Anda di halaman 1dari 3

BAB I

Pokok-Pokok Pemikiran Sembilan Tokoh Pemimpin


1.1 Gus Dur
Dr. K.H Abdurrahman Wahid atau yang kerap disapa Gus Dur dalam mencapai
kepemimpinannya di Nahdlatul Ulama tidak begitu sulit. Hal ini disebabkan karena pria yang lahir
pada 7 September 1940 ini merupakan cucu kedua ulama pendiri NU, yakni KH. Hasyim Asyari
kakek dari pihak ayahnya dan KH Bisri Syansuri kakek dari pihak ibu. Selain itu ia juga merupakan
anak dari salah satu ulama terpandang di NU yakni KH. Wahid Hasyim dan istrinya Solichah. Gus
Dur merupakan putra pertama dari enam bersaudara. Melihat dari silsilah keluarga Gus Dur, dapat
diketahui bahwa Gus Dur lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa
Timur. Gus Dur secara formal bergabung ke NU pada tahun 1970, kemudian pada tahun1984 ia
ditunjul untuk memimpin NU menggantikan KH. Idham Chalid. Gus Dur memimpin selama 3
periode di NU, dan tetap dihargai hingga saat ini dan disebut sebagai pemimpin abadi Nahdlatul
Ulama.
Untuk menjadi pemimpin yang dihargai oleh pengikutnya adalah dapat memberikan pengaruh
terhadap pengikutnya yang memunculkan trust. Keabadian Gus Dur sebagai pemimpin NU tentunya
tidak lepas dari daya Tarik dan kepemimpinan Gus Dur yang kuat. Salah satu faktornya adalah
kemampuan komunikasi Gus Dur terhadap bawahannya yang dapat menciptakan trust pada
pengikutnya. Gus Dur merupakan seorang pemimpin yang demokratis dan terbuka. Seperti yang
disampaikan Ardaneswari (2019), dalam memecahkan sebuah permasalahan, Gus Dur, para ulama,
dan Nahdliyin selalu melakukan istighostah dan musayawarh untuk menentukan pilihan terbaik yang
harus dipilih. Gus Dur merupakan tipe pemimpin yang menjabarkan permasalahan, medapatkan
pendapat dan masukan, kemudian memutuskan keputusannya. Ia dikenal tidak pernah pusing atas
omongan dan kritik orang lain. Salah satu keputusan Gus Dur yang kontroversial di lingkungan NU
ialah ketika di internal organisasi mulai memperbolehkan kata Assalamualaikum menjadi selaat pagi,
dan menolak untuk bergabung dengan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indoensia). Selain itu Gus
Dur juga merupakan pemimpin yang toleran dan terbuka dalam merespon pendapat dalm arti
sesuangguhnya. Gus Dur juga dengan tegas mengecam siapa saja yang dianggap mau melakukan
tindakan anarkis.

1.2 Ki Hajar Dewantara


Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2
Mei 1889. Ia merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor
pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda dengan mendirikan
Perguruan Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara merupakan Bapak Pendidikan Nasional dan Pahlawan
Nasional.
Perjuangan politik Ki Hajar Dewantara dianggap mempengaruhi perkembangan politik kolonial
Hindia Belanda dan dianggap berbahaya untuk kelangsungan tatanan kolonial. Sehingga Ki Hajar
Dewantara bersama teman seperjuangannya diasingkan ke Negara Belanda. Setelah kembalinya dari
pengasingan, perjuangannya beralih ke bidang pendidikan dengan mendirikan perkumpulan dan
sekolah Taman Siswa. Walau menghadapi hambatan, beliau tetap memgang visi dan tujuan awalnya,
yaitu meraih kemerdekaan Indonesia melalui pengembangan pendidikan untuk putera putri bangsa.
Ki Hajar Dewantara mendapat beasiswa bersekolah di STOVIA yaitu Sekolah Dokter Jawa di
Jakarta. Namun beasiswanya dicabut karna ia sakit selama 4 bulan yang mengakibatkan ia tidak naik
kelas. Beasiswanya dicabut setelah Ki Hajar Dewantara dalam sebuah pertemuan mendeklarasikan
sebuah sajak yang menggambarkan keperwiraan Ali Basah Sentot Prawirodirjo, seorang Panglima
Perang P. Diponegoro. Beliau dituduh membangkitkan semangat memberontak terhadap Pemerintah
Hindia Belanda
Semangat perjuangan Ki Hajar Deawantara tidak berhenti sampai disitu. Ia melanjutkan
perjuangannya dengan menjadi wartawan perjuangan melalui tulisan-tulisan kritiknya bagi
Pemerintah Hindia Belanda. Puncaknya adalah ketika ia menulis “Als ik eens Nederlander was”.
Tulisan tersebut berisi sindiran tajam bagi pemerintah Hindia Belanda yang dicetak sebanyak 5.000
eksemplar untuk memprotes kebijakan Pemerintah Kolonial Hinda Belanda yang akan merayakan
kemerdekaan Negara Belanda dari Penjajahan Perancis. Karena tulis-tulisan yang sangat pedas itu,
Tiga Serangkai : Suwardi Suryaningrat, dr. Cipto Mangunkusumo dan Dr. E.F.E. Douwes Dekker
ditangkap dan ditahan dalam penjara. Namun atas kesepakatan mereka bertiga meminta supaya
dibuang ke Nederland, dan permintaan mereka dikabulkan. Dari pembuangannya inilah, Ki Hajar
Dewantara banyak mempelajari masalah pendidikan dan pengajaran dari Montessori, Dalton Frobel,
pesantren, asrama, dan lain-lain.
Melalui berbagai rintangan yang dihadapi oleh Ki Hajar Dewantara, menimbulkan pemikiran
baru untuk mecari jalan menuju kemerdekaan. Untuk mewujudkannya diperlukan penanaman jiwa
merdeka dimulai sejak anak-anak. Cita-cita Ki Hajar Dewantara yaitu “Memayu hayuning sariro,
memayu hayuning bangsa”, dan “memayu hayuning bawono” (membahagiakan diri, bangsa, dan
dunia). Cita-cita tersebut tidak cukup hanya dicapai melalui pergerakan politik saja, tetapi harus
dicapai dengan pendidikan rakyat serta memperbaiki jiwa dan mental bangsa. Untuk mewujudkan
cita-cita tersebut, Ki Hajar Dewantara dkk mendirikan “Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa”
di jl. Tanjung, Pakualaman, Yogyakarta. Perguruan ini awalnya didirikan hanya untuk Taman Kanak-
Kanak. Kemudian dilanjutkan dengan “Mulo Kweekshool” setingkat SMP dan Mulo Kweekshool
setingkat SMA. Dengan didirikannya perguruan tersebut bangsa Indonesia tergugah semangat dan
makin tebal rasa harga dirinya.

Terdapat empat strategi pendidikan Ki Hajar Dewantara, diantaranya (1) pendidikan adalah
proses budaya untuk mendorong siswa agar memiliki jiwa merdeka dan mandiri; (2) membentuk
watak siswa agar berjiwa nasional, namun tetap membuka diri terhadap perkembangan internasional;
(3) membangun pribadi siswa agar berjiwa pionir-pelopor; (4) mendidik berarti mengembangkan
potensi atau bakat yang menjadi Kodrat Alam masing-masing siswa.

Anda mungkin juga menyukai