Oleh :
Kelompok 4
Hanifah Isnayanti (2006010012)
Zhafira Shafa K.N (2006010025)
Eliza Aulia (2006010033)
Hasnah Miladiyyata R (2006010041)
A. Latar Belakang
Abdurrahman Wahid mengatakan “Negara Tanpa Pancasila akan bubar”. Pancasila adalah
dasar Negara Indonesia sekalikus rumusan dan pedoman berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.Sehingga harus kita perjuangkan dan pertahankan agar tidak pudar bahkan
hilang sekalipun nyawa yang menjadi taruhannya. Pancasila bukan persoalan unik dan hanya di
Indonesia. Dinegara lain pun untuk merumuskan dan memantapkan dasar Negara ada yang
mengambil jalan dialog terbuka dan dialog dengan proses tawar menawar yang sepi(silent
bargainings). Jika di Indonesia yang terjadi adalah dengan silent bargainings pada kelompok elit.
Alternatif yang diinginkan Gus Dur terkait ketegangan kreatif dalam merumuskan dan
memantapkan pancasila sebagai dasar negara ialah kelapangan dada dan toleransi sampai batas-
batas tertentu. Dimana setiap kelompok tidak ada yang merasa ada konsensi berlebihan. Paling
layak disorot dijadikan bahan intropeksi adalah dimasa orde baru,dengan demokrasi berlabel
pancasila.
B. Kajian Pustaka
Selama masa jabatan Abdurahman Wahid banyak kebijakan yang merunjuk pada
pengamalan pancasila. Dari menegakkan kerukunan antar umat, kebebasan pers sampai
menyampaikan pandangannya tentang tentang negara demokrasi. Menurut Mahfud Md selaku
menteri pertahanan di masa kabinet persatuan menyebutkan cara Gus Dur mengatur
kemajemukan agar Indonesia kuat melalui mekanisme demokrasi yang sesuai dengan pancasila.
Prinsip yang dipegang oleh Gus Dur yakni, kebebasan dan kemanusiaan. Di dalam kebebasan
itu ada kesamaan perlakuan atau kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan.
Kemudian di dalam kebebasan dan kedudukan yang sama itu, harus ada jaminan kebersatuan.
Jangan sampai merusak keutuhan NKRI.
PEMBAHASAN
Abdurahman Wahid atau biasa dikenal dengan panggilan akrabnya Gus Dur, resmi menjadi
Presiden keempat Republik Indonesia pada 20 Oktober 1999. Masa pemerintahan Presiden
Abdurahman Wahid berlangsung hanya 21 bulan (20 Oktober 1999-24 Juli 2001. Walaupun
dengan masa pemerintahan yang bisa dikategorikan tidak penuh dalam masa jabatannya.
Presiden Abdurahman Wahid mampu memberikan beberapa kontribusi pada negeri ini.
Termasuk pengamalan Pancasila di masanya.
Pada masa Abdurahman Wahid, pelaksanaan sila pertama pancasila sangat kental sekali pada
kaum beragama. Melihat background keluarganya berasal dari pesantren. Presiden Abdurahman
Wahid menggaungkan semangat kerukunan umat beragama. Dengan maksud agar terbina dan
terpelihara hubungan baik dalam pergaulan warga yang berlainan agama. Kerukunan antar umat
beragama disebutkan memiliki sifat moderat, inklusif dan toleran. Poin terpenting dari
kerukunan antar umat beragama yang perlu diperjuangkan merupakan pengembangan rasa saling
pengertian yang tulus dan berkelanjutan di antara umat beragama yang berbeda. Agar mampu
menjadi bangsa yang kokoh. Hal tersebut, dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan
enam agama yang diakui oleh pemerintahan, yakni Islam sebagai mayoritas, Kristen Protestan,
Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Dialog antar umat beragama menjadi penghubung
antar umat beragama agar memiliki rasa kebersamaan dan saling menghormati keyakinan
masing-masing.
Dikenal sebagai cendekiawan muslim yang tidak terlalu tradisionalis konservatif dan tidak
modernis. Oleh karena itu, beliau juga berinovasi dengan istilah “Pribumisasi Islam”. Istilah ini
lahir dalam konteks perhatian Gus Du untuk tidak menjadikan Islam sebagai alternatif bagi
persoalan-persoalan kenegaraan dan kebangsaan. Berbeda dengan sebagaian komunitas gerakan
Islam Pemurnian ( Para pencari Islam asli dan otentik), Dengan pribumisasi, segenap ajaran
agama yang telah diserap oleh kultur lokal akan tetap dipertahankan dalam bingkai lokalitas
tersebut. Dengan mengokohkan kembali akar budaya kita, dan juga tetap berusaha menciptakan
masyarakat yang taat beragama. Pada level bahasa, ia tidak setuju dengan pergantian sejumlah
kosakata dalam bahasa Indonesia dengan bahasa Arab, seperti teman atau sahabat diganti dengan
ikhwan. Karena setiap menurut beliau bahasa memiliki esensi sendiri dalam kultural tanah air.
Hubungan antara Islam dan negara tidak ada pertentangan, negara tidak harus diformalkan
dengan label Islam. Ini didasari adanya jaminan untuk berjalan beriringan dalam sebuah negara
kesatuan yang berideologikan pancasila, tetapi disisi lain memberikan kebebasan untuk
menjalankan agama dan kepercayaan di bawah lindungan negara dan konstitusi.
Presiden Abdurahman Wahid juga membuka kembali belenggu ruang gerak pers Indonesia.
Sebelum diangkat secara resmi sebagai presiden keempat, Gus Dur konsisten memperjuangkan
hak-hak media massa. Kebijakan pertama yang dilakukan oleh Gus Dur adalah membubarkan
Departemen Penerangan yang saat itu menjadi mimpi buruk bagi pers karena memiliki
wewenang untuk mencabut izin penerbitan atau membrendel media. Walaupun sudah
disahkannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers pada era presiden Bacharuddin
Jusuf Habibie, pers masih belum sepenuhnya bebas meski sudah ada jaminan konstitusi. Setelah
dibubarkannya Departemen pers baru bisa mendapatkan kebebasannya. Gus Dur menilai dalam
negara demokrasi, informasi itu milik publik bukan milik pemerintah. Departemen Penerangan
dianggap salah karena mengontrol informasi dan memonopoli kebenaran atas nama pemerintah.
Selain, membuka ruang pers. Presiden keempat Indonesia ini juga mengusung gagasan dan
pemikirannya tentang demokrasi yang pantas diterapkan di negeri ini. Gus Dur memandang
demokrasi sebagai suatu proses atau budaya terus menerus dan tidak hanya diukur dari
kelembagaannya saja. Dalam negara demokratis, harus diikuti oleh warga masyarakat yang
demokratis. Masyarakat demokratis menurut Gus Dur adalah warga negara yang mempunyai
kedudukan yang sama di muka hukum. Kedua, kebebasan berpendapat dibuka selebar-lebarnya,
ketiga, adanya pemisah tegas dalam fungsi yang tidak boleh mempengaruhi antara, Eksekutif,
Legislatif, dan Yudikatif. Dalam menegakkan demokrasi Gus Dur sangat menghindari terjadinya
kekerasan dan lebih percaya pada perjuangan kultural.
Kesejahteraan juga termasuk aspek yang diperhatikan oleh Gus Dur. Kebijakan yang
dilakukan Gus Dur yaitu dengan meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri sipil dengan
mendorong naiknya gaji mereka secara signifikan saat masa jabatannya menjadi presiden. Gaji
PNS naik 100 persen itu sangat luar biasa bagi kesejahteraan PNS kala itu, ditambah pangkat dan
kesejahteraan golongan PNS menjadi lebih baik.
A. Kesimpulan
Pelaksanaan sila kedua pancasila yakni Presiden Gus Dur menetapkan hak-hak manusia,
yang dimana setiap etnis, ras, kelompok, suku, dan agama memiliki hak dan derajat yang sama.
Sehingga dapat menciptakan masyarakat yang toleran dan saling memahami satu sama lainnya.
Pelaksanaan sila ketiga pancasila yakni Gus Dur berinovasi dengan istilah "Pribumisasi
Islam" dengan istilah tersebut maksudnya untuk tidak menjadikan Islam sebagai alternatif bagi
persoalan kenegaraan dan kebangsaan. Didasari dengan adanya jaminan untuk sebuah negara
kesatuan yang berideologikan pancasila dan juga memberikan kebebasan untuk menjalankan
agama dan kepercayaan dibawah lindungan negara dan konstitusi.
Pelaksanaan sila keempat pancasila yakni Gus Dur menegakkan demokrasi sebagai suatu
proses budaya yang terus-menerus dan mengembalikan ruang gerak dalam kebebasan pers.
Pelaksanaan sila kelima pancasila yakni Gus Dur memperhatikan aspek kesejahteraan dengan
cara meningkatkan kesejahteraan PNS dengan menaikan gaji mereka secara signifikan.
B. Saran
Masa pemerintahan yang diemban oleh presiden Abdurahman Wahid tidaklah penuh 5 tahun.
Beliau mampu mengamalkan pancasila dimasanya walau ada beberapa kekurangan. Saran dari
kami pada pembaca. Kita bisa mengambil nilai-nilai pada pemikiran-pemikiran Presiden
Abdurahman Wahid dan merealisasikan di kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Indo Santalia: “K.H. Abdurrahman Wahid: Agama dan Negara, Pluralisme, Demokratisasi, dan
Pribumisasi”, file:///C:/Users/USER/Documents/1340-2745-1-PB.pdf
JAQFI: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol. 4, No. 1, 2019 | h. 105-134 Rian Rohimat, Abdul
Hakim. | p-issn 2541-352x e-issn 2714-9420
KrisnaAgungWijaya,DifaPribandana,IqbalFauzi,AnasZuhudHidayatullah,NovitaWulandari,2019
, Kepemimpinan di era KH.Abdurrahmanwahid,
file:///C:/Users/USER/Documents/KEPEMIMPINANDIERAKHABDURRAHMANWAHIDM
ANAJEMENKEPEMIMPINANAutosaved.pdf