ACARA VII
Disusun oleh:
NIM : 19/442292/KT/08990
YOGYAKARTA
2019
ACARA VII
I. TUJUAN
Tujuan dari pratikum ini adalah :
1. Mengetahui biomassa lantai hutan.
2. Mengetahui perlapisan lantai hutan dan tingkat dekomposisinya.
3. Mengetahui karateristik tanah dan lantai hutan apabila dibandingkan
dengan tanah pertanian.
4. Mengetahui cara pengambilan contoh tanah yang tepat dan mewakili satuan
teruji.
Tanah merupakan suatu sistem yang dinamis, tersusun dari empat bahan mineral,
bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tersebut masing-masing berbeda
komposisinya untuk setiap jenis tanah, kadar air, dan perlakuan terhadap tanah. Sebagai
suatu sistem yang dinamis, tanah dapat berubah keadaannya dari waktu ke waktu, sesuai
sifat-sifatnya yang meliputi sifat fisik, sifat kimia dan sifat mekanis, serta keadaan
lingkungan yang keseluruhan menentukan produktifitas tanah (Puspaningrum dkk,
2018).
Tanah ada karena proses pelapukan, pelapukan mengunjuk pada disintegrasi dan
perubahan batuan dan mineral oleh proses-proses fisik dan kimia. Pelapukan fisik
disebabkan oleh tekanan fisik di dalam batuan atau mineral. Proses ini membuat batuan
hancur menjadi bahan yang lebih kecil tanpa perubahan struktur kimia. Sedangkan
pelapukan kimia disebabkan oleh reaksi kimia dan terjadi perubahan kimia yang jelas
pada produk pelapukannya contohnya adalah pelarutan, hidrasi, hidrolisis, oksidasi,
reduksi dan karbonasi (Tan, 1982).
Dekomposisi seresah merupakan proses yang sangat penting dalam dinamika hara
pada suatu ekosistem. Dekomposisi merupakan proses komplek yang melibatkan
beberapa faktor. Setelah mengalami penguraian atau proses dekomposisi, seresah
dirombak menjadi senyawa organik sederhana dan menghasilkan hara yang
dimanfaatkan tumbuhan. Peran seresah dalam proses penyuburan tanah dan tumbuhan
sangat tergantung pada laju produksi dan laju dekomposisinya. Laju dekomposisi seresah
dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi : jumlah seresah, jenis vegetasi, morfologi
daun, dan ukuran seresah. Laju juga dipengaruhi oleh pH; iklim (curah hujan, temperatur,
kelembaban); komposisi kimia dari seresah, porositas dan pengolahan tanah, serta
mikroorganisme tanah. Seresah daun yang jatuh tidak langsung didekomposisi
mikroorganisme, namun dicacah oleh hewan tanah seperti arthropoda tanah (Moro,
2016).
Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk menyediakan anasir hara pada
takaran dan keseimbangan tertentu secara terus menerus, untuk mendukung pertumbuhan
tanaman. Menurut Anna et al, (1985), beranggapan bahwa tanah yang subur belum tentu
produktif karena status kesuburan tanah tidak memberikan indikator kecukupan faktor
pertumbuhan lainnya. Selain dari pada itu untuk memastikan apakah tanah itu subur atau
tidak subur, maka haruslah diamati sifat fisik (kesuburan secara fisik) dan kimia tanahnya
(kesuburan secara kimia). Mungkin saja terjadi tanah itu subur secara fisik tetapi secara
kimia tidak dan sebaliknya. Jadi tanah itu subur jika didukung oleh faktor-faktor
pertumbuhan, salah satu diantaranya factor edafis, yakni kondisi fisik dan kimia tanahnya
dalam kondisi yang baik. Menurut Hardjowigeno (1985),sifat fisik dan kimia tanah satu
sama lainya saling mempengaruhi (Yamani, 2018).
Tanah yang subur merupakan tanah yang mampu menyediakan unsur hara yang
cukup dan seimbang. Apabila kondisi kesuburan tanah sudah sehat dan memnuhi syarat
untuk membuat tanaman tumbuh dengan baik dengan adanya bahan-bahan organik di
dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman itu sendiri denagn ketersediaan unsur hara
makro nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan belerang.
Ketersediaan Unsur Hara Makro yaitu, besi (Fe), boron, mangan, tembaga, seng,
Molibdenum dan klorin (Cl) membuat tanaman tumbuh dengan optimal (Sari, 2015).
V. CARA KERJA
Cara kerja dari pratikum ini adalah :
1. Berat amplop kosong tanpa isian ditimbang terlebih dahulu.
2. Kawat kuadratik 50 cm x 50 cm diletakkan pada lantai hutan yang masih
utuh dengan cara dilempar secara random.
3. Batas sampel tersebut diiris atau dibersihkan dengan hati-hati
menggunakan tangan.
4. Pada bagian atas lantai hutan diambil lapisan L (Litter) yang mempunyai
ciri-ciri : seresah yang baru jatuh, kandungan air masih tinggi, bentuk masih
utuh, warna kehijauan atau kecoklatan, masih agak segar. Lapisan L
dipisahkan menjadi daun, ranting, bunga/buah ke dalam amplop terpisah yang
berlabel.
5. Bagian F1 (fermentasi tahap 1) diambil dengan ciri-ciri : berupa seresah
yang mulai terdekomposisi, bentuk sudah tidak utuh lagi, bentuk seresah asli
masih kelihatan, warna kecoklatan, masih merupakan satuan seresah tunggal/
tidak saling lengket. Lapisan F1 dipisahkan menjadi daun, ranting,
bunga/buah ke dalam amplop terpisah yang berlabel.
6. Bagian F2 (fermentasi tahap 2) diambi, dengan ciri-ciri : berupa seresah
yang telah terdekomposisi lanjut, bentuk asli sudah tidak kelihatan lagi tapi
masih bisa dibedakan jenis seresah, warna kecoklatan, seresah yang satu
menempel pada seresah yang lain/saling lengket. Lapisan F2 dipisahkan
menjadi daun, ranting, bunga/buah ke dalam amplop terpisah yang berlabel.
7. Lapisan H (humus) diambil dengan ciri-ciri : berupa seresah yang telah
terdekomposisi sempurna sehingga berbentuk seperti kompos, bentuk sudah
tidak kelihatan lagi, warna kehitaman, struktur remah, gembur. Kemudian
dimasukkan ke dalam amplop.
8. Hasil pengambilan lapisan L, F1, F2, dan H ditimbang sebagai Bb (berat
basah).
9. Lapisan L, F1, F2, dan H dimasukkan ke oven 65oC sampai mencapai berat
kering mutlak.
10. Setelah 3 hari, amplop yang berisi seresah kering ditimbang kembali
untuk mencari Bk (berat kering).
11. Kadar air, biomassa tertentu dan biomassa total dalam kg/ha dihitung
menggunakan rumus yang berlaku..