produk kosmetika, produk perawatan diri, farmasi,
pangan, cat, kertas, tekstil, pertambangan dan industri perminyakan untuk
Enhanced Oil Recovery (EOR). Surfaktan ini dapat berupa anionic (Alkyl Benzene
Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LABS, Alpha Olein
Sulfonate/AOS), kationik (Garam ammonium), nonionic (nonyl phenol
polyethoxyle), amphoterik (acyl ethylenediamines) (Elefani, 2008)

Jika surfaktan dilarutkan dalam satu fase pada campuran minyak dan air,
sebagian surfaktan akan berkonsentrasi pada permukaan antara minyak-air, dan
pada kesetimbangan energi bebas (disebut tegangan antar muka atau permukaan)
akan lebih rendah dari tidak adanya surfaktan. Energi mekanik yang diberikan ke
dalam sistem (misalnya dengan mencampur) berfungsi untuk membagi satu fasa,
akan meningkatkan jumlah total tegangan permukaan dan energi. Semakin rendah
jumlah energi bebas antarmuka per satuan luas, semakin besar jumlah luas antar
muka baru yang dapat dibuat dengan jumlah energi masuk yang diberikan . Tahap
yang terbagi lagi disebut fase terputus-putus, dan fase lainnya adalah fase
kontinyu (Bailey, 1996)

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


5
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

Surfaktan memiliki lipofilik (suka lemak) dan hidrofilik (suka air). Bagian
lipofilik dari surfaktan biasanya merupakan rantai-panjang asam lemak yang
diperoleh dari lemak atau minyak. Bagian hidrofilik adalah nonionik (misalnya
gliserol); anionik (bermuatan negatif, misalnya laktat), atau amfoter, baik
membawa muatan positif dan negatif (misalnya, asam amino serin) (Huang, 2010)

Karakteristik utama surfaktan adalah memiliki gugus polar dan non polar
pada molekul yang sama. Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya
mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan
kestabilan sistem emulsi. Tegangan permukaan adalah gaya dalam dyne yang
bekerja pada permukaan sepanjang 1 cm dan dinyatakan dalam dyne/cm, atau
energi yang diperlukan untuk memperbesar permukaan atau antarmuka sebesar 1
cm2 dan dinyatakan dalam erg/cm2. Surface tension umumnya terjadi antara gas
dan cairan sedangkan interface tension umumnya terjadi antara cairan dan cairan
lainnya atau kadang antara padat dan zat lainnya (Bailey, 1996)

Surfaktan yang berasal dari petrokimia, didominasi oleh LAS, sebagian


besar telah menggantikan komposisi sabun. Namun demikian, surfaktan berbasis
oleokimia masih berperan penting dalam formulasi deterjen. Sabun itu sendiri
umumnya hadir sebagai komponen kecil untuk pengkontrol busa, mengurangi
transfer pewarna, dan bertindak sebagai kosurfaktan atau zat pembangun. Selain
LAS surfaktan dari petrokimia yang sering digunakan, adalah alkohol etoksilat,
ethoxysulfates alcohol, dan sulfat alkohol primer, berasal dari alkohol rantai
panjang yang dapat bersumber dari petrochemically atau oleochemically. Surfaktan
lain yang telah digunakan di Jepang antara lain metil ester sulfonat, alkyl
polyglycosides, dan glucamides telah banyak digunakan. Surfaktan tersebut
digunakan pada dasarnya sebagai pengganti anionik untuk LAS (Malik, 2008)

Dengan demikian, surfaktan memfasilitasi stabilisasi bercampur, biasanya


fase tidak bercampur, seperti minyak dalam air, dengan menurunkan energi yang
diperlukan untuk mempertahankan besar interfacial wilayah yang terkait dengan
pencampuran. Sebagai contoh, tanpa adanya surfaktan, suatu dalam campuran
minyak-air, biasa disebut sebagai suatu emulsi, cepat memisahkan ke dua lapis

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


6
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

yang berbeda untuk meminimalkan area permukaan atau kontak antara dua fase.
Kemampuan surfaktan untuk menurunkan ini energi antarmuka antara minyak dan
air memungkinkan untuk pembentukan dan stabilisasi tetesan minyak yang lebih
kecil dan akan tersebar di seluruh air. Dalam hal ini, penurunan energi antarmuka
mengakibatkan peningkatan permukaan total luas pada sistem. Lain halnya
dengan surfaktan yang berkemampuan untuk membentuk agregat dalam larutan
dan membentuk komposit dengan berbagai struktur, seperti misel dan kristal cair,
sebagai fungsi dari konsentrasi dan suhu (Bailey, 1996)

Konsentrasi surfaktan dalam larutan meningkat, merupakan titik tercapai


dimana molekul agregat akan membentuk misel. Konsentrasi ini didefinisikan
sebagai konsentrasi misel kritis. Struktur misel meminimalkan energi melalui
asosiasi surfaktan, sedangkan misel dalam air biasanya ditandai dengan ekor
hidrofobik mengarah ke pusat dan kelompok kepala menunjuk ke arah air. Sebagai
konsentrasi surfaktan dalam larutan lebih jauh meningkat, misel memanjang ke
tubulus panjang yang sejajar dengan satu sama lain untuk membentuk susunan
heksagonal (Bailey, 1996)

Struktur ini sering disebut kristal cair sebagai heksagonal. Jika konsentrasi
surfaktan meningkat, tubulus akan berkembang di kedua arah dan membesar,
lembaran pipih surfaktan, sering disebut sebagai lamelar kristal cair. Kristal-
kristal cair sangat penting dalam pembuatan sabun. Sebagai inti dari sebuah misel
sangat hidrofobik, ia memiliki kemampuan untuk melarutkan minyak di
dalamnya, serta untuk menstabilkan dispersi satu. Solubilisasi ini dan suspensi
sifat surfaktan adalah dasar bagi kemampuan pembersihan sabun
dan surfaktan lainnya. Selain itu, kemampuan surfaktan untuk menstabilkan
antarmuka daerah, khususnya antarmuka udara-air, merupakan dasar untuk
penyabunan (Bailey, 1996).

Menurut (Huang, 2010), Surfaktan dapat dikelompokkan beberapa macam :

1. Surfaktan anionik
Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada
suatu anion. Surfaktan ini membentuk kelompok surfaktan yang paling besar dari

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


7
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

jumlahnya. Sifat hidrofiliknya berasal dari bagian kepala ionik yang biasanya
merupakan gugus sulfat atau sulfonat. Pada kasus ini, gugus hidrofobik diikat ke
bagian hidrofil dengan ikatan C-O-S yang labil, yang bagian alkilnya terikat pada
suatu anion. Surfaktan ini membentuk kelompok surfaktan yang paling besar dari
jumlahnya. Sifat hidrofiliknya berasal dari bagian kepala ionik yang biasanya
merupakan gugus sulfat atau sulfonat. Pada kasus ini, gugus hidrofobik diikat ke
bagian hidrofil dengan ikatan C-O-S yang labil, yang mudah dihidrolisis. Beberapa
contoh dari surfaktan anionik adalah Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LABS),
Alcohol Sulfate (AS), Alpha Olefin Sulfonate (AOS) dan parafin atau Secondary
Alkane Sulfate (SAS)

2. Surfaktan kationik
Surfaktan kationik merupakan surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada
suatu kation. Contohnya garam alkyl trimethl ammonium, garam dialkyl-dimethil
ammonium dan garam alkyl dimethil benzyl ammonium.

3. Surfaktan nonionik
Surfaktan nonionik merupakan surfaktan yang bagian alkilnya tidak
bermuatan. Surfaktan sejenis ini tidak berdisosiasi dalam air, tetapi bergantung pada
struktur (bukan keadaan ion-nya) untuk mengubah hidrofilitas yang membuat zat
tersebut larut dalam air. Surfaktan nonionik biasanya digunakan bersama-sama
dengan surfaktan aniomik. Jenis ini hampir semuanya merupakan senyawa turunan
poliglikol, alkiloamida atau ester-ester dari polihidrocsi alcohol. Contohnya ester
gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak,
polietilena alkyl amina, glukamina, alkyl poliglucosida, mono alcanol amina,
dialcanol amina dan alkyl amina oksida.

4. Surfaktan amfoterik
Surfaktan amfoterik merupakan surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai
muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino,
betain, fosfobetain. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi,
seperti Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LABS), Alkyl Sulfate (AS), Alkyl Etoksilate
(AE) dan Alkyl Etoksilate Sulfate (AES)

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


8
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

NONIONIK

ANIONIK

KATIONIK

AMFOTERIK

Gambar 2.1 Strukttur Surfakatan (Zulfikar, 2011)

2.3 Jenis Surfaktan


Menurut Ghazali (2002), pada dasarnya surfaktan terdiri dari banyak jenis,
berikut ini adalah beberapa jenis surfaktan yang banyak digunakan, yaitu :

1. Metil Ester Sulfonat (MES)


MES merupakan salah satu kelompok surfaktan paling banyak digunakan.
Surfaktan ini dapat disintesis dari minyak nabati yaitu minyak sawit. Proses
produksi surfaktan metil ester sulfonat dilakukan dengan mereaksikan metil ester
dengan pereaksi sulfonasi. Pereaksi tersebut antara lain oleum (di dalam H2S04) dan
sulfur trioksida (SO3).

Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) termasuk golongan surfaktan anionik,


yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif
permukaan.Struktur molekul MES dapat terlihat pada gambar 2.4 dibawah ini.
MES ini memperlihatkan karakteristik disperse yang baik, sifat penyabunan yang
baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi, bersifat mudah
didegradasi. Kelebihan dari MES ini yaitu pada konsentrasi MES yang lebih rendah
daya penyabunannya sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan
aktifitas enzim.

Gambar 2.2 Struktur Molekul MES (Ghazali, 2002)

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


9
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

MES dari minyak nabati dengan ikatan atom karbon C10, C12, C14 biasa
digunakan untuk light duty diwashing detergent, sedangkan MES yang mempunyai
ikatan atom karbon C16-C18 biasa digunakan untuk detergen bubuk dan cair.

Tabel 2.1 Sifat Fisika MES


Spesifikasi MES Palm Stearin (16-18)
Metil Ester Sulfonat (MES) 83
Disodium Karboksi Sulfat (Disalt) 3,5

Air (% b/b) 2,3


Nilai Ph 5,3
Tegangan antar muka 8,4 - 9,7
(Sumber: Yuliastuty, 2002)
2. Lignosulfonat
Pembentukan surfaktan lingosulfonat terjadi melalui reaksi sulfonasi
molekul lignin dengan bisulfit. Sulfonasi merupakan reaksi antara ion bisulfit
dengan molekul lignin. Gugus sulfonat pada lignosulfonat merupakan gugus
hydrophilic sehingga menyebabkan lignosulfonat mempunyai struktur amphipatic
(surfaktan). Reaksi yang terjadi pada proses sulfonasi lignin ini termasuk reaksi
irreversibel dan bersifat endotermis. Suhu dan pH merupakan faktor yang paling
berpengaruh pada reaksi pembentukan lignosulfonat. Lignosulfonat merupakan
surfaktan yang banyak digunakan di industri. Penggunaan lignosulfonat sangat
beragam, yaitu sebagai penstabil dalam industri pengeboran minyak, pe1arut dalam
industri tekstil, emulsifier dalam pembuatan pelumas, bahan perekat dan bahan
pendispersi untuk papan gipsum, bahan aditif untuk media kultur, sebagai
plastiziser pada adonan beton, sebagai water reducing admixture dan juga sebagai
retarder. Surfaktan lignosulfonat yang dihasilkan dari

Gambar 2.3 Reaksi Pembentukkan Lignosulfonat (Dilling, 1986)

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


10
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

Surfaktan lignosulfonat yang dihasilkan dari jerami padi merupakan jenis sodium
lignosulfonat karena menggunakan sodium bisulfit (NaHSO3) sebagai agen
pensulfonasinya.

Tabel 2.2 Sifat Fisika Lignosulfonat


Karakteristik SLS Keterangan
Kemurnian (%) 80,05
pH 20% larutan 7,20
Gula pereduksi (%) 1,07
Kandungan Air (%) 3
Berat jenis (Kg/m3) 402,40
(Sumber: Smiyati, 2008)

3. N-metil glukamida
N-metil glukamida diperoleh dari reaksi antara asam lemak, metil ester asam
lemak atau trigliserida dengan N-metil glukamina. N-metil glukamida banyak
digunakan sebagai produk farmasi dan biokimia lainnya. N-metil-glukamida
termasuk pada kelompok alkyl-glukamida surfaktan dimana kelompok surfaktan ini
diproduksi dalam jumlah besar sebagai bahan pembersih, contohnya adalah N-
dodekanoil-N metal glukamida. Sintesis N-metil glukamida menggunakan bahan
baku N-metil glukamina dari golongan gula amina.

Mekanisme kerja senyawa-senyawa gula amina adalah dengan menghambat


sintetis glikosaminoglikan dan mencegah destruksi tulang rawan. Gula amina dapat
merangsang sel-sel tulang rawan untuk pembentukan proteoglikan dan kolagen
yang merupakan protein esensial untuk memperbaiki fungsi persendian. Gula amina
dapat diperoleh dari reaksi glukosa, laktosa atau gula lainnya dengan amonia atau

Gambar 2.4 Struktur N-Metil Glukamida (Ghazali, 2002)

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


11
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

alkil amina. N-metil glukamina merupakan salah satu senyawa gula amina yang
penting. N-metil glukamina diperoleh dari reaksi glukosa dengan monometil amina.

4. Dietanolamida
Dietanolamida pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol
dietanolamina dengan satu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama Kritchevsky
amida sesuai dengan nama penemunya. Bahan baku yang digunakan dalam
produksi dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester.
Dietanolamida biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur
150℃ selama 6-12 jam (Herawan,1999). Dari hasil reaksi akan dihasilkan
dietanolamida dan hasil samping berupa sabun amina. Kehadiran sabun amina ini,
tentu saja akan menaikkan pH produk. Pada tahap pemurnian diperlukan pemisahan
produk utama dengan sabun amina.

Dietanolamida merupakan salah satu surfaktan alkanolamida yang paling


penting. Dietanolamida berfungsi sebagai bahan penstabil dan pengembang busa.
Hal ini disebabkan karena adanya kotoran berminyak seperti sebum menyebabkan
stabilitas busa sabun cair atau shampoo akan berkurang secara drastis. Untuk
mengatasi hal tersebut, diperlukan penstabil busa yang berfungsi untuk
menstabilkan dan mengubah struktur busa agar diperoleh busa yang lebih banyak,
pekat dengan buih yang sedikit.

Pada pembuatan sabun, dietanolamida digunakan agar sabun menjadi


lembut. Pemakaian dietanolamida pada formula shampo dapat mencegah terjadinya
proses penghilangan minyak yang berlebihan pada rambut (efek perlemakan
berlebihan) dan produk yang dihasilkan tidak menyebabkan rasa pedih di mata,
sehingga cocok untuk digunakan sebagai produk sabun dan shampo bagi bayi.
Sintesis dietanolamida menggunakan bahan baku dietanolamina dan asam laurat.
Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol.
Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Sifat-sifat
dietanolamina adalah sebagai berikut (Ghazali, 2002):

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


12
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

Gambar 2.5 Struktur Dietanolamida (Ghazali, 2002)

Tabel 2.3 Sifat Fisika Dietanolamida


Spesifikasi Keterangan
pH 8,5 – 10
Berat Jenis 0,995
Kelembaban 1%
Wujud Cairan Kuning jernih
Kadar Asam Lemak 3%
(Sumber : Ghazali, 2002)

5. Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LABS)


Alkyl benzene merupakan bahan baku dasar untuk membuat linear alkyl
benzene sulfonate. Linear alkyl benzene sulfonate disebut juga dengan nama acid
slurry. Acid slurry merupakan bahan baku kunci dalam pembuatan serbuk
deterjen sintetik dan deterjen cair. Alkyl benzene disulponasi menggunakan asam
sulfat, oleum atau SO3(g). Linear alkyl benzene sulfonate diperoleh dengan variasi
proses yang berbeda pada bahan yang aktif, bebas asam, warna maupun
viskositas. Bahan baku utama untuk membuat acid slurry adalah dodecyl benzene,
linear alkyl benzene. Nama Kimia Acid Slurry D.D.B.S adalah Dodecyl Benzene
Sulfonate dan L.A.B.S dan Linear Alkyl Benzene Sulfonate (NIIR Board, 2004).

Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) merupakan bahan baku kunci pada industri
deterjen selama lebih dari 40 tahun dan berjumlah kira-kira 50 persen volume total
surfaktan anionik sintetik. Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LABS) digunakan
secara luas menggantikan Branch Alkyl Benzene Sulfonate (BABS) dalam jumlah
besar yang ada didunia karena LAS merupakan bahan deterjen yang lebih
biodegradabilitas dibandingkan BAB. Produk umumnya dipasarkan berupa asam

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


13
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

bebas (free acid) atau yang dinetralkan dengan basa kuat seperti sodium
hidroksida yang ditambahkan kedalam slurry, yang umumnya dalam bentuk pasta.
Sebagian besar pasta di produksi pada sprayed-dried menghasilkan serbuk
deterjen. Pasta bisa juga di proses dengan drum-dried menjadi serbuk atau flake
atau spray dried menjadi butir-butir halus yang memiliki densitas rendah. Bentuk
kering LAS digunakan terutama pada industri dan produk kebersihan (Kent and
Riegels, 2007).

Gambar 2.5.Struktur Molekul LABSNA (Huang, 2010)


LABS merupakan bahan deterjen yang paling banyak dikonsumsi, mencapai
2,8x 106 ton/thn pada tahun 1995. Pada LABS biasanya terdapat senyawa sulfonat
aromatik yang produksinya mencapai 1,8 x 106 ton/thn pada tahun 1987. LABS
adalahsenyawa biodegradable yang biasanya terkandung pada air buangan sekitar
1 – 20 mg/l (Ainsworth, 1996)

Agar berguna sebagai surfaktan, pertama alkylbenzene harus disulfonasi.


Untuk proses sulfonasi biasanya digunakan oleum dan SO3 . Sulfonasi dengan
oleum memerlukan biaya peralatan yang relatif tidak mahal dan bisa dijalankan
dengan proses batch atau continuous. Bagaimanapun ia juaga memiliki kerugian
dalam terminologi dibandingkan harga SO3, sulfonasi dengan oleum memerlukan
aliran pembuangan sisa asam dan ia juga memberikan masalah korosi potensial
yang disebabkan oleh asam sulfat (Kent and Riegels, 2007).

Proses sulfonasi dengan tipe batch memiliki empat unit proses dasar untuk
netralisasi antara lain yaitu sulfonation, digestion, dilution, dan phase separation.
Pada tahap sulfonasi, alkyl benzene dan oleum dicampur pada tekanan 1 atm inert.
Reaksi sulfonasi berlangsung dengan eksotermik tinggi.

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


14
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

Tabel 2.4 Sifat LABS


Sifat Fisika Sifat Kimia
Rumus molekul Biasanya berbentuk garam Na atau Ca
C12H25C6H5
Berat molekul 246,435 Terionisasi sempurna sehingga larut
Kg/kmol dalam air
Titik didih 327,61 OC Resisten terhadap pengolahan anaerob
Titik leleh 2,78 OC Dapat terbiodegradasi pada kondisi
aerob
Densitas 855,065 Kg/m3
(Sumber : Huang, 2010)

6. Sodium Lauryl Sulfate (SLS)


Natrium Lauryl Sulfate (NaLS), atau Natrium Deodecil Sulfate (NaDS atau
C12H25SO4Na) adalah surfaktan anionoik yang digunakan dalam membersihkan
lemak, dan pada produk-produk untuk kebersihan. Molekul ini memiliki 12 atom
karbon, yang melekat pada gugus sulfat, dan memberikan sifat amphiphilic yang
dibutuhkan deterjen. SLS adalah surfaktan yang sangat efektif dan digunakan
untuk menghilangkan noda berminyak dan residu. Sebagai contoh, SLS
ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi pada produk industry, termasuk
degreasers mesin, pembersih lantai, shmpoo mobil. Penggunaan SLS dengan
konsentrasi yang lebih rendah yaitu pada pembuatan pasta gigi, shampoo rambut,
dan busa cukur. Sodium lauryl sulfate merupakan komponen penting dalam
formulasi untuk efek penebalan busa dan kemampuannya untuk menciptakan busa
(Marrakchi S, Maibach HI, 2006)

Natrium lauril sulfat, dalam sains disebut sebagai Sodium Deodecyl


Sulfate (SDS) atau duponol, umumnya digunakan dalam menyusun protein
untuk elektroforesis dalam teknik SDS-PAGE. Senyawa ini bekerja dengan
mengganggu ikatan non-kovalen dalam protein, sehingga protein mengalamii
denaturing, dan menyebabkan molekul kehilangan bentuk asli mereka
(konformasi). SLS disintesis dengan mereaksikan lauril alkohol dengan asam
sulfat untuk menghasilkan hidrogen lauril sulfat yang kemudian dinetralisir
melalui penambahan natrium karbonat. Karena metode ini sintesis, SLS komersial
yang tersedia sebenarnya tidak sulfat dodesil murni tetapi campuran alkil sulfat
dengan sulfat dodesil sebagai komponen utama. SLS dapat memperburuk masalah

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


15
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

kulit pada individu dengan hipersensitivitas kulit kronis (Marrakchi S, Maibach


HI, 2006)

Selain itu SLS dapat meningkatkan kecepatan pembentukan hidrat metana


sebesar 700 kali kecepatan awal. Dalam pengobatan, natrium lauril sulfat
digunakan sebagai pencahar dubur di enema, dan sebagai eksipien pada aspirin
terlarut dan kaplet terapi serat lainnya (Marrakchi S, Maibach HI, 2006) yang
berbeda pada bahan yang aktif, bebas asam, warna maupun viskositas.

SLS disintetis dengan mencampur dodecanol dengan gas sulfur trioksida


atau oleum atau asam klorin sulfur untuk menghasilkan hydrogen lauryl sulfate.
Metode industrial biasanya menggunakan gas sulfur trioksida. Hasilnya lalu
dinetralkan dengan sodium hidroksida atau sodium karbonat. Alkohol lauryl
biasanya dihasilkan dari minyak kelapa atau minyak biji kelapa sawit alkohol.

O
||

CH3 – (CH2)10 – CH2 – O – S – O-Na+

Gambar 2.6 Struktur SLS (Hayan,2008)

Karena metode sintesis ini, di pasaran SLS yang tersedia berupa campuran alkyl
sulfate dengan dodecyl sulfate sebagai komponen utamanya (Amin, 2011)

SLS ini banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada produk-produk


industri seperti pembersih mesin (engine degreaser), pembersih lantai, dan
shampoo mobil. SLS digunakan dalam kadar rendah di dalam pasta gigi, shampoo
dan busa pencukur. SLS berpotensi untuk digunakan sebagai anti bakterial dan juga
untuk mencegah infeksi oleh virus seperti Herpes dan HIV (Amin, 2011).

SLS tidak karsinogenik jika terkontaminasi langsung pada kulit ataupun


dikonsumsi. Natrium lauril sulfat mengurangi rasa manis pada gigi, efek biasa
terlihat setelah penggunaan pasta gigi yang mengandung bahan ini menunjukkan
bahwa SLS dapat merupakan mikrobisida topikal yang berpotensi efektif (Dilling,
1986).

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


16
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

Tabel 2.6 Sifat Fisika SLS


Sodium Lauril Sulfat (SLS)
Klasifikasi Keterangan
Wujud Bubuk kristal putih
Berat molekul 288,38 g/mol
Berat jenis 1,01 g/cm3
o
CMC (25 C) 2,2 g/L
HLB 40
Titik leleh 206oC
Kelarutan dalam air 250 g/L (20oC)
(Sumber : Dinda, 2008)

2.4 Piknometer
Berat jenis suatu zat dapat dihitung yaitu dengan mengukur secara langsung
berat zat dalam piknometer (dengan menimbang) dan volume zat (ditentukan
dengan piknometer). Volume zat padat yang tidak beraturan dapat ditentukan secara
tidak langsung dengan menggunakan piknometer. Bila volume dan berat zat
tersebut telah diketahui, maka dapat dihitung berat jenisnya (Malik, 2008)

Dalam menggunakan piknometer massa suatu zat cair dapat diketahui dari
pengurangan berat piknometer + zat cair dengan berat piknometer kosong. Nilai
massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung pada massa maupun volume zat,
tetapi tergantung pada jenis zatnya, oleh karenanya zat yang sejenis selalu
mempunyai masssa jenis yang sama. Massa jenis zat dapat dihitung dengan
membandingkan massa zat (benda) dengan volumenya. Massa jenis merupakan
salah satu ciri untuk mengetahui kerapatan zat. Pada volume yang sama, semakin
rapat zatnya, semakin besar massanya. Sebaliknya makin renggang, makin kecil
massa suatu benda. Contoh : kubus yang terbuat dari besi akan lebih besar massanya
dibandingkan dengan kubus yang terbuat dari kayu, jika volumenya sama. Contoh:
volume air lebih besar dibanding volume besi, jika massa kedua benda tersebut
sama (Fessenden, 1997)

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


17
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

2.5 Viskositas
Lapisan fluida yang bergerak mempunyai kelajuan sama dengan kelajuan
lempeng yang bergerak, yaitu sebesar v. Lapisan fluida yang diam akan menahan
lapisan fluida di atasnya karena adanya gaya kohesi. Lapisan yang ditahan itu
menahan lapisan di atasnya lagi dan seterusnya sehingga kelajuan setiap lapisan
fluida bervariasi dari nol sampai v. Untuk menggerakkan lempeng diperlukan gaya.
Untuk membuktikannya, dapat dicoba dengan menggerakan sebuah potongan kaca
di atas tumpahan sirup. Semakin kental fluida, semakin besar gaya yang diperlukan
untuk mendorong (Giancoli, 1999)
Viskositas diukur dengan beberapa cara, dalam “viskometer Oswald” waktu
yang diperlukan oleh larutan untuk melewati pipa kapiler dicatat dan dibandingkan
dengan sampel standar (Atkins, 1999)

𝑡. 𝜌
𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = × 𝜇𝑜
𝑡𝑜 . 𝜌𝑜

Keterangan: t = Waktu aliran sampel (s)


𝑔𝑟
𝜌 = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙)
𝑔𝑟
𝜌𝑜 = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 (𝑚𝑙)
𝑡𝑜 = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 (𝑠)
𝜇𝑜 = 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 (𝑃𝑎. 𝑠)

2.6 Ketahanan Busa


Ketahanan busa merujuk kepada kemampuan busa untuk mempertahankan
parameter utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu. Parameter
tersebuut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total volime cairan
busa. “Waktu hidup” busa (foam lifetime) merupakan ukuran paling sederhana
untuk menunjukkan stabilitas busa (Exerowa, 1998)

Penyebab utama dari pecahnya busa (foam collapse) adalah penipisan


(thinning) lapisan film dan koalesen. Thinning terjadi karena busa cenderung naik

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


18
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

ke atas namun sekaligus ditarik ke bawah karena adanya aliran cairan (drainage)
akibat gaya gravituasi. Karena ditarik dari 2 arah maka film busa menjadi menipis
sehingga lebih mudah pecah (rupture). Disampig itu, ukuran busa yang bervariasi
menyebabkan adanya gradient tekanan gas. Akibatnya dapat terjadi difusi gas,
dimana busa-busa kecil akan bergabung menjasi busa yang lebih besar (kaolesen).
Ukuran busa yang semakin besar berarti tegangan permukaan seakin besar,
sehingga semakin mudah pecah (Tadros, 2005)

Untuk mencegah pecahnya busa dapat dilakukan dengan cara meningkatkan


viskositas bulk dari cairan, misalnya dengan penambahaan gliserol atau polimer.
Peningkatan viskositas sediaan akan membuat drainage menurun. Bila kecepatan
drainage menurun, makan thinning dapat diminimalisasi (Tadros, 2005).
Disamping itu polimer yang mengililingi busa akan menciptakan sesuatu halangan
sterik sehingga menghambat busa-busa untuk saling bergabung (Schraman, 2005).
Selain itu stabilitas busa juga dapat didukung oleh peningkatan viskositas
permukaan atau elastisitas permukaan lewat pencampuran beberapa macam
surfaktan sehingga didapat fil surfaktan yang rapat dan tidak mudah pecah (Tadros,
2005)

2.7 Stabilitas Emulsi

Stabilitas emulsi merupakan suatu hal yang pentingg untuk di perhatikan.


Ketidakstabilan yang dapat terjadi terhadap emulsi diantaranya adalah flokulasi dan
creaming, koalesens dan breaking, perubahan fisika kimia, dan inversi fase (Sinko,
2011).Selain itu, emulsi juga dapat mengami ketidakstabilan biologi, seperti adanya
kontaminasi dan pertumbuhan mikroba (Ansel, 2005).

Agregat dari bulatan fase dalam cenderung naik untuk kr permukaan atau
jatuh ke dasar emulsi. Terjadinya bulatan-bulatan tersebut disebut creaming.
Upward creaming terjadi jika fase dispers memiliki kerapatan lebih rendah dari
pada medium dispers, sedangkan downward creaming terjadi jika fase dispers
memiliki kerapatan lebih tinggi dari pada medium dispers (Sinko, 2011). Kecepatan
creaming dapat di kurangi dengan cara mengecilkan ukuran droplet, menyamakan
berat jenis dari dua fase, dan menambah viskositas medium dispers. Creaming

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


19
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

merupakan suatu proses bolak-balik dan seringkali tidak menyebabkan masalah


stabilitas yang serius tetapi dapat memberikan kesan yang buruk pada produk (Kim,
2004)

Koalesens terjadi ketika dua droplet saling mendekati satu sama lain dan
tidak ada pembatas di antara kedua droplet tersebut (Kim, 2004). Peristiwa itu dapat
mengarah kepada penggabungan bulatan-bulatan fase dalam dan pemisahan emulsi
tesebut menjadi suatu lapisan. Peristiwa itu disebut breaking dan emulsinya disebut
“pecah” atau “retak” (cracking), diamana sifatnya adalah irreversible karena lapisan
pelindung di sekitar bulatan fase terdispersi tidak ada lagi (Ansel, 2005).

Gambar 2.7 Ketidakstabilan emulsi ganda (Mezzenga, 2004)

(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛−𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑚𝑖𝑠𝑎ℎ𝑎𝑛


%Stabilitas = × 100
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


20
Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

Pembuatan dan Pengujian Shampoo Motor atau Mobil


Laporan Kimia Organik/Kelompok 7/S.Ganjil/2019-2020

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”

Anda mungkin juga menyukai