Oleh :
M. Akbar R. Alfarizy
Email : Akbarrizkyalf@gmail.com
Universitas Islam Negeri Bandung
Jalan.A.H. Nasution No.105,Cibiru, Bandung 40614
Pengantar
1
12Hasyim muzadi, 99 Kyai Nusantara (Riwayat, Perjuangan dan Doa), (Yogyakarta: Kutub, cet. i,
2006), hlm. 287.
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN HASYIM MUZADI
Profil, Biodata dan Biografi Lengkap KH. Hasyim Muzadi – Tak bisa dipungkiri bahwa Islam di
Indonesia merupakan Islam yang begitu banyak mendapatkan perhatian dari dunia internasional.
Islam di Indonesia dikatakan lebih bisa menjaga perdamaian dengan toleransi keberagamaan yang
sangat tinggi. Ada banyak tokoh Islam toleransi yang muncul di Indonesia. Bukan saja diakui di
Indonesia, para ulama yang menjunjung tinggi toleransi dalam beragama ini juga mendapatkan
apresiasi yang sangat luar biasa dari dunia internasional.
Selain Gus Dur, nama besar ulama Indonesia yang sepak terjangnya diakui oleh dunia
internasional adalah sosok profil KH. Hasyim Muzadi. Sama dengan Gus Dur, KH. Hasyim Muzadi juga
adalah seorang Ketua Umum PBNU yang notabene adalah organisasi Islam terbesar bukan saja di
Indonesia, namun juga di dunia. Pemikiran-pemikiran cerdas dari KH. Hasyim Muzadi ini begiu
brilian dan sangat relevan dengan perkembangan Islam kekinian. Selalu banyak yang menantikan
ulasan dan pendapat beliau terkait masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat maupun negara,
terutama mengenai radikalisme.
Hasyim Muzadi dilahirkan di Tuban pada tanggal 8 Agustus 1944, dari pasangan Muzadi dan
Rumiyati. la merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara. Secara geografis Tuban terletak
dibagian Utara Pulau Jawa, tepatnya perbatasan Kabupaten Lamongan dan Bojonegoro. Di daerah
inilah ia menghabiskan, masa kecilnya. Hasyim menikah dengan Muthomimah dan dikaruniai 6 anak,
yakni 3 putra dan 3 putri. Di masa kecilnya ia berada dalam kehidupan yang tidak serba
berkecukupan sehingga ia menjadi sosok pribadi yang pantang menyerah. Tak heran jika anak ke-
tujuh dari delapan saudara ini mencanangkan kalimat "Tiada hari tanpa perjuangan", sebagai motto
hidupnya.2
Hasyim Muzadi, begitu akrab disapa, menempuh pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah
di tanah kelahirannya Tuban pada tahun 1950-1953 lalu ia pindah ke Sekolah Dasar (SD) Tuban
sampai lulus pada 1955. Setelah itu ia melanjutkan ke Sekolah. Menengah Pertama (SMP) Negeri di
kota yang sama hanya menempuh satu tahun yakni dari tahun 1955-1956. Lalu ia pindah ke Pondok
Pesantren Gontor dengan menempuh pendidikan KMI selama enam tahun tercatat dari 1956-1962.
Lulus dari Gontor ia pindah ke Pondok Pesantren Senori tuban tak lama kemudian ia pindah ke
pondok pesantren lasem pada tahun 1963. Setelah ia selesai berkeliling dari satu pondok ke pondok
yang lain ia melanjutkan pendidikan tingginya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Malang dari
tahun 1964-1969. Sedangkan pendidikan non-formalnya ia tempuh di pondok pesantren Gontor dan
tamat pada tahun 1963.
Cara pandang KH. Hasyim Muzadi yang selalu bisa menenangkan adalah kelebihan beliau
dalam menghadapi persoalan bangsa. Dalam perjalanan karirnya, KH. Hasyim Muzadi tidak bisa
dilepaskan dari Nahdlatul Ulama. KH. Hasyim Muzadi semenjak masih muda sudah berkecimpung di
ke NU an, dan ini kelihatannya sudah mendarah daging. Keilmuan beliau mengani Islam tentu kita
sepakat bahwa beliau adalah Ulama besar yang sangat mumpuni di berbagai bidang ilmu agama.
Di Indonesia, sosok profil KH. Hasyim Muzadi ini dikenal sebagai seorang Ulama yang dikenal selalu
membawa nafas nasionalis dan pluralis. Sama seperti pendahulunya, Gus Dur, KH. Hasyim Muzadi
selalu membawa nafas nasionalisme anti radikalisme dan selalu menjaga kerukunan antar umat
beragama melalu nafas pluralisme. Perjuangan KH. Hasyim Muzadi untuk Nahdlatul Ulama dan
Indonesia tentu kita semua sudah mengetahuinya, terutama dalam menjaga NKRI dari ancaman
radikalisme.3
Pemikiran hasyim muzadi salah satunya pemikiran pluralisme keagamaan. Ada tiga
pandangan penting beliau yang bisa ditangkap, yaitu prinsip Islam Rahman Lil Alamin sebagai solusi
alternatif atas persoalan bangsa dan dunia selama ini, pendekatan dialog peradaban, dan
pluralisme sebagai Humanisme.
2
SK PBNU No 3302/Tanf/B/x-65, 3 Oktober 1965 dalam Greg Fealy, Ijtihad Politik…,
3
Ibid, hlm. 328
Warna keberagamaan (Islam) yang "khas" masyarakat di Indonesia tengah menghadapi
gugatan dengan kehadiran penomena radikalisme beberapa tahun terakhir ini. Ditengah serbuan
berbagai arus informasi, pemikiran dan idiologi yang masuk ke nusantara, saatnya NU sebagai
organisasi yang sejak awal menempatkan dir sebagai subyek kebangsaan dengan misi sosial
keagamaan yang memiliki ciri fakih fi mashalalihi-l-khalgi yakni yang selalu berpikir tentang
kemaslahatan umat manusia merekonsepsi ulang gerakannya. Sejak berdiri tahun 1926
permasalahan yang menjadi tantangan NU adalah tantangan global yaitu dengan bangkitnya faham
fundamentalisme agama dengan menggunakan baju wahabi dan puritanisme, dan kolonialisme yang
merajalela dengan mengeskploitasi kekayaan bangsa bangsa muslim dengan gagasan modernisasi
dan liberalisasi sebagai pintu masuknya.
Dalam pandangan Hasyim Muzadi, agar Islam bisa mewujud menjadi islam yang Rahmatan
Lil Alamin harus bertumpu pada dua hal. Pertama, islam dalam menyelesaikan konflik global
hendaknya mengutamakan pendekatan dialog. Kedua, implementasi Islam harus dibangun
berdasarkan kecerdasan dan ketakwaan dalam arti agama hendaknya diposisikan dalam dimensi
kemanusiaan secara proporsional yang nantinya akan membentuk keshalihan individual. Kedua hal
tersebut pada tataran praktisnya saling berkait, saling mengisi yang tidak bisa dipisahkan antara
yang satu dengan yang lainnya. 102
Menurut Hasyim Muzadi, pluralisme yang diperjuangkan oleh Nahdlatul Ulama di Indonesia
adalah pluralisme sosiologis bukan plurarisme teologis. Pluralisme teologis justru merugikan teologi
semua agama. Tidak ada keimanan atau keyakinan "tahu campur" dalam agama. Konsep pluralisme
kembali marak dibicarakan menyusul meninggalnya KH Abdurrahman Wahid yang disebut oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Bapak Pluralisme.
Menurut Hasyim, masalah teologi dan ritual adalah hak original agama masing-masing yang
tidak boleh dicampuri dari luar. Sehingga doa bersama lintas agama bukanlah tukar-menukar
teologi tau keimanan, namun sekedar tempat dan waktu yang bersamaan.
Secara objektif fakta dilapangan menunjukan bahwa, bangsa ini dalam kondisi pecah belah
kerusuhan dan konflik berkepanjangan yang hampir tiada ujung. Wilayah Indonesia yang begitu
luasnya terdapat sejumlah daerah yang sampai hari ini masih dalam situasi konflik berkepanjangan,
mulai dari konflik sara, etnis, separatisme dan juga konflik-konflik politik serta agama. Misalnya
bisa disebutkan sejumlah daerah yang menjadi titik rawan konflik seperti Aceh, Maluku, Ambon,
Kalimantan Timur, Papua Irian Jaya, Makasar, dan sebagainya. Komitmen dan konsepsi Hasyim
Muzadi berkaitan dengan fenomena keagamaan akan dijelaskan pada bagian berikut.4
4
Muh Hanif Dhakiri, NU Jimat NKRI dan Jimat Islam Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, cet. i, 2013),
Pluralisme keberagamaan Indonesia dalam pandangan Hasyim sebagaimana diungkapkan
Anshori adalah bagaimana agama-agama menampilkan dimensi kemanusiaannya yaitu hidup
berdampingan berkembang diatas fundamen tradisi agama yang saling menghormati, tradisi gotong
royong, tradisi musyawarah dan dialog serta budaya santun.
Menurut Hasyim, siapa yang mempunyai pandangan yang sama terhadap nilai humanisme ini
adalah saudara kita. Kemudian jika menginginkan ber-Islam, dia cukup melakukan ritual dan
keimanan. Menurut Hasyim pula keimanan tidak mungkin dipaksakan. Ritual adalah sesuatu yang
berada diluar akal kita, karena bentuk dan metodenya telah ditentukan tuhan. 116
Hasyim Muzadi berpendapat bahwa kerjasama antara agama dapat dilakukan pada dimensi
humanisme. Sementara dalam soal keyakinan diperselisihkan berbeda. Tapi baik islam maupun
kristen tentu tidak tega melihat rakyat menderita. Pada titik inilah perlu dibangun kerjasama, bahu
membahu satu dengan yang lainnya tanpa membedakan keyakinan yang satu dengan keyakinan
lainnya. Karenanya bisa dimengerti bahwa untuk masalah hubungan NU dengan agama agama lain
sangat baik dan sejati. Jadi bukan hubungan yang “pura pura” dan penuh dusta. Apalagi di
indonesia, suatu negara yang tidak pernah mengalami tekanan antar agama.5
KESIMPULAN
Dari pembahasan tentang pemikiran pluralisme keagamaan Hasyim Muzadi sebagaimana
dipaparkan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
I. Sebagai seorang tokoh yang pernah memimpin sebuah organisasi keagamaan terbesar di
Indonesia, Hasyim Muzadi memiliki beberapa pemikiran, diantaranya adalah tentang pluralisme
agama. Pemikiran Hasyim Muzadi dalam hal pluralisme agama ini adalah :
a. Gagasan tentang Islam Rahmatan Ill Alamin yg menurutnya merupakan solusi alternatif
atas kebuntuan global yang sampai sat ini belum terpecahkan. Pada dasarnya pemikiran Hasyim
Muzadi tersebut berawal dari kegelisahan atas implikasi yang muncul atas berbagai kasus yang
mengancam pluralitas dan lahirnya gerakan radikal yang mengatas-namakan agama, dimana
gerakan tersebut mencerminkan kenyataan atas kondisi kultur, social, dan budaya yang berkembang
di Indonesia.
b. Pendekatan dialog peradaban. Untuk penerapan konsep Islam Rahmatan lil 'Alamin,
menurutnya, yang paling awal dilakukan adalah melalui amar ma'ruf dan nahi munkar dengan
mengambil pendapat yang dikemukakan Imam al-Ghazali di dalam kitab ihya' Ulumuddin, bahwa
amar ma'ruf mahi munkar itu memiliki etika, yaitu adabu al- amri bi almaruf dan adab al nahy anil
al munkar. Ada tiga etika yang disampaikan al-Ghazali. Salah satunya adalah memerintahkan orang
untuk berbuat baik dan mencegah berbuat jahat jangan sampai menimbulkan kemungkaran yang
lebih besar, dan dari fikih Islam "akhaffu aldhararain". Dari dua konsepsi diatas, Hasyim Muzadi
berusaha mewujudkan sikap pluralis terutama dalam rangka mendialogkan kesenjangan Timur dan
Barat.
c. Pluralisme agama sebagai bagian dari humanisme. Hal ini biasa dipahami mengingat
adanya dimensi humanisme dalam agama dan adanya tuntutan kerjasama antara agama yang satu
dengan agama yang lain.
5
Muhammad Rifai, Hasyim muzadi Bografi Singkat...,
Menurut Hasyim, Islam bisa menjadi Rahmatan lil 'alamin dengan bertumpu pada dua hal.
Pertama, Islam dalam menyelesaikan konflik global hendaknya mengutamakan pendekatan dialog.
Dengan dialog tersebut, diharapkan problem-problem yang sebelumnya tidak terpecahkan karena
tidak tersampaikannya kepentingan maka akan terselesaikan. Kedua, implementasi Islam harus
dibangun berdasarkan kecerdasan dan Ketaqwaan. Dari situ maka agama akan menjadi sesuatu yang
humanis yang diharapkan akan membentuk kesalehan sosial, bukan hanya kesalehan individual.
Disamping itu, dinamika keislaman yang sedang marak di Indonesia hendaknya diarahkan
pada hal-hal berikut : Pertama, umat Islam harus sadar bahwa persoalan yang dihadapi saat ini
tidak hanya lingkup Indonesia, namun persoalan global-mondial, dan untuk menyelesaikan
persoalan tersebut memerlukan pengetahuan dan pemikiran Muslim Indonesia yang nantinya akan
menggabungkan diri dengan pemikiran Islam Internasional. Kedua, upaya pencerdasan dalam
berbagai disiplin ilmu dan teknologi serta menerjuni segala sector kehidupan modern, agar
terkuasainya seluruh idiomnya maka umat Islam akan menemukan kembali peradabannya.
Disamping hal tersebut, upaya Islamisasi dan atau penggalian ilmu yang orisinil Islam juga harus
dilakukan. Serta pembahasan sistem sosial, ekonomi dan politik yang Islami juga perlu dipertajam.
Ketiga, pelaksanaan prinsip amar ma'ruf nahi munkar yang mutlak perlu untuk mendorong
terciptanya masyarakat etis dan egaliter. Mengingat problem-problem sosial yang menyertai
pembangunan dan perubahan sosial ini, maka amat penting para masyarakat lemah yang menjadi
korban dari proses pembangunan, mempertajam kritik terhadap budaya yang merusak moral
masyarakat serta lebih memperkeras dorongan terhadap proses demokratisasi politik dan ekonomi,
terutama dalam pemerataan hasil hasil pembangunan. Keempat, dimensi tasawuf menjadi hal yang
penting untuk dikembangkan dalam teologi Islam. Karena menjadi sangat berbahaya pada saat akal
tidak memiliki pembimbing yang bermotif rohani yang bersih, di sisi lain pemikiran keagamaan
fugaha' yang memerlukan agama lebih sebagai hukum dan pemikiran kaum modernis yang
mengembangkannya menjadi semacam ideologi, ternyata sama sama kurang memperhatikan
dimensi batin yang menjadi inti keberagamaan yang sebenarnya. Dan secara mendasar, agama yang
membawa rahman bertumpu pada ajaran dan konsepsi taqwa secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA
https://pcnumalangkota.or.id/blog/2017/03/22/profil-biodata-dan-biografi-mengenang-alm-kh-hasyim-muzadi/
#ixzz7xGih7rr6
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang%20Lukman
%20Afandi_NoRestriction.pdf#page=51
https://repository.uinbanten.ac.id/7404/4/BAB%20II%20hendar%20new.pdf
https://www.laduni.id/post/read/80917/biografi-kh-a-hasyim-muzadi