Anda di halaman 1dari 7

1.

Identitas Diri
1. Nama : Abdurrahmann Wahid
2. Tempat, Tanggal Lahir : Denanyar 7 September 1940

3. Jenis Kelamin : Laki - Laki

4. Agama : Islam

5. Kebangsaan : Indonesia

6. Kenegaraan : Indonesia

7.Parta Politik. : PKB

8.Orang tua. : Wahid Hasyim dan Siti Sholehah

9.Profesi. : Ulama dan Politikus

10.Meninggal. : Jakarta 30 Desember 2009


2. Biografi
Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur memiliki
nama lengkap Abdurrahman ad-Dakhil. Secara etimologi ad-Dakhil
berarti sang penakluk.
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dilahirkan di Jombang, Jawa
Timur 4 Agustus 1940. Gus Dur merupakan putra pertama dari enam
bersaudara. Ayahnya bernama KH. Wahid Hasyim yang merupakan
putra dari KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama
(NU) sebagai organisasi massa Islam terbesar di Indonesia dan
sekaligus pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang.
Ibunya bernama Hj. Sholehah merupakan putri Kh. Bisri Syansuri
pendiri Pesantren Denanyar Jombang, Jawa Timur. Kakek KH
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari sanad ibunya merupakan Rais
‘Aam di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai pengganti
posisi KH. Wahab Chasbullah.
Tahun 1949, ayah Gus Dur diangkat menjadi kepala Menteri Agama
pertama sehingga keluarga Wahid Hasyim pindah ke Jakarta untuk
memasuki suasana yang baru. Setelah kepindahannya di Jakarta,
berbagai tamu dari berbagai kalangan bertamu ke kediaman Wahid
Hasyim. Hal itu menjadikan Gus Dur menambah pengalaman untuk
mengenal dunia politik.Sejak kecil Gus Dur sudah terlihat memiliki
kesadaran penuh untuk mengemban tanggung jawab terhadap
Nahdlatul Ulama (NU). Sekitar bulan April tahun 1953, Gus Dur
Bersama ayahnya berangkat ke Sumedang, Jawa Barat untuk
menghadiri pertemuan Nahdlatul Ulama (NU) dengan mengendarai
mobil, akan tetapi di tengah perjalanan mengalami kecelakaan yang
mengakibatkan ayahnya meninggal
3.Riwayat Pendidikan Gus Dur – KH. Abdurrahman Wahid
Setelah lulus dari Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1953, Gus Dur
dikirim oleh orang tuanya untuk belajar di Yogyakarta. Untuk masuk
ke Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Gowongan,
sekaligus menetap di Pesantren Krapyak.
SMEP merupakan sekolah formal yang dikelola oleh Gereja
Katolik Roma. Sekolah tersebut banyak menggunakan kurikulum
yang sekuler, dan dari sekolah tersebut Gus Dur pertama kali belajar
bahasa Inggris. Karena Gus Dur merasa kurang leluasa aktivitasnya
selama berada dalam dunia pesantren, akhirnya Gus Dur meminta
pindah ke kota dan menetap di Rumah H. Junaedi yang merupakan
salah seorang pimpinan lokal Muhammadiyah sekaligus orang yang
sangat berpengaruh di SMEP.
Rutinitas kesehariannya setelah shalat subuh Gus Dur berangkat
mengaji ke KH. Maksum Krapyak. Pada siang harinya, Gus Dur
sekolah di SMEP dan malam hari Gus Dur ikut berdiskusi dengan H.
Junaedi dengan anggota Muhammadiyah yang lain.Untuk
meningkatkan belajar Bahasa Inggris, Gus Dur tidak hanya sebatas
memahami buku-buku yang berbahasa Inggris. Akan tetapi berusaha
menggali informasi dari berbagai mancanegara dan aktif
mendengarkan siaran radio Voice of America dan BBC London.Saat
seorang bernama Sumantri (guru SMEP) mengetahui Gus Dur pandai
bahasa Inggris, Sumantri memberinya buku berjudul What is To Be
Done. Pada saat yang sama Gus Dur telah mengenal Das Kapital Karl
Marx, filsafat Plato, Thales, dan lain-lain.
Tamat dari sekolah tersebut Gus Dur melanjutkan Pendidikan ke
pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah pimpinan KH.
Chaudhary. Gus Dur pun dikenal dengan ritual-ritual sufi yang mistik
dengan bimbingan kiainya. Dari situlah Gus dur sering melakukan
ziarah ke kuburan-kuburan para wali yang keramat di Pulau
Jawa.Pada saat di pesantren, Gus Dur tidak pernah lupa membawa
koleksi-koleksi bukunya sehingga membuat para santri yang lain
heran melihat buku-buku bacaannya.
Tak hanya itu, Gus Dur pun mulai menunjukkan kemampuannya
dalam hal berbicara dan humor yang membuat santri lain terhibur
dengan gaya bicara dan sifat humorisnya. Dalam kehidupannya di
lingkungan pesantren, ada sebuah cerita yang menarik dari sosok Gus
Dur, pada saat acara imtihan yang diselenggarakan sebelum puasa
ramadhan, acara tersebut bertujuan untuk menyambut kelulusan para
santri yang telah selesai menempuh pendidikan.Gus Dur membuat
konsep yang berbeda dari acara-acara sebelumnya, acara imtihan
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak kelihatan terlalu formal dan
kaku. Gus Dur menyediakan konsumsi serta hiburan rakyat seperti:
tarian tradisional, gamelan, kuda lumping, jathilan, dan masih banyak
lagi.
Padahal di dalam dunia pesantren, hiburan rakyat semacam ini tidak
biasa dilakukan atau dianggap tabu. Acara tersebut terselenggara atas
ide Gus Dur di Pesantren Tegalrejo. Setelah menghabiskan waktunya
selama dua tahun di Pesantren Tegalrejo, Magelang, kemudian
berpindah kembali ke Jombang dan menetap di pesantren Tambak
Beras hingga Gus Dur berusia 20 tahun.Di Pesantren Tambak Beras,
Gus Dur menjadi ustad sekaligus menjadi ketua keamanan di
Pesantren milik pamannya yaitu KH. Abdul Fatah. Saat usianya 22
tahun, Gus Dur berangkat menuju Mekah untuk menunaikan ibadah
haji sekaligus menuju Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas
al-Azhar.Setibanya di Mesir, Gus Dur merasa kecewa karena tidak
dapat langsung melanjutkan ke kampus Al-Azhar karena harus masuk
ke Madrasah Aliyah dahulu. Di luar kegiatan kampus, Gus Dur
antusias untuk mengunjungi makam keramat para wali seperti: Syeikh
Abdul Qadir Jaelani, pendiri Jamaah Tarekat Qadiriyah dan Gus Dur
pun banyak mendalami ajaran Imam Junaid Al-Baghdadi yang
merupakan pendiri aliran tasawuf yang banyak diikuti oleh jamaah
NU
Dengan demikian, Gus Dur menemukan sumber inspirasi dalam
wilayah spiritualnya. Setelah menyelesaikan pendidikan di Baghdad,
Gus Dur bermaksud melanjutkan studi ke Eropa, akan tetapi
persyaratannya cukup ketat karena harus menguasai Bahasa Jerman,
Yunani, dan Latin. Untuk menghilangkan rasa kecewanya akhirnya
Gus Dur menjadi pelajar keliling yang melakukan kunjungan ke
Universitas-universitas lain.Akhirnya Gus Dur menetap di Belanda
selama 6 bulan, sekaligus mendirikan suatu perkumpulan Pelajar
Muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di daratan Eropa.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama di perantauan, dalam


sebulan Gus Dur dua kali pergi ke pelabuhan untuk bekerja sebagai
cleaning service kapal tanker dan Gus Dur pun sempat pergi ke
McGill University of Canada untuk memperdalam kajian
keislaman.Kemudian Gus Dur kembali ke Indonesia setelah terilhami
sebuah berita tentang perkembangan dunia pesantren dan perjalanan
studinya berakhir pada 1971. Kemudian kembali ke Jawa dan
memulai kehidupan baru sekaligus menjadi perjalanan awal
karirnya.Semangat belajar Gus Dur tidak pernah surut. Tahun 1979,
Gus Dur ditawari untuk menempuh pendidikan di Australia untuk
mendapatkan gelar doktor, namun hal tersebut tidak bisa dipenuhi
oleh Gus Dur. Gus Dur merupakan sosok yang gemar membaca dan
sangat aktif memanfaatkan perpustakaan milik ayahnya dan sering
berkunjung ke perpustakaan umum di Jakarta.Sejak usia remaja, Gus
Dur sudah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel, serta
buku-buku seperti tentang filsafat serta dokumen-dokumen
mancanegara juga tidak luput dibacanya. Selain gemar membaca Gus
Dur juga suka bermain bola, catur, menonton bioskop, dan
mendengarkan musik.
4.Gus Dur Sebagai Presiden RI Ke-4
Setelah jatuhnya era Soeharto, banyak partai politik baru terbentuk.
Pada Juni 1998, banyak orang dari komunitas NU berharap pada Gus
Dur untuk membentuk parti politik. Pada Juli 1998, Gus Dur mulai
menanggapi ide tersebut karena menyadari bahwa partai politik
merupakan satu-satunya cara untuk berjuang di dunia politik
(pemerintahan).

Gus Dur akhirnya menyetujui pembentukan parpol yang kemudian


diberi nama PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Beliau menjabat
menjadi Ketua Dewan Penasihat.Pada 7 Februari 1999, PKB secara
resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandiat pemilihan presiden.
Kemudian pada Juni 1999 partai PKB beraliansi dengan PDIP
dikarenakan tidak memiliki kursi mayoritas penuh.Pada Juli, Amin
Rais membentuk poros tengah yang berisi partai-partai politik
muslim. Poros tengah ini mencalonkan Gus Dur sebagai kandidat
ketiga pada pemilihan presiden. Hal ini tentu saja merubah komitmen
terhadap PDI-P.
Pada 7 Oktober 1999, Gus Dur secara resmi dinyatakan sebagai calon
presiden oleh Poros Tengah.Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak
pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan
presiden.Kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus
Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai
memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih
sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan
Megawati hanya 313 suara.Sebagai Presiden Indonesia ke-4, Gus Dur
menjadi figur perekat berbagai komponen bangsa yang saat itu sedang
terkoyak.
5.Tutup usianya Gus dur

30 Desember 2009, Indonesia berduka. Presiden keempat RI


Abdurrahman Wahid, yang akrab disapa Gus Dur, meninggal dunia
pada usia 69 tahun.Gus Dur tutup usia pada pukul 18.45 WIB di
Rumah Sakit Cipto Mangkusumo, Jakarta. Kabar duka ini pertama
kali disampaikan Ketua Tim Dokter, Yusuf Misbah, yang merawat
Gus Dur sejak 26 Desember 2009 di RSCM.

Gus Dur masuk rumah sakit akibat kesehatannya yang terus


menurun setelah melakukan ziarah ke makam sejumlah ulama di Jawa
Timur.Menurut Yusuf, kondisi Gus Dur sempat membaik selama
perawatan. Namun pada Rabu, 30 Desember itu, sekitar pukul 11.30
WIB kesehatan Gus Dur mendadak memburuk.Kondisi ini
disebabkan komplikasi penyakit yang dideritanya selama ini, yaitu
ginjal, diabetes, stroke, dan jantung.

Gus Dur kemudian dinyatakan kritis pada pukul 18.15 WIB, hingga
kemudian dinyatakan wafat pada 18.45 WIB.Meninggalnya Gus Dur
menjadi kabar duka cita bagi Indonesia. Pernyataan duka ini
disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga
didampingi Wapres Boediono.SBY menyampaikan dukacita
mendalam atas nama negara, pemerintah, dan pribadi atas
meninggalnya Gus Dur. SBY juga meminta masyarakat mengibarkan
bendera setengah tiang selama sepekan sebagai bentuk penghormatan
dan berkabung.

Anda mungkin juga menyukai