SEMBILAN BAHASA
Profil KH Agus Salim
Nama Asli
Masyhudal Haq
Nama Terkenal
KH Agus Salim
Tempat, Tanggal Lahir
Koto Gadang, 8 Oktober 1884
Meninggal Dunia
4 November 1954
Pekerjaan
Menteri Luar Negeri Indonesia, Menteri Muda Luar Negeri Indonesia
Pasangan
Zaenatun Nahar (1912–1954)
Anak
Theodora Atia, Jusuf Taufik, Violet Hanifah, Maria Zenobia, Ahmad Sjauket, Islam
Basari, Abdul Hadi, Siti Asiah, Zuvhra Adiba, dan Sidik Salim.
Orang Tua
Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim (Ayah), Siti Zainab (Ibu)
Kamu tentu sudah pernah membaca di buku sejarah kalau setelah Indonesia
merdeka ada banyak proses diplomasi yang perlu dilakukan agar republik ini bisa
diakui oleh negara lain. Nah, di biografi ini kami akan mengupas tuntas perjalanan
hidup salah satu diplomat yang cukup terkenal dan disegani, yaitu KH Agus Salim.
Kalau ingin mengenal sosoknya lebih dekat, langsung saja simak biografi KH Agus
Salim yang sudah kami siapkan di artikel ini, yuk! Kamu bisa mengetahui perjalanan
hidupnya dan jasa-jasanya untuk Indonesia. Selamat membaca!
Kehidupan Pribadi
Untuk memulai pembahasan di biografi KH Agus Salim ini, kamu perlu mengetahui
masa mudanya terlebih dahulu. Mulai dari masa kecil, pendidikan yang ditempuh,
hingga pekerjaan yang pernah dilakoninya.
Pria yang lahir pada tanggal 8 Oktober 1884 ini sebenarnya memiliki nama asli
Masyhudal Haq, yang berarti pembela kebenaran. Nama tersebut terinspirasi dari
seorang tokoh di salah satu buku favorit sang ayah.
Ketika masih kecil, Masyhudal Haq memiliki seorang pengasuh yang berasal dari
Jawa Timur dan suka memanggilnya “den bagus”. Panggilan yang dipendekkan
menjadi “gus” itu lama kelamaan menjadi panggilan dari sahabatnya juga.
Karena terlalu terbiasa dengan dengan panggilan itu, lama-lama Masyhudal Haq
jauh lebih dikenal sebagai Agus. Setelah ditambahkan nama belakang ayahnya,
namanya kemudian menjadi Agus Salim.
Putra keempat dari pasangan Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab ini cukup
beruntung karena terlahir dari keluarga yang berkecukupan. Ayahnya merupakan
Kepala Jaksa di Pengadilan Tinggi Riau dan pamannya yang bernama Syaikh
Ahmad Khatib Al-Minakabauwi adalah seorang ulama terkenal di Mekkah.
2. Pendidikan
Di antara kaum kolonial dan terpelajar di Hindia Belanda, nama KH Agus Salim
cukup banyak dikenal juga disegani. Alasannya adalah karena ia menjadi siswa
terbaik dengan nilai tertinggi. Tak hanya itu, saat lulus dari HBS ia juga sudah
menguasai tujuh bahasa asing.
Setelah lulus, ia berniat melanjutkan pendidikannya ke sekolah kedokteran terbaik di
Belanda. Namun, cita-cita itu harus ia padamkan karena beasiswa pendidikan yang
ia ajukan ditolak oleh pemerintah.
Ketika RA Kartini mengetahui kabar bahwa ada seorang siswa cerdas yang tidak
bisa melanjutkan pendidikannya, ia langsung merekomendasikan beasiswa miliknya
sebesar 4.800 gulden dialihkan untuk siswa yang bernama KH Agus Salim itu.
Lagipula pahlawan emansipasi wanita itu sudah akan menikah dan sudah dipastikan
calon suaminya tidak akan merestui untuk melanjutkan sekolah.
3. Pekerjaan
Pada tahun 1915, KH Agus Salim mulai bekerja di bidang jurnalistik dengan menjadi
redaktur di Harian Neratja kemudian memimpin koran Hindia Baroe di Jakarta.
Namun, setelah banyak artikel-artikel yang ditulisnya dianggap terlalu menyerang
pemerintah Hindia Belanda hingga akhirnya dikeluarkan dari kantor-kantor tersebut,
Haji Agus Salim memutuskan untuk mendirikan surat kabar Fadjar Asia.
Hal menarik selanjutnya yang perlu kamu ketahui di biografi ini adalah seputar karier
politik KH Agus Salim. Karier itulah yang membuat namanya dikenal oleh rakyat
Indonesia hingga sekarang.
Pada tahun 1915, Haji Agus Salim bergabung dengan Volksraad (Dewan Rakyat)
bersama HOS Tjokroaminoto. Kemudian mereka bergabung dengan Sarekat Islam
(SI), sebuah organisasi yang mengumpulkan para pedagang Islam dan baru saja
barubah menjadi partai politik.
Sebagai perwakilan Sarekat Islam, ia sering melakukan berbagai macam cara untuk
dapat memperjuangkan hak pedagang Islam dari pedagang asing yang masuk ke
Indonesia. Salah satunya adalah ketika ia mendirikan Persatuan Pergerakan Kaum
Buruh dengan tujuan menuntut pemerintah Belanda membuat Dewan Perwakilan
Rakyat.
Pada tahun 1923, perpecahan terjadi di dalam Sarekat Islam. Saat itu Semaun dan
Darsono meminta agar SI lebih condong ke arah sosialisme dan komunisme, tetapi
tidak disetujui oleh KH Agus Salim dan HOS Tjokroaminoto. Perpecahan itu
membuat SI terbelah menjadi dua, yaitu Sarekat Rakyat yang nantinya berubah
menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Sarekat Islam yang dipimpin oleh KH
Agus Salim.
Awalnya, masih ada beberapa anggota yang bergabung dengan Sarekat Islam
sekaligus Sarekat Rakyat. KH Agus Salim yang tidak menghendaki hal tersebut lalu
membuat aturan kalau anggota SI dilarang memiliki keanggotaan ganda.
Selain mengurus SI, KH Agus Salim juga merupakan salah satu pendiri Jong
Islamieten Bond (Perhimpunan Pemuda Islam). Organisasi yang bertujuan untuk
menyatukan para pemuda dan pelajar Islam di Hindia Belanda itu memiliki anggota
yang tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Solo, dan Madiun.
Karena saat itu DPA tidak memiliki banyak tugas dan Haji Agus Salim diketahui
menguasai banyak bahasa asing, Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai
Menteri Luar Negeri. KH Agus Salim menjabat selama masa periode Kabinet Syahrir
I, Kabinet Syahrir II, dan Kabinet Hatta.
Nama delapan anaknya adalah Theodora Atia (Dolly), Jusuf Taufik (Totok), Violet
Hanifah (Jojet), Maria Zenobia (Adek), Ahmad Sjauket, Islam Basari, Abdul Hadi, Siti
Asiah, Zuvhra Adiba, dan Sidik Salim.
Salah satu kakak KH Agus Salim yang bernama Kutiniyati Mochtar sempat
menentang keputusan homeschooling itu. Namun, sang diplomat tetap bisa
membuktikan kalau buah hatinya bisa sama cerdasnya dengan anak-anak lain yang
sekolah formal. Faktanya, banyak orang yang terkejut ketika mengetahui Theodora
Atia dan adik-adiknya bisa mengobrol menggunakan bahasa Belanda dengan
lancar.
Setelah anak-anaknya dewasa, Haji Agus Salim selalu memberitahu mereka untuk
tidak menikahi orang dari satu kampungnya. Saat itu, orang-orang Kota Gadang
terbiasa menikah dengan anggota keluarganya sendiri. Kebiasaan tersebut bisa
membuat terjadinya degenerasi keturunan dan KH Agus Salim tak menginginkan hal
itu terjadi pada keluarganya.
Untungnya, lima anaknya, Theodora Atia, Jusuf Taufik, Islam Basari, Siti Asiah, dan
Sidik Salim mengikuti saran dari sang ayah. Theodora menikah dengan seorang
rektor Universitas Islam Jakarta dan pendiri Universitas Nasional yang bernama
Soedjono Hardjodoediro, Jusuf menikah dengan Agustine Budiarti, seorang wanita
dari Jawa. Islam Basari juga menikah dengan seorang wanita jawa yang bernama
Arsyana, Siti Asiah menikah dengan laki-laki Jawa bernama Soenharyo, sementara
Sidik Salim menikah dengan Anak Agung Ayu Okka yang berasal dari Bali.
Karya-Karya yang Diterbitkan
Setelah membahas tentang jasa-jasa KH Agus Salim dalam bidang politik, hal
menarik selanjutnya yang perlu kamu ketahui di biografi ini adalah karya-karya yang
sudah dibuatnya. Ia tak hanya menulis buku sendiri tetapi juga menerjemahkan
beberapa karya.
Selain menerjemahkan karya sastra lain, ia juga menulis buku dalam berbagai
bahasa. Beberapa karyanya yaitu Riwayat Kedatangan Islam di Indonesia, Dari Hal
Ilmu Quran, Muhammad voor en na de Hijrah, Gods Laatste Boodschap,
dan Keterangan Filsafat tentang Tauchid, Takdir, dan Tawakal. Beberapa kumpulan
artikelnya juga dikumpulkan kemudian diterbitkan dengan judul Jejak Langkah Haji
Agus Salim (1954).
Jika ingin membicarakan tentang akhir hayat KH Agus Salim pada biografi ini, kamu
perlu mengetahui tentang keputusannya untuk mengundurkan diri dari dunia politik
pada tahun 1953. Keputusan itu diambil karena ia merasa usianya sudah terlalu
lanjut dan akan lebih baik jika jabatannya sebagai penasihat Kementrian Luar Negeri
digantikan oleh orang-orang yang lebih muda.
Setelah pensiun, ia mengajak istrinya untuk menemui sahabat lamanya, Prof. Kahin
di Universitas Cornell, Amerika Serikat. Selain itu, ia juga berusaha untuk
menyelesaikan buku yang berjudul Bagaimana Takdir, Tawakal, dan Tauchid Harus
Dipahamkan?
Sepulangnya ke tanah air, Haji Agus Salim jatuh sakit. Awalnya, pihak keluarga
mengira itu adalah penyakit biasa yang akan segera sembuh. Namun, siapa sangka
pada tanggal 8 November 1954 ia menghembuskan napas terakhirnya di RSU
Jakarta. KH Agus Salim kemudian menjadi pahlawan pertama yang dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Kamu masih semangat membaca biografi KH Agus Salim ini, kan? Hal selanjutnya
yang bisa kamu ketahui adalah fakta-fakta menarik seputar diplomat pertama
Indonesia.
1. Memahami dan Menguasai Sembilan Bahasa
Sejak masih sekolah, Haji Agus Salim selalu menunjukkan ketertarikan pada bahasa
asing. Sehingga ketika lulus dari Hoogere Burger School (HBS) yang setara dengan
SMA , ia menguasai tujuh bahasa asing, yaitu Perancis, Belanda, Inggris, Arab,
Turki, Jerman, dan Jepang. Kalau ditambah dengan bahasa Indonesia dan Minang,
bisa dibilang ia menguasai total sembilan bahasa.
Kefasihan berbahasa itu rupanya tidak hanya bisa dilakukan dalam satu bahasa
saja, tetapi ia bisa mengobrol bersama empat orang dengan empat bahasa yang
berbeda dalam waktu bersamaan. Buktinya adalah pada tahun 1945 ketika
menghadiri sebuah acara, ia terlihat mengobrol menggunakan bahasa Minang
dengan Buya Hamka, bahasa Inggris dengan Ismail Jamil, bahasa Arab dengan M.
Zain Djambek, dan bahasa Belanda dengan M. Syah Syafi’i.
Tak hanya bisa mengobrol menggunakan empat bahasa sekaligus, diplomat yang
memiliki perawakan kecil ini juga bisa membuat candaan lucu dalam setiap bahasa
yang dikuasainya. Mereka yang memahami candaan tersebut biasanya akan tertawa
lepas.
2. Hidupnya Sederhana
Ketika masih kecil, hidup KH Agus Salim dapat dibilang berkecukupan. Namun
setelah dewasa, ia memutuskan untuk hidup dalam kesederhanaan.
Ketika beberapa pahlawan membeli rumah sendiri, Haji Agus Salim tetap memilih
untuk mengontrak rumah. Ia bahkan berpindah dari satu rumah kontrakan ke
lainnya, mulai dari daerah Karet, Tanah Abang, Jatinegara, Petamburan,
Tuapekong, Kernolong, Gang Listrik, dan masih banyak lagi.
Kesederhanaan itu tidak hanya berlaku pada rumah tinggal dan keluarganya saja,
tetapi juga ke prinsip politiknya. Hal tersebut terbukti ketika ia menjadi delegasi
Indonesia pada perundingan Linggarjati.
Karena ia dikenal sebagai negosiator yang tangguh dan pandai berdebat, ketua
delegasi Belanda yang bernama Willem Schermerhorn berusaha untuk memberinya
uang demi memudahkan negosiasi. Namun, dengan kesederhanaannya, Haji Agus
Salim menolak sogokan itu.
3. Mudah Akrab dengan Semua Orang
KH Agus Salim termasuk orang yang sangat luwes dan tidak pernah canggung
dalam situasi apa pun. Bahkan, ia bisa mengobrol bersama orang-orang berjabatan
tinggi dengan santai.
R. Brash, duta besar Inggris untuk Indonesia pada tahun 1982–1984 pernah menjadi
saksi atas keluwesan itu. Pada tahun 1953, Haji Agus Salim mendatangi acara
penobatan Ratu Elizabeth II sebagai Ratu Inggris dan didampingi oleh R. Brash.
Namun, ketika pesta penobatan dimulai, ia melihat suami Ratu Elizabeth II,
Pangeran Phillip terlihat sangat canggung bertemu dengan seluruh hadirin yang ada
di sana. Dengan santainya KH Agus Salim mendekati pangeran yang masih berusia
32 tahun itu kemudian menunjukkan rokok kretek miliknya. Kemudian ia
menanyakan apakah sang pangeran mengenali aroma tersebut.
Dengan polosnya, Pangeran Phillip menyebutkan kalau ia tidak mengenali bau rokok
itu sama sekali. Agus Salim kemudian memberitahunya kalau rokok kretek itulah
yang membuat bangsa Inggris datang jauh hingga ke Indonesia. Mendengar hal
tersebut, sang pangeran langsung tersenyum dan menjadi lebih santai ketika
menemui tamu-tamunya.
Haji Agus Salim sering kali terlihat berkacamata, berkopiah, dan berjanggut panjang
berwarna putih. Ia sering sekali mendapatkan hinaan karena penampilannya itu.
Salah satu tokoh yang pernah memberikan hinaan itu adalah Musso, seorang tokoh
SI yang menjadi orang penting di Partai Komunis Indonesia.
Saat gilirannya berpidato mulai, tanpa menunjukkan kekesalan sama sekali Haji
Agus Salim bertanya pada hadirin tentang orang yang tidak memiliki kumis atau
jenggot itu menyerupai hewan apa. Ketika beberapa anggota SI memberikan
jawaban “anjing”, KH Agus Salim hanya tersenyum kemudian memulai pidatonya.
Mendengar suara kambing itu, KH Agus Salim langsung mengucapkan kalau beliau
senang ada beberapa kambing yang turut serta datang untuk mendengarkan
pidatonya. Kemudian ia melanjutkan dengan permintaan agar para “kambing” keluar
dari ruangan terlebih dahulu karena pidatonya itu ia tujukan pada para manusia.
Mengenal Lebih Dekat Sosok Diplomat Pertama Indonesia melalui Biografi KH Agus
Salim
Setelah membaca biografi KH Agus Salim di atas, apakah kamu semakin mengenali
sosoknya? Apakah ada inspirasi yang kamu dapatkan dari diplomat yang menguasai
sembilan bahasa ini?
Layaknya KH Agus Salim yang bisa mempelajari bahasa asing sambil tetap
memperdalam ilmu agama, kamu pun juga bisa melakukan hal yang sama. Karena
dengan begitu kamu tetap membuat kehidupan dunia dan akhiratmu seimbang.
Kalau kamu ingin mencari biografi pahlawan nasional lainnya yang bisa
menginspirasimu seperti halnya KH Agus Salim, langsung cek artikel-artikel di kanal
Tokoh website KepoGaul.com ini. Kamu bisa mendapatkan biografi presiden
pertama Indonesia, bapak tentara Indonesia, pahlawan emansipasi wanita, dan
masih banyak lagi.