Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerajaan mataram berdiri pada tahun 1582 pusat kerajaan ini terletak disebelah
tenggara Yogyakarta, yakni di Kota Gede, para raja memerintah di Kerajaan Mataram ini
yaitu Penembahan Senopati (1584 – 1601), Mas Jolang (1601 – 1677), Mas Jolang (1606 –
1677) dan Adipati Martapura.
Pada awalnya daerah mataram dikuasai oleh Kesultanan Pajang sebagai balas jasa
atas perjuangan dalam mengalahkan Arya penangsung, Sultan Hadiwijaya menghadiahkan
daerah Mataram kepada Ki Ageng Pemanahahan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan beberapa
masalah tentang latar belakang berdirinya Kerajaan Mataram , Raja-raja
yang memerintah di Kerajaan dan perebutan Kerajaan Mataram.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:


1. Untuk menyelesaikan tugas semester.
2. Mengasah kemampuan penulis secara akademik untuk membahas tentang Kerajaan
Mataram .
3. Untuk menambah wawasan atau pemahaman terhadap Mataram.
4. Mencapai nilai yang bagus.

1.4 Manfaat penulisan

Dengan penulisan ini ssemoga bermanfaat bagi:


1. siswa dalam menggali ilmu dan pengetahuan tentang Mataram .
2. Sebagai bahan bacaan dalam menggali ilmu tentang Kerajaan mataram .
BAB II

PEMBAHASAN

Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram

Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram. Didalam sejarah disebutkan bahwa kerajaan


Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang berdiri pada abad ke 17. Kerajaan
Mataram ini dipimpin oleh suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan,
yang mengklaim sebagai cabang ningrat yaitu keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya
adalah suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang, yang berpusat di Bumi Mentaok dan
diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama
adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan.

Pada abad ke 8 di pedalaman Jawa Tengah disebutkan berdiri sebuah Kerajaan Mataram
Hindu. Pendirinya adalah Raja Sanjaya. Munculnya Kerajaan Mataram ini diterangkan
didalam Carita Parahyangan.

Kisahnya adalah dahulu ada sebuah kerajaan di Jawa Barat bernama Galuh. Rajanya
bernama Sanna (Sena). Pada Suatu ketika, ia diserang oleh saudaranya yang menghendaki
takhta. Raja Sanna meninggal dalam peristiwa tersebut, sementara saudara perempuannya,
Sannaha, bersama keluarga raja yang lainnya berhasil melarikan diri ke lereng Gunung
Merapi.

Anak Sannaha, yang bernama Sanjaya, di kemudian hari mendirikan Kerajaan Mataram
dengan ibu kota Medang ri Poh Pitu, yaitu tepatnya pada tahun 717 M.

Kerajaan Mataram Kuno

Mataram Kuno: Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra

Di Jawa Tengah pada abad ke-8 M telah berdiri sebuah kerajaan, yakni Mataram.
Mataram yang bercorak Hindu-Buddha ini diperintah oleh dua dinasti (wangsa) yang
berbeda, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Ibukota Mataram adalah Medang
atau Medang Kamulan hingga tahun 925. Pada Prasasti Canggal terdapat kata-kata “Medang
i bhumi Mataram”. Namun, hingga sekarang letak pasti ibukota ini belum diketahui.

Berdasarkan Prasasti Canggal diketahui, Mataram Kuno mula-mula diperintah oleh


Raja Sanna. Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya, Sanjaya. Sanjaya adalah anak
Sanaha, saudara perempuan Raja Sanna (Sanna tidak memiliki keturunan). Sanjaya
memerintah dengan bijaksana sehingga rakyat hidup makmur, aman, dan tenteram. Hal ini
terlihat dari Prasasti Canggal yang menyebutkan bahwa tanah Jawa kaya akan padi dan
emas. Selain pada Prasasti Canggal, nama Sanjaya juga tercantum pada Prasasti Balitung.
Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Mataram Kuno

Kehidupan politik kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha membawa perubahan baru


dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Struktur sosial dari masa Kutai
hingga Majapahit mengalami perkembangan yang ber-evolusi namun progresif. Dunia
perekonomian pun mengalami perkembangan: dari yang semula sistem barter hingga
sistem nilai tukar uang.

Sumber−sumber berita Cina mengungkapkan keadaan masyarakat Mataram dari abad ke−7
sampai ke−10. Kegiatan perdagangan baik di dalam maupun luar negeri berlangsung ramai.
Hal ini terbukti dari ditemukannya barang-barang keramik dari Vietnam dan Cina. Kenyataan
ini dikuatkan lagi dengan berita dari Dinasi Tang yang menceritakan kebesaran sebuah
kerajaan dari Jawa, dalam hal ini Mataram.

Dari Prasasti Warudu Kidul diperoleh informasi adanya sekumpulan orang asing yang
berdiam di Mataram. Mereka mempunyai status yang berbeda dengan penduduk pribumi.
Mereka membayar pajak yang berbeda yang tentunya lebih mahal daripada rakyat pribumi
Mataram. Kemungkinan besar mereka itu adalah para saudagar dari luar negeri. Namun,
sumber−sumber lokal tidak memperinci lebih lanjut tentang orang−orang asing ini.
Kemungkinan besar mereka adalah kaum migran dari Cina.
Dari berita Cina diketahui bahwa di ibukota kerajaan terdapat istana raja yang dikelilingi
dinding dari batu bata dan batang kayu. Di dalam istana, berdiam raja beserta keluarganya
dan para abdi. Di luar istana (masih di dalam lingkungan dinding kota) terdapat kediaman
para pejabat tinggi kerajaan termasuk putra mahkota beserta keluarganya. Mereka tinggal
dalam perkampungan khusus di mana para hamba dan budak yang dipekerjakan di istana
juga tinggal sekitarnya. Sisa-sisa peninggalan pemukiman khusus ini sampai sekarang masih
bisa kita temukan di Yogyakarta dan Surakarta. Di luar tembok kota berdiam rakyat yang
merupakan kelompok terbesar.

Kehidupan masyarakat Mataram umumnya bersifat agraris karena pusat Mataram


terletak di pedalaman, bukan di pesisir pantai. Pertanian merupakan sumber kehidupan
kebanyakan rakyat Mataram. Di samping itu, penduduk di desa (disebut wanua) memelihara
ternak seperti kambing, kerbau, sapi, ayam, babi, dan itik. Sebagai tenaga kerja, mereka juga
berdagang dan menjadi pengrajin.
Dari Prasasti Purworejo (900 M) diperoleh informasi tentang kegiatan perdagangan.
Kegiatan di pasar ini tidak diadakan setiap hari melainkan bergilir, berdasarkan pada hari
pasaran menurut kalender Jawa Kuno. Pada hari Kliwon, pasar diadakan di pusat kota. Pada
hari Manis atau Legi, pasar diadakan di desa bagian timur. Pada hari Paking (Pahing), pasar
diadakan di desa sebelah selatan. Pada hari Pon, pasar diadakan di desa sebelah barat. Pada
hari Wage, pasar diadakan di desa sebelah utara.
Pada hari pasaran ini, desa−desa yang menjadi pusat perdagangan, ramai didatangi
pembeli dan penjual dari desa−desa lain. Mereka datang dengan berbagai cara, melalui
transportasi darat maupun sungai sambil membawa barang dagangannya seperti beras,
buah−buahan, dan ternak untuk dibarter dengan kebutuhan yang lain.

Selain pertanian, industri rumah tangga juga sudah berkembang. Beberapa hasil
industri ini antara lain anyaman seperti keranjang, perkakas dari besi, emas, tembaga,
perunggu, pakaian, gula kelapa, arang, dan kapur sirih. Hasil produksi industri ini dapat
diperoleh di pasar−pasar tadi.

Sementara itu, bila seseorang berjasa (biasanya pejabat militer atau kerabat istana)
kepada Kerajaan, maka orang bersangkutan akan diberi hak memiliki tanah untuk dikelola.
Biasanya tempat itu adalah hutan yang kemudian dibuka menjadi pemukiman baru. Orang
yang diberi tanah baru itu diangkat menjadi penguasa tempat yang baru dihadiahkan
kepadanya. Ia bisa saja menjadi akuwu (kepala desa),

senopati, atau adipati atau menteri. Bisa pula sebuah wilayah dihadiahkan kepada kaum
brahmana atau rahib untuk dijadikan asrama sebagai tempat tinggal mereka, dan di sekitar
asrama tersebut biasanya didirikan candi atau wihara.

Kerajaan mataram islam

Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah
tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Dalam sejarah Islam, Kerajaan Mataram Islam
memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan Islam di
Nusantara. Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan
mengIslamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama,
hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak Islam di jawa. Dinasti Mataram Islam
sesungguhnya berawal dari keluarga petani, begitulah yang tertulis pada Babad Tanah Jawi.
Kisahnya berlangsung di pinggiran Kali Opak, di Yogyakarta sekarang. Suatu hari, adalah
seorang petani bernama Ki Ageng Giring. Sementara ia mencangkul di ladang, tiba-tiba ada
kelapa muda jatuh lalu terdengar suara; “barangsiapa minum air kelapa muda ini, ia dan
keturunannya bakal berkuasa di Tanah Jawa”. Konon “wahyu keprabon” yang ada dalam
kelapa muda itu adalah sabda wali terkenal di Jawa, Sunan Kalijaga. Ki Ageng Giring lalu
membawa pulang cengkir (kelapa muda) yang masih hijau segar itu. Namun ia tak bisa
segera meminumnya, karena pada saat itu ia sedang tirakat berpuasa, hingga kemudian ia
pergi membersihkan diri di sungai. Tak lama kemudian datang sahabatnya, Ki Gede
Pemanahan bertamu. Melihat kelapa muda tergeletak, tamu yang haus itupun segera
meminumnya. Pada tetes terakhir Ki Ageng Giring muncul. Ia melihat air kelapa muda itu
telah terminum oleh orang lain. Ia sangat menyesal dan kecewa. Tapi apa daya, ia hanya
bisa meminta, agar sewaktu-waktu kelak, sesudah keturunan Gede Pemanahan yang
ketujuh, keturunannya lah yang akan menggantikan menguasai Jawa”.
Banyak versi mengenai masa awal berdirinya kerajaan Mataram berdasarkan mitos
dan legenda. Pada umumnya versi-versi tersebut mengaitkannya dengan kerajaan-kerajaan
terdahulu, seperti Demak dan Pajang. Menurut salah satu versi, setelah Demak mengalami
kemunduran, ibukotanya dipindahkan ke Pajang dan mulailah pemerintahan Pajang sebagai
kerajaan. Kerajaan ini terus mengadakan ekspansi ke Jawa Timur dan juga terlibat konflik
keluarga dengan Arya Penangsang dari Kadipaten Jipang Panolan. Setelah berhasil
menaklukkan Aryo Penangsang, Sultan Hadiwijaya (1550-1582), raja Pajang memberikan
hadiah kepada 2 orang yang dianggap berjasa dalam penaklukan itu, yaitu Ki Ageng
Pemanahan dan Ki Penjawi. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan
Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati. Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu
menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap
bersaing dengan Pajang sebagai atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575
ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi
Loring Pasar. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak pada Pajang. Setelah Sultan
Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar
Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian daari Mataram
yang beribukota di Kotagede.

A. AWAL BERDIRINYA KERAJAAN MATARAM ISLAM

Setelah kerajaan Demak runtuh, kerajaan Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa
Tengah. Namun demikian raja Pajang masih mempunyai musuh yang kuat yang berusaha
menghancurkan kerajaannya, ialah seorang yang masih keturunan keluarga kerajaan Demak
yang bernama Arya Penangsang. Raja kemudian membuat sebuah sayembara bahwa barang
siapa mengalahkan Arya Penangsang atau dapat membunuhnya, akan diberi hadiah tanah di
Pati dan Mataram. Ki Pemanahan dan Ki Penjawi yang merupakan abdi prajurit Pajang
berniat untuk mengikuti sayembara tersebut. Di dalam peperangan akhirnya Danang
Sutwijaya berhasil mengalahkan dan membunuh Arya Penangsang. Sutawijaya adalah anak
dari Ki Pemanahan, dan anak angkat dari raja Pajang sendiri. Namun karena Sutawijaya
adalah anak angkat Sultan sendiri maka tidak mungkin apabila Ki Pemanahan
memberitahukannya kepada Sultan Adiwijaya. Sehingga Kyai Juru Martani mengusulkan
agar Ki Pemanahan dan Ki Penjawi memberitahukan kepada Sultan bahwa merekalah yang
membunuh Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok
dan Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati.

Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur,
bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai
atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang
Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian
berhasil memberontak kepada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya
mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang
kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian daari Mataram yang beribukota di Kotagede.
Senopati bertahta sampai wafatnya pada tahun 1601. Selama pemerintahannya boleh
dikatakan terus-menerus berperang menundukkan bupati-bupati daerah. Kasultanan Demak
menyerah, Panaraga, Pasuruan, Kediri, Surabaya, berturut-turut direbut. Cirebon pun
berada di bawah pengaruhnya. Panembahan Senopati dalam babad dipuji sebagai
pembangun Mataram.

B. SISTEM PEMERINTAHAN MATARAM ISLAM

Setelah Panembahan Senopati meninggal kekuasaannya digantikan oleh anaknya yang


bernama Mas Jolang atau Panembahan Seda Krapyak. Jolang hanya memerintah selama 12
tahun (1601-1613), tercatat bahwa pada pemerintahannya beliau membangun sebuah
taman Danalaya di sebelah barat kraton. Pemerintahannya berakhir ketika beliau meninggal
di hutan Krapyak ketika beliau sedang berburu. Selanjutnya bertahtalah Mas Rangsang, yang
bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahannya (tahun 1613-1645)
Mataram mengalami masa kejayaan. Ibukota kerajaan Kotagede dipindahkan ke Kraton
Plered. Sultan Agung juga menaklukkan daerah pesisir supaya kelak tidak membahayakan
kedudukan Mataram. Beliau juga merupakan penguasa yang secara besar-besaran
memerangi VOC yang pada saat itu sudah menguasai Batavia. Karya Sultan Agung dalam
bidang kebudayaan adalah Grebeg Pasa dan Grebeg Maulud. Sultan Agung meninggal pada
tahun 1645.

Ia diganti oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I tidak mewarisi sifat-
sifat ayahnya. Pemerintahannya yang berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai dengan
banyak pembunuhan dan kekejaman. Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan
Mataram dipindahkan ke Kerta. Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung
para ulama dan bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota Kerta jatuh
dan Amangkurat I (bersama putra mahkota yang akhirnya berbalik memihak ayahnya)
melarikan diri untuk mencari bantuan VOC. Akan tetapi sampai di Tegalarum, (dekat Tegal,
Jawa Tengah) Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya wafat.

Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau dikenal juga dengan
sebutan Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-1703. Ia sangat
tunduk kepada VOC demi mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya Trunajaya berhasil
dibunuh oleh Amangkurat II dengan bantuan VOC, dan sebagai konpensasinya VOC
menghendaki perjanjian yang berisi: Mataram harus menggadaikan pelabuhan Semarang
dan Mataram harus mengganti kerugian akibat perang.

Setelah Sunan Amangkuat II meninggal meninggal pada tahun 1703, Ia digantikan oleh
anaknya yang bernama Sunan Mas (Sunan Amangkurat III). Dia juga sangat menentang VOC.
Karena pertentangan tersebut VOC tidak setuju atas pengangkatan Sunan Amangkurat III
sehingga VOC mengangkat Paku Buwono I (Pangeran Puger). Pecahlah perang saudara
(perang perebutan mahkota I) antara Amangkurat III dan Paku Buwana I, namun Amangkurt
III menyerah dan dibuang ke Sailan oleh VOC. Paku Buwana I meninggal tahun 1719 dan
diganti oleh Amangkurat IV (1719-1727). Dalam pemerintahannya dipenuhi dengan
pemberontakan para bangsawan yang menentangnya, dalam hal ini Voc kembali turut andil
di dalamnya. Sehingga kembali pecah perang Perebutan Mahkota II (1719-1723. Sunan
Prabu atau Sunan Amangkurat IV meninggal tahun 1727 dan diganti oleh Paku Buwana II
(1727-1749). Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan China terhadap VOC.

Paku Buwana II memihak China dan turut membantu memnghancurkan benteng VOC di
Kartasura. VOC yang mendapat bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura berhasil
menaklukan pemberontak China. Hal ini membuat Paku Buwana II merasa ketakutan dan
berganti berpihak kepada VOC. Hal ini menyebabkan timbulnya pemberontakan Raden Mas
Garendi yang bersama pemberontak China menggempur kraton, hingga Paku Buwana II
melarikan diri ke Panaraga. Dengan bantuan VOC kraton dapat direbut kembali (1743) tetapi
kraton telah porak poranda yang memaksanya untuk memindahkan kraton ke Surakarta
(1744). Setelah itu terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Said. Paku
Buwana menugaskan Mangkubumi untuk menumpas kaum pemerontak dengan janji akan
memberikan tanah di Sukowati (Sragen sekarang). Walaupun Mangkubumi berhasil tetapi
Paku Buwono II mengingkari janjinya sehingga akhirnya dia berdamai dengan Mas Said.
Mereka berdua pun melakukan pemberontakan bersama-sama hingga pecah Perang
Perebutn Mahkota III (1747-1755).

Paku Buwana II tidak dapat menghadapi kekuatan merea berdua dan akhirnya jatuh
sakit dan meninggal pada tahun 1749. Setelah kematian Paku Buwana II VOC mengangkat
Paku Buwana III.
Pengangkatan Paku Buwana III tidak menyurutkan pemberontakan, bahkan wilayah yang
dikuasai Mangkubumi telah mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Namun justru saat
itu terjadi perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden Mas Said. Hal ini menyebabkan VOC
berada di atas angin. VOC lalu mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan VOC
dari Tanah Suci) untuk mengajak Mangkubumi berdamai. Ajakan itu diterima Mangkubumi
dan terjadilah apa yang sering disebut sebagai Palihan Nagari atau Perjanjian Giyanti (1755).
Isi perjanjian tersebut adalah: Mataram dibagi menjadi dua. Bagian barat dibagikan kepada
Pangeran Mangkubumi yang diijinkan memakai gelar Hamengku Buwana I dan mendirikan
Kraton di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur diberikan kepada Paku Buwana III. Mulai saat
itulah Mataram dibagi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dengan raja Sri Sultan Hamengku
Buwana I dan Kasunanan Surakarta dengan raja Sri Susuhunan Paku Buwana III.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kerajaan mataram kuno merupakan kerajaan yang berdiri pada tahun 732
masehi.Kerajaan ini berdiri di desa Canggal (sebelah barat Magelang). Pada saat itu
didirikansebuah Lingga (lambang siwa) diatas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja
yangdidirikan oleh Raja Sanjaya. Adapun raja-raja yang sempat memerintah kerajaan
Mataram Kuno antara lain: 1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M) 2. Sri Maharaja
Rakai Panangkaran (760-780 M) 3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan (780-800 M) 4. Sri
Maharaja Rakai Warak (800-820 M) 5. Sri Maharaja Rakai Garung (820-840 M) 6. Sri
Maharaja Rakai Pikatan (840-863 M) 7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (863-882 M) 8. Sri
Maharaja Rakai Watuhumalang (882-898 M) 9. Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung
(898-910 M) Ada beberapa aspek kehidupan yang mengalami perkembangan dalam
kerajaan Mataram Kuno, antara lain: 1. Aspek Kehidupan Politik 2. Aspek Kehidupan Sosial
3. Aspek Kehidupan Ekonomi 4. Aspek Kehidupan Budaya Hindu-Buddha.

Anda mungkin juga menyukai