Anda di halaman 1dari 12

1

2 BAB 2: Tinjauan Pustaka

3 Proses pemesinan

Dalam industri manufaktur proses permesinan merupakan salah satu cara untuk
menghasilkan produk dalam jumlah banyak dengan waktu relatif singkat. Banyak
sekali jenis mesin yang digunakan, ini berarti mengarah pada proses yang
berbeda-beda untuk setiap bentuk produk. Dalam proses permesinan, benda kerja
merupakan jenis material dengan sifat mekanis tertentu yang dipotong secara
kontinyu oleh pahat potong untuk menghasilkan bentuk sesuai keinginan, oleh
sebab itu perlu penyesuaian material pahat.
Definisi proses pemesinan adalah proses pembentukan geram akibat perkakas,
yang dipasangkan pada mesin perkakas, bergerak relatif terhadap benda kerja
yang dicekam pada daerah mesin perkakas.(Rochim, 2007a)

4 Klasifikasi proses pemesinan

Proses permesinan (Machining process) merupakan proses pembentukan suatu


produk dengan pemotongan dan menggunakan mesin perkakas. Umumnya, benda
kerja yang di gunakan berasal dari proses sebelumnya, seperti proses penuangan
(Casting) dan proses pembentukan (Metal Forging). Proses permesinan ini
berdasarkan bentuk alat potong dapat di bagi menjadi 2 tipe, yaitu(lihat tabel 1):
1. Bermata potong tunggal (single points cutting tools)
2. Bermata potong jamak (multiple points cutting tools)
Gerakan relatif pahat terhadap benda kerja dapat dipisahkan menjadi dua macam
komponen gerakan yaitu gerak potong (cutting movement) dan gerak makan
(feeding movement). Menurut jenis kombinasi gerak potong dan gerak makan
maka proses pemesinan di kelompokan menjadi tujuh macam proses yang
berlainan, yaitu:
1. Proses bubut (turning)
2. Proses gurdi (drilling)
3. Proses freis (milling)
4. Proses gerinda rata (surface grinding)
5. Proses gerinda silindrik (cylindrical grinding)
6. Proses sekrap (shaping, planing), dan
7. Proses gergaji atau parut (sawing, broaching)

1
2

5 Kondisi pemesinan

Kondisi pemotongan pada proses pemesinan sangat besar pengaruhnya pada


proses pemotongan benda kerja. Kondisi pemotongan yang tidak tepat dan
pemilihan elemen dasar pemesinan yang tidak sesuai mengakibatkan kegagala
dalam menghasilkan suatu produk. (Pengajar, Studi, & Universitas, n.d.)

6 Elemen dasar pemesinan (bubut)

Pengoprasian mesin perkakas diperlukan pengetahuan tentang elemen dasar


proses pemesinan. Elemen dasar proses pemesinan terdiri atas kecepatan putar,
kecepatan potong, kecepatan penghasil geram, kedalaman potong, gerak makan,
dan waktu pemotongan.
Beberapa elemen dasar proses pemesinan yang mendukung kinerja dari mesin
perkakas, yaitu:
1. Kecepatan potong
dn
v= 1
1000
Dimana: diameter rata-rata yaitu
( d 0d m )
d=
2
2
d0 diameter dalam benda kerja
dm diameter luar benda kerja
n kecepatan putar
3. Kecepatan makan
v f =f . n 3
mm
Dimana: f gerak makan ( )
r

4. Waktu pemotongan
lt
t c=
vf
4
Dimana l t panjang pemesinan (mm)
5. Kecepatan penghasil geram
z= A . v 5
A=f . a . v 6
Dimana A luas penampang geram sebelum
terpotong (f.a) mm2.
3

7 Pahat potong

Perkakas atau pahat potong, yang digunakan pada mesin perkakas untuk
melaksanakan proses pemesinan, merupakan komponen yang utama
(penting,vital). Sebab, menurut definisi, proses pemesinan adalh proses
pembentukan geram akibat perkakas atau mata potong, yang dipasangkan pada
mesin perkakas, bergerak relatif terhadap benda kerja yang dicekam pada daerah
kerja mesin
Menurut bentuk keseluruhan, perkakas/pahat ini dapat dikenali dengan nama yang
dikaitkan dengan proses pemesinan. Misalnya pahat bubut, pahat gurdi, pahat
pelubang, pahat pengulir, pahat milling, pahat sekrap, dan pahat gergaji.
Sebenernya, klasifikasi proses pemesinan bisa diperluas sampai proses yang
tergolong penghalusan misalnya, gerinda, asah, sampai dengan polishing dengan
beragam jenis perkakas misalnya batu gerinda, batu asah, bantal dengan pasta
pemoles.
Perkakas dipilih dengan mempertimbangkan beberapa aspek (segi, sudut
pandang). Dalam praktek, umumnya digunakan pertimbangan dengan sistematika
(urutan) sebagai berikut :
1. Berdasarkan brntuk makro (umum, belum cermat), yaitu:
Jenis proses pemesinan atau mesin perkakas yang digunakan;
misalnya pahat bubut,
Jenis khusus berdasarkan urutan proses yang lebih terperinci;
misalnya: pahat bubut ulir-luar (baut)
6. Berdasarkan material pahat dalam kaitanya dengan jenis material
benda kerja dan kondisi proses yang diingikan (berat s.d ringan,
halus s.d kasar, cepat s.d pelan)
Misalnya karbida lapis (berupa sisipan) yang sesuai bagi
penguliran poros baja, dari pengasaran s.d penghalusan.
7. Berdasarka bentuk mikro (khusus, khas, lebih cermat), yaitu:
3.1 Jenis mata potong dengan geometri yang
diinginkan; misalnya: sisipan untuk penguliran yang
sesuai bagi ulir ISO-Metrik M30, dengan
bentuk/geometri dan ukuran menurut standar ISO:
TNMG 16 03 08 TN
3.2 Jenis atau cara pemasangan bagian yang bermata
potong dengan badan pahat;
Misalnya: pemegang sisipan (tool-shank) untuk proses
bubut luar yang cocok bagi sisipan penguliran dengan
4

geometri seperti diatas (3.1); menurut ISO: CER 25 25


M5
Berbeda dengan urutan saat pemilihan perkakas, umunya pahat diajarkan dengan
urutan terbalik. Dimulai dengan pengenalan geometri pahat, pengasahan mata
potong, pengenalan material mata pahat, dan pembahasan atas penanganan pahat
secara umum berdasarkan aspek sistem pemerkakasan (tooling system). Selain itu,
berbicara mengenai pahat, perlu kiranya diulas juga mengenai mekanisme
keausan pahat serta kriteria umur pahat dikaitkan dengan variabel proses
pemesinan. Dengan memahami berbagai aspek perkakas ini diharapkan perencaan
proses pemesinan bisa dilaksanakan dengan sebaik mungkin, termasuk pemilihan
cairan pendingin pemesinan.(Rochim, 2007b)

8 Geometri pahat

Untuk mengenal bentuk dan geometrinya, pahat harus diamati secara sistematik.
Pertama-tama perlu dibedakan tiga hal pokok yaitu elemen, bidang aktif, dan mata
potong pahat. Dengan cara ini secara terperinci bagian-bagian dapat didefinisikan.
Dengan mengetahui definisinya, didapatkanlah berbagai jenis pahat yang
digunakan dalam proses pemesinan dikenal dengan lebih baik. Cara pengenalan
melalui definisi ini perlu dianut karena cara tersebut juga digunakan lebih jauh
dalam menganalisis geometri pahat. Pada bab ini akan dibahas salah satu dari tiga
hal pokok yang ada, yaitu elemen pahat.
1. Badan pahat; bagian paat yang dibrntuk menjadi mata potong atau
tempat untuk sisipan pahat.
8. Pemegang/gagang pahat; bagian pahat untuk dipasangkan pada
mesin perkakas. Bila tidak ada gagang, fungsinya diganti oleh
lubang pahat.
9. Lubang pahat; lubang pada pahat melalui mana pahat dapat
dipasang pada poros utama atau poros pemegang mesin perkakas.
Umomnya diponyai oleh pahat freis.
10. Sumbu pahat; garis khayal yang digunakan untik mendefinisikan
geometri pahat. Umumnya merupakan garis tengah pemegang atau
lubang pahat.
11. Dasar pahat; bidang rata pada pemegang untuk meletakan pahat
sehingga mempermudah proses pembuatan, pengukuran ataupun
pengasahan pahat.(Rochim, 2007b)
5

9 Titanium

10 Karakteristik Titanium

Titanium adalah logam transisi bewarna putih keperakan, yang bersifat ringan dan
kuat dan mempunyai lambang kimia Ti. Selain itu, titanium juga memiliki massa
jenis yang rendah, keras tahan karat, dan mudah diproduksi. Titanium tidak larut
dalam larutan asam kuat, tidak reaktif diudara karena memilki lapisan oksida dan
nitrida sebagai pelindung. Logam ini tahan pengikisan 20 kali lebih besar daripada
logam campuran tembaga nikel. Titanium pertama kali ditemukan oleh William
Gregor kimiawan Inggris pada tahun 1791, yang kemudian diberi nama oleh
kimiawan Jerman Martin Heinrich Klaproth pada tahun 1795. Titanium banyak
dijumpai hampir semua batuan. Selain banyak ditemui dalam bentuk bijih
mineral, titanium juga banyak terdapat dalam batuan meteorit. Titanium juga
merupakan unsur kesembilan terbanyak didalam kerak bumi.
Titanium merpakan logam yang kuat. Dalam keadaan murni, kekuatan luluhnya
dapat mencapai 241 Mpa dengan elongasi 55%. Titik lebur logam ini adalah
1.667C. selain itu titanium bukanlah penghantar listrik yang baik, apabila
dibandingkan dengan tembaga, daya hantar listrik hanya 3,1%.(Sofyan, 2011)

11 Jenis-jenis paduan titanium

titanium murni dapat berstruktur heksagonal yang tersusun padat (HCP) atau biasa
disebut -titanium pada suhu dibawah 883C dan dapat berstruktur kubus
pemusatan ruangan (BBC) atau biasa disebut -titanium pada suhu diatas 883C.
penambahan unsur paduan pada titanium diketahui dapat menstabilkan fase atau
. Unsur paduan untuk menstabilkan fase seperti aluminium, galium,
nitrogen,dan oksigen. Sedangkan unsur paduan untuk menstabilkan fase seperti
molibdenum, vanadium, tungsten,tantalum dan silikon.(Sofyan, 2011)
Berdasarkan komposisi fasenya, titanium diklasifikasikan menjadi empat
kelompok, sebagai berikut :
12. Titanium murni dan paduan rendah memiliki fase yang dominan
dan fase berbentuk bulat yang tersebar merata di matriks . Selain
itu, terdapat pula unsur besi yang brerlaku sebagai penstabilfase .
Titanium murni memiliki kekuatan yang relatif rendah dan
ketahanan korosi yang baik.
13. Paduan memiliki paduan aluminium dan timah. Paduan secara
umum memiliki ketahanan mulur dan ketangguhan yang
baik.paduan ini di pilih untuk aplikasi pada suhu
6

tinggi.kemampuan las paduan sangat baik, tetapi kemampuan


tempanya lebih buruk dibandingkan dengan paduan . Sifat ini
membuat paduan ini rentan terhadap cacat-cacat penempaan namun
demikian, pengurangan reduks tempa dan pemanasan berulang
dapat mengurangi masalah tersebut. Paduan tidak dapat
dikuatkan melalui perlakuan panas.
14. Paduan - mengandung 4-6% paduan penstabil fase . Oleh
karena itu, fase paduan ini akan terdiri dari fase campuran dan .
Fase pada campuran ini akan berkisar 10-50%. Paduan -
adalah paduan yang dapat diberikan perlakuan panas. Perlakuan
panas dilakukan untuk mengontrol jumlah dan morfologi fase .
Oleh karena itu, paduan ini memiliki kekuatan yang tinggi dan
kemampuan pengubahan bentuk pada kondisi panas yang baik.
Ketahanan mulur paduan ini lebih rendah apabila dibandingkan
dengan paduan .
15. Paduan mengandung sejumlah unsur paduan, seperti vanadium,
niobium dan molibdenum yang berfungsi sebagai penstabil fase .
Kemampuan tempa fase ini sangat baik pada berbagai suhu apabila
dibandingkan dengan paduan . Kemampukerasan paduan ini
sangat baik dan mudah diberikan perlakuan panas. Oleh karena itu,
paduan ini sangat kuat, tetapi keuletan dan ketahanan fatiknya
sangat rendah
Sistem penamaan pada titanium dibuat bedasarkan komposisinya. Sebagai contoh
Ti-5Al-2.5Sn yang memiliki unsur paduan berupa 5% aluminium dan 2.5% timah.
Contoh lainnya adalah Ti-6Al-4V yang memiliki unsur paduan berupa 6%
aluminium dan 4% Vanadium.(Sofyan, 2011)

12 Titanium alloy (Ti-6Al-4V)

Titanium murni mengalami transformasi dari fase Alpha Hexagonal close-packed


alpha ke fase Beta body center-cubic pada suhu 882,5C. Elemen paduan dapat
bertindak sebagai penstabil antara fase alpa dan beta. Pada suhu kamar, dengan
penambahan paduan, fase beta dapat cukup stabil untuk hidup berdampingan
dengan alpa. Fase tersebut dapat dilihat pada
7

Gambar 1. Transisi hexagonal close-packed ke center body-cubic

Paduan titanium pada umumnya di klasifikasikan kedalam tiga kategori utama,


yaitu:
1. Alpha alloy, yang mengandung unsur paduan netral seperti Sn dan
atau stabilisator alphaseperti Al,O. (not heat treatable)
16. Alpha + betha alloy, yang umumnya mengandung kombinasi
stabilisator alpha dan beta dan heat treatable dalam berbagai suhu.
17. Betha alloy, yang metastable dan mengandung stbiliser beta yang
cukup seperti Mo, V untuk menyempurnakan ketahanan fase beta
sebelum pendinginan dan perlakuan tertentu dapat meningkatkan
kekuatan betha alloy secara signifikan.
Ti-6Al-4V dikenal sebagai workhorse dalam industri titanium karena sangat
berbeda dari paduan titanium yang umum, Terhitung lebih dari 50% titanium yang
digunakan. Pada paduan alpha + beta, kekuatan dapat ditingkatkan dengan
perlakuan tertentu. penggunaan Ti-6Al-4V di rekomendasikan pada temperatur
kisaran 350C. karena sifat Ti-6Al-4V yang memiliki kekuatan tinggi, ringan dan
tahan korosi, maka material ini dijadikan standar yang di alikasikan didalam dunia
penerbangan.(Datasheet, 2000)
8

13 Aplikasi Ti-6Al-4V

Ti-6Al-4V dapat digunakan dalam berbagai komponen. Karena meiliki sifat


ringan, kekuatan tinggi dan tahan korosi, material ini biasa digunakan sebagai
material turbin pesawat, komponen, struktural pesawat, komponen pengencang
aerospace, komponen otomotif performa tinggi, marine application, peralatan
medis dan peralatan olahraga.(Datasheet, 2000)

14 Cryogenic Machining

Dalam ilmu fisika, cryogenic adalah ilmu yang mempelajari tentang produksi dan
perilaku bahan pada suhu yang sangat rendah. Sedangkan cryogenic machining
adalah proses pemesinan dimana cairan pendingin biasa diganti dengan cryogenic
sepeti nitrogen cair (LN2) dan karbondioksida (CO2) dan sebagainya. Dalam
metode ini biasanya gas dicairkan, kemudian diarahkan ke zona suhu pemotongan
untuk mendinginkan mata pahat dan benda kerja. Media Crryogenic menyerap
panas dari zona pemotongan dan menguap ke atmosfer.(V.BALAJI, 2015)
Didalam proses Cryogenic ini di perlukan cairan pendingin atau dikenal dengan
Cryogenic coolants. Penerapan Cryogenic Coolants dalam proses pemesinan
pada tahun 1950an. Cryogenic Coolant digunakan untuk pemindahan suhu yang
efektif dan cepat dari panas yang dihasilkan selama operasi pemotongan dan
digunakan untuk hampir semua jenis bahan Cryogenic yang mempunyai
temperatur yang sangat rendah hingga -173C dan nol mutlak (0K atau -273C).
kata Cryogenic berasal dari kata yunani, yakni Cryos yang berarti es dingin dan
genes, yang berarti terlahir. Suhu ideal dari cryogenic yaitu dibawah suhu (-
153C) atau lebih rendah. Cryogenic coolants sangat bervariasi, tetapi yang paling
umum digunakan adalah karbondioksida (CO2) dan nitrogen cair (LN2).
(V.BALAJI, 2015)
super critical carbon-dioxide (SCC), memiliki potensi yang signifikan dalam
menggantikan cairan pendingin pada pekerjaan metal yang berbasis mineral dan
menjadi salah satu coolant yang banyak digunakan. Ini bukan merupakan gas
beracun dan memiliki tingkat kelarutan yang baik terhadap minyak sayur diantara
titik kritikal (critical temperature = 31.2C, critical pressure = 7.38 Mpa). Gas
karbondioksida memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan gas
nitrogen mudah digunakan.

15 Finite element method (FEM)

Ide dasar dalam metode elemen hingga adalah untuk menemukan solusi dari
masalah yang rumit dengan menggantinya dengan yang lebih sederhana.
Permasalahan yang sebenernya diganti dengan sederhana dalam mencari solusi
9

penyelesaian, maka akan ditemukan solusi analisa atau pendekatan dan bukanlah
solusi yang sebenarnya. (Singiresu S. Rao, 2014)
Perkembangan dunia komputer telah begitu cepatnya mempengaruhi bidang-
bidang penelitian dan industri, sehingga impian para ahli dalam mengembangakan
ilmu pengtetahuan dan industri telah menjadi kenyataan. Saat ini, metode dan
analisa desain telah banyak menggunakan perhitungan matematis yang rumit
dalam penggunaan sehari-hari. Metode elemen hingga (FEM) banyak memberikan
andil dalam melahirkan penemuan-penemuan bidang riset dan industri, hal ini
dikarenakan dapat berperan sebagai research tool pada pengujian secara numerik.
(spot, 1985)
Finite element method (FEM), atau metode elemen hingga adalah suatu metode
analisa perhitungan yang disarankan pada gagasan dalam membangun suatu objek
yang sangat kompleks menjadi beberapa bagian (blocks) yang sederhana, atau
dengan membagi objek yang sangat kompleks menjadi kecil dan pengaturan
kepingan-kepingan. Aplikasi dari gagasan ini dapat kita temui dalam kehidupan
sehari-hari yang sama banyaknya dalam keteknikan, seperti permainan bongkar
pasang, bangunan, perkiraan area lingkaran dan lain sebagainya.(spot, 1985)
Dalam metode elemen hingga, kontinunitas yang sebenarnya pada materi seperti
padat, cair atau gas diwakili dengan kumpulan dari subdivisi disebut elemen
hingga. Bagian-bagian ini dianggap saling berhubungan pada daerah tertentu yang
disebut nodal atau titik noda. Noda biasanya terletak pada batas-batas elemen-
elemen yang terhubung karena adanya perbedaan variabel dari tiap elemen
(misalnya: perpindahan, tegangan, suhu, tekanan atau kecepatan) yang tidak
berkelanjutan.(Singiresu S. Rao, 2014)
Untuk analisis yang realistis dari masalah-masalah tertentu seperti thick short
beams, bejana tekan tebal, setengah bagian elastis yang mengalami beban yang
terkonsentrasi dan landasan mesin, maka digunakan elemen hingga tiga dimensi.
Sama seperti elemen segitiga yang digunakan untuk menganalisi masalah dua
dimensi, element tetrahedron,dengan empat sudut noda adalah elemen dasar untuk
masalah permodelan tiga dimensi.(Singiresu S. Rao, 2014)
Rancangan ekperimen orde I yang sesuai untuk penyaring faktor adalah rancangan
faktorial 2k (two level factorial design). Selanjutnya untuk model orde II,
biasanya terdapat kelengkungan dan digunakan model polinomial orde kedua
yang fungsinya kuadratik. Model polinomial orde dua yang paling umum
dibunakan jika respon berbentuk fungsi kurva.

16 Temperature

Hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui proses gesekan,
antara geram dengan pahat dan antara pahat dengan benda kerja, serta proses
perusakan molekuler atau ikatan atom pada bidang geser (shearplane). Panas ini
sebagia besar terbawa oleh geram, sebagian merambat melalui pahat dan sisanya
10

mengalir melalui benda kerja menuju ke sekeliling. Panas yang timbul tersebut
cukup besar dan karena luas bidang kontak relatif kcil, temperatur pahat, terutama
bidang geram dan bidang utamanya, akan sangat tinggi.
Krena tekanan yang besar akibat gaya pemotongan serta tempertatur yang tinggi,
permukaan aktif pahat akan mengalami kerusakan. Keausan tersebut makin lama
makin membesar, yang selain memperlemah pahat, juga akan memperbesar gaya
pemotongan sehinga dapat menimbulkan kerusakan fatal. Oleh sebab itu,pengaruh
berbagai variabel proses pemotongan terhadap temperatur pemotongan dan
mekanisme kerusakan atau keausan akan merupakan inti dari pembahasan bab ini.
Tujuannya jelas, karena dengan menjaga agarkenaikan temperatur tidakbegitu
tinggi sehingga umur pahat masih cukup tinggi.(Rochim, 2007a)

17 Panas yang ditimbulkan pada pemotongan logam (Heat generation)

Pada proses pemotongan logam, mata potong bereaksi terhadap tegangan geser
yang ditimbulkan dari benda kerja. Akibat dari reaksi ini, menghasilkan sejumlah
besar panas pada benda kerja yang dihasilkan dari gaya akibat deformasi
thermomechanically yang sangat telokalisasi pada zona geser. Temperatur pada
zona potong sngat dipertimbangkan karena bepengaruh terhadap hubungan stress-
strain, patahan dan aliran temperatur pada benda kerja. Umumnya, peningkatan
temperatur akan mengurangi kekuatan material benda kerja dan meningkatkan
keuletan. Sekarang asumsikan bahwa hampir semua pekerjaan yang dilakukan
oleh mata potong dan energy di dalam proses pemesinan di konversikan ke
menjadi panas.(Abukhshim, Mativenga, & Sheikh, 2006)
Daerah utama dimana panas dihasilkan selama proses pemotongan ortogonal
ditunjukan pada Fig.2. pertama-tama, panas di timbulkan pada zona deformasi
utama mengakibatkan chip mengalami deformasi palstis akibat tegangan geser
yang ditimbulkan mata potong. Temperatur yang dihasilkan dari zona ini sangat
tinggi, akibatnya material bahan menjadi lebih lunak dan deformasi yang
dihasilkan meningkat. Kedua, panas yang dihasilkan di zona deformasi sekunder
terjadi karena deformasi chip dan pergeseran chip yang menghasilkan gesekan
antara mata potong dan chip. Terakhir, panas yang ditimbulkan pada zona
deformasi tertiary, pada tool-workpiece interface, terjadi karena reaksi terhadap
gesekan, yang terjadi akibat gesekan antara tool flank face dan permukaan baru
chip karena proses pemotongan.
11

Fig. 2. Sumber panas yang ditimbulkan dalam proses pemotongan orthogonal.


(Abukhshim et al., 2006)

Panas yang ditimbulkan pada zona primer dan sekunder sangat bergantung pada
konsidi pemotongan. Sedangkan panas yang ditimbulkan di zona tersier sangat
dipengaruhi oleh tool flank yang digunakan.(Abukhshim et al., 2006)
Singkatnya, konsumsi daya dan panas yang ditimbulkan dalam proses
pemotongan logam tergantung pada kombinasi dari sifat fisik dan kimia dari
material benda kerja dan mata potong, kondisi pemotongan dan geometri alat
potong.(Abukhshim et al., 2006)

18 Supercritical carbondioxide (SCCO2)

Dalam proses pemesinan, temperatur pemotongan dan gaya pemotongan yang


dihasilkan menjadi parameter yang penting untuk di kontrol atau dikurangi.
Temperatur pemotonga dan gaya pemotongan akan berpengaruh terhadap tool life.
Tentu saja hal tersebut akan berpengaruh terhadap biaya yang di keluarkan untuk
pembelian cutting tool akan lebih besar. salah satu cara untuk mengurangi
temperatur dan gaya pemotongan yaitu dengan menggunakan cairan pendingin,
dalam kasus ini cairan pendingin yang digunakan adalah supercritical
carbondioxide (SCCO2).(Rahim, Rahim, Ibrahim, & Mohid, 2016)
Dari eksperimen yang dilakukan menunjukan bahwa penggunaan SCCO2 sebagai
cairan pendingin dalam proses pemesinan lebih efisien dalam mereduksi
temperatur, gaya pemotongan, ketebalan tatal, tool-chip contact length dan
spesifik energi dibandingkan dengan tehnik MQL.(Rahim, Ibrahim, Rahim, Aziz,
& Mohid, 2015)
12

19 Hubungan antara proses pemesinan dengan SCCO2

Pada proses pemesinan seperti telah dijelaskan di sub bab sebelumnya, temperatur
pemotongan dan gaya pemotongan akan sangat berpengaruh. Oleh karena itu
untuk mengurangi temperatur pemotongan dan gaya pemotongan pada saat proses
pemotongan logam digunakan cairan pendingin. Cairan yang digunakan yaitu
SCCO2. Penggunaan SCCO2 lebih efisien karena dapat mereduksi temperatur dan
gaya pemotongan hingga 15-30% lebih tinggi dibandingkan menggunakan tehnik
MQL.
Hubungan antara SCCO2 dengan temperatur pemotongan dan gaya pemotongan
yaitu adalah kemampuan SCCO2 yang mampu mereduksi temperatur dan gaya
pemotongan hingga 15-30%. Kita tahu bahwa temperatur pemotongan
ditimbulkan karena kontak antara cutting tooldengan work piece yang
menimbulkan gesekan terus-menerus. Karena gesekan ini temperatur pada cutting
tool meningkat dan mengakibatkan cutting tool mengalami kerusakan (tidak tajam
lagi) dan tool-chip contact length bertambah besar. Akibatnya gaya pemotongan
pun bertambah yang kemudian berdampak pada masa pakai cutting tool menjadi
berkurang dan hasil dari pemotongan yaitu kualitas produk yang dihasilkan
menjadi berkurang. Tentu saja biaya yang di keluarkan dalam proses pemesinan
akan bertambah. Dengan penggunaan SCCO2 sebagai pendingin maka dampak-
dampak negatif tersebut dapat dikurangi hingga 15-30%.

Anda mungkin juga menyukai