Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepemimpinan merupakan sebuah tumpuan atau sebagai faktor penting dalam mencapai suatu
goals yang ingin diraih secara individu maupun secara kolektif. Hal ini dapat diartikan bahwa
kepemimpinan merupakan bentuk dari suatu tindakan (action) seorang pemimpin dalam
memotivasi, mendorong, mengarahkan, mengkoordinasikan, dan mengorganisir secara baik dan
benar bagi siapapun yang terlibat dalam suatu organisasi atau kelompok demi mencapai
keberhasilan dalam mewujudkan tujuan bersama. Dalam tahapan untuk mencapai sebuah
kesuksesan, dibutuhkan seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang tepat dan konsisten
dengan kemampuan dan keterampilannya selama menjadi pemimpin. Selain itu, seorang
pemimpin harus senantiasa mampu menciptakan kondusivitas, menjaga kesolidan, meningkatkan
produktivitas dan progresivitas, dan juga menjaga komunikasi yang baik di internal maupun keluar
kelompoknya.

Sosok tokoh Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa dengan Gus Dur merupakan seorang
pemimpin yang kritis dan figur yang sangat berpengaruh dan fenomenal pada saat menjabat
sebagai Presiden RI ke-4. Selain memimpin sebuah negara dengan penduduk terbesar ke-4 dunia,
Gus Dur juga memimpin organisasi Islam terbesar di dunia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) selama 3
periode berturut-turut sejak tahun 1984 hingga tahun 1999. Pada periode terakhir sebagai Ketua
Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Gus Dur berhasil menjadi presiden dengan
mengalahkan Megawati yang merupakan Ketua Umum PDIP yang memiliki suara lebih besar di
parlemen kala itu. Pada tanggal 20 Oktober 1999, Gus Dur terpilih menjadi presiden setelah
berhasil mengkonsolidasikan sebuah gelombang gerakan besar melawan rezim Orde Baru yang
dikenal sebagai gerakan reformasi.

Keberhasilan Gus Dur saat memimpin PBNU adalah mampu menggiring kelompok Islam atau
masyarakat Islam yang mayoritas di Indonesia menjadi kelompok kritis. Kelompok Islam menjadi
seperti basis gerakan kiri (gerakan kritis) yang selalu mengkritisi kebijakan penguasa otoriter dan
represif kala itu. Gus Dur selalu terlihat secara terbuka menolak kebijakan-kebijakan dan cara-cara
politik hegemonik anti demokrasi yang dijalankan oleh Orde Baru. Nahdlatul Ulama di bawah
kepemimpinan Gus Dur aktif melawan pelanggaran hak asasi manusia, juga melakukan pembelaan
dan advokasi kepada kelompok-kelompok marginal, kaum-kaum tertindas, dan kelompok
minoritas semasa politik Orde Baru. Puncaknya, Gus Dur berhasil menggerakkan reformasi yang
melengserkan Soeharto dari kursi presiden yang didudukinya selama 32 tahun.

Pada saat menjadi Presiden Indonesia, Gus Dur mampu mempengaruhi realitas sosial politik
masyarakat Indonesia dengan politik inklusif yang bernuansa Islam. Gus Dur mendorong
demokrasi yang terbuka pasca reformasi dan setelah lengsernya otoritarianisme Orde Baru. Semua
kunkungan politik dan pelanggaran hak asasi manusia selama masa kepemimpinan represif
Presiden Soeharto direkonstruksi melalui berbagai aturan yang pro rakyat kecil, kelompok
marjinal dan tertindas, dan golongan minoritas. Gus Dur menjadi pemersatu bangsa, penyelamat
negara dari berbagai perpecahan, juga menjadi pioneer dalam medorasi beragama di Indonesia
yang masih kental dengan nuansa eksklusivisme, fundamentalisme, dan bahkan radikalisme.

Dalam menjalankan roda pemerintahan, Gus Dur menjalankan prinsip demokrasi terbuka,
humanisme, inklusivisme, dan pluralisme yang menempatkan semua agama sama. Semua rakyat
ditempatkan setara, siapa saja boleh datang dan masuk istana tanpa protokol formal yang ketat.
Gus Dur tinggal di istana dengan berbagai aktivitas publik berupa pengajian dan kegiatan
kebudayaan yang bisa dihadiri oleh siapa saja ke istana negara. Gus Dur memperjuangkan hak
masyarakat keturunan Tionghoa dengan membolehkan perayaan Imlek dan mensahkan agama
Konghucu sebagai agama resmi di Indonesia yang sebelumnya dilarang keras pada era Soeharto.
Gus Dur pula yang memuliakan harkat martabat orang Papua, membangun ruang demokrasi di
Papua, mengakui Papua sebagai bangsa yang memiliki kebudayaan sendiri tetapi merupakan
bagian penting dari Indonesia yang setara dengan suku-suku lainnya. Gus Dur mengubah nama
Irian Jaya yang berkonotasi negatif menjadi Papua, mengizinkan digelarnya Kongres Rakyat
Papua untuk membicarakan kepentingan Papua dan menyelesaikan pelanggaran HAM yang terjadi
di sana, juga mengizinkan dikibarkannya bendera Bintang Kejora tetapi di bawah bendera Merah
Putih. Gus Dur banyak membela orang-orang yang di-bully karena kreatitasnya seperti Ahmad
Dani, Inul Daratis, dan lain-lain, juga membela hak-hak hidup dan hak beragama orang
Ahmadiyah.
Gus Dur telah menjadi tokoh nasionalis yang sekaligus religius. Ekstitensi Gus Dur yang terjun ke
dalam dunia perpolitikan Indonesia telah membawa banyak perubahan yang dinamis sehingga
terkadang memicu kontroversi karena berbagai kebijakan dan pernyataannya bertolak belakang
dengan realitas sosial politik saat itu yang belum banyak dipahami oleh masyarakat. Gus Dur
sering dicaci-maki, selalu menjadi sasaran lawan politiknya, bahkan tidak disukai oleh kelompok
Islam garis keras yang tidak setuju dengan prinsip pluralisme Gus Dur. Pola pandangan dan
pemikiran Gus Dur yang visioner dilatarbelakangi oleh munculnya modernisasi sebagai suatu
paradigma yang membuat banyak kalangan masyarakat sulit untuk memahami dan mengikutinya.

Dari berbagai hal yang dilakukan oleh Gus Dur, ia bukan saja tokoh nasionalis dan agamais, ia
juga merupakan seorang aktivis HAM, cendekiawan, budayawan, penulis, dan juga pengamat
olahraga sepak bola. Gus Dur adalah Bapak Bangsa yang telah banyak berjuang memberikan
sumbangsih pemikiran dan kebijakan bagi bangsa Indonesia.
BIOGRAFI

2.1 Biografi K.H. Abdurahman Wahid

Gus Dur adalah putra pertama dari 6 (enam) bersaudara. Ayahnya bernama KH. Wahid Hasyim
yang merupakan seorang pendiri organisasi besar Nahdlatul Ulama (NU), dan Ibunya bernama Hj.
Sholehah yang merupakan putri dari pendiri sebuah Pesantren di Denanyar Jombang. Masa kecil
Gus Dur yang mempunyai banyak kegemaran seperti membaca dan rajin memanfaatkan
perpustakaan pribadi ayahnya. Gus Dur juga aktif berkunjung keperpustakaan umum di daerah
Jakarta. menginjak usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar,
novel dan buku-buku. Di samping membaca, beliau juga hobi bermain bola, catur dan musik.
Bahkan Gus Dur, pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran
lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop. Kegemarannya ini
menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film. Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada
tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri Festival Film Indonesia. Masa remaja Gus Dur
sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu
pengetahuan mulai meningkat.1

Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian
melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang

1
Greg Barton, Biography Gus Dur, The Authorized Bioghraphy of Abdurrahman Wahid, Yogyakarta:
KLiS, 2003, hal. 25-59
gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh. Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika
Gus Dur berada di Mesir. Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke
Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, beliau bergabung di Fakultas Ushuludin
Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu
Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Beliau kembali menekuni
bakatnya sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus
Dur mulai mendapat perhatian banyak. Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf
Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini
Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi
keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat
dalam kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi
Sasono dalam proyek pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang
dimotori oleh LP3ES.

Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Pada awalnya beliau merintis Pesantren Ciganjur.
Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini
Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan
politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis
dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran
keislaman. Karier yang dianggap `menyimpang`-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama
sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian
Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Beliau juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia
(FFI) tahun 1986, 1987. Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall
wa al-`aqdi yang diketuai K.H. As`ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum
PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar
ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994).
Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Selama
menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur kontroversial. Seringkali pendapatnya berbeda
dari pendapat banyak orang. Abdurrahman Wahid wafat dalam usianya yang ke 69 pada tanggal
30 Desember 2009 pukul 18.40 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.2

2.2 Pola Gunung Es Wawasan Dunia Pada K.H. Abdurahman Wahid

Wawasan dunia terbentuk sebagai pandangan yang paling mendasar dalam kehidupan suatu
individu. Wawasan dunia dapat dikatakan sebagai suatu barometer seorang individu terhadap
sebuah konsep pandangan, nilai-nilai maupun dalam menentukan keputusan.

(sumber foto : https://images.app.goo.gl/SGwMymzXwRDKQCGH6)

Terdapat 4 (empat) bagian yang dapat mencerminkan wawasan dunia seorang pemimpin. Behavior
adalah bagian paling atas yang dapat dilihat oleh banyak individu lainnya, sementara Values,
Beliefs, dan Worldview adalah bagian terdalam yang tidak tampak/ dapat dilihat oleh individu
lainnya. Berikut penjelasan terhadap Behavior, Values, Beliefs, Dan Worldview.

2
Arsip Nasional Republik Indonesia, https://kepustakaan-
presiden.perpusnas.go.id/biography/?box=detail&presiden_id=3&presiden=gusdur (Diakses pada 16
oktober 2022)
1. Worldview

Pandangan hidup seorang Gus Dur yang menganut paham pluralisme, membuatnya memiliki
pemikiran berbeda dari mayoritas individu pada saat itu yang masih menganut paham
eksklusivisme. Gus Dur sangat menjunjung tinggi dan menghargai berbagai perbedaan agama,
suku, ras, etnis, bahasa, kultur, tradisi, dan pandangan masyarakat Indonesia yang merupakan
bangsa majemuk. Baginya, itu merupakan suatu anugerah dari Tuhan yang diberikan kepada
manusia di muka bumi untuk saling menghargai, menghormati, dan membantu satu sama lain.
Konsep non-indeferent dalam pluralitas Gus Dur yang mengakui dan menghormati
kemajemukan dalam beragama mencakup 3 (tiga) nilai universal pluralisme yaitu keadilan,
kebebasan, dan musyawarah sebagai jalan untuk kemaslahatan bangsa. Gus Dur sangat
menghargai pluralitas yang merupakan sebuah realitas dalam kehidupan bermasyarakat. Hal
ini dapat menciptakan lingkungan yang solid, toleransi terhadap sesama, tatanan kehidupan
yang seimbang, mengindari paham ekstremisme, dan banyak hal lainnya yang muncul dalam
sikap pluraslisme.3

Dalam agama yang dianut oleh Gus Dur (Islam), tidak memandang pluralisme sebagai suatu
hal yang dianggap akan membawa perpecahan, melainkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh
alam yang diturunkan oleh Allah SWT. Bagi Gus Dur kehadiran pluralisme akan membawa
dampak positif karena kompetisi dari berbagai macam elemen untuk menjadi yang terbaik.

2. Beliefs

Sebuah kepercayaan yang lahir dari adanya cara pandang seseorang atau worldview, dalam
pandangan ilmu psikologi disebut beliefs merupakan bentuk mindset yang di dalamnya
terdapat sekumpulan kepercayaan sebagai dasar penggerak individu dalam berperilaku. Gus
Dur yang sejak kecil gemar memperbanyak pengalamannya dalam menimba ilmu, salah
satunya adalah fokus pada ajaran Islam yang memiliki kepercayaan penuh bahwa semua
manusia yang hidup dimuka bumi ini berhak atas keadilan, kesetaraan, kebebasan, dan
kemaslahatan. Hal ini dibuktikan dengan sikapnya yang selalu memperjuangkan hak asasi
manusia demi kepentingan masyarakat luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3
Al-Zastrouw Ng., Gus Dur, Siapa sih Sampeyan? Tafsir Teoritik atas Tindakan dan Pernyataan Gus Dur,
Jakarta: Erlangga, 1999, hal. 267-269
Keyakinan Gus Dur dalam Islam yaitu memandang Islam sebagai agama yang membawa
rahmat bagi seluruh alam semesta. Islam tidak boleh tercerabut dari akar kearifan lokal,
kekhasan budaya, tradisi, dan etnis yang mewarnai agama. Muncul istilah pribumisasi Islam
dari Gus Dur yang memandang Islam yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dimiliki
oleh masyarakat Indonesia, bukan arabisasi Islam.4

3. Values

Kepemimpinan yang berbasis nilai (value based leadership) dalam pandangan Kraemer Jr di
dalam bukunya From Values To Action : The Four Principle of Values-Based Leadership
menyebutkan bahwa orang-orang yang kelak menjadi pemimpin akan efektif apabila ia
menerapkan mindset “siapa mereka dan apa yang paling penting bagi mereka.”5

Melihat Gus Dur yang sudah meraih banyak pengalaman dan ilmu, membuatnya berperan aktif
dalam memperjuangkan banyak hal, contohnya perjuangan hak asasi manusia, turut serta
dalam menyuarakan kesetaraan di kehidupan bermasyarakat, dan lain-lain. Hal ini tentu
membuat Gus Dur mendapatkan kepuasan sebagai seorang pemimpin atas pencapaiannya
sehingga Gus Dur terus bersemangat untuk melakukan terobosan yang berguna bagi bangsa
dan negara.

4. Behaviour

Gus Dur banyak melakukan tindakan-tindakan yang dipandang nyeleneh atau di luar kebiasaan
dan pemikiran orang-orang pada umumnya. Gus Dur selalu santai menanggapi berbagai
persoalan dengan perkataan, “begitu saja kok repot.” Setiap tindakan dan ucapan Gus Dur yang
dipandang di luar kebiasaan, biasanya akan dipahami oleh orang-orang yang bisa berpikir out
of the box atau bisa dipahami setelah suatu peristiwa terjadi, baru kemudian orang-orang
menyadari bahwa apa disampaikan atau dilakukan oleh Gus Dur benar. Bahkan, Gus Dur
sering melempar lelucon ketika menghadapi sesuatu atau bahkan untuk melawan satu
argumentasi atau tindakan yang berkonfrontasi dengannya.6 Apa yang dilakukan oleh Gus Dur

4
Lihat Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, 2006, Jakarta: The WAHID Institute, hal.
259
5
Harry M. Kraemer, From Values To Action : The Four Principle of Values-Based Leadership, ISBN: 978-
1-118-03718-8, 2011, Hal. 79-94
6
Mustofa Ismail, Putu Setia, Retno Pujiastuti (editor), Melawan melalui lelucon : kumpulan kolom
Abdurrahman Wahid di Tempo, Jakarta: Pusat Data dan Analisa Tempo, 2000, hal. 5
ini sesungguhnya sedang menunjukkan kualitas kepemimpinan yang bijaksana, tenang, dan
selalu berpikir jernih dalam setiap menghadapi masalah dan me-manage-nya dengan baik yang
outputnya berbentuk jokes, sindirian, dan sebagainya.

Tindakan Gus Dur yang selalu berpegang teguh pada agama dan Pancasila yang tercipta karena
worldview Gus Dur yang berorientasi pada kemaslahatan bangsa sehingga menghasilkan
banyak hal yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Baginya, membantu, memperjuangkan,
membangun, dan menata bangsa demi kepentingan bersama adalah suatu hal yang wajib
berada dalam diri seorang pemimpin. Gus Dur pernah berkata, “Memanusiakan manusia
berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan
dan menistakan Penciptanya." Ia memiliki jargon yang terkenal, "Tidak penting apapun agama
atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak
akan pernah tanya apa agamamu.”7

7
M. Sulton Fatoni & Wijdan Fr., The Wisdom of Gus Dur: Butir-Butir Kearifan Sang Waskita, Depok:
Imania, 2014, hal. 20

Anda mungkin juga menyukai