Anda di halaman 1dari 11

Tugas Mata Kuliah Sejarah Pergerakan Nasional

Biografi buya agus salim

Oleh

NAMA : Agung Dwiky Pamungkas

NIM : 19010420091

DOSEN PENGAMPU : Dr.Benedictus Renny See, SH.,SE.,MH

Fakultas ekonomi

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA


Latar Belakang Kehidupan Haji Agus Salim

Haji Agus Salim lahir dengan nama kecil Mashudul Haq (berarti pembela kebenaran)
adalah putra dari Sutan Mohammad Salim dan Siti Zainab. Sang ayah terkesan oleh nama
Masyudul Haq, tokoh utama buku yang sedang dia baca. Ketika Mohammad Salim sedang di
surau beberapa hari kemudian, datang kabar gembira. Istrinya, Siti Zainab, baru saja melahirkan
seorang bayi laki-laki. Maka dinamakanlah bayi itu Masyudul Haq46. Ia dilahirkan pada tanggal
8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Kabupaten Agam (Bukittinggi), Sumatera Barat. Sebuah
wilayah yang memang banyak melahirkan tokoh-tokoh intelektual di Indonesia. Ayahnya adalah
seorang Hoofdjaksa (Jaksa Kepala) di Pengadilan Tinggi Riau dan daerah bawahannya.
Kedudukan Ayahnya sebagai Hoofdjaksa bagi penduduk pribumi termasuk berkelas dan
terhormat. Inilah sebabnya Haji Agus Salim bisa menempuh pendiidikan di ELS (Europeesche
Lagere School), yang menurut kebiasaan hanya menerima anak-anak keturunan Eropa
saja.47Setelah menamatkan sutdi di ELS, Ia melanjutkan studinya di HBS (Hogere Burger
School), sekolah yang juga rata-rata adalah anak-anak Eropa. Dengan kondisi keluarganya
tersebut, Haji Agus Salim relatif memiliki pemikiran yang terbuka dan menyadari pentingnya
sekolah bagi kemajuan zaman.Selama menempuh pendidikan di ELS dan HBS Haji Agus salim
menjadi populer dikalangan teman-temannya karena kepandaian dan prestasinya disekolah.
Sejak kecil Ia memang dikenal sebagai seorang yang cerdas, bahkan diusianya yang muda telah
mampu menguasai beberapa bahasa asing seperti: Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis,
Jepang, Jerman, dan Spanyol. Karena kedudukan ayahnya pula, akhirnya Haji Agus Salim
berhasil mendapatkan persamaan status sama dengan orang Eropa, atau istilahnya mendapatkan
status gelijkgesteld yang pada waktu itu sangat mustahil bagi orang pribumi sepertinya dapat
memperoleh status tersebut

Sebagai pemikir agama dan politik, Haji Agus Salim memiliki bakat mengarang. Banyak
karya yang dituangkannya melalui tulisan. Setelah masuk pergerakan nasional, terlebih setelah
menjadi pemimpin pergerakan, Haji Agus Salim merasa perlu untuk menyebarluaskan pikiran-
pikirannya kepada khalayak sehingga secara gencar Ia menyampaikan berbagai gagasan-
gagasannya itu melalui tulisan dimana tulisan-tulisannya tersebut telah mampu menarik minat
masyarakat Indonesia. Karangan dan buah karyanya tidak hanya tersebar diberbagai surat kabar
dan majalah, tetapi banyak pula hasil karya Haji Agus Salim yang berbentuk buku atau risalah.
Ia tidak hanya menulis tentang isu-isu politik dan agama, tetapi juga soal filsafat, sejarah,
hukum, astronomi, pendidikan, sosial dan ekonomi

Pendidikan dan Lingkungan yang Mempengaruhi Haji Agus Salim

Daerah Minangkabau sangat dikenal orang hidup dalam cengkraman adat yang ketat,
sementara agama Islam juga mempunyai akar yang kuat. Kedua unsur ini senantiasa berjalan
seiring di masyarakat Minangkabau, walau sejarah pernah pula mengenal saat-saat lain dimana
adat dan agama pernahmengalami perbedaan pendapat. Kota Gedang asal kelahiran Haji Agus
Salim ini merupakan salah satu kampung di wilayah Minangkabau. Walau demikian kecil,
namun kampung ini di kalangan orang Minang sendiri sering diperbincangkan sebagai tempat
orang pandai atau sebagai gudang sarjana. Pada masa awal Politik Etis Belanda timbul beberapa
unsur secara bertepatan yang telah mendorong pendidikan sekuler di seluruh dataran tinggi
Minangkabau, tidak kurang halnya di kota Gedang. Disebabkan oleh keterdidikan ini
makamayoritas warga Kota Gedang paling banyak memasuki dinas pemerintah

Memasuki abad ke-20, pendidikan dan ilmu pengetahuan dianggap umum sebagai
berlawanan dengan agama. Banyak anak muda ketika itu melihat agama hanya sebagai sesuatu
yang dibutuhkan oleh orang-orang kurang terdidik. Selama menempuh dan melewati masa HBS
selama lima tahun rupanya telah berhasil menjauhkan dirinya dari agama Islam, karena sangat
jelas bahwa sistem pendidikan tersebut teramat sekuler. Hanya karena keluarganya termasuk taat
beribadah secara Islam, seakan-akan ia sekedar melanjutkan tradisi. Namun Agus Salim
menemukan sebuah bukti dari percakapannya dengan ayahnya,“Ketika beliau mulai
menunjukkan kurang keyakinan kepada agama ayahnya hanya berkata, orang Belanda yang telah
melalui pendidikan tinggi di universitas pun ada yang masuk Islam”. Boleh dikatakan ketika itu
termasuk kelinci percobaan pertama orang-orang bumi putera yang diberikan pendidikan Barat.
Terlihat pula betapa besar peranan C. Snouck Hurgronje dalam merancang sebuah sistem
pendidikan yang dapat merangkul lapisan atas bangsa Indonesia masuk ke dalam kultur Belanda,
supaya mereka dapat dijadikan alat penguat kedudukan kaum kolonial di Nusantara. Kemudian
menjauhkan orang-orang dari ajaran Islam yang sampai waktu itu menyebabkan mereka menjaga
jarak dan kurang tertarik kepada pengaruh Barat.

Agus Salim adalah manusia cerdas dan kritis, ia ingin setiap orang menjadi merdeka
setidaknya sejak di pikiran. Jangan sampai menjadi orang dungu yang bisa diperintah tanpa tahu
alasan mengapa ia harus mengerjakan perintah itu. Jangan sampai menjadi orang yang dijajah
sejak di pikiran. Untuk itu, menjadi merdeka harus berani bertanya. Menjadi merdeka harus
berani berpikir. Jika manusia sudah bisa berpikir, ia tidak akan mudah disetir atau ditindas oleh
manusia yang lain. Ia telah memperlihatkan bahwasanya dia manusia yang merdeka.

Pemikiran Haji Agus Salim Tentang Islam dan Negara

Haji Agus Salim memang memiliki tempat tersendiri di hati rakyat dan intelektual
muslim. Pribadi yang sederhana, memiliki wawasan Islam yang luas, menguasai sembilan bahasa
asing dan juga pemikir modernisme Islam. Agus Salim adalah ulama sekaliguspolitisi, pendidik
yang visioner, pejuang pers yang gigih, sastrawan profetik, tokoh pergerakan nasional dan
internasional. Pengetahuannya yang luas mengenai agama Islam, dipadu dengan intelektualitas,
kesederhaaan, serta kematangan dalam berpolitik menjadikannya salah satu tokoh terkenal pada
masa perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Masalah agama dengan politik kerap sekali menjadi perbincangan dan memunculkan
perbedaan pendapat. Dalam hal ini Haji Agus Salim berkata: “Campur atau pisahnya agama
dengan politik kerap menjadi perbincangan dan menerbitkan perbedaan. Adakalanya pihak yang
memenangkan menghendaki adanya suatu peraturan. Kemudian pihak yang berkuasa
memasukkan paham agamanya kedalam hukum dan peraturan negeri, dengan pendapatnya
memaksa orang yang berlainan agama untuk menurut terhadap paham pihak yang berkuasa
waktu itu. Dan dengan itu melanggar salah satu pokok yang besar dalamagama yaitu bahwa
agama tidak membenarkan dan tidak menghendaki paksaan sebagaimana diajarkan dalam tiap
agama dan terlebih tegas sekali didalam quran. Maka haluan inipun nyata melanggar pokok yang
besar dan penting dalam azas keyakinannya yaitu pokok kemerdekaan keyakinan dan atas nama
agama nyata melakukan paksaan dalam agama

Menurut pandangan Agus Salim, bahwa manusia hidup harus dilandasi tauhid yang
teguh, kemudian bertawakal kepada Allah dan yang demikianlah yang akan memeliharakan
hidup manusia. Jika dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi dari akibat-akibat pendidikan
Belanda, bagi mereka yang memandang agama dari segi realitas yang ada pada waktu itu, maka
sangatlah berbahaya dan mengkaburkan pengertian agama yang sebenarnya. Oleh karena itu
umat Islam Indonesia mulai melakukan perubahan-perubahan penting dan pembenahan guna
mendapatkan sistem dan metode perjuangan yang lebih baik dan lebih teratur. Peristiwa di awal
abad 20 adalah sebagai tolak ukur adanya gerakan modern bagi kaum muslimin di Indonesia.
Antara lain ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi Islam, yang sekaligus merupakan
sistem dan metodebaru perjuangan umat Islam Indonesia. Sejak itu pula kekuatan umat Islam
dapat dihimpun kembali yang kemudian diarahkan guna membenahi Kembali

Pemikiran Haji Agus Salim tentang Islam adalah dari segala dimensi, Islam diposisikan
sebagai sumber acuan dalam menanggapi berbagai hal yang Haji Agus Salim temui. Sedangkan
isi kandungan pesan Haji Agus Salim antara lain, agar umat Islam tetap mempertahankan
eksistensi dan identitas keIslaman mereka walau berada di tengah-tengah ancaman dan tekanan
secara ideologi maupun secara fisik. Menurut Haji Agus Salim kita seharusnya mengenalkan
Islam dengan cara menaikkan Islam itu sendiri tanpa menjatuhkan agama lain dan juga
membanding-bandingkannya.63Dalam merealisasikan Islam di masyarakat, tentunya tidak dapat
dipisahkan dari persentuhannya dengan kebudayaan lokal. Di sinilah diperlukannya kearifan
dalam mengawinkan antara keduanya, sehingga nantinya akan menghindarkan benturan antara
nilai-nilai agama dan budaya. Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur penting,
yaitu unsur tanah dan unsur ruh yang ditiupkan Allah kedalam tubuhnya.Untuk melihat
bagaimana peranan agama Islam dalam bernegara menurut pemikiran Haji Agus Salim, terdapat
pendapat-pendapat dari beberapa tokoh yang mengenal Haji Agus Salim. Ahmad Syafii Maarif
mengutarakan pertanyaan dan pendapat yang disampaikan pada Muhammad Roem murid
tentang bagaimana jawaban Haji Agus Salim bila ditanya tentang persoalan Islam dan negara

Karier Politik Haji Agus Salim

Karena gagal melanjutkan pendidikannya, pada tahun 1906 Agus Salim berangkat ke
Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja sebagai penerjemah di Konsultan Belanda karena diketahui ia
sedikitnya telah menguasai 7 bahasa asing yaitu Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang,
dan Jerman. Di Jeddah, Ia memperdalam ilmu agama pada pamannya yaitu Syech Ahmad Khatib
yang juga imam Masjidil Haram dan disana juga Ia mempelajari tentang diplomasi. Setelah
kembali dari Jeddah, Agus salim mendirikan sekolah Hollansche Inlandsche School (HIS) dan
kemudian Ia juga masuk dalam pergerakan nasional.

Sejak tahun 1915, Agus Salim terjun di dunia jurnalistik, Ia bekerja sebagai Redaktur II
di Harian Neratja lalu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Selanjutnya Ia menikah dengan
Zaenatun Nahar, dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai 8 orang anak. Setelah menikah,
karier jurnalistik Agus Salim tetap berjalan, Ia menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di
Jakarta, lalu Ia mendirikan Surat kabar Fadjar Asia dan juga Ia menjadi Redaktur Harian
Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan
Oemoem (AIPO).

Bersamaan dengan itu, Agus Salim mengawali kariernya di bidang politik di SI (Sarekat
Islam) bersama dengan H.O.S Tjokroaminoto dan juga Abdul Muis. Namun H.O.S
Tjokroaminoto dan Abdul Muis yang pada saat itu sebagai wakil SI keluar dari Volksraad,
Kemudian Agus Salim menggantikan mereka di lembaga tersebut selama 4 tahun yaitu dari
tahun 1921 hingga 1924.Tetapi seperti pendahulunya, Ia merasa bahea perjuangan dari dalam
tidak membawa manfaat dan akhirnya ia memutuskan keluar dari Volksraad dan fokus pada
Sarekat Islam.

Pada tahun 1923, mulai muncul perpecahan di SI. Semaun mengharapkan bahwa SI
menjadi organisasi yang condong ke kiri, namun Agus Salim dan Tjokroamnoto menolak,
Akhirnya Sarekat Islam terbelah menjadi 2. Semaun membentuk Sarekat Rakyat dan berubah
menjadi PKI, sedangkan Agus Salim dan Tjokroamnoto tetap dengan Sarekat Islam.
Selain menjadi salah satu pendiri Sarekat Islam, Agus Salim juga menjadi salah satu
pendiri Jong Islamieten Bond yang membuat suatu dongkrakan guna meluluhkan doktrin
keagamaan yang kaku. Agus Salim juga pernah menjadi anggota PPKi pada masa kekuasaan
Jepang.

Ketika Indonesia merdeka, Agus Salim diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan
Agung. Karena kepandaiannya dalam berdiplomasi, kemudian Agus Salim diangkat menjadi
Menteri Muda Luar Negeri dikabinet Syahrir I dan II dari 12 Maret 1946 hingga 3 Juli 1947.
Lalu Ia menjadi Menteri Luar Negeri di kabinet Hatta dari 3 Juli 1947 hingga 20 Desember
1949. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, Agus Salim diangkat menjadi Penasehat Menteri
Luar Negeri. Atas prestasinya dalam bidang diplomasi, dengan badan yang kecil Agus Salim
dikalangan diplomatik dikenal sebagai The Grand Old Man

Menteri Di Kabinet Republik Indonesia


Kepiawaiannya berdiplomasi membuat Sutan Syahrir mempercayai Haji Agus Salim
menjabat dalam Kabinet Syahrir I dan II serta menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet
Mohammad Hatta. Sesudah pengakuan kedaulatan Agus Salim ditunjuk sebagai penasehat
Menteri Luar Negeri.

Dengan badannya yang kecil, di kalangan diplomatik Agus Salim dikenal dengan julukan The
Grand Old Man, sebagai bentuk pengakuan atas prestasinya di bidang diplomasi. Sebagai pribadi
yang dikenal berjiwa bebas.

Dia tak pernah mau dikekang oleh batasan-batasan, bahkan dia berani mendobrak tradisi
Minang yang kuat. Tegas sebagai politisi, tapi sederhana dalam sikap dan keseharian

Dia berpindah-pindah rumah kontrakan ketika di Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta. Di


rumah sederhana itulah dia menjadi pendidik bagi anak-anaknya, kecuali si bungsu, bukan
memasukkannya ke pendidikan formal.

Haji Agus Salim Wafat

Haji Agus Salim wafat pada 4 November 1954 dalam usia 70 tahun. Ia kemudian
dimakamkan di taman makam pahlawan Kalibata, Jakarta.

Atas Jasa jasa agus Salim terhadap Negara maka pemerintah Indonesia kemudian
memberikan gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Haji Agus Salim pada tanggal 27
Desember 1961 melalui Keppres nomor 657 tahun 1961.

Sebagai intelektual kelas dunia sekitar awal 1953 Haji Agus Salim diundang sebagai guru
besar tamu pada semester musim semi untuk memberikan kuliah tentang agama Islam di Cornell
University di Ithaca Amerika Serikat. Di samping itu ia diminta memberi ceramah tentang
Pergerakan dan Cita-Cita Islam Indonesia di Princeton University Amerika Serikat. Rekaman
kuliah Haji Agus Salim di Cornell University diterjemahkan oleh J. Taufik Salim, putra kedua
Haji Agus Salim dan diterbitkan menjadi buku Pesan-Pesan Islam dalam edisi bahasa Indonesia.

George McT Kahin menyebut Kuliah Islam Haji Agus Salim di Amerika Serikat tahun
1953 banyak menimbulkan minat di kalangan kaum mahasiswa. Karena sebelumnya belum
pernah ada guru besar muslim yang memimpin program dimaksud di kampus terkemuka di
negara Barat.

Pada tahun 1952 Haji Agus Salim dan Ibu Zainatun Nahar memperingati ulang tahun
perkawinan ke-40. Menurut beliau, perkawinan berbahagia 40 tahun bukanlah atas teori beliau,
melainkan dengan izin dan keridhaan Allah. Kalau Tuhan menghendaki bisa saja kami bercerai
berpisah dalam waktu yang kami sendiri tidak merencanakannya terlebih dahulu. Maka Tuhanlah
yang memelihara perkawinan kami ini, sampai berlangsung 40 tahun, dan tetap dengan
kepercayaan kepada Allah juga kami akan teruskan perkawinan ini. Haji Agus Salim memasang
pada dinding rumahnya kaligrafi ayat Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 29 yang
terjemahannya “Alangkah baiknya jika engkau masuk ke dalam surgamu engkau katakan Masya
Allah, tidak ada kekuatan kecuali pada Allah.”  Menurut beliau, surga dimaksud dalam ayat itu
ialah rumah tangga yang berbahagia.

Panitia Peringatan Hadji A. Salim Genap Berusia 70 Tahun tanggal 8 Oktober 1954, dari
kawan-kawan, pencinta, pengikut dan murid-muridnya memprakarsai penerbitan khusus sebagai
penghormatan dan penghargaan yaitu buku Djedjak Langkah Hadji A. Salim: Pilihan Karangan,
Utjapan dan Pendapat Beliau Dari Dulu Sampai Sekarang.

Haji Agus Salim diminta oleh pimpinan PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri)
Yogyakarta (kini UIN Sunan Kalijaga) untuk memberi kuliah tentang dakwah Islam. Ia
menyambut baik undangan mengajar sebagai guru besar di PTAIN dan kemudian mengajukan
permohonan berhenti sebagai Penasihat Utama Kementerian Luar Negeri agar bisa lebih fokus
mengajar. Akan tetapi Menteri Luar Negeri Prof. Mr. Soenarjo tidak mengizinkan Haji Agus
Salim berhenti dari jabatan Penasihat Kementerian Luar Negeri, meski beliau akan bertugas
mengajar di PTAIN Yogyakarta. Di saat usianya menjelang 70 tahun dan sekembali dari
memberi kuliah di Amerika Serikat, Haji Agus Salim bermaksud menulis semua pemikiran yang
pernah disampaikannya dalam sebuah buku dan menyelesaikan karangan mengenai Tafsir Al-
Qur’an. Rupanya Allah berkehendak lain sebelum rencana tersebut terwujud.

Haji Agus Salim berpulang ke rahmatullah tanggal 4 November 1954 setelah beberapa
hari dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jenazahnya
dimakamkan dengan upacara kenegaraan esok harinya di Taman Makam Pahlawan Kalibata,
diantar oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dan disaksikan oleh puluhan ribu rakyat. Haji
Agus Salim tutup usia satu bulan setelah memperingati ulang tahun ke-70. Ia merupakan “orang
pertama” yang dimakamkan di TMP Kalibata.

Negara memberikan penghargaan atas jasa-jasa Haji Agus Salim sebagai pemimpin
bangsa yang besar peranannya dalam perjuangan merebut, menegakkan dan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Presiden Soekarno pada 27 Desember 1961 menganugerahkan gelar
Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepada almarhum Haji Agus Salim. Selain itu pemerintah
meresmikan nama Jalan H. Agus Salim di daerah Menteng – Jakarta Pusat, tepatnya di jalan
rumah tempat tinggal Haji Agus Salim, yang sebelumnya bernama Jalan Gereja Theresia.

Presiden Soeharto pada 12 Agustus 1992 memberikan penghargaan tertinggi Tanda


Kehormatan Bintang Republik Indonesia Utama kepada almarhum Haji Agus Salim sebagai
tokoh perancang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Setengah abad dari usia Haji Agus Salim yang 70 tahun dihabiskan dalam tugas dan bakti
bagi kepentingan bangsa dan tanah air sebagai ibadah kepada Allah. Salah seorang cucunya yaitu
Ibu Maryam dalam wawancara majalah Intisari No 137, Desember 1974 menuturkan, “Opa
tidak meninggalkan warisan berupa harta. Namun beliau meninggalkan warisan yang lebih
berharga, yaitu nama baiknya sebagai orang yang pandai dan jujur.”

Semoga Allah SWT memberi tempat yang penuh kemuliaan kepada arwah almarhum
Haji Agus Salim dalam kehidupan di alam akhirat yang kekal.

Anda mungkin juga menyukai