Anda di halaman 1dari 8

Nama: Andira Ghifari Alfarizi

NIM: CG211110199

KEPEMIMPINAN K.H. ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR)

Makalah ini diberi judul “Kepemimpinan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)”
yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan seorang K.H. Abdurrahman Wahid
selama masa jabatannya menjadi presiden Republik Indonesia. Sosok Abdurrahman
Wahid merupakan sosok yang unik dan pemikirannya tergolong tipikal, bagi kebanyakan orang,
beliau dikategorikan sebagai nontradisionalis konservatif, bukan pula modernis Islam. Akan tetapi,
dia seorang pemikir liberal, seorang pemimpin organisasi Islam berbasis tradisi, dan seorang
cendikiawan inovatif yang melahirkan banyak karya intelektual, contohnya pemikiran mengenai
hubungan Agama dan Negara, pluralisme, demokratisasi dan pribumisasi. Terlebih ketika beliau
mulai menunjukkan satu per satu karyanya, serta jenis dan gaya kepemimpinan yang Responsif-
akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam yang
diharapkan dapat dijadikan menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memiliki keabsahan..
Tentunya dalam suatu proses kepemimpinan terdapat pula kelemahan dan kelebihan. Penulisan ini
dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan lebih menekankan pada
kekuatan analisis sumber-sumber dan data-data yang bergantung pada teori-teori dan naskah-
naskah yang ada, kemudian disusun menjadi suatu makalah.
Kata kunci: agama, politik, dan pemimpin

BAB I
PENDAHULUAN
Kepemimpinan dipahami sebagai segala daya dan upaya bersama untuk menggerakkan semua smber
dan alat (resources) yang tersedia dalam suatu organisasi. Resources tersebut dapat digolongkan
menjadi dua bagian besar, yaitu human resources dan non human. Seorang pemimpin harus mampu
memberikan dorongan kepada anggota kelompoknya untuk bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab
serta dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan dari organisasi yang telah diterapkan.
Indonesia sebagai negara demokrasi yang memiliki penduduk mayoritas islam terbanyak didunia, juga
mempunyai sosok kepemimpinan dari tokoh politik. K.H Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa
Gus Dur merupakan presiden ke-4 Indonesia. Adalah sosok pemimpin yang “unik” Karena memiliki sifat
yang membuat dunia perpolitikan Indonesia terasa dinamis dan segar, Gagasanya yang segar dan
pikirannya yang jauh terkadang membuat masyarakat sulit untuk mengikuti dan memahaminya. Gusdur
juga merupakan ulama Nahdlatul ‘Ulama (NU) organisasi islam terbesar didunia, beliau juga dikenal
sebagai “bapak pluralisme”. Hal ini sesuai dengan sosok gusdur dan nahdlatul ‘ulama yang sangat
toleran menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama
(koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.
I. RUMUSAN MASALAH
1. Mengetahui biografi K.H Abdurrahman Wahid 2.
2. Mengetahui peranan K.H Abdurrahman Wahid saat menjabat sebagai Presiden ke-4 RI
3. Mengetahui jenis gaya kepemimpinan K.H Abdurrahman Wahid dan kelemahan gaya
kepemimpinannya
4. Mengetahui Penyebab dilengserkannya K.H. Abdurrahman Wahid serta isu-isu yang beredar
selama pelengseran K.H. Abdurrahman Wahid

II. METODE PENELITIAN


Artikel ini menggunakan studi kepustakaan atau library research, Library research adalah rentan
aktivitas penelitian yang berkaitan dengan bagaimana cara dan metode yang tepat dalam pengumpulan
data kajian. Menafsirkan, mendaftar serta menyiapkan komposisi kajian yang dibahas. Hal ini
merupakan suatu penelitian memanfaatkan sumber kepustakaan untuk memperoleh data penelitian.
Dalam artikel ini penulis menggunakan metode analisis deskritptif kualitatif, penelitian deskriptif
kualitatif dengan lebih dengan lebih menekankan pada kekuatan analisis sumber-sumber dan data-data
yang bergantung pada teori-teori dan naskah-naskah yang ada untuk diterjemahkan berdasarkan
tulisan-tulisan yang mengarah pada diskusi yang utama. Landasan diatas didapatkan dari karya yang
ditulis oleh intelektual dan ahli yang kompeten.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Biografi K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Dr.(H.C) K.H Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, Lahir di Jombang jawa timur, 7
september 1940 – meninggal di Jakarta, 30 desember 2009 pada umur 69 tahun adalah tokoh Muslim
Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga
2001. Ia menggantikan B.J Habibie setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil pemilu
1999. Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet Persatuan Nasional. Masa kepresidenan
Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 oktober 1999 dan berakhir pada sidang istimewa MPR pada tahun
2001. Tepat 23 juli 2001, kepemiminannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya
dicabut oleh MPR Abdurrahman wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul
Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Pada masa remajanya Gus Dur melengkapi masa pendidikannya di pondok pesantren Al- Munawwir di
Krapyak tiga kali seminggu, Pesantren ini terletak sedikit diluar kota Yogyakarta. Disini ia belajar bahasa
Arab dengan K.H Ali Ma’shum. Ketika di Jakarta dan sebelum ia belajar di Yogyakarta kemampuan
bahasa Arab Gus Dur masih pasif. Ia memang menguasai bahasa Inggris dengan baik dan dapat
membaca tulisan dalam bahasa Perancis dan Belanda.
Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Ekonomi Pertama di Yogyakarta pada tahun 1957, Gus Dur
mulai mengikuti pelajaran di pesantren secara penuh. Ia bergabung dengan pesantren Tegalrejo di
Magelang, yang terletak sebelah utara kota Yogyakarta hingga pertengahan tahun 1959. Pada tahun
1959, Gus Dur pindah ke Jombang untuk belajar secara penuh di pesantren Tambakberas dibawah
bimbingan Kiai Wahab Chasbullah. Ia belajar disini hingga tahun 1963. Pada saat itu Gus Dur mencoba
untuk menggabungkan studi islam dengan pendekatan yang sama sekali berbeda terhadap ilmu dan
pemahaman. Ia sangat tertarik pada sisi sufistik dan mistik dari kebudayaan Islam tradisional
2. Peranan Gus Dur saat menjabat Presiden RI ke-4

K.H Abdurrahman Wahid terpilih menjadi presiden RI ke-4 setelah menang dalam Pemilu Oktober
1999. Ia terpilih setelah mengalahkan Megawati lewat pemungutan suara (voting) yang tertutup dan
rahasia, dari 692 anggota MPR yang mengikuti suara dalam pemilihan presiden tersebut,
K.H Abdurrahman Wahid memperoleh 373 suara sedangkan megawati memperoleh 313 suara. K.H
Abdurrahman Wahid yang menang dalam voting tersebut akhirnya menjadi presiden sedangkan
Megawati menjadi wakil presiden. Setelah menjadi presiden K.H Abdurrahman Wahid membentuk
cabinet yang disebut Persatuan Nasional, ini adalah cabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai
partai politik antara lain PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN dan Partai Keadilan (PK), non partisipan dan juga
TNI juga ada dalam cabinet tersebut. Dalam menyusun Kabinet Persatuan Nasional, agaknya
pertimbangan kompromi politik lebih tinggi ketimbang pertimbangan professional. Cabinet ini lahir di
era krisis yang multi dimensi. Tugas itu ditambah pula untuk memenuhi harapan masyarakat mencapai
Indonesia baru yang tertib, efisien, demokratis. Cabinet ini juga diharapkan menjadi cabinet pertama
dalam membangun tradisi pemerintahan yang besih dan efektif.
Ada beberapa kebijakan yang diambil oleh Gus Dur saat menjabat sebagai presiden yang dampaknya
dapat dilihat sampai saat ini, yakni:
a. Pribumisasi
Etnis tionghoa memang dikenal sebagai kaum minoritas dan sering kali termarginalkan bahkan
seringkali mengalami ketertindasan. Awal ketertindasan etnis Tionghoa dimulai sejak Belanda
mengeluarkan peraturan pada tahun 1800-an yang berisi larangan kelompok keturunan
tionghoa masuk agama islam dan larangan bagi kelompok pribumi menikah dengan kelompok
Tionghoa. Belanda tampaknya takut melihat Tionghoa dan Muslim bersatu. Peraturan ini
memiliki dampak pada kehidupan masyarakat Nusantara dalam memandang keturunan
Tionghoa. Kelompok tionghoa menjadi kelompok yang terpinggirkan, dikucilkan dan dibenci oleh
kelompok masyarakat yang lain karena berhubungan dengan mereka berarti malapetaka yang
datang dari pemerintahan colonial belanda.
Sejak masa colonial ketertindasan dan pendiskriminasian terhadap etnis Tionghoa membabi
buta di Nusantara. Meskipun sudah merdeka pada masa Orde Lama kebijakan pemerintahan
orde lama masih tetap mendiskriminasikan keturunan Tionghoa, baik politik, budaya, maupun
ekonomi. Tekanan terhadap keturunan Tionghoa ini semakin diperparah dengan munculnya
peraturan pemerintah Orde Lama (PP. No. 10 tahun 1959) yang melarang keturunan Tionghoa
melakukan perdagang eceran didaerah pedesaan.
Gus Dur dengan wawasan kebangsaannya memandang bahwa, orang-orang Tionghoa yang
ada dinusantara juga memilii hak-hak yang sama seperti warga negara yang lain. Karena di
negeri ini dan menjadi warga negara,sehigga sepatutnya mereka juga dikenal sebagai penduduk
asli seperti yang lainnya. Pembelaan Gus Dur pada kelompok keturunan tionghoa
diwujudkannya ketika ia menjadi presiden melalui berbagai kebijakan, seperti PP No. 6 Tahun
2000 dan diresmikannya imlek sebagai Hari libur Nasional. Banyak usaha Gus Dur yang dilakukan
untuk membela kaum minoritas, terutama etnis tionghoa di Indonesia. Seorang tokoh lintas
etnis ini memiliki peran yang sangat besar terkait pembelaannya terhadap etnis tionghoa,
sehingga pada tanggal 10 Maret 2004 kelompok keturunan tionghoa yang berada di wilayah
semarang, kelenteng Tay Kek Sie mengangkat dan menobatkan Gus Dur sebagai Bapak Tionghoa
Indonesia.
b. Dekonsentrasi TNI dan POLRI
Sejak 5 oktober 1998, muncuo perdebatan diseitar presiden yang menginginkan pemisahan
Polri dan ABRI dalam tubuh polri sendiri sudah banyak bermunculan aspirasi yang serupa.
Isyarat tersebut kemudian direalisasikan oleh presiden BJ Habibie melalui instruksi presiden no.
2 tahun 1999 yang menyatakan bahwa Polri dipisahkan dari ABRI. Upacara pemisahan Polri dan
ABRI dilakukan pada tanggal 1 april 1999 dilapagan upacara Mabes ABRI di cilangkap, Jakarta
Timur. Maka sejak tanggal 1 April, Polri ditempatkan dibawah Dephankam. Setahun kemudian,
dibawah pemerintahan GusDur keluarlah TAP MPR No. VI/2000, kemandirian Polri berada
dibawah Presiden secara langsung dan segera melakukan reformasi birokrasi menuju Polisi yang
mandiri, bermanfaat dan professional
c. Bidang ekonomi
untuk mengatasi krisis moneter dan memperbaiki ekonomi Indonesia, dibentuk Dewan
Ekonomi Nasional (DEN) yang bertugas untuk memecahkan perbaikan ekonomi Indonesia yang
belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dewan ekonomi naisonal diketuai oleh
Prof. Dr. Emil Salim, wakilnya Subiyakto Tjakrawerdaya dan sekertarisnya Dr. Sri Mulyani
Indraswari.
Presiden Abdurrahman Wahid mewarisi ekonomi Indonesia yang relative lebih stabil dari
pemerintahan Habibie, nilai tukar Rupiah berada di kisaran Rp. 6.700/US$. Indeks harga saham
gabungan (IHSG) berada di level 700. Dengan bekal ini ditambah legitimasi yang dimilikinya
sebagai presiden bersama wapres yang dipilih secara demokratis, Indonesia mestinya sudah bisa
melaju kencang. Namun Presiden Abdurrahman Wahid bersama kabinetnya menolak semua
hasil kerja keras cabinet pemerintahan Habibie misalnya Departemen Koperasi dan Pengusaha
Kecil Menengah (PKM), yang selama pemerintahan Habibie menjadi lokomotif ekonomi
kerakyatan oleh Presiden Abdurrahman Wahid dijadikan kementrian nonportofolio atau menteri
non Departemen.
d. Mengakui kembali rakyat Papua sebagai bangsa .
Kepemimpinan demokratis dapat dilihat seperti ketika Gus Dur menanggapi persoalan yang
ada di Papua dengan menempuh jalan dialog dengan masyarakat Papua. Melalui pendekatan ini,
Gus Dur berupaya untuk menjaring aspirasi masyarakat Papua untuk merumuskan kebijakan
yang tepat dan inklusif. Selain mengenai masalah Papua, Gus Dur juga berupaya untuk
menghilangkan segala bentuk hegemoni elit politik warisan orde baru untuk menciptakan
masyarakat yang lebih demokratis. Bahkan sebutan sebagai “Bapak Papua” telah disematkan
pada Beliau. Gus Dur berhasil meruntuhkan ketakutan-ketakutan warga Papua yang menahun
saat rezim orde baru berkuasa. Pada eranya, Gus Dur mengembalikan lagi sebutan “Papua” yang
sebelumnya disebut Irian Jaya. Gus Dur bagi Papua adalah pembawa kedamaian dari sekat-sekat
yang dibangun saat orde baru berkuasa. Beliau menjadi satu-satunya presiden Republik
Indonesia yang mengakui kembali rakyat Papua sebagai bangsa. Bahkan ia
pernah membolehkan masyarakat Papua untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora asalkan
tidak lebih tinggi dari Bendera Indonesia

3. Jenis gaya kepemimpinan K.H Abdurrahman Wahid dan kelemahan gaya kepemimpinannya

kepemipinan Gus Dur adalah gaya kepemimpinan responsive-akomodatif, yang berusaha untuk
mengekspresikan semua kepentingan yang beraneka ragam yang diharapkan dapat dijadikan
menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memiliki keabsahan. Pelaksanaan dan keputusan-
keputusan yang telah ditetapkan diharapkan mampu menggerakkan partisipasi aktif para pelaksana
di kebijaksanaan. Bisa juga dikatakan gaya kepemimpinan presiden gus dur dilihat dari
kepribadiannya adalah kepemimpinan yang kharismatis dan terkesan santai. Beliau juga memiliki
selera humor yang sangat baik. Gus Dur dan humor bagaikan surat dan perangko yang tak
terpisahkan. Beberapa tokoh pernah memiliki kesan tersendiri terhadap humor yang dilontarkan
oleh cucu dari KH Hasyim Asyari ini .
Gus Dur juga dikenang sebagai sosok yang menjunjung tinggi pluralisme. Sebagai sosok yang
terkait dengan agama Islam, nyatanya Gus Dur sangat mengakui dan menghargai keberadaan agama
lain di Indonesia. Beliau tak ragu untuk menjalin hubungan dengan pemuka agama non muslim.
Pemikiran yang terkait dengan toleransi konsisten disampaikan Gus Dur di setiap kesempatan. Salah
satu kutipan Gus Dur yang terkenal mengenai toleransi yakni.
“Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk
semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.”
Ada tiga kelemahan gus dur yang bisa dijadikan rujukan untuk menganalisa tipe kepemimpinan
Gus Dur, tiga hal ini disampaikan oleh mahfud MD yang pernh menjabat sebagai menterinya, tiga
kelemahan kepemimpinan gus dur itu diantaranya adalah:
1) Gus Dur tidak suka pada detail dan teknis persoalan, begitu menggariskan sesuatu dia tidak lagi
mengurus kelanjutan dan masalah teknisnya
2) Gus Dur acapkali menyederhankan persoalan. Ucapan-ucapannya yang sangat popular, “begitu
saja kok repot” menjadi bukti dari kebiasaannya untuk mudah menyederhanakan dan
menganggap enteng setiap permasalahan.
3) Ketiga, Gus Dur tidak suka dilawan dan tidak mau melakukan kompromi jika ia merasakan
bahwa kompromi itu merugikan dirinya dalam politik

4. Penyebab dilengserkannya K.H. Abdurrahman Wahid serta isu-isu yang beredar selama
pelengseran K.H. Abdurrahman Wahid

Ketika menjadi presiden, selain keputusan-keputasannya yang kontroversial dan banyak


bertentangan dengan lawan politiknya serta masyarakat, hal yang paling diingat oleh masyarakat
Indonesia adalah pelengseran Gus Dur melalui Sidang Istimewa (SI) MPR RI pada 23 Juli 2001 . Sebelum
SI MPR RI pada 23 Juli 2001, Gus Dur telah mengeluarkan dekrit presiden yang tidak sepakat terhadap
langkah parlemen yang menurutnya inkonstitusional. Perlawanan tersebut bukan untuk
mempertahankan jabatannya sebagai presiden, melainkan seperti hal yang disebut sebelumnya.

Selain itu, isu Buloggate dan Bruneigate yang terjadi pada Mei 2000 dimana Badan Urusan Logistik
atau Bulog menyampaikan bahwa kas persediaan Bulog hilang US$4 juta. Gus Dur juga sempat
mengeluarkan dekrit tentang pembubaran DPR/MPR dan mengembalikan kedaulatan ke tangan
rakyat dengan mempercepat Pemilihan Umum (Pemilu) selama satu tahun. Namun, Mahkamah Agung
(MA) menilai keputusan Gus Dur saat itu bertentangan dengan hukum.

Dalam SI tersebut Gus Dur dinilai menyalahi haluan negara. Senin 23 Juli 2001, sore itu Megawati
resmi dilantik dan diambil sumpahnya menjadi Presiden Indonesia ke-5 menggantikan Gus Dur hal ini
tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2001. Masa jabatan Megawati terhitung sejak tanggal
ia dilantik hingga 2004.

Malam dan masih di hari yang sama, Gus Dur memerintahkan massanya untuk tidak melakukan
tindakan yang bersifat menimbulkan kerusuhan terkait pencopotan statusnya sebagai Presiden
Indonesia. Seperti yang diketahui, ketika ia dilengserkan banyak kalangan kiai maupun santri yang
akan berunjuk rasa untuk memprotes keputusan MPR tersebut.

Namun ada beberapa isu yang justru berlawanan dengan isi Sidang Istimewa MPR pada tanggal 23
Juli 2001. Luhut yang menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan di era Gus Dur menegaskan,
pemakzulan terhadap Gus Dur bukan disebabkan persoalan hukum kasus Brunei dan Bulog seperti yang
dituduhkan selama ini. Hal itu terbukti dengan putusan pengadilan. Selain itu, tidak ada konstitusi yang
dilanggar oleh Gus Dur. Menurut Luhut, lengsernya Gus Dur lebih kepada persoalan politik saat itu.

Hal senada dikatakan Rizal Ramli yang menjabat sebagai Menko Perekonomian di era Presiden Gus
Dur. Rizal menyatakan dengan tegas Gus Dur dilengserkan secara tidak adil. Hal ini lantaran tidak ada
pelanggaran hukum, dan konstitusi yang dilakukan oleh Gus Dur. Rizal menyatakan, kasus Bulog tak ada
kaitannya dengan Gus Dur. Dalam kasus ini, nama Gus Dur disalahgunakan oleh seorang tukang pijatnya
bernama Soewondo yang berkomplot dengan Wakil Kepala Bulog ketika itu, Sapuan untuk membobol
dana Yayasan Dana Bina Sejahtera Karyawan Badan Urusan Logistik (Yanatera) senilai Rp 35 miliar.
Sapuan ingin menggunakan dana Yayasan Yanatera untuk melobi agar terpilih sebagai Kepala Bulog.
Rizal yang kini menjabat sebagai Menko Maritim dan Sumber Daya menyatakan, lengsernya Gus Dur
merupakan konspirasi dari elit politik yang terganggu dengan cara berpikir dan perubahan-perubahan
yang dilakukan oleh cucu pendiri Nahdhatul Ulama (NU), KH Hasyim Asyari tersebut. Untuk itu, Rizal
mendukung jika nama Gus Dur direhabilitasi.

Sementara itu, Mahfud MD menyatakan, secara yuridis penjatuhan Gus Dur tidak sah. Hal ini lantaran
Gus Dur tidak pernah diberi memorandum 1 dan 2 untuk kasus yang sama. Memorandum 1 yang
dilayangkan DPR pada 1 Februari untuk kasus Brunei, sementara memorandum 2 untuk kasus Bulog.
Selain itu, jika mengikuti prosedur, setelah memorandum 1 dan memorandum 2 dilayangkan DPR,
Sidang Istimewa MPR seharusnya dijadwalkan pada 1 Agustus. Nyatanya, Gus Dur dilengserkan pada 23
Juli dengan alasan memecat Jenderal Bimantoro sebagai Kapolri dan menggantikannya dengan Jenderal
Chairudin Ismail tanpa persetujuan DPR. Selain itu, berdasar Tap MPR nomor 3 tahun 1978 yang berlaku
saat itu, untuk menjatuhkan presiden seluruh fraksi harus hadir dalam sidang.

Selain peralihan kekuasan kepada  Megawati oleh MPR, hal yang paling diingat dari mundurnya Gus
Dur adalah ketika ia keluar dari istana dengan menggunakan celana pendek untuk menyapa
pendukungnya. Kepala Protokoler Istana era Presiden Gus Dur, Wahyu Muryadi mengatakan bahwa
ketika ia dilengserkan, pendukungnya di luar istana semakin banyak. Para pendukungnya itu sudah
berkumpul sejak beberapa hari sebelum ia dilengserkan. Ketika itu, suasana pendukung semakin
ramai dan berteriak untuk memberikan dukungan kepada Gus Dur. Ketika sedang makan malam,
Wahyu mengatakan, Gus Dur yang cukup santai dengan menggunakan kaos oblong dan celana pendek
itu berniat untuk menemui dan menyapa para pendukungnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dr.(H.C) K.H Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, Lahir di Jombang jawa timur, 7
september 1940 – meninggal di Jakarta, 30 desember 2009 pada umur 69 tahun adalah tokoh Muslim
Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga
2001.
K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai presiden pada tanggal 20 Oktober 1999.
Pemilihannya berjalan dengan demokratis dan transparan. Berkat dukungan partai-partai Islam yang
tergabung dalam Poros Tengah. Presiden K.H. Abdurrahman Wahid didampingi Megawati Soekarnoputri
sebagai wakil presiden. Mereka bekerja sama membentuk kabinet yang disebut dengan Kabinet
Persatuan Nasional. Kabinet diumumkan pada tanggal 28 Oktober 1999
Gaya kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid adalah gaya kepemipinan Responsif- akomodatif.
Pelakasanaan dan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan diharapkan mampu menggerakan
partisipasi aktif para pelaksanan di lapangan, Bisa juga dikatakan gaya kepemimpinan presiden Gus Dur
dilihat dari kepribadiannya adalah kepemimpinan yang kharismatik dan santai.
Kelemahan dari kepemimpinan K.H Abdurrahman Wahid yang sering melontarkan pernyataan-
pernyataan kepada media yang sering memanaskan suhu politik tanah air. Rendahnya tingkat
popularitas Gus Dur menjadikan masyarakat kurang antusias dengan gaya kepemimpinanannya. Dan
juga beberapa keputusan yang kontroversial membuat gusdur bukan sosok yang populis. Dengan gaya
Gus Dur yang kontroversial, membuat banyak pihak yang
Gus Dur dilengserkan pada tanggal 23 Juli 2001 dalam Sidang Istimewa MPR, dalam SI tersebut Gus
Dur dinilai menyalahi haluan Negara. Namun ada beberapa pernyataan yang berlawanan dengan isi
Sidang Istimewa MPR, Gus Dur dilengserkan secara tidak adil. Hal ini lantaran tidak ada pelanggaran
hukum, dan konstitusi yang dilakukan oleh Gus Dur. lengsernya Gus Dur merupakan konspirasi dari elit
politik yang terganggu dengan cara berpikir dan perubahan-perubahan yang dilakukan oleh cucu pendiri
Nahdhatul Ulama (NU), KH Hasyim Asyari tersebut.
Beberapa kepribadian Gus Dur yang dapat diterapkan dikehidupan sehari-hari diantaranya adalah
sebagai manusia kita harus memiliki jiwa kepemimpinan yang berkarisma agar bisa lebih dihormati oleh
orang lain, memiliki jiwa toleransi yang tinggi dengan budaya bahkan agama yang berbeda tanpa
melupakan budaya dan agama kita sendiri, mampu menyelesaikan permasalahan dengan jalur damai
dengan cara berdialog tanpa harus menggunakan kekerasan, bisa menjadi pribadi yang sabar dan bisa
menerima keadaan.

Anda mungkin juga menyukai