Kelompok 9 - Gusdur
Nama Kelompok :
- Joshua Oktavianus
- Lidya Rahmawati
- Nilam Ardiningrum
- Noer Fathia Aini
- Putra Heitra Dwi Rendagraha
- Rifdah Septianingsih
- Shanti Kurniasari
GUSDUR
1. BIOGRAFI AKTIVIS
Nama Lengkap : K.H Abdurrahman Wahid
Agama : Islam
A. Sejarah Kehidupan
Kyai Haji Abdurrahman Wahid adalah seorang tokoh yang memiliki gaya unik dan
khas. Abdurrahman Wahid atau akrab dipanggil dengan nama Gus Dur. Gus adalah
panggilan kehormatan khas yang diberikan kepada seorang anak kiai yang berarti “abang
atau mas". Gus Dur adalah anak pertama dari enam bersaudara. Beliau lahir dari keluarga
yang terhormat. K.H. Hasyim Asyari, merupakan kakek dari ayahnya yang dikenal
sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sementara itu K.H. Bisri Syansuri, kakek dari
ibunya adalah pengajar pesantren pertama pada kaum perempuan. Ayahnya K.H. Wahid
Hasyim adalah sosok yang terjun dalam Gerakan Nasionalis. Pada tahun 1949 ayah dari
Gus Dur menjadi Menteri Agama. Ibunya Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pondok
Pesantren Denayar Jombang.
Pada usia 13 tahun, Abdurrahman Wahid kehilangan ayahnya dan hidup sebagai anak
yatim. Pada saat itu Abdurrahman Wahid sedang melakukan perjalanan bersama ayahnya
menggunakan kendaraan. Beliau berada di depan dan ayahnya berada di belakang. Ketika
mobil terbalik ayahnya terlempar keluar dan luka parah. Sehari kemudian meninggal
dunia.
Aktivitas Gus Dur sehari-hari di sibukkan dengan menerima tamu di rumah kakeknya
yang terdiri dari para tokoh dengan berbagai latar belakang bidang profesi yang berbeda-
beda. Tradisi ini memberikan pengalaman tersendiri dan secara tidak langsung Gus Dur
juga mulai berkenalan dengan dunia politik.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa all-aqdi
yang diketuai KH. As‟ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU
pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar
ke-28 dipesantren kerapyak, Yogyakarta (1989) dan muktamar di Cipasung, Jawa Barat
(1989). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden
RI ke-4. Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur yang kontroversal.
pendapatnya sering berbeda dengan pendapat orang lain.
B. Pendidikan K.H. Abdurrahman Wahid
Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin
memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Beliau aktif berkunjung ke perpustakaan
umum di Jakarta. Pada usia balasan tahun, Gus Dur sering membaca berbagai majalah,
surat kabar, novel dan buku-buku. Beliau juga hobi bermain bola, catur dan music. Gus
Dur pernah diminta menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya adalah
menonton bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam
dunia film. Hal tersebut membuat Gus Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua
juri festival film Indonesia.
Gus Dur hidup dilingkungan keluarga yang mempunyai pemikiran yang maju dan taat
beragama. Ayah Gus Dur pada usia masih sangat muda, sudah memiliki kegiatan yang
sangat padat. Pikirannya banyak dicurahkan untuk pengembangan kemajuan Indonesia.
Beliau sangat cinta kepada Indonesia , sehingga beliau sering disebut sebagai seorang
nasionalis.
Gus Dur menempuh ilmu di Jakarta dengan masuk ke SD Kris sebelum pindah ke SD
Matraman Perwari. Pada tahun 1952 ayahnya sudah tidak menjadi Menteri Agama tetapi
beliau tetap tinggal di Jakarta. Pada tahun 1953 di bulan April ayah Gus Dur meninggal
dunia akibat kecelakaan mobil. Pada tahun 1954 pendidikannya berlanjut dengan masuk
ke sekolah menengah pertama, yang pada saat itu ia tidak naik kelas. Lalu ibunya
mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan.
Setelah lulus dari SMP pada tahun 1957, Gus Dur memulai pendidikan muslim di
sebuah Pesantren yang bernama Pesantren Tegal Rejo di Kota Magelang. Pada tahun
1959 ia pindah ke Pesantren Tambak Beras di Kota Jombang. Beliau menerima pekerjaan
pertamanya sebagai seorang guru yang nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Beliau
menjadi guru sambil melanjutkan pendidikannya. Beliau juga bekerja sebagai jurnalis
Majalah Horizon dan Majalah Budaya Jaya.
Pada tahun 1963 beliau menerima beasiswa dari Kementerian Agama untuk
melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Beliau pergi ke Mesir
pada November tahun 1963. Universitas memberitahu Gus Dur untuk mengambil kelas
remedial sebelum belajar bahasa Arab dan belajar Islam. Meskipun mahir berbahasa
Arab, beliau tidak mampu memberikan bukti bahwa sesungguhnya ia mahir berbahasa
Arab. Beliau pun terpaksa harus mengambil kelas remedial.
Pada tahun 1964 Gus Dur terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi
jurnalis majalah dari asosiasi tersebut. Akhirnya ia berhasil lulus dari kelas remedialnya
pada akhir tahun. Pada tahun 1965 ia memulai belajar ilmu Islam dan juga bahasa Arab.
Namun Gus Dur kecewa dan menolak metode belajar dari universitas karena ia telah
mempelajari ilmu yang diberikan.
Pada tahun 1966 beliau harus mengulang pendidikannya karena mengalami kegagalan
di Mesir. Namun pendidikan pasca sarjana Gus Dur diselamatkan oleh beasiswa di
Universitas Baghdad. Akhirnya ia pindah menuju Irak dan menikmati lingkungan
barunya. Meskipun pada awalnya beliau lalai, namun ia dengan cepat belajar. Gus Dur
juga meneruskan keterlibatannya dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan sebagai penulis
majalah Asosiasi tersebut.
Pada tahun 1970 beliau menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad.
Setelah itu, Gus Dur ke Belanda untuk meneruskan pendidikan. Beliau ingin belajar di
Universitas Leiden, namun ia kecewa karena pendidikan di Universitas Baghdad tidak
diakui oleh universitas tersebut. Akhirnya ia pergi ke Jerman dan Perancis sebelum
kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1971.
Di Jakarta, Gus Dur berharap akan kembali ke luar negeri untuk belajar di Universitas
McGill di Kanada. Ia pun bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan
Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Organisasi ini terdiri dari kaum intelektual muslim
progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang bernama Prima dan Gus
Dur menjadi salah satu kontributor utama majalah tersebut. Beliau berkeliling pesantren
di seluruh Jawa.
Pada saat itu pesantren berusaha keras untuk mendapatkan pendanaan dari pemerintah
dengan mengadopsi kurikulum pemerintah. Karena nilai-nilai pesantren semakin luntur
akibat perubahan ini, Gus Dur pun prihatin dengan kondisi tersebut. Ia juga prihatin akan
kemiskinan yang melanda pesantren yang ia lihat. Melihat kondisi tersebut Gus Dur
membatalkan belajar ke luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.
C. Karir-Karir
Sepulang dari mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru.
Pada tahun 1971, tokoh muda ini bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu
Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian ia menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan
pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Ia kembali menekuni bakatnya
sebagai penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur
mulai mendapat perhatian banyak.
Djohan Efendi, seorang intelektual terkemuka pada masanya, menilai bahwa Gus Dur
adalah seorang pencerna, mencerna semua pemikiran yang dibacanya, kemudian diserap
menjadi pemikirannya tersendiri. Sehingga tidak heran jika tulisan-tulisannya jarang
menggunakan foot note.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di
Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering
mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan
dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri.
Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama
Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono dalam proyek pengembangan
pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang dimotori oleh LP3ES.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula ia merintis Pesantren
Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib
syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius
mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku
dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di
lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman.
Karier yang dianggap ‘menyimpang’-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh
agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Ia juga menjadi ketua juri dalam
Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi
yang diketuai K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU
pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar
ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat
(1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden
RI ke-4.
Meskipun sudah menjadi presiden, ke nyelenehan Gus Dur tidak hilang, bahkan
semakin diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Dahulu, mungkin hanya masyarakat
tertentu, khususnya kalangan nahd liyin yang merasakan kontroversi gagasannya.
Sekarang seluruh bangsa Indonesia ikut memikirkan kontroversi gagasan yang
dilontarkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid.
Catatan perjalanan karier Gus Dur yang patut dituangkan dalam pembahasan ini
adalah menjadi ketua Forum Demokrasi untuk masa bakti 1991-1999, dengan sejumlah
anggota yang terdiri dari berbagai kalangan, khususnya kalangan nasionalis dan non
muslim. Anehnya lagi, Gus Dur menolak masuk dalam organisasi ICMI (Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia). Tidak hanya menolak bahkan menuduh organisai kaum
‘elit Islam’ tersebut dengan organisasi sektarian. Dari paparan tersebut di atas
memberikan gambaran betapa kompleks dan rumitnya perjalanan Gus Dur dalam meniti
kehidupannya, bertemu dengan berbagai macam orang yang hidup dengan latar belakang
ideologi, budaya, kepentingan, strata sosial dan pemikiran yang berbeda. Dari segi
pemahaman keagamaan dan ideologi, Gus Dur melintasi jalan hidup yang lebih
kompleks, mulai dari yang tradisional, ideologis, fundamentalis, sampai moderrnis dan
sekuler.
D. Karya-Karya
- Bunga Rampai Pesantren (Darma Bahkti, 1979)
- Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama, Masyarakat, Negara, Demokrasi, Wahid
Institute, 2006.
- Islam Kosmopolitan: Nilai-Nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan, 2007.
Karya tulis atau non – tulis
- Menjadikan Hukum Islam Sebagai Penunjang Pembangunan, Prisma, Jakarta:
LP3ES, Agustus 1975.
- Pesantren: Pendidikan Elitis dan Populis, Prisma, Jakarta: LP3ES, Maret 1976.
- Penafsiran Kembali Ajaran Agama: Dua Kasus dari Jombang, Prisma, Jakarta:
LP3ES, 1978.
- Mencari Perspektif Baru dalam Penegakan Hak Asasi Manusia, Prisma, Jakarta:
LP3ES, Desember 1979
- Religion, Ideology and Development, Prisma, Jakarta: LP3ES, 1980
- Islam dan Militerisme dalam Lintasan Sejarah, Prisma, Jakarta: LP3ES, Desember
1980
- Agama Sebagai Kultur Yang Mengatur Nilai-Nilai Kemanusiaan, Pesan, Jakarta,
No. 8, Maret-April 1981
- Nilai-Nilai Keindonesia: Apakah Keberadaan Kini? Prisma Jakarta: LP3ES,
Nopember 1981
- Penafsiran Teoritis Terhadap Hasil Penelitian Orientasi Sosial Budaya di Lima
Daerah, Prisma, Jakarta: LP3ES, 1982.
- Jangan Paksakan Paradigma Luar Terhadap Agama, Prisma, Jakarta, LP3ES,
September 1982
- Republik Bumi di Surga, Prisma, Jakarta, LP3ES, Oktober 1983
- The Islamic Masses in The Life of State and Nation, Prisma, Jakarta, LP3ES,1985
- Pengembangan Fiqh yang Kontekstual. Pesantren, Jakarta: L3M, No. II, 1985
presiden.perpusnas.go.id/biography/?
Ahmad. “Biografi Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) dan Pemikirannya.” Juli 2021,
2021.
https://www.dw.com/id/gus-dur-pahlawan-rakyat/a-40375142. Accessed 13
Oktober 2021.
Arif Saifudin Yudistira. “Sembilan Warisan Gus Dur Yang Patut Diteladani.” 14 Februari
2020, https://ibtimes.id/sembilan-warisan-gus-dur-yang-patut-diteladani/.
Daryono. “Apa yang Telah Dilakukan Gus Dur Sehingga Dicintai Masyarakat Papua?” 20
telah-dilakukan-gus-dur-sehingga-dicintai-masyarakat-papua?page=3. Accessed
14 Oktober 2021.
https://www.rappler.com/world/perjuangan-gus-dur-abdurrahman-wahid.
M. Zulfikar. “Enam Teladan Gus Dur yang Dibutuhkan Bangsa Indonesia Kata Cak
tempo.com. “Perjalanan Karier "Sang Kiai Kontroversial" Gus Dur.” 30 Desember 2009,
https://nasional.tempo.co/read/216487/perjalanan-karier-sang-kiai-kontroversial-