Anda di halaman 1dari 8

Nama: Ahmad Saefiyulloh

Kls: XII IPS 3

Mata pel: Sejarah Indonesia

Tugas Mandiri

1. Pada masa Reformasi muncullah 4 (empat) orang toko yang dianggap panutan para mahasiswa,
tokoh tersebut adalah : Sri Sultan Hamengkubuwono X, Megawati, Abdurahman Wahid dan Amin Rais,
buat biografi singkat tentang salah satu tokoh tersebut!

2. Salah satu peristiwa yang menyedihkan dari kejadian reformasi adalah peristiwa kekerasan terhadap
warga negara keturunan, Carilah artikel – artikel dan foto- fotonya dari peristiwa tersebut

(Jawaban)

1. Biografi Singkat Gus Dur atau KH. Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur memiliki nama lengkap Abdurrahman ad-Dakhil.
Secara etimologi, ad-Dakhil berarti sang penakluk.

Namun dikarenakan nama ad-Dakhil tidak begitu dikenal, maka diganti dengan namaAbdurrahman
Wahid. Sebutan Gus Dur dikarenakan lahir di lingkungan pesantren.

Gus adalah kependekan dari kata Bagus yaitu sebutan yang sering diberikan kepada anak seorang kyai
sebagai bentuk penghormatan di Daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Gus Dur dikenal sebagai tokoh
yang kontroversial dan berdedikasi tinggi terhadap penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) pembela kaum
minoritas.

Sosoknya yang penuh teka-teki dan kontroversial sehingga pemikiran dan tindakannya sering
disalahpahami oleh banyak kalangan. Kenali lebih dalam mengenai sosok Gus Dur melalui buku Biografi
Gus Dur dibawah ini.
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dilahirkan di Jombang, Jawa Timur 4 Agustus 1940. Gus Dur
merupakan putra pertama dari enam bersaudara. Ayahnya bernama KH. Wahid Hasyim yang merupakan
putra dari KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi massa Islam
terbesar di Indonesia dan sekaligus pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang.

Ibunya bernama Hj. Sholehah merupakan putri Kh. Bisri Syansuri pendiri Pesantren Denanyar Jombang,
Jawa Timur. Kakek KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari sanad ibunya merupakan Rais ‘Aam di
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai pengganti posisi KH. Wahab Chasbullah.

Tahun 1949, ayah Gus Dur diangkat menjadi kepala Menteri Agama pertama sehingga keluarga Wahid
Hasyim pindah ke Jakarta untuk memasuki suasana yang baru. Setelah kepindahannya di Jakarta,
berbagai tamu dari berbagai kalangan bertamu ke kediaman Wahid Hasyim. Hal itu menjadikan Gus Dur
menambah pengalaman untuk mengenal dunia politik.

Sejak kecil Gus Dur sudah terlihat memiliki kesadaran penuh untuk mengemban tanggung jawab
terhadap Nahdlatul Ulama (NU). Sekitar bulan April tahun 1953, Gus Dur Bersama ayahnya berangkat
ke Sumedang, Jawa Barat untuk menghadiri pertemuan Nahdlatul Ulama (NU) dengan mengendarai
mobil, akan tetapi di tengah perjalanan mengalami kecelakaan yang mengakibatkan ayahnya meninggal.

Sebagai tokoh panutan para masyarakat Indonesia, Gus Dur sangat dihormati oleh banyak kalangan
karena pengabdiannya kepada masyarakat, demokrasi, dan Islam toleran.

Riwayat Pendidikan Gus Dur – KH. Abdurrahman Wahid

Setelah lulus dari Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1953, Gus Dur dikirim oleh orang tuanya untuk belajar
di Yogyakarta. Untuk masuk ke Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Gowongan, sekaligus
menetap di Pesantren Krapyak.

SMEP merupakan sekolah formal yang dikelola oleh Gereja Katolik Roma. Sekolah tersebut banyak
menggunakan kurikulum yang sekuler, dan dari sekolah tersebut Gus Dur pertama kali belajar bahasa
Inggris. Karena Gus Dur merasa kurang leluasa aktivitasnya selama berada dalam dunia pesantren,
akhirnya Gus Dur meminta pindah ke kota dan menetap di Rumah H. Junaedi yang merupakan salah
seorang pimpinan lokal Muhammadiyah sekaligus orang yang sangat berpengaruh di SMEP.

Rutinitas kesehariannya setelah shalat subuh Gus Dur berangkat mengaji ke KH. Maksum Krapyak. Pada
siang harinya, Gus Dur sekolah di SMEP dan malam hari Gus Dur ikut berdiskusi dengan H. Junaedi
dengan anggota Muhammadiyah yang lain.

Untuk meningkatkan belajar Bahasa Inggris, Gus Dur tidak hanya sebatas memahami buku-buku yang
berbahasa Inggris. Akan tetapi berusaha menggali informasi dari berbagai mancanegara dan aktif
mendengarkan siaran radio Voice of America dan BBC London.

Saat seorang bernama Sumantri (guru SMEP) mengetahui Gus Dur pandai bahasa Inggris, Sumantri
memberinya buku berjudul What is To Be Done. Pada saat yang sama Gus Dur telah mengenal Das
Kapital Karl Marx, filsafat Plato, Thales, dan lain-lain.

Tamat dari sekolah tersebut Gus Dur melanjutkan Pendidikan ke pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa
Tengah pimpinan KH. Chaudhary. Gus Dur pun dikenal dengan ritual-ritual sufi yang mistik dengan
bimbingan kiainya. Dari situlah Gus dur sering melakukan ziarah ke kuburan-kuburan para wali yang
keramat di Pulau Jawa.

Pada saat di pesantren, Gus Dur tidak pernah lupa membawa koleksi-koleksi bukunya sehingga
membuat para santri yang lain heran melihat buku-buku bacaannya.

Tak hanya itu, Gus Dur pun mulai menunjukkan kemampuannya dalam hal berbicara dan humor yang
membuat santri lain terhibur dengan gaya bicara dan sifat humorisnya. Dalam kehidupannya di
lingkungan pesantren, ada sebuah cerita yang menarik dari sosok Gus Dur, pada saat acara imtihan yang
diselenggarakan sebelum puasa ramadhan, acara tersebut bertujuan untuk menyambut kelulusan para
santri yang telah selesai menempuh pendidikan.

Gus Dur membuat konsep yang berbeda dari acara-acara sebelumnya, acara imtihan dibuat sedemikian
rupa sehingga tidak kelihatan terlalu formal dan kaku. Gus Dur menyediakan konsumsi serta hiburan
rakyat seperti: tarian tradisional, gamelan, kuda lumping, jathilan, dan masih banyak lagi.
Padahal di dalam dunia pesantren, hiburan rakyat semacam ini tidak biasa dilakukan atau dianggap tabu.
Acara tersebut terselenggara atas ide Gus Dur di Pesantren Tegalrejo. Setelah menghabiskan waktunya
selama dua tahun di Pesantren Tegalrejo, Magelang, kemudian berpindah kembali ke Jombang dan
menetap di pesantren Tambak Beras hingga Gus Dur berusia 20 tahun.

Di Pesantren Tambak Beras, Gus Dur menjadi ustad sekaligus menjadi ketua keamanan di Pesantren
milik pamannya yaitu KH. Abdul Fatah. Saat usianya 22 tahun, Gus Dur berangkat menuju Mekah untuk
menunaikan ibadah haji sekaligus menuju Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas al-Azhar.

Setibanya di Mesir, Gus Dur merasa kecewa karena tidak dapat langsung melanjutkan ke kampus Al-
Azhar karena harus masuk ke Madrasah Aliyah dahulu. Di luar kegiatan kampus, Gus Dur antusias untuk
mengunjungi makam keramat para wali seperti: Syeikh Abdul Qadir Jaelani, pendiri Jamaah Tarekat
Qadiriyah dan Gus Dur pun banyak mendalami ajaran Imam Junaid Al-Baghdadi yang merupakan pendiri
aliran tasawuf yang banyak diikuti oleh jamaah NU.

Dengan demikian, Gus Dur menemukan sumber inspirasi dalam wilayah spiritualnya. Setelah
menyelesaikan pendidikan di Baghdad, Gus Dur bermaksud melanjutkan studi ke Eropa, akan tetapi
persyaratannya cukup ketat karena harus menguasai Bahasa Jerman, Yunani, dan Latin. Untuk
menghilangkan rasa kecewanya akhirnya Gus Dur menjadi pelajar keliling yang melakukan kunjungan ke
Universitas-universitas lain.

Akhirnya Gus Dur menetap di Belanda selama 6 bulan, sekaligus mendirikan suatu perkumpulan Pelajar
Muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di daratan Eropa.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama di perantauan, dalam sebulan Gus Dur dua kali pergi ke
pelabuhan untuk bekerja sebagai cleaning service kapal tanker dan Gus Dur pun sempat pergi ke McGill
University of Canada untuk memperdalam kajian keislaman.

Kemudian Gus Dur kembali ke Indonesia setelah terilhami sebuah berita tentang perkembangan dunia
pesantren dan perjalanan studinya berakhir pada 1971. Kemudian kembali ke Jawa dan memulai
kehidupan baru sekaligus menjadi perjalanan awal karirnya.
Semangat belajar Gus Dur tidak pernah surut. Tahun 1979, Gus Dur ditawari untuk menempuh
pendidikan di Australia untuk mendapatkan gelar doktor, namun hal tersebut tidak bisa dipenuhi oleh
Gus Dur. Gus Dur merupakan sosok yang gemar membaca dan sangat aktif memanfaatkan perpustakaan
milik ayahnya dan sering berkunjung ke perpustakaan umum di Jakarta.

Sejak usia remaja, Gus Dur sudah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel, serta buku-buku
seperti tentang filsafat serta dokumen-dokumen mancanegara juga tidak luput dibacanya. Selain gemar
membaca Gus Dur juga suka bermain bola, catur, menonton bioskop, dan mendengarkan musik.

Gus Dur Sebagai Presiden RI Ke-4

Setelah jatuhnya era Soeharto, banyak partai politik baru terbentuk. Pada Juni 1998, banyak orang dari
komunitas NU berharap pada Gus Dur untuk membentuk parti politik. Pada Juli 1998, Gus Dur mulai
menanggapi ide tersebut karena menyadari bahwa partai politik merupakan satu-satunya cara untuk
berjuang di dunia politik (pemerintahan).

Gus Dur akhirnya menyetujui pembentukan parpol yang kemudian diberi nama PKB (Partai Kebangkitan
Bangsa). Beliau menjabat menjadi Ketua Dewan Penasihat.

Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandiat pemilihan presiden.
Kemudian pada Juni 1999 partai PKB beraliansi dengan PDIP dikarenakan tidak memiliki kursi mayoritas
penuh.

Pada Juli, Amin Rais membentuk poros tengah yang berisi partai-partai politik muslim. Poros tengah ini
mencalonkan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden. Hal ini tentu saja merubah
komitmen terhadap PDI-P.

Pada 7 Oktober 1999, Gus Dur secara resmi dinyatakan sebagai calon presiden oleh Poros Tengah.
Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan
presiden.

Kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar
akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden
baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara,
sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Sebagai Presiden Indonesia ke-4, Gus Dur menjadi figur perekat berbagai komponen bangsa yang saat
itu sedang terkoyak. Namun, perjalanan politiknya ternyata berlikaliku, seperti halnya yang dibahas pada
buku Perjalanan Politik Gus Dur dibawah ini.

2. Kerusuhan Mei 1998 yang terjadi di Jakarta tidak dapat dilupakan, peristiwa itu menjadi sejarah
negara Indonesia, hingga kini.

Berikut adalah kronologi peristiwa kerusuhan Mei 1998, seperti dilansir dari Kompas.com (artikel terbit
tanggal 13/05/20)

Sekitar pukul 11.30 WIB

Massa sudah berdiam dan berkumpul di area sekitar Kampus Trisakti, hingga akhirnya mereka bergerak
pada pukul 11.30.

Massa adalah merupakan sekumpulan mahasiswa Trisakti.

Mereka bergerak, karena sehari sebelumnya (12/05/98), sebanyak 4 orang mahasiswa Trisakti ditembak
mati oleh aparat.

Mereka gugur saat melakukan aksi damai dan meminta reformasi.

Sebelum bergerak, mahasiswa melakukan aksi berkabung untuk mengenang teman mereka yang gugur.

Sekitar pukul 12.00 WIB

Terjadi pembakaran kendaraan bermotor di dekat jalan layang, dekat Kampus Trisakti.
Massa melempari aparat dengan batu, botol dan benda lainnya karena aparat memblokir jalan di depan
Mal Ciputra.

Aparat mengeluarkan rentetan tembakan peringatan dan gas air mata.

Massa sempat mundur, namun kembali mengamuk dengan membakar dan merusak gedung.

Sekitar pukul 13.00 WIB

Ratusan mahasiswa Atma Jaya menggelar aksi duka cita bagi mahasiswa korban tragedi Trisakti.

Berlangsung di depan kampus Atma Jaya, kawasan Semanggi dan sekitarnya menjadi ramai dan
dibubarkan oleh Polri dengan gas air mata.

Sekitar pukul 15.30 WIB

3 helikopter terbang rendah dan meminta massa untuk bubar dan pulang ke rumah. Namun, bentrokan
antara massa dan aparat tidak dapat dihindarkan.

Sekitar pukul 16.00 WIB

Menurut paramedis dari Universitas Trisakti, setidaknya ada 9 orang terkena tembakan, dengan rincian
3 orang kena peluru karet dan 6 orang kena peluru tajam.

Selepas pukul 18.00 WIB

Massa semakin tidak terbendung, hingga larut malam terus terjadi pembakaran dan penjarahan.

Akibat dari kerusuhan Mei 1998 ini adalah kondisi pemerintahan Orde Baru, Soeharto menjadi tidak
stabil dan ia mundur pada 21 Mei 1998.

Anda mungkin juga menyukai