Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL ILMIAH PENDIDIKAN PANCASILA

PELAKSANAAN PANCASILA PADA MASA PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila


Dosen Pengampu: Rini Puji Susanti,S.PD.,M.PD

Oleh :
Kelompok 4
Hanifah Isnayanti (2006010012)
Zhafira Shafa K.N (2006010025)
Eliza Aulia (2006010033)
Hasnah Miladiyyata R (2006010041)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abdurrahman Wahid mengatakan “Negara Tanpa Pancasila akan bubar”. Pancasila adalah
dasar Negara Indonesia sekalikus rumusan dan pedoman berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.Sehingga harus kita perjuangkan dan pertahankan agar tidak pudar bahkan
hilang sekalipun nyawa yang menjadi taruhannya. Pancasila bukan persoalan unik dan hanya di
Indonesia. Dinegara lain pun untuk merumuskan dan memantapkan dasar Negara ada yang
mengambil jalan dialog terbuka dan dialog dengan proses tawar menawar yang sepi(silent
bargainings). Jika di Indonesia yang terjadi adalah dengan silent bargainings pada kelompok elit.

Alternatif yang diinginkan Gus Dur terkait ketegangan kreatif dalam merumuskan dan
memantapkan pancasila sebagai dasar negara ialah kelapangan dada dan toleransi sampai batas-
batas tertentu. Dimana setiap kelompok tidak ada yang merasa ada konsensi berlebihan. Paling
layak disorot dijadikan bahan intropeksi adalah dimasa orde baru,dengan demokrasi berlabel
pancasila.

B. Kajian Pustaka

Selama masa jabatan Abdurahman Wahid banyak kebijakan yang merunjuk pada
pengamalan pancasila. Dari menegakkan kerukunan antar umat, kebebasan pers sampai
menyampaikan pandangannya tentang tentang negara demokrasi. Menurut Mahfud Md selaku
menteri pertahanan di masa kabinet persatuan menyebutkan cara Gus Dur mengatur
kemajemukan agar Indonesia kuat melalui mekanisme demokrasi yang sesuai dengan pancasila.

Prinsip yang dipegang oleh Gus Dur yakni, kebebasan dan kemanusiaan. Di dalam kebebasan
itu ada kesamaan perlakuan atau kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan.
Kemudian di dalam kebebasan dan kedudukan yang sama itu, harus ada jaminan kebersatuan.
Jangan sampai merusak keutuhan NKRI.
PEMBAHASAN

A. Pengamalan Pancasila di Era Presiden Abdurahman Wahid

Abdurahman Wahid atau biasa dikenal dengan panggilan akrabnya Gus Dur, resmi menjadi
Presiden keempat Republik Indonesia pada 20 Oktober 1999. Masa pemerintahan Presiden
Abdurahman Wahid berlangsung hanya 21 bulan (20 Oktober 1999-24 Juli 2001. Walaupun
dengan masa pemerintahan yang bisa dikategorikan tidak penuh dalam masa jabatannya.
Presiden Abdurahman Wahid mampu memberikan beberapa kontribusi pada negeri ini.
Termasuk pengamalan Pancasila di masanya.

Pada masa Abdurahman Wahid, pelaksanaan sila pertama pancasila sangat kental sekali pada
kaum beragama. Melihat background keluarganya berasal dari pesantren. Presiden Abdurahman
Wahid menggaungkan semangat kerukunan umat beragama. Dengan maksud agar terbina dan
terpelihara hubungan baik dalam pergaulan warga yang berlainan agama. Kerukunan antar umat
beragama disebutkan memiliki sifat moderat, inklusif dan toleran. Poin terpenting dari
kerukunan antar umat beragama yang perlu diperjuangkan merupakan pengembangan rasa saling
pengertian yang tulus dan berkelanjutan di antara umat beragama yang berbeda. Agar mampu
menjadi bangsa yang kokoh. Hal tersebut, dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan
enam agama yang diakui oleh pemerintahan, yakni Islam sebagai mayoritas, Kristen Protestan,
Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Dialog antar umat beragama menjadi penghubung
antar umat beragama agar memiliki rasa kebersamaan dan saling menghormati keyakinan
masing-masing.

Berlanjut Presiden Abdurahman Wahid membawa gebrakan baru dengan menuangkan


pemikiran Pluralisme. Pluralisme adalah sebuah paham yang dipercaya adanya perbedaan dalam
masyarakat yang meliputi perbedaan agama, ras, kelompok, suku budaya, dan adat istiadat.
Pandangan Gusdur sendiri tercermin pada sikapnya yang membela minoritas dan non muslim
dan melakukan kerjasama dengan siapa saja secara terbuka. Dikarenakan pada masa tersebut
golongan mayoritas menindas dan menekan secara diam-diam golongan minoritas. Salah satunya
menetapkan Kong Hu chu sebagai agama resmi yang diakui oleh Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Selama hampir sepuluhh tahun pemeluk Kong Hu Chu tak sepenuhnya bisa
mengklaim hak mereka sebagai warga negara Indonesia, karena agamanya tak diakui oleh
negara. Gusdur juga mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang agama,
kepercayaan dan adat kepercayaan cina melalui Keppres No. 6 tahun 2000. Dengan alasan
sejarah masa lampau, gerak kelompok minoritas terlihat dibatasi pada masa Orde Baru. Dari
sikap Presiden Abdurahman Wahid tersebut merupakan bentuk dari pelaksanakan hak-hak
kemanusiaan yang adil dan beradab, yang dimana setiap manusia dari manapun etnis, ras,
kelompok, suku, dan agama memiliki hak sama, sederajat dan tidak ada yang paling unggul.
Sehingga menciptakan masyarakat yang bertoleransi dengan perbedaan dan saling memahami
satu sama lain.

Dikenal sebagai cendekiawan muslim yang tidak terlalu tradisionalis konservatif dan tidak
modernis. Oleh karena itu, beliau juga berinovasi dengan istilah “Pribumisasi Islam”. Istilah ini
lahir dalam konteks perhatian Gus Du untuk tidak menjadikan Islam sebagai alternatif bagi
persoalan-persoalan kenegaraan dan kebangsaan. Berbeda dengan sebagaian komunitas gerakan
Islam Pemurnian ( Para pencari Islam asli dan otentik), Dengan pribumisasi, segenap ajaran
agama yang telah diserap oleh kultur lokal akan tetap dipertahankan dalam bingkai lokalitas
tersebut. Dengan mengokohkan kembali akar budaya kita, dan juga tetap berusaha menciptakan
masyarakat yang taat beragama. Pada level bahasa, ia tidak setuju dengan pergantian sejumlah
kosakata dalam bahasa Indonesia dengan bahasa Arab, seperti teman atau sahabat diganti dengan
ikhwan. Karena setiap menurut beliau bahasa memiliki esensi sendiri dalam kultural tanah air.
Hubungan antara Islam dan negara tidak ada pertentangan, negara tidak harus diformalkan
dengan label Islam. Ini didasari adanya jaminan untuk berjalan beriringan dalam sebuah negara
kesatuan yang berideologikan pancasila, tetapi disisi lain memberikan kebebasan untuk
menjalankan agama dan kepercayaan di bawah lindungan negara dan konstitusi.

Presiden Abdurahman Wahid juga membuka kembali belenggu ruang gerak pers Indonesia.
Sebelum diangkat secara resmi sebagai presiden keempat, Gus Dur konsisten memperjuangkan
hak-hak media massa. Kebijakan pertama yang dilakukan oleh Gus Dur adalah membubarkan
Departemen Penerangan yang saat itu menjadi mimpi buruk bagi pers karena memiliki
wewenang untuk mencabut izin penerbitan atau membrendel media. Walaupun sudah
disahkannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers pada era presiden Bacharuddin
Jusuf Habibie, pers masih belum sepenuhnya bebas meski sudah ada jaminan konstitusi. Setelah
dibubarkannya Departemen pers baru bisa mendapatkan kebebasannya. Gus Dur menilai dalam
negara demokrasi, informasi itu milik publik bukan milik pemerintah. Departemen Penerangan
dianggap salah karena mengontrol informasi dan memonopoli kebenaran atas nama pemerintah.

Selain, membuka ruang pers. Presiden keempat Indonesia ini juga mengusung gagasan dan
pemikirannya tentang demokrasi yang pantas diterapkan di negeri ini. Gus Dur memandang
demokrasi sebagai suatu proses atau budaya terus menerus dan tidak hanya diukur dari
kelembagaannya saja. Dalam negara demokratis, harus diikuti oleh warga masyarakat yang
demokratis. Masyarakat demokratis menurut Gus Dur adalah warga negara yang mempunyai
kedudukan yang sama di muka hukum. Kedua, kebebasan berpendapat dibuka selebar-lebarnya,
ketiga, adanya pemisah tegas dalam fungsi yang tidak boleh mempengaruhi antara, Eksekutif,
Legislatif, dan Yudikatif. Dalam menegakkan demokrasi Gus Dur sangat menghindari terjadinya
kekerasan dan lebih percaya pada perjuangan kultural.

Kesejahteraan juga termasuk aspek yang diperhatikan oleh Gus Dur. Kebijakan yang
dilakukan Gus Dur yaitu dengan meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri sipil dengan
mendorong naiknya gaji mereka secara signifikan saat masa jabatannya menjadi presiden. Gaji
PNS naik 100 persen itu sangat luar biasa bagi kesejahteraan PNS kala itu, ditambah pangkat dan
kesejahteraan golongan PNS menjadi lebih baik.
A. Kesimpulan

Pengamalan Pancasila pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid memberikan


perubahan baru, walau tidak penuh melaksanakan masa jabatannya. Dari sini kami
menyimpulkan bahwa Pelaksanaan sila pertama pancasila dengan memberikan semangat
kerukunan antar umat beragama supaya memiliki rasa saling menghormati antar keyakinan
agama yang berbeda-beda, dengan tujuan Indonesia menjadi bangsa yang kokoh.

Pelaksanaan sila kedua pancasila yakni Presiden Gus Dur menetapkan hak-hak manusia,
yang dimana setiap etnis, ras, kelompok, suku, dan agama memiliki hak dan derajat yang sama.
Sehingga dapat menciptakan masyarakat yang toleran dan saling memahami satu sama lainnya.

Pelaksanaan sila ketiga pancasila yakni Gus Dur berinovasi dengan istilah "Pribumisasi
Islam" dengan istilah tersebut maksudnya untuk tidak menjadikan Islam sebagai alternatif bagi
persoalan kenegaraan dan kebangsaan. Didasari dengan adanya jaminan untuk sebuah negara
kesatuan yang berideologikan pancasila dan juga memberikan kebebasan untuk menjalankan
agama dan kepercayaan dibawah lindungan negara dan konstitusi.

Pelaksanaan sila keempat pancasila yakni Gus Dur menegakkan demokrasi sebagai suatu
proses budaya yang terus-menerus dan mengembalikan ruang gerak dalam kebebasan pers.

Pelaksanaan sila kelima pancasila yakni Gus Dur memperhatikan aspek kesejahteraan dengan
cara meningkatkan kesejahteraan PNS dengan menaikan gaji mereka secara signifikan.

B. Saran
Masa pemerintahan yang diemban oleh presiden Abdurahman Wahid tidaklah penuh 5 tahun.
Beliau mampu mengamalkan pancasila dimasanya walau ada beberapa kekurangan. Saran dari
kami pada pembaca. Kita bisa mengambil nilai-nilai pada pemikiran-pemikiran Presiden
Abdurahman Wahid dan merealisasikan di kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Indo Santalia: “K.H. Abdurrahman Wahid: Agama dan Negara, Pluralisme, Demokratisasi, dan
Pribumisasi”, file:///C:/Users/USER/Documents/1340-2745-1-PB.pdf

JAQFI: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol. 4, No. 1, 2019 | h. 105-134 Rian Rohimat, Abdul
Hakim. | p-issn 2541-352x e-issn 2714-9420

PUTRI ARISA,2015,”Teknologi kerukunanantarumatberagamaperspektifF Abdurrahman


wahid”,Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Ar-raniry Darusalam-Banda
Aceh, Lorong Ibnu Sina no.2, Kopelma Darussalam, Kec.Syiah Kuala , Kota Banda Aceh, Aceh.

KrisnaAgungWijaya,DifaPribandana,IqbalFauzi,AnasZuhudHidayatullah,NovitaWulandari,2019
, Kepemimpinan di era KH.Abdurrahmanwahid,
file:///C:/Users/USER/Documents/KEPEMIMPINANDIERAKHABDURRAHMANWAHIDM
ANAJEMENKEPEMIMPINANAutosaved.pdf

Warno,2009,”pandangan Abdurrahman Wahid terhadap pancasila sebagai dasar Negara”,


Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir H
Juanda no.95, Cempaka Putih, Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten 15412.

Anda mungkin juga menyukai