Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH SINGKAT

JUDUL:
PEMIKIRAN NEGARA ISLAM OLEH H. AGUS SALIM:
ANALISIS ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS DAN
AKSIOLOGIS

MATA KULIAH : FILSAFAT ILMU


DOSEN PENGAMPU : Dr. Surwandono, S.Sos., M.Si.

Oleh:
GANENDRA WIDIGDYA
20130510007

PROGRAM SARJANA STRATA-1


JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013
0
PEMIKIRAN NEGARA ISLAM OLEH H. AGUS SALIM:
ANALISIS ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS DAN AKSIOLOGIS

I. Dasar Pemikiran

Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang diampu oleh Dr.
Surwandono, S.Sos., M.Si mengenai telaah terhadap filsafat pemikiran negara Islam dengan
pendekatan landasan berpikir filsafat ilmu, maka penulis berupaya untuk mencari literatur
dan bahan bacaan lanjutan tentang pemikiran tokoh mengenai konsep Negara Islam yang
berkembang di Indonesia. Pemilihan perkembangan pemikiran tokoh mengenai konsep
Negara Islam yang terjadi di Indonesia ini menjadi pilihan agar dalam memahami pemikiran
Negara Islam tersebut, menjadi sangat kontekstual dengan dinamika yang terjadi di
Indonesia.
Negara Islam adalah konsep pemikiran terkait hubungan antara negara dan agama
(khususnya Islam) yang menjadi pembahasan sangat penting terutama pada saat perumusan
dasar-dasar negara Indonesia di awal rangkaian upaya persiapan Indonesia untuk mengisi
kemerdekaan pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sebenarnya terdaapat banyak
tokoh pemikir Negara Islam kala itu seperti H.O.S. Tjokroaminoto, Ki Bagoes Hadikusumo,
K.H. Wachid Hasyim, Muhammad Natsir, Abiskusno Tjokrosoeroso, Abdul Kahar Muzakkir
dan lain-lain. Namun diantara para tokoh pemikir Negara Islam tersebut yang menurut
penulis memiliki kedekatan dengan aktifitasnya sebagai pelaku sejarah hubungan
internasional di Indonesia adalah H. Agus Salim seorang tokoh yang diakui kepiawaiannya
sebagai salah satu diplomat pertama di Indonesia pasca kemerdekaan yang diiringi dengan
pemahamannya dan kampanyenya yang tinggi terhadap nilai-nilai keislaman di Indonesia.
Sehingga diharapkan dengan pemilihan tokoh H. Agus Salim ini, tidak saja berupaya
memenuhi identifikasi terhadap telaah pemikiran H. Agus Salim terhadap konsep Negara
Islam namun dapat dilihat juga keragamannya dari paparan internasional yang diperoleh dari
H. Agus Salim sebagai intelektual dan pelaku sejarah hubungan internasional awal di
Indonesia.

1
II. Dasar Teori

Menurut Jujun Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar


Populer, landasan berpikir dalam Filsafat Ilmu dibagi menjadi 3 (tiga) analisis utama yaitu:

1. Landasan Ontologis:
Landasan yang mempelajari tentang apa yang ingin diketahui dari sebuah pemikiran
ataupun ilmu atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori
tentang kebradaaan sesuatu. Sehingga melalui landasan ini dapat diketahui asal-usul
tentang suatu pemikiran, bagaimana sumber logikanya dan basis logis yang menyusun
pemikiran tersebut sehingga suatu hal ataupun suatu pemikiran tersebut dapat terjadi
hingga sedemikian.

2. Landasan Epistemologis:
Landasan yang membahas secara mendalam tentang segenap proses yang terlibat
dalam suatu usaha memperoleh suatu pengetahuan atau pemikiran. Landasan ini akan
berupaya mengkaji mekanisme untuk melihat tata laksana maupun proses sebuah alur
pemikiran atau pengetahuan. Pada landasan epistemologis ini digunakan logika
analogi, silogisme, premis mayor dan premis minor.

3. Landasan Aksiologis:
Landasan yang membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan
yang didapatkan. Landasan ini akan menelaah sebuah pengetahuan dan pemikiran dari
sisi untuk apa berupa pengkajian terhadap apa manfaat atau apa keuntungan yang bisa
didapat dari pengetahuan ataupun pemikiran tersebut.

2
III. Analisis Pemikiran

Berdasarkan informasi dari beberapa literatur dan bahan bacaan tambahan, pemikiran
H. Agus Salim terhadap Negara Islam dapat dijabarkan dengan pendekatan landasan filsafat
ilmu dengan pembahasan sebagai berikut:

1. Landasan Ontologis:
H. Agus Salim lahir di desa Koto Gadang, Bukittinggi Sumatera Barat tanggal 8
Oktober 1884 dengan nama kecil Masyudul Haq (artinya: pembela kebenaran). H. Agus
Salim berasal dari lingkungan keluarga terkemuka pada masyarakat adat Minangkabau
sebagau putra dari Sutan Muhammad Salim bekas jaksa Pengadilan Negeri di wilayah
Riau. Kedudukan sebagai pejabat daerah dari orang tuanya inilah yang memudahkan bagi
H. Agus Salim untuk bisa leluasa masuk sekolah Belanda yang waktu itu, hanya
diperuntukkan buat anak-anak non-pribumi dan pejabat atau priyayi saja. Pada masa HBS
ini ia kos di rumah Keluarga The Koks dengan gaya yang sangat kebarat-baratan. Inilah
yang, membuatnya mengenal konsep-konsep Barat seperti sosial demkcrat sekaligus
menjauh dari Islam. Pada berbagai kesempatan ketika dewasa, H. Agus Salim
mengisahkan masa-masanya ini sebagai masa dimana ia cukup menjauh dari Islam.
Setelah 5 tahun di HBS, pada tahun 1903 beliau lulus sebagai siswa HBS terbaik se-
Indonesia.
Pengaruh intelektualitas H. Agus Salim pada masa beranjak dewasa merujuk kepada
buku-buku karya C.Snouck Hurgronye. Kekagumannya menghantarkannya ke Batavia dan
bertemu dengan Hurgronye yang kemudian menawarinya bekerja sebagai Konsul Belanda
di Jeddah, Arab Saudi. Masa selama menjadi petugas konsul di Jeddah Inilah yang
membuat H. Agus Salim kembali kepada kedekatan dengan nilai-nilai Islam. Selama di
Arab Saudi, H. Agus Salim menghabiskan waktu senggangnya untuk belajar Islam dari
sumber-sumber asli, berbahasa Arab bahkan sempat berguru pada Syekh Ahmad Khatib
seorang Guru Mahzab Syafii sekaligus Imam Besar di Masjidil Haram yang berasal dari
Sumatra Barat, Indonesia.
Ketika akhirnya aktif terjun dalam gerakan politik, ujung tombak kegiatannya
mengutamakan pemberdayaan rakyat kecil dimulai dari bergabung sebagai pemimpin
utama Sarikat Islam (SI) yang kemudian ia keluar dan membentuk Partai Penyadar
(1936), misi partai adalah menyadarkan umat manusia berpegang teguh pada Al Quran
3
dan Sunah Rasul, dengan kegiatan utama memberdayakan kelompok masyarakat untuk
membangkitkan kemampuannya melalui Persatuan Pedagang Pasar, Persatuan Sopir
Oplet, Perkumpulan Buruh Batik, dan seterusnya.

2. Landasan Epistemologis:
Pemikiran Agus Salim mengenai agama Islam terutama dikaitkan dengan posisi Islam
dalam kehidupan bernagara dipercayai bersifat progresif dan liberal yang didapatnya
terutama ketika ia banyak mempelajari Islam langsung dari sumber berbahasa Arab dan
Guru Besar di Masjidil Haram pada saat ia bertugas menjadi penerjemah pada konsulat
Belanda di Jeddah. Agus Salim sering disebutkan sebagai perintis pemikiran
neomodernisme di Indonesia yang mana pola pemikirannya tentang Islam yang bersifat
progresif dan liberal. Pola pemikiran tersebut sangat erat kaitannya dengan caranya
memberi pemahaman dan mengenalkan Islam dengan cara menaikkan Islam itu sendiri
tanapa menjatuhkan agama lain dan juga membanding-bandingkannya.
Mengenai Al-Quran Agus Salim berpendapat bahwa isi dari Al-Quran itu harus kita
pahami secara konstektual yaitu sesuai dengan tempat dan waktunya, dan dia juga
menyatakan bahwa Al-Quran harus dibaca berulang-ulang untuk dapat mengerti isinya.
Agus Salim mengungkapkan suatu pemahaman Islam yang salah yang terjadi Indonesia
pada 1953 yang pada waktu itu sebagian besar penduduknya hidup dalam sektor pertanian,
saat itu sektor agama sangat dikuasai oleh guru pengajar Islam di pondok-pondok
pesantren dan surau yang terpaku pada fikih, yang tidak mengalami perubahan berarti dan
karena dan karena itu tidak menampung perkembangan dinamika dunia. Menurut Agus
Salim dari situlah muncul kecenderungan konservatif yang sulit menerima inovasi untuk
dipertautkan dengan pikiran keagamaan, yang akibatnya untuk dapat membedakan apa
yang dapat diterima atau tidak adalah dengan menolak semua hal yang dibawa oleh
pemikiran asing dan nir-Islami.
Agus Salim juga mengungkapkan pemikirannya mengenai ibadat, menurutnya ibadat
itu harus dilaksanakan dengan dorongan niat dan pelaksanaan yang ikhlas inilah yang
terutama dipegang dalam melaksanakan ajaran Islam. Pemikirannya yang menunjukkan
perspektif yang progresif terlihatdari perkataannya bahwa teks dari Al-Quaan harus
dimaknai secra kontekstual, dan kita dapat melihat contohnya pada pemikiran Agus Salim
mengenai maslah jilbab atau kerudung yang terdapat pada surat Al-Ahzab ayat 59, di sini

4
Agus Salim mengisyaratkan pemahaman yang lebih konstektual dengan memperhitungkan
sebab turunnya (asbabul-nuzul) ayat tersebut.
Pada tataran Islam dalam politik luar negeri, H. Agus Salim mengenai konsep Pan-
Islamisme (persatuan dunia Islam), namun pada konsep ini H. Agus Salim lebih
menekankan kepada kerjasama non-politis daripada yang bersifat politis dan baginya ide
Pan-Islamisme tak harus berbentuk khilafah Islamiyah tetapi lebih pada kedekatan
emosional-religius sebagai faktor pemersatu antar negara-negara Islam.

3. Landasan Aksiologis:
Dampak dari pemikiran H. Agus Salim tentang konsep Negara Islam atau hubungan
antara negara dan agama (khususnya Islam) dalam berbagai aktivitasnya sebagai salah satu
founding fathers Indonesia adalah penekanan tentang pentingnya ketuhanan sebagai
fundamen negara serta perlunya jaminan yang tegas mengenai kemerdekaan warga dalam
undang-undang dasar yang dilandaskan nilai-nilai Islam yang kontekstual sesuai dengan
dinamika keadaan dan kewilayahan daerah tersebut. Pemikiran agama dalam negara yang
disampaikan oleh H. Agus Salim juga mengenalkan konsep nasionalisme yang Islami
sebagaimana tulisan beliau pada Fajar Asia (No.170 Tahun 1928) yang menyampaikan
bahwa gagasan nasionalisme Eropa yang meminggirkan Tuhan karena berlandaskan
material minded yang akhirnya menuju kepada pembunuhan massal dan perperangan
sebagaimana yang dilakukan oeh Hitler itu adalah tidak benar. Nasionalisme itu
hendaknya bertujuan kepada hak keadilan dan keutamaan yang batasnya dan ukurannya
telah ditentukan oleh Allah S.W.T.
Terkait konsep Islam pada tata negara, H. Agus Salim menjunjung tinggi peran negara
untuk menjamin hak-hak Islami yang berlandaskan keadilan bagi seluruh masyarakat
dimana menurut H. Agus Salim yang selalu digolongkan dalam kelompok Islam ini,
bahwa menurutnya paham undang-undang dasar itu sebenarnya tidak menjadi persolan
paham apa yang dianut namun hukum dasar harus selalu memiliki pagar-pagar penjaga
agar keadilan dapat tetap berlaku. Sehingga pemahaman dan konsep kesadaran yang tinggi
terhadap keadilan dalam kehidupan bernegara ini menjadikan H. Agus Salim sebagai salah
satu tokoh terkemuka dalam penyebarluasan konsep sosialisme Islam sebagai tentang
ketidakberpisahan individu dan masyarakat (fardhu ain dan fardhu kifayah) dan sebagai
konsep yang menekankan kepada perjuangan keadilan dan kesetaraan sosial-ekonomi

5
yang dengan tegas menyatakan bahwa keadilan sosial-ekonomi yang bersifat material itu
jangan sampai mengacu kepada penghambaan terhadap harta duniawi.

IV. Kesimpulan
Adapun kesimpulan terkait pemikiran H. Agus Salim terhadap konsep Negara Islam
berdasarkan analisis landasan Filsafat Ilmu dengan pendekatan Ontologis, Epistemologis dan
Aksiologis dapat dipahami sebagai berikut:
Berdasarkan analisis landasan Ontologis, pemikiran H. Agus Salim terhadap konsep
negara Islam sangat dipengaruhi oleh latar belakang dinamika proses pendidikan,
perjalanan karir serta lingkungan pembentuk pola pikir H. Agus Salim baik dari sisi
tokoh yang berpengaruh dalam kehidupannya maupun dinamika ilmu pengetahuan,
kebijakan politik maupun konstelasi pengaruh internasional kala itu baik ketika ia
beranjak dewasa di Batavia maupun ketika ia mempelajari Islam lebih dalam ketika
melakukan tugas di Jeddah, Saudi Arabia.
Berdasarkan analisis landasan Epistemologis, pemikiran H. Agus Salim terhadap konsep
negara Islam bersumber dari pemahaman beliau mengenai agama yang pada esensinya
harus dipahami dengan pendekatan yang kontekstual dan dinamis. Nilai-nilai dasar
agama (dalam hal ini Islam) harus dipegang teguh namun yang dikejar adalah substansi
bukan sekedar aksi tanpa makna. Sehingga dasar pemikiran H. Agus Salim dalam konsep
bertata negara adalah mengutamakan esensi ke-Islaman bukan sekedar jargon-jargon ke-
Islaman yang ternyata apabila ditelaah secara mendalam malah tidak Islami.
Berdasarkan analisis landasarn Aksiologis, pemikiran H. Agus Salim terhadap konsep
negara Islam ini bermanfaat untuk memberikan keanekaragaman dalam diskurus konsep
negara Islam yang terlalu kaku pada saat perumusan dan perdebatan tentang dasar negara
yang sangat beragam kepentingan dan juga etnis budaya. H. Agus Salim juga
menunjukkan sebuah konsep esensi dimana memposisikan peran Agama Islam dalam
ketatanegaraan adalah sebagai konsep yang penuh kasih dan damai serta mengutamakan
penjaminan keadilan mendasar bagi setiap warga negara.

6
V. Referensi

Latif, Yudi., Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalistas dan Akutalitas Pancasila,


Jakarta, Gramedia Pustaka, 2012.

Setiadi, Purwanto dkk., Agus Salim: Diplomat Jenaka Penopang Republik, Majalah
Berita Mingguan Tempo Edisi 12-18 Agustus 2013; Edisi Khusus Kemerdekaan, , Jakarta,
Tempo Media Inti, 2013.

Suriasumantri, Jujun., Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka


Sinar Harapan, 2009.

Anda mungkin juga menyukai