Anda di halaman 1dari 34

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

PENGOLAHAN PRIMER KAYU

Disusun oleh:
Tomy Listianto, S.Hut., M.Env.Sc., Ph.D

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021

1
ACARA I
PENGENALAN MESIN-MESIN PENGOLAHAN KAYU

A. Pendahuluan
Jenis mesin pengolahan kayu bermacam-macam tergantung pada jenis produk yang
dihasilkan. Beberapa jenis produk pengolahan kayu meliputi:
a. Sortimen kayu: mesin-mesin penggergajian, pengeringan kayu dan sebagainya
b. Kayu lapis: mesin-mesin pengolahan kayu lapis seperti masin kupas vinir (rotary lathe),
pengering vinir, mesin pelabur perekat (glue speader), mesin kempa panas
(hot press) dan sebagainya
c. Papan komposit: mesin pembuat serpih/ cerping kayu (flaker), mesin kempa panas, mesin
pelabur perekat, dan lain sebagainya.
d. Mebel, papan sambung dan komponen rumah: moulding, shapper, finger joint,
laminasi dan sebagainya.
Laboratorium Pengolahan Kayu di lingkungan Departemen Teknologi Hasil Hutan
Fakultas, Kehutanan Universitas Gadjah Mada, hanya memiliki beberapa mesin pengolahan
kayu, diantaranya mesin penggergajian dan pengeringan kayu, mesin pembuat kayu lapis serta
beberapa mesin penunjang pembuatan papan komposit. Jenis-jenis mesin pengolahan inilah
yang akan diamati dalam acara praktikum pengenalan mesin-mesin pengolahan kayu.

B. Maksud dan Tujuan


Kegiatan praktikum pengenalan mesin-mesin pengolahan kayu untuk terdiri dari dua
sub acara, yaitu:
1. Pengenalan mesin-mesin gergaji, meliputi gergaji pita utama (band headsaw), gergaji pita
ulang (band resaw), gergaji bundar (panel saw/circular saw), pengenalan mesin ketam
perata, dan mesin ketam penebal serta pengenalan terhadap berbagai bentuk bilah dan mata
pisau.
2. Pengenalan terhadap tanur pengering (kiln dry)

Kegiatan praktikum pengenalan mesin-mesin pengolahan kayu ini dimaksudkan agar


mahasiswa:
1. Mengetahui berbagai jenis mesin pengolahan kayu beserta fungsinya.
2. Mengetahui bagian-bagian dari mesin pengolahan kayu beserta fungi kegunaannya.
3. Mengetahui susunan, bentuk, ukuran dan sudut mata gergaji pada berbagai biah gergaji/
mata pisau pada mesin gergaji, mesin kupas vinir, mesin ketam perata dan
penebal.
4. Mengetahui bagaimanan proses pengoperasian mesin-mesin pengolahan kayu.

C. Peralatan dan Bahan


Peralatan dan bahan yang diperlukan dalam penyelenggaraan praktikum pengenalan
mesin-mesin pengolahan kayu antara lain:
1. Gergaji pita utama (band headsaw), log carriage, gergaji pita ulang (band resaw), gergaji
bundar (panel saw/circular saw), pengenalan mesin ketam perata dan mesin ketam
penebal, bilah gergaji, gergaji bundar, dan tanur pengering (kiln dry).
2. Alat tulis.

2
D. Cara Kerja
1. Pengamatan terhadap gergaji pita utama (band headsaw), gergaji pita ulang (band resaw),
log carriage, gergaji bundar (panel saw/circular saw), pengenalan mesin ketam perata,
dan mesin ketam penebal
a. Lakukan pengamatan dengan sungguh-sungguh dan cermat terhadap setiap mesin
mesin tersebut, catat nama alat tersebut, spesifikasi, fungsi utama dan kegunaannya.
b. Gambarlah setiap mesin pengolahan kayu tersebut, lengkapi dengan keterangan bagian-
bagain mesin tersebut
c. Sebutkan bagaan-bagian mesin tersebut dan jelaskan fungsi dari masing-masing bagian
tersebut
d. Deskripsikan cara kerja dari mesin pengolahan kayu tersebut dan buat
laporannya.
2. Pengamatan terhadap bilah gergaji dan mata pisau
a. Lakukan pengamatan dengan sungguh-sungguh dan cermat terhadap setiap
bilah gergaji dan mata pisau yang digunakan pada mesin-mesin pengolahan
kayu tersebut
b. Gambarlah berbagai bentuk dan tipe bilah gergaji dan mata piasu
c. Sebutkan bagaian-bagian bilah gergaji dan mata pisau tersebut dan jelaskan fungsi
dari bilah gergaji dan mata pisau masing-masing bagian tersebut (termasuk mengukur
sudut ketajaman pada bilah gergaji dan adanya mata baja tambahan pada bilah
tersebut).
d. Buat laporannya.
3. Pengamatan terhadap mesin tanur pengering
a. Lakukan pengamatan dengan sungguh-sungguh dan cermat terhadap setiap mesin-
mesin tersebut, catat nama alat tersebut, spesifikasi, fungsi utama dan kegunaannya.
b. Gambarlah setiap mesin pengolahan kayu tersebut, lengkapidengan keterangan
bagian-bagain mesin tersebut
c. Sebutkan bagian-bagian mesin tersebut dan jelaskan fungsi dari masing- masing
bagian tersebut
d. Deskripsikan cara kerja dari mesin pengolahan kayu tersebut dan buat laporannya.

E. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan disajikan dalam format seperti di bawah ini.
a) Jenis alat yang diamati
b) Gambar alat (lihat dalam lampiran)

c) Keterangan gambar (bagian-bagian alat yang digambar) beserta fungsinya


d) Fungsi utama dari alat yang digambar.

3
ACARA II
PROSES PENGGERGAJIAN KAYU
A. Pendahuluan
Penggergajian kayu telah berkembang dari teknologi yang sederhana pada zaman mesir
kuno yaitu berupa gergaji tangan dari perunggu sampai dengan sekarang yang telah memasuki era
digital. Penggergajian adalah proses mengubah kayu bulat (log) menjadi kayu persegi yang
merupakan proses sederhana dan elementer (Haygreen dan Bowyer, 1996). Penggergajian
dapat didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan yang mengubah kayu bulat menjadi kayu persegi.
Produk akhir dari produk tersebut dapat berupa balok, papan, atau bentuk lain yang lebih
didinginkan dengan kualitas tertentu. Manfaat penggergajian ini adalah untuk meningkatkan
kualita dan nilai kayu menuju bentuk yang lebih diinginkan, menghemat biaya angkut,
mempersiapkan untuk bahan baku produk lain. Potongan-potongan papan menurut cara
menggergajiannya dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu pola penggergajian yang
menghasilkan sortimen radial (quarter sawn) atau sortimen tangensial (flat sawn).

Gergaji dapat didefinisikan sebagai alat mekanis berupa bilah yang mempunyai gigi banyak,
digunakan untuk mengerat material dengan gerak cepat berlawanan arah dengan gerak materialnya
itu sendiri. Menurut fungsinya, gergaji dapat dibedakan antara gergaji utama (band heasaw),
gergaji kedua (resaw), gergaji pinggir (edger), gergaji pemotong (trimmer) dan penyerut
(planer).

B. Maksud dan Tujuan


Kegiatan praktikum proses penggergajian dimaksudkan agar mahasiswa:
1. Mampu merencanakan penggergajian kayu yang efektif dengan hasil yang optimal.
2. Mengetahui prosedur penghitungan rendemen dalam proses penggergajian kayu
3. Mengetahui prosedur dalam proses penggergajian kayu mulai dari perencanaan awal
kayu bulat yang digergaji, proses pembelahan awal kayu yang masih
berbentuk log menjadi papan tebal di band headsaw dilanjutkan dengan resaw,
pemotongan pinggir pada edger dan sampai pada proses pemotongan ujung pada trimmer.

4
C. Peralatan dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penyelenggaraan praktikum proses penggergajian
kayu ini antara lain:
1. Band headsaw, resaw, circular saw/panel saw, log carriage
2. Kayu bulat
3. Meteran
4. Penggaris
5. Alat tulis

D. Cara kerja
1. Ukur diameter dan panjang log (kayu bulat) yang akan digunakan sebagai bahan praktikum
2. Hitung volume log (kayu bulat) tersebut dengan rumus Smallian. Rumus Smallian untuk
menghitung volume batang adalah sebagai berikut:
Volume = 1/4 {(d12 + d22)/2}L
Keterangan :
: 3,14
d1: diameter ujung d2:
diameter pangkal
L: panjang batang kayu
3. Inventarisasi cacat alami dan bentuk log (kayu bulat) yang nantinya akan
menentukan pola penggergajian (pembelahan) yang sesuai
4. Tentukan pola pembelahan yang sesuai dengan inventarisasi pada kayu bulat sehingga
nantinya akan mendapatkan rendemen penggergajian yang paling tinggi (optimal),
kemudian gambar pola pada kertas dan gambar pula pola tersebut pada bontos kayu yang
kecil (ujung)

Contoh: pembelahan searah


(live sawing)

5. Hilangkan pinggir papan (potong sisi) degan gergaji ulang (resaw)


Potong disini
Potong disini

5
6. Potong ujung papan gergajian dengan trimmer untuk menghilangkan pecah ujung
(bila ada)

Potong disini

7. Ukur panjang, lebar dan tebal gergajian, cacat, kemudian hitung volume setiap kayu
gergajian yang dihasilkan dari proses pembelahan tersebut

V = Panjang (P) x Lebar (L) x Tinggi (T)

Ukuran Jenis
No Cacat volume
P (mm) L (mm) T (mm) sortimen
1
2
3
Dst
Total ∑ Vol =

8. Hitung rendemen yang dihasilkan dalam setiap proses penggergajian dengan rumus:

Rendemen = Jumlah volume sortimen yang dihasilkan x 100%


Volume kayu bulat

9. Catat semua proses penggergajian dari awal hingga akhir dan jelaskan dalam laporan
10. Sebut dan gambarkan cacat pada papan gergajian hasil pembelahan
11. Ambil lembaran papan hasil gergajian tersebut untuk dibuat sampel praktikum
pengeringan kayu

6
ACARA III
PERSIAPAN PROSES PENGERINGAN KAYU
MENGGUNAKAN METODE PENGERINGAN
ALAMI

A. Pendahuluan
Kayu pada saat ditebang memiliki kadar air yang cukup tinggi. Kondisi ini sering
disebut kadar air segar. Air di dalam kayu akan berubah sesuai dengan keadaan kayu.
Pengeringan kayu adalah suatu proses pemindahan air dari dalam kayu oleh
penguapan sehingga didapatkan kadar air kayu sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.
Kayu dalam kondisi kering akan memiliki sifat-sifat yang lebih mengutungkan.
Proses pengeringan selain menetukan kadar air juga akan mempengaruhi sifat dasar
kayu. Beberapa perubahan akibat pengeringan antara lain penyusutan dan cacat- cacat kayu.
Metode pengeringan kayu terdiri dari beberapa macam dari tingkat sederhana sampai dengan
teknologi modern. Masing-masing metode pengeringan memiliki kelebihan dan kekurangan
ditinjau dari segi kemudahan, kualitas hasil maupun biaya operasionalnya. Masing-masing
metode tersebut dapat dipilih sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan disesuaikan dengan
batasan-batasan yang ingin dicapai dalam proses pengolahan kayu.
Pengeringan secara radiasi matahari dilaksanakan dengan megeringkan kayu dalam
kondisi segar pada ruang pengering khusus. Ruang pengering tersebut memiliki atap dan
dinding permanen, disertai dengan pintu sebagai sarana untuk memasukkan dan mengeluarkan
kayu yang akan dikeringkan. Pada bagian atap terdapat cerobong untuk mengeluarkan udara
lembab yang sering kali dibantu dengan menggunakan kipas angin, sedangkan pada dinding
terdapat jendela yang dapat dibuka dan ditutup sebagai sarana untuk memasukkan udara dalam
ruang pengering. Atap dan dinding pada umumnya dibuat dari bahan yang tembus cahaya
matahari. Dengan demikian, suhu udara, kelembapan udara serta sirkulasi udara yang
menentukan cepat lambatnya kayu mengering dapat dikendalikan dengan membuka atau
menutup jendela sembari mengoperasikan atau mematikan kipas angin yang ada. Oleh karena
itu, kecepatan pengeringan kayu dapat diatur sesuai dengan kebutuhan (Suranto dan Listyanto,
2004).
Pengeringan secara radiasi matahari dilakukan dengan cara menumpuk kayu segar di
dalam alat pengering tersebut. Lokasi alat pengering dipilih pada lingkungan yang terbuka. Di
dalam tumpukan, kayu-kayu segar tersebut diberi jarak antar sortimen dengan cara
memberikan ganjal diantara sortimen tersebut, sebagaimana tumpukan kayu yang dikeringkan
secara alami.

B. Maksud dan Tujuan


Kegiatan praktikum proses pengeringan kayu dimaksudkan agar mahasiswa:
1. Memahami cara penentuan kadar air kayu yang dilakukan melalui proses
pengeringan kayu
2. Memahami prosedur di dalam proses pengeringan kayu dengan menggunakan metode
radiasi matahari
3. Memahami cara penentuan penyusutan kayu di dalam proses pengeringan kayu dan
upaya untuk meminimalkan cacat-cacat yang mungkin ditimbulkan.

7
C. Peralatan dan bahan
Peralatan dan bahan yang diperlukan dalam penyelenggaraan praktikum proses
pengeringan kayu antara lain:
1. Sampel pengeringan kayu berukuran 2 x 12 x 30 cm
2. Sampel kadar air kayu berukuran 2 x 2 x 2 cm
3. Rumah pengering radiasi matahari
4. Oven/ tanur pengering
5. Timbangan digital dan manual
6. Alat tulis menulis
7. Benang
8. Kaliper
9. Meteran

D. Cara kerja
1. Kadar air kayu
a. Papan hasil gergajian dipotong untuk membuat sampel kadar air kayu dengan
ukuran 2 x 2 x 2 cm (3 ulangan/kelompok) dan diberikan kode
b. Sampel kadar air yang telah dibuat harus segera ditimbang beratnya dan catat
sebagai berat basah (berat awal)
c. Keringkan sampel tersebut dalam oven dengan suhu 103 ± 2 C
d. Pengeringan sampel kadar air menggunakan oven dilakukan di Laboratorium
Pengeringan Kayu
e. Lakukan penimbangan perubahan berat yang terjadi setiap 2-3 jam sekali setiap hari
sampai beratnya konstan (berat kering tanur). Catat setiap perubahan berat
yang terjadi
f. Hitung kadar air kayu dengan menggunakan rumus:

Kadar air = (BB-BKT)/BKT x 100%

Keterangan:
BB : berat basah (berat awal)
BKT : berat kering tanur

2. Penyusutan Kayu
a. Tentukan jenis sampel yang akan dipakai untuk pengukuran penyusutan termasuk
jenis sortimen radial (quarter sawn) atau sortimen tangensial (flat sawn) dan
berikan tanda QS untuk quarter sawn dan FS untuk flat sawn.
b. Lakukan penandaan arah pada sampel pengeringan (papan dalam arah panjang, lebar
dan tebal pada 3 tempat: ujung, tengah dan ujung)
c. Ukur dimensi lebar dan tebal sampel yang telah ditandai tersebut.

8
P

L3

L2 T4

L1 T3

T2

T1

d. Lakukan pengeringan sampel kayu tersebut di dalam rumah pengering selama 6 hari
berturut-turut (sampai hari keenem)
e. Pengeringan dalam rumah pengering menggunakan metode radiasi matahari
dilakukan di Laboratorium Pengolahan Kayu Klebengan
f. Lakukan pengukuran perubahan dimensi kayu yang terjadi (dalam arah lebar dan
tebal yang telah ditandai) setiap hari 1 kali pada saat siang hari dan catat hasilnya
g. Hitung nilai perubahan dimensi (penyusutan) kayu yang terjadi dan nyatakan dalam
persen penyusutan dalam arah T (tebal) dan L (lebar) dengan menggunakan rumus:

Penyusutan = Dimensi awal-dimensi akhir x 100 %


Dimensi awal

Keterangan:
Dimensi awal (lebar, tebal)
Dimensi akhir (lebar, tebal); pengeringan pada hari ke-n

3. Pengamatan cacat pada kayu (bowing dan cupping)


Bowing adalah cacat kayu dimana terjadi pelengkungan pada sisi panjang/longitudinal
kayu. Cupping adalah cacat kayu dimana terjadi pelengkungan pada sisi lebar kayu. Kedua
pembusuran ini diamati dengan menarik benang dari kedua ujung papan sampai benang
kencang sehingga menarik garis lurus antara kedua ujung (a). Tinggi pelengkungan dicari
dengan mengukur jarak dari titik tertinggi pelengkungan benang (b). Pelengkungan
dihitung dengan membagi tinggi lengkungan (b) dengan jarak kedua ujung (a).

9
ACARA IV
PERSIAPAN PENGAWETAN DAN PEMBUATAN LARUTAN
A. Pendahuluan
Kayu telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya yaitu
berupa papan (rumah). Kayu dipilih sebagai material utama selama berabad-abad karena
memiliki berbagai keunggulan seperti kemudahan dikerjakan, biaya bongkar-pasang yang
murah, sifatnya sebagai isolator yang baik serta ketersediaannya untuk memenuhi kebutuhan
manusia terlebih lagi karena Indonesia sebagai negara tropis yang kaya biodiversitas
memiliki 4.000 jenis kayu. Dari jumlah tersebut,15-20% diantaranya memiliki sifat
keawetan alami yang tinggi, sedangkan yang lainnya (80-85%) terdiri dari jenis-jenis
dengan keawetan alami yang rendah dan kurang menguntungkan bagi pemakainya.
Sifat unggul kayu sebagai bahan organik akan lebih lengkap jika kayu mempunyai
ketahanan terhadap kerusakan, baik oleh faktor biologi maupun faktor lain. Serangan faktor
biologi ini tidak saja akan menurunkan umur pakai kayu tetapi juga menurunkan nilai
jualnya. Sebagai pertimbangan dalam penurunan umur tebang, maka salah satu usaha yang
telah banyak dilakukan oleh masyarakat adalah melakukan usaha pengawetan kayu. Namun,
informasi mengenai umur proteksi bahan pengawet kayu masih sangat terbatas.
Pengawetan kayu merupakan usaha memperlakukan kayu dengan bahan kimia sebagai
pencegah serangan serangga perusak kayu, cendawan, dan perusak kayu lainnya. Suranto
(2002) mengemukakan bahwa pengawetan kayu adalah suatu usaha yang bertujuan untuk
melindungi dan menghindarkan kayu dari berbagai serangan unsur-unsur biologi dan
lingkungan yang merusak kayu sehingga umur kayu dalam pemakaiannya menjadi lebih
panjang.
Keberhasilan pengawetan kayu tergantung pada 3 faktor yaitu sifat kayu, sifat cairan
bahan pengawet, dan faktor fisik bahan pengawet. Beberapa sifat kayu yang mempunyai
pengaruh dalam pengawetan kayu antara lain : jenis kayu, volume rongga kosong, proporsi
kayu gubal, kayu teras, kayu awal dan kayu akhir, permeabilitas kayu, ukuran pori-pori, dan
aspirasi noktah. Menurut Hunt dan Garrat (1986), ada empat faktor utama yang
mempengaruhi hasil pengawetan, yaitu:
1. Jenis kayu, yang ditandai oleh sifat yang melekat pada kayu itu sendiri seperti
struktur anatomi, permeabilitas, kerapatan dan sebagainya.
2. Keadaan kayu pada waktu dilakukan pengawetan.
3. Metode pengawetan yang digunakan.
4. Sifat bahan pengawet yang dipakai.

B. Tujuan
1. Menyiapkan sampel kayu yang akan digunakan untuk proses pengawetan
2. Menyiapkan larutan bahan pengawet yang akan digunakan untuk proses
pengawetan

10
C. Alat dan Bahan
1. Bak perendaman
2. Pemberat
3. Timbangan
4. Kaliper
5. Alat tulis
6. Boraks/asam borat
7. Pelarut/air
8. Contoh uji berukuran 5x5x30 cm.

D. Cara Kerja
1. Perhitungan konsentrasi larutan
Sebelum dilakukan proses pengawetan dengan metode perendaman dingin, contoh
uji yang sudah disiapkan dikering udarakan terlebih dahulu hingga beratnya konstan (KA
12-15%). Pengkondisian kering udara harus selalu memperhatikan
kelembaban udara dengan mencatat suhu bola basah dan bola kering. Setelah contoh
uji konstan, sebelum dilakukan perendaman, contoh uji ditimbang dan diukur
dimensinya dengan kaliper terlebih dahulu untuk menentukan berat awat (bo) dan volume
contoh uji. Supaya tidak mengalami selisih kadar air antara sebelum dan sesudah
pengawetan, dilakukan pengukuran kadar air telebih dahulu.
Karena retensi dihitung sebagai berat bahan pengawet yang masuk dan tertinggal
di dalam kayu, maka konsentrasi larutan sedapat mungkin dihitung berdasarkan
perbandingan berat antara bahan pengawet dengan pelarutnya. Perhitungan dilakukan
sebagai berikut.
Rumus konsentrasi:
berat bahan yang dilarutkan
Konsentrasi x 100%
berat larutan

Berat larutan (berat bahan yang dilarutkan) ≈ (berat pelarut)


Contoh 1.
Untuk membuat larutan terusi 5% sebanyak 100 gram, dibutuhkan 5 gram terusi dan 95
gram air sebagai pelarut, sehingga berat larutan menjadi 100 gram. Karena berat jenis
air 1,00 maka volume 95 gram air sama dengan 95 ml.

Contoh 2.
Dibutuhkan larutan impralit CKB 5% sebanyak 2 m3. Berapa kg bahan pengawet
yang diperlukan?
Jawab:
Dianggap bahwa 2 m3 merupakan volume pelarut, sehingga berat pelarut 2.000 kg.
Berat larutan = 100%
Berat bahan yang dilarutkan (impralit CKB) = 5%
Berat pelarut = 100% - 5% = 95%
5
Berat bahan yang dilarutkan (impralit CKB) = x 2000 kg = 52,632 kg
95
Larutan yang dibuat terdiri atas 52,632 kg impralit CKB ditambah air 2 m3.

11
2. Pembuatan larutan
Untuk proses perendaman dingin, ukuran bak perendaman ……………. dengan
kapasitas jumlah contoh uji ukuran 5x5x30 cm sebanyak …..... Tinggi larutan yang
diperlukan dalam bak perendaman ..…..cm. Volume cairan dalam bak setinggi……….cm,
sebanyak ……. atau …. liter. Setelah dikurangi dengan volume contoh uji yang ditumpuk
bersama lidi-lidi antaranya, volume larutan tercatat sebanyak .…… liter. Akan dibuat
larutan boraks di dalam air dengan konsentrasi 3% sebanyak …….. liter. Sediakan air
sebanyak ……… liter, beratnya ……. kg.
Boraks yang diperlukan sebanyak 3% atau 0,03 x ……. kg =……… kg. Timbang
terusi sebanyak ……… kg, taruh di dalam ember plastik, kemudian tuangkan air sebanyak
…… liter (gunakan gelas ukur, tinggi cairan diamati pada permukaan cairan yang
datar di tengah-tengah permukaan, bukan pada bagian tepi yang naik karena adhesi lebih
besar daripada kohesi). Aduk sampai semua terusi larut di dalam air. Gunakan pengaduk
dari plastik atau gelas agar tidak ada terusi atau larutannya yang meresap ke dalam
pengaduk.

12
ACARA V
PENGAWETAN KAYU DENGAN METODE RENDAMAN DINGIN

A. Pendahuluan
Kayu telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya yaitu
berupa papan (rumah). Kayu dipilih sebagai material utama selama berabad-abad karena
memiliki berbagai keunggulan seperti kemudahan dikerjakan, biaya bongkar- pasang yang
murah, sifatnya sebagai isolator yang baik serta ketersediaannya untuk memenuhi kebutuhan
manusia terlebih lagi karena Indonesia sebagai negara tropis yang kaya biodiversitas
memiliki 4.000 jenis kayu. Dari jumlah tersebut,15-20% diantaranya memiliki sifat
keawetan alami yang tinggi, sedangkan yang lainnya (80-85%) terdiri dari jenis-jenis dengan
keawetan alami yang rendah dan kurang menguntungkan bagi pemakainya.
Sifat unggul kayu sebagai bahan organik akan lebih lengkap jika kayu
mempunyai ketahanan terhadap kerusakan, baik oleh faktor biologi maupun faktor lain.
Serangan faktor biologi ini tidak saja akan menurunkan umur pakai kayu tetapi juga
menurunkan nilai jualnya. Sebagai pertimbangan dalam penurunan umur tebang, maka salah
satu usaha yang telah banyak dilakukan oleh masyarakat adalah melakukan usaha pengawetan
kayu. Namun, informasi mengenai umur proteksi bahan pengawet kayu masih sangat terbatas.
Mengacu pada SNI 03-3233-1998, kayu yang harus diawetkan untuk bangunan rumah
dan gedung adalah kayu yang mempunyai keawetan alami rendah yaitu kelas awet III, IV, V
dan kayu gubal kelas awet I, II serta semua kayu yang tidak jelas jenisnya.
Bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet diharuskan tidak berbahaya
dalam pemanfaatannya terhadap lingkungan. Bahan pengawet dengan bahan aktif boron yang
mudah didapatkan dan mudah digunakan adalah asam borat dan boraks. Menurut Hunt
dan Garant (1986), asam borat dan boraks merupakan senyawa boron yang dapat
digunakan sebagai bahan pengawet kayu dan bambu. Boraks dan asam borat secara terpisah
atau bersama-sama beracun terhadap serangga dan cendawan perusak kayu. Dalam
penggunaanya boraks dan asam borat memiliki keunggulan mudah didapat di pasaran,
murah, tidak bewarna, merupakan bahan pengawet yang mempunyai penetrasi dan absorbsi
yang cukup tinggi, mudah dan praktis digunakan.
Boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O7 (anhydrous borax) Na2B4.5H2O
(boraks pentahidrate) dan Na2B4O7.10H2O) (borax decahydrate). Keuntungan yang
dimiliki oleh boraks adalah beracun terhadap jamur, dapat digunakan secara tekanan, vakum
dan difusi, tidak berbau, tidak mudah menguap, tidak korosif terhadap logam, kayu dapat dicat
dan dipelitur seperti halnya kayu tanpa diawetkan (Suranto, 2002).

B. Tujuan
Kegiatan praktikum pengawetan kayu dimaksudkan agar mahasiswa memahami
prosedur di dalam proses pengawetan kayu dengan menggunakan metode perendaman dingin.

13
C. Alat dan Bahan
Contoh uji kayu, larutan borax pengawet, larutan pewarna, bak perendaman dan
timbangan analitis.

D. Cara Kerja
Pelaksanaan Pengawetan dengan Proses Rendaman
Sebelum dilakukan proses pengawetan dengan metode perendaman dingin, contoh
uji yang sudah disiapkan dikering udarakan terlebih dahulu hingga beratnya konstan
(KA 12-15%). Pengkondisian kering udara harus selalu memperhatikan kelembaban udara
dengan mencatat suhu bola basah dan bola kering. Setelah contoh uji konstan, sebelum
dilakukan perendaman, contoh uji ditimbang dan diukur dimensinya dengan kaliper
terlebih dahulu untuk menentukan berat awat (bo) dan volume contoh uji. Supaya tidak
mengalami selisih kadar air antara sebelum dan sesudah pengawetan, dilakukan
pengukuran kadar air telebih dahulu.
Contoh uji dengan perlakuan konsentrasi yang sama, ditumpuk dalam satu bak
perendaman yang sama. Apabila dalam satu bak terdapat lebih dari satu lama
perendaman, maka contoh uji dengan perendaman lebih lama ditaruh di bawah.
Contoh uji diletakkan berjajar rapat, diberi jarak 2 mm. Penumpukan ke atas
dilakukan dengan memberi bilah-bilah tipis di antaranya. Setelah tinggi tumpukan
mencapai ketinggian kira-kira 10 cm dari tepi atas, tumpukan diberi palang pengunci
atau diberi pemberat. Larutan kemudian dituangkan ke dalam bak, sampai tinggi
larutan melebihi tinggi tumpukan kira-kira 8 cm atau 2 cm dan tepi atas. Catat jam berapa
saudara memulai perendaman ini. Saudara akan mengeluarkan kayu-kayu tersebut pada
jam yang sama.
Satu hari kemudian, pada jam yang sama, keluarkan contoh uji kayu dengan
lama perendaman satu hari. Kayu-kayu tersebut kemudian dilap dengan kain bersih
yang dibasahi dengan air untuk menghapus kelebihan bahan pengawet pada permukaan
kayu. Sesudah itu contoh uji ditimbang. Untuk menjaga agar alat timbang tidak cepat
rusak, letakkan lembaran plastik yang tipis untuk alas contoh uji pada alat timbang,
sehingga larutan pengawet tidak menempel atau mengotori alat timbang. Usahakan agar
alat timbang tidak terkena larutan bahan pengawet. Berat yang diperoleh adalah berat
contoh uji segera sesudah diawetkan. Contoh uji kemudian diletakkan di laboratorium
selama beberapa waktu sehingga mencapai kering udara atau kadar air seimbang. Hal
yang sama dilakukan pada contoh uji dengan perendaman tiga dan lima hari.
Tahapan terakhir dalam praktikum pengawetan ini adalah pengujian kedalaman
penetrasi dengan cara membelah contoh uji kemudian mengoleskan larutan A dan B pada
permukaan bekas gergajian.

14
ACARA VI
PENGUJIAN SIFAT KEAWETAN KAYU

A. Pendahuluan
Pengawetan kayu adalah usaha memperlakukan kayu dengan bahan pengawet sebagai
pencegah serangan serangga, cendawan dan perusak kayu lainnya. Prinsip dari pengawetan
kayu adalah meningkatkan keawetan dan memperpanjang umur pakai kayu sehingga kayu
mempunyai daya tahan yang lama dalam pemakaiannya.
Tujuan dari pengawetan kayu yaitu untuk memperpanjang umur pemakaian bahan
dari serangan unsur-unsur biologis dan lingkungan sehingga dapat mengurangi
biaya akhir dari produk itu dan menghindari penggantian yang terlalu sering dalam kontruksi
yang permanen dan semi permanen (Hunt dan Garrat, 1986). Perpanjangan umur pemakaian
kayu ini mengakibatkan berbagai penghematan antara lain penghematan bahan baku kayu,
penghematan biaya perancangan konstruksi dalam periode waktu tertentu, biaya pengerjaan
kayu, biaya transport bahan baku kayu dan biaya finishing kayu.
Keuntungan lain dari pengawetan kayu adalah memungkinkan penggunaan kayu-kayu
yang tadinya tidak digunakan karena kualitasnya yang rendah dan tidak awet. Dengan
pengawetan kayu, maka kayu-kayu kualitas rendah menjadi meningkat nilainya atau ada nilai
tambah yang diperoleh pada kayu kualitas rendah. Hal ini berarti penghematan bahan baku
kayu atau pengurangan penebangan hutan sebagai pemasok bahan baku kayu.

Efikasi dari perlakuan pengawetan merupakan fungsi dari:


- Keberadaan jenis organisme perusak dan kondisi lingkungan
- Toksisitas dari bahan pengawet atau efikasi dari bahan terhadap target
organisme
- Kemampuan bahan pengawet mangatasi pencucian, degradasi akibat UV dan
berbagai degradasi akibat lingkungan
- Derajat penetrasi dan keseragaman distribusi bahan pengawet di dalam kayu yang
diberi perlakuan
- Retensi atau konsentrasi dari bahan pengawet di dalam kayu yang diberi
perlakuan.
B. Tujuan
Kegiatan praktikum pengawetan kayu dimaksudkan agar mahasiswa memahami
cara penentuan absorbsi, retensi dan penetrasi bahan pengawet yang digunakan.

C. Alat dan Bahan


1. Timbangan
2. Kaliper
3. Alat tulis
4. Larutan A
5. Larutan B
6. Contoh uji berukuran 5x5x30 cm.

15
D. Cara Kerja
Parameter Pengujian yang diamati:
1. Absorbsi
Absorbsi adalah jumlah larutan bahan pengawet yang meresap ke dalam kayu. Nilai ini
dapat dihitung dengan mengurangi berat basah setelah pengawetan dengan berat kayu
sebelum pengawetan dan membaginya dengan volume kayu (Hadikusumo, 2004), sesuai
persamaan sebagai berikut.
Absorbsi (A) = bb – bo
v
Keterangan:

bo : Berat contoh uji sebelum diberi perlakuan pengawetan (g)


bb : Berat basah contoh uji setelah pengawetan (g)
v : Volume contoh uji (cm3)
A : Absorbsi larutan pengawet (g/cm3)

2. Retensi aktual
Retensi aktual merupakan jumlah bahan pengawet yang meresap ke dalam contoh uji,
nilai ini dapat dihitung dengan cara menimbang contoh uji dalam keadaan kering udara
baik sebelum pengawetan maupun setelah pengawetan,
dengan persamaan (ASTM D, 1413) :
Retensi aktual (RA) = b1 – bo
v
Keterangan:

bo : Berat contoh uji kering udara sebelum diberi perlakuan pengawetan (g)
bl : Berat contoh uji kering udara setelah diberi perlakuan pengawetan (g)
v : Volume contoh uji (cm3)
RA : Retensi aktual bahan pengawet (g/cm3)

3. Kedalaman Penetrasi
Penetrasi adalah kedalaman masuknya bahan pengawet kedalam kayu, pengukuran
kedalaman penetrasi dilakukan dengan mengukur perubahan warna yang ditimbulkan
saat pelaburan pereaksi A dan B (larutan A : 2 gr ekstrak kurkuma dalam 100 ml
alkohol dan larutan B : 20 ml Alkohol + 30 ml HCl yang dijenuhkan dengan asam
salisilat). Pengukuran menggunakan kaliper digital yang dinyatakan dalam satuan mm.

16
ACARA VII
PENGERJAAN KAYU

A. PENDAHULUAN
Pemanfaatan kayu dari bentuk log menjadi produk akhir seperti produk mebel
memerlukan berbagai tahapan proses yang tidak sedikit. Dalam pengerjaan kayu dikenal
berbagai teknik yaitu antara lain pengetaman, pengeboran, pengampelasan, pembubutan dan
pemprofilan. Akan tetapi, tidak jarang, dalam prosesnya ditemukan banyak sekali kayu yang
mengalami cacat yang disebabkan proses tersebut diatas. Hal ini dikarenakan adanya
beberapa faktor, misalnya faktor dalam kayu itu sendiri meliputi struktur kayu, anatomi
kayu, sifat fisika, sifat mekanika, sifat kimia dan bahkan kondisi mesin dan alat potong
serta cara pengumpanan, berkaitan dengan arah dan sudut pengumpanannya.
1. Pengetaman (planing) adalah pekerjaan meratakan benda kerja (kayu) yang dilakukan
dengan jalan menyayatnya dengan pahat ketam. Pengetaman dilakukan dengan
memperhatikan arah serat, sudut potongan, ketebalan kayu yang ingin dicapai dan
pengumpanan. Tujuannya adalah untuk menghasilkan permukaan benda kerja yang rata,
menampilkan atau menonjolkan kenampakan kayu, menghilangkan cacat dan
menghasilkan ketebalan akhir yang diinginkan dari kayu gergajian.
2. Pembubutan (turning) adalah kegiatan memotong bahan secara berputar dengan
menggunakan pisau dengan sudut potong tertentu sehingga didapatkan beberapa aksi
potong. Kegiatan pembubutan berguna untuk membentuk kayu menjadi bulat simetris
dengan memberikan lekukan tertentu pada kayu, misalnya bentuk V, cekungan, ataupun
bentuk seperti manik-manik.
3. Pengampelasan (sanding) merupakan pekerjaan yang berfungsi untuk menghaluskan
permukaan kayu atau benda kerja dengan mesin pengampelas. Pengampelasan
merupakan kegiatan akhir sebelum kayu dipoles atau di cat.
4. Pemboran (boring/drilling) merupakan operasi pemotongan kayu yang menghasilkan
pemotongan pada benda kerja dengan hasil berbentuk silinder atau penampang melintang
yang bulat pada benda kerja.

Cacat yang seringkali muncul setelah kayu dikerjakan dengan beberapa cara
diatas, antara lain :
1. Serat terangkat (raised grain) adalah keadaan kasar pada permukaan kayu yang telah
dimesin dimana jaringan kayu akhir terangkat ke atas melebihi permukaan
kayu awal dengan demikian permukaan kayu tampak adanya konfigurasi yang
bergelombang di antara jaringan-jaringan kayu awal dan kayu akhir.
2. Serat berbulu (fuzzy grain) merupakan keadaan permukaan kayu setelah dikerjakan
yaitu berupa kelompok serat-serat kecil atau pertikel kecil yang tetap melekat pada
permukaan kayu, umumnya berasal dari bagian-bagian sel kayu yang terluka karena proses
pembubutan, pengetaman, pengampelasan dan sebagainya
3. Serat patah/ tercabik (torn grain) adalah cara pengerjaan pada permukaan kayu karena
adanya lembaran-lembaran serat kayu terangkat keluar atau dapat pula berupa berkas-
berkas serpihan yang terangkat karena aktifitas proses pengerjaan kayu. Cacat berupa
sobekan biasanya masih melekat pada permukaan kayu tetapi tidak kuat.
4. Tanda serpih (chip mark) yaitu adanya lekukan dangkal yang disebabkan oleh tatal kayu
yang tidak terbuang dan menyangkut pada pisau pengerat, kemudian tertekan oleh pisau
pada permukaan kayu, sehingga meninggalkan bekas pada permukaan kayu.

B. Tujuan
Kegiatan praktikum pengerjaan kayu dimaksudkan agar mahasiswa:
1. Memahami cara pengerjaan kayu melalui proses pengetaman, pemboran dan
pengampelasan
17
2. Memahami prosedur di dalam proses pengerjaan kayu dengan menggunakan
proses pengetaman, pemboran dan pengampelasan
3. Mengetahui macam-macam cacat yang diakibatkan oleh pengerjaan kayu dan cara
penentuannya.

C. Alat dan Bahan


1. Contoh uji pengeboran 30 x 5 x 2 cm
2. Contoh uji penggergajian 30 x 12 x 2 cm
3. Contoh uji pengampelasan 30 x 5 x 2 cm
4. Mesin amplas
5. Mesin gergaji
6. Mesin bor
7. Amplas
8. Millimeter blok
9. Alat tulis
10. Caliper

D. Cara Kerja
1. Berilah kode pada masing-masing contoh uji untuk memudahkan identifikasi
2. Keringkalnah contoh uji yang akan digunakan sampai dengan kadar air kering udara ±
12 %.
3. Umpankan masing-masing contoh uji yang telah disiapkan pada mesin bor, mesin ketam
dan mesin amplas, dan jangan lupa untuk memperhatikan keselamatan kerja serta
menggunakan alat keselamatan kerja seperti masker.
4. Setelah semua proses terlaksana, maka berilah penandaan pada masing-masing bagian yang
terdapat cacat dan identifikasi jenis cacatnya. Cacat yang diamati adalah cacat serat
berbulu, cacat serat tercabik, cacat serat terangkat dan serat tanda serpih.
5. Penandaan bagian yang cacat kemudian diproyeksikan dalam mika plastik transparan
kemudian dihitung luasan masing-masing jeins cacatnya dengan menggunakan kertas
berskala. Kemudian hitunglah presentase luasan cacatnya dengan membagi luasan cacat
dengan luas contoh uji dikalikan 100%. Luasan bebas cacat pemesinan dihitung dengan
pengurangan nilai 100% dengan jumlah persentase cacat.
6. Menentukan kualitas pemesinan berdasarkan persentase cacatnya.

Tabel Klasifikasi kualitas pengerjaan kayu


Nilai Cacat (%) Kelas Kualitas pemesi
0‐20 I Sangat baik
21‐40 II Baik
41‐60 III Sedang
61‐80 IV Jelek
81‐100 V Sangat Jelek

18
Papan contoh uji pengeringan ini selanjutnya digunakan untuk contoh uji contoh uji
perngerjaan. Pembuatan contoh uji sifat pengerjaan mengacu kepada ASTM (2002) D 1666-
64 yang disesuaikan yaitu :
Contoh uji pengetaman : 2,5 x 12 x 25cm
Contoh uji penngampelasan dan pengeboran : 2 x 5 x 24 cm
Contoh uji pengeboran (pemotongan) : 2,5 x 5 x 24 cm
Contoh uji penggergajian (pembelahan) : 2,5 x 2,5x 24 cm
Contoh uji pembubutan : 2,5 x 2,5 x 10 cm
(12 cm)

(25cm) (1)

(50cm)
(3)
(4)
(2)

(5)
(10 cm)

(5cm)
(2,5cm)

Gambar. Pengambilan Contoh Uji Sifat Pengerjaan Kayu


Keterangan :
1) Contoh uji pengetaman : 2 x 12 x 25 cm
2) Contoh uji penngampelasan dan pengeboran : 2 x 5 x 25 cm
3) Contoh uji penggergajian(pemotongan) : 2 x 12 x 25 cm
4) Contoh uji penggergajian(pembelahan) : 2 x 5 x 25 cm
5) Contoh uji pembubutan : 2 x 2 x 10 cm

19
Pengujian sifat pengerjaan meliputi sifat penggergajian, pengetaman, pembubutan, pemboran,
dan pengampelasan. Untuk mengamati sifat-sifat tersebut dilihat cacat- cacat yang terjadi
berupa serat terangkat (raised grain), serat berbulu (fuzzy grain), serat patah (torn grain), dan
tanda serpih (chip mark). Pengamatan dilakukan dengan persen cacat terhadap luas contoh uji
yang dikerjakan.

20
ACARA VIII
PEREKATAN KAYU

A. Pendahuluan
Perekat adalah bahan yang mempunyai sifat perekatan yang mampu merekat atau
menjadikan satu bahan-bahan yang direkat dengan cara penempelan atau persatuan
permukaan akibat dari aksi-aksi gaya sekunder dan primer (Prayitno, 1997). Pada dasarnya
perekat dapat dikelompokan menjadi dua yaitu kelompok perekat alam atau kelompok perekat
buatan atau sintetis. Perekat alam merupakan perekat yang dihasilkan oleh alam baik dari
hewan besar, serangga kecil, tumbuh-tumbuhan dan bahan yang telah tersedia di alam tanpa
pengolahan atau penggunaan teknologi yang rumit untuk mempersiapkanya (Prayitno, 1995).
Perekat sintetis merupakan perekat yang dibuat dengan dasar pencocokan sifat ataupun
penggambaran sifat bahan dari resin-resin alam (Prayitno, 1994).
Pemilihan jenis perekat merupakan suatu hal yang sangat penting. Pemilihan perekat
disesuaikan dengan tujuan akhir penggunaan bahan yang direkat. Brown dkk (1952)
menyatakan terdapat beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis
perekat yaitu pertimbangan ekonomi, kebutuhan pembuatan, serta karakteristik dari hasil
perekatan yang diperoleh. Untuk memperoleh hasil yang baik, perekat yang digunakan harus
memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
a) Perekat harus mempunyai kohesi yang cukup sesudah perekat mengeras, untuk
menerima gaya-gaya yang mungkin diterima oleh sambungan perekat.
b) Perekat mempunyai elastisitas yang cukup setelah matang agar dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan dimensi yang terjadi pada kayu karena kondisi
atmosfer.
c) Perekat harus memiliki viskositas yang baik agar dapat merekatkan diri dan
mampu disimpan dalam waktu lama tanpa mengubah sifat-sifat kimia dari perekat.
Jenis perekat yang umum digunakan adalah perekat Urea formaldehda. Urea
formaldehida diproduksi secara komersial untuk produk perekatan kayu berbentuk lengkung
pada tahun 1928, bahan mentah yang perlu disediakan pertama kali untuk pembuatan perekat
jenis ini adalah urea dan formaldehida (Prayitno, 1994). Pada dasarnya perekat urea
formaldehida termasuk jenis perekat yang bersifat thermosetting, yaitu akan mengalami
perubahan fisik maupun kimia serta mengeras dibawah kondisi panas dan akan tetap mengeras
meskipun panas tersebut dihilangkan (Prayitno, 1994). Proses pematangan perekat urea
formaldehida melalui dua cara yaitu pemanasan dan penambahan katalis asam. Namun
demikian satu kondisi saja tidak dapat menghasilkan pematangan yang optimum. Pematangan
perekat saat kempa panas dilakukan pada suhu 230 – 302oF (110 – 150oC) (Joesoef, 1977
dalam Prayitno,1995). Perekat urea formaldehida dapat matang dengan kondisi sedikit
asam atau dengan pH sedikit dibawah 7. Katalis yang biasa digunakan berupa garam asam
ammonium dalam bentuk amonium klorida (NH4Cl) dan ammonium sulfat (NH4SO3).
Amonium klorida (NH4Cl) banyak digunakan, karena selain murah, tingkat reaktifitasnya lebih
banyak dibandingkan ammonium sulfat (NH 4SO3 ).
Perekat urea formaldehida merupakan jenis perekat yang banyak digunakan dalam
pembuatan papan partikel. Prayitno (1994) menyatakan bahwa perekat urea formaldehida jika
digunakan dengan benar serta mengikuti petunjuk pemakaian akan mempunyai kemampuan
untuk membentuk garis perekat yang bersifat hanya tahan terhadap pengaruh cuaca di dalam
rumah, tidak tahan terhadap suhu dan kelembaban ekstrem, tidak bersifat racun, dan tidak
mudah terbakar.

21
B. Tujuan
Mahasiswa diharapkan:
1. Memahami prosedur pembuatan perekat kayu dengan menggunakan perekat PVAC
2. Memahami metode pelaburan perekat
3. Memahami cara penentuan kekuatan rekat

C. Alat dan Bahan


1. Klem
2. Pelabur perekat
3. Perekat
4. Sampel kayu
5. Alat tulis

D. Cara Kerja
1. Buat sampel dari hasil pengeringan dengan ukuran 2 x 5 x 30 cm
2. Buat adonan perekat (perekat 100 bb; pengembang 30 BB; Pengisi 10 BB)
3. Laburkan perekat tersebut pada sampel tersedia
4. Lakukan press terhada sampel tersebut
5. Lakukan pengujian keteguhan rekatnya dengan uji geser, hitung kekuatannya
dengan rumus:
KR = P/A; KR ketguhan rekat, P tekanan dan A luas bidang geser

22
Lampiran 1 Mesin‐Mesin Penggergajian

1. Band saw

Tampak utuh 

Sketsa detail

23
resaw 

Log Carried 

Tampak utuh

24
headblock 

knee

25
Pemotong ujung

26
Tampak depan 

                                                                           _ 

Tampak sketsa ketam penebal

27
Thickneser

Thickneser 

Tampak sketsa thickneser

28
Lampiran 2. Acara II. Proses Penggergajian Kayu

1. Inventarisasi log (kayu bulat)


a. Panjang
b. Diameter ujung
c. Diameter pangkal
d. Cacat alami
2. Pola pembelahan
a. Nama pola pembelahan
b. Gambar
c. Hasil Sortimen gergajian yang diinginkan
3. Tabel sortimen kayu gergajian

No Jenis sortimen Ukuran Jumlah Volume Keterangan/Cacat

Total

4. Hitunglah rendemennya!!

29
Lampiran 3. Acara III. Proses Pengeringan Kayu

Tabel pengukuran kadar air dalam oven (kadar air kering tanur)
Kode B. awal Penimbangan ke‐n B. akhir BKT KA (%)
Sampel 1 2 3 ….. n

Keterangan :
B. awal : berat awal
B. akhir : berat akhir
Bkt : berat kering tanur
KA (%) : kadar air

30
Tabel Pengamatan Perubahan Dimensi Kayu

Kode Pengukuran ke‐n P L1 L2 L3 rerata L T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 rerata T


Sampel

Keterangan :
P : Panjang
L1;2;3: Lebar pada titik pengamatan 1,2 dan 3
T1‐8 : Tebal pada titik pengamatan 1‐8

34
Lampiran 4. Pengawetan Kayu

1. Isilah tabel dibawah ini berdasarkan data pengamatan


Tabel Pengamatan Sebelum Perlakuan Pengawetan
Ulangan Berat (g) P L T Vol (cm3)
1
2
3

Tabel 2. Pengamatan Setelah Perlakuan Pengawetan


Ulangan Berat (g) P L T Vol (cm3)
1
2
3

2. Hitunglah Absorbsi pada kayu tersebut!


3. Amati timbang beratnya hingga kering udara (konstan). Kemudian hitung
retensinya!

Tabel 3. Pengamatan menuju Kering Udara


Ulangan Penimbangan ke‐n BKU (g) KU (%)
1 2 …….. ke‐n
1
2
3

Belahlah contoh uji, kemudian laburkan lautan A dan B sehingga terlihat perbedaan warna.
Warna yang kemerahan menunjukkan kedalaman bahan pengawet berpenetrasi. Hitung
kedalaman penetrasinya!

35
Lampiran 5. Pengerjaan Kayu

Tabel pengamatan jenis cacat, luas cacat dan persen bebas cacat Pengetaman
Kode/ Jenis dan Luas Cacat yang terjadi Total (%) Bebas
Ulangan Terangkat Bulu Tercabik Chip mark Cacat (%)
(cm2) (cm2) (cm2) (cm2)

Rerata

Tabel pengamatan Jenis cacat, luas cacat dan persen bebas cacat Pengampelasan
Kode/ Jenis dan Luas Cacat yang terjadi Total (%) Bebas
Ulangan Terangkat Bulu Tercabik Chip mark Cacat (%)
(cm2) (cm2) (cm2) (cm2)

Rerata

Tabel Pengamatan Persentase kecacatan dan bebas cacat Pengeboran


Kode/ Diameter Panjang Luas Luas Cacat Bebas
Ulangan lubang (mm) Permukaan cacat (%) cacat
bor(mm) di bor akibat
(mm2) bor

Rerata

36
Lampiran 6. Pembuatan Laporan dan Sistem Penilaian
Format laporan sebagai berikut:
a. Sampul Depan
LAPORAN PRAKTIKUM
ACARA I
(judul acara)
Logo UGM Disusun
oleh: (nama
mahasiswa)
(Nomor Induk Mahasiswa)
Kelompok
Co. Ass
b. Isi laporan :
1) Judul Acara
2) Tujuan
3) Bahan dan alat
4) Cara kerja
5) Hasil pengamatan dan perhitungan (hasil pengamatan objek pengamatan
digambar tangan
6) Pembahasan (dilengkapi dengan perbandingan hasil penelitian sebelumnya
atau yang sejenis)
7) Kesimpulan
8) Daftar Pustaka
9) Lampiran (data pengamatan, perhitungan, gambar tangan yang mendukung
kegiatan praktikum)
c. Ketentuan penulisan laporan :
1). Pada setiap acara praktikum, masing‐masing mahasiswa diminta membuat
laporan tentang apa yang dikerjakannya.
2). Laporan ditulis tangan atau diketik dengan tulisan yang mudah dibaca dan
rapi, seluruh objek yang diamati digambar tangan)
d. Komponen Penilaian
1) Responsi : 40%
2) Laporan : 30%
3) Keaktifan dan Kedisiplinan : 15%
4) Tugas/ pretes/post‐test : 15%

37

Anda mungkin juga menyukai