Anda di halaman 1dari 13

PKMP PIPS 2021

Kelompok 9 - Gusdur
Nama Kelompok :
- Joshua Oktavianus
- Lidya Rahmawati
- Nilam Ardiningrum
- Noer Fathia Aini
- Putra Heitra Dwi Rendagraha
- Rifdah Septianingsih
- Shanti Kurniasari

GUSDUR

Sumber: (Edy Wahyono/detikcom)

1. BIOGRAFI AKTIVIS
Nama Lengkap : K.H Abdurrahman Wahid

Nama Panggilan : Gus Dur

Agama : Islam

Tempat Lahir : Jombang

Tanggal Lahir : Minggu, 4 Agustus 1940

Warga Negara : Indonesia

Istri : Sinta Nuriyah

Anak : Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, Anita

Hayatunnufus, Inayah Wulandari


Ayah : K.H. Wahid Hasyim

Ibu : Ny. Hj. Sholehah

Saudara : Salahuddin Wahid

A. Sejarah Kehidupan
Kyai Haji Abdurrahman Wahid adalah seorang tokoh yang memiliki gaya unik dan
khas. Abdurrahman Wahid atau akrab dipanggil dengan nama Gus Dur. Gus adalah
panggilan kehormatan khas yang diberikan kepada seorang anak kiai yang berarti “abang
atau mas". Gus Dur adalah anak pertama dari enam bersaudara. Beliau lahir dari keluarga
yang terhormat. K.H. Hasyim Asyari, merupakan kakek dari ayahnya yang dikenal
sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sementara itu K.H. Bisri Syansuri, kakek dari
ibunya adalah pengajar pesantren pertama pada kaum perempuan. Ayahnya K.H. Wahid
Hasyim adalah sosok yang terjun dalam Gerakan Nasionalis. Pada tahun 1949 ayah dari
Gus Dur menjadi Menteri Agama. Ibunya Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pondok
Pesantren Denayar Jombang.
Pada usia 13 tahun, Abdurrahman Wahid kehilangan ayahnya dan hidup sebagai anak
yatim. Pada saat itu Abdurrahman Wahid sedang melakukan perjalanan bersama ayahnya
menggunakan kendaraan. Beliau berada di depan dan ayahnya berada di belakang. Ketika
mobil terbalik ayahnya terlempar keluar dan luka parah. Sehari kemudian meninggal
dunia.
Aktivitas Gus Dur sehari-hari di sibukkan dengan menerima tamu di rumah kakeknya
yang terdiri dari para tokoh dengan berbagai latar belakang bidang profesi yang berbeda-
beda. Tradisi ini memberikan pengalaman tersendiri dan secara tidak langsung Gus Dur
juga mulai berkenalan dengan dunia politik.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa all-aqdi
yang diketuai KH. As‟ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU
pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar
ke-28 dipesantren kerapyak, Yogyakarta (1989) dan muktamar di Cipasung, Jawa Barat
(1989). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden
RI ke-4. Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur yang kontroversal.
pendapatnya sering berbeda dengan pendapat orang lain.
B. Pendidikan K.H. Abdurrahman Wahid
Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin
memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Beliau aktif berkunjung ke perpustakaan
umum di Jakarta. Pada usia balasan tahun, Gus Dur sering membaca berbagai majalah,
surat kabar, novel dan buku-buku. Beliau juga hobi bermain bola, catur dan music. Gus
Dur pernah diminta menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya adalah
menonton bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam
dunia film. Hal tersebut membuat Gus Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua
juri festival film Indonesia.
Gus Dur hidup dilingkungan keluarga yang mempunyai pemikiran yang maju dan taat
beragama. Ayah Gus Dur pada usia masih sangat muda, sudah memiliki kegiatan yang
sangat padat. Pikirannya banyak dicurahkan untuk pengembangan kemajuan Indonesia.
Beliau sangat cinta kepada Indonesia , sehingga beliau sering disebut sebagai seorang
nasionalis.
Gus Dur menempuh ilmu di Jakarta dengan masuk ke SD Kris sebelum pindah ke SD
Matraman Perwari. Pada tahun 1952 ayahnya sudah tidak menjadi Menteri Agama tetapi
beliau tetap tinggal di Jakarta. Pada tahun 1953 di bulan April ayah Gus Dur meninggal
dunia akibat kecelakaan mobil. Pada tahun 1954 pendidikannya berlanjut dengan masuk
ke sekolah menengah pertama, yang pada saat itu ia tidak naik kelas. Lalu ibunya
mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan.
Setelah lulus dari SMP pada tahun 1957, Gus Dur memulai pendidikan muslim di
sebuah Pesantren yang bernama Pesantren Tegal Rejo di Kota Magelang. Pada tahun
1959 ia pindah ke Pesantren Tambak Beras di Kota Jombang. Beliau menerima pekerjaan
pertamanya sebagai seorang guru yang nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Beliau
menjadi guru sambil melanjutkan pendidikannya. Beliau juga bekerja sebagai jurnalis
Majalah Horizon dan Majalah Budaya Jaya.
Pada tahun 1963 beliau menerima beasiswa dari Kementerian Agama untuk
melanjutkan pendidikan di  Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Beliau pergi ke Mesir
pada November tahun 1963. Universitas memberitahu Gus Dur untuk mengambil kelas
remedial sebelum belajar bahasa Arab dan belajar Islam. Meskipun mahir berbahasa
Arab, beliau tidak mampu memberikan bukti bahwa sesungguhnya ia mahir berbahasa
Arab. Beliau pun terpaksa harus mengambil kelas remedial.
Pada tahun 1964 Gus Dur terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi
jurnalis majalah dari asosiasi tersebut. Akhirnya ia berhasil lulus dari kelas remedialnya
pada akhir tahun. Pada tahun 1965 ia memulai belajar ilmu Islam dan juga bahasa Arab.
Namun Gus Dur kecewa dan menolak metode belajar dari universitas karena ia telah
mempelajari ilmu yang diberikan.
Pada tahun 1966 beliau harus mengulang pendidikannya karena mengalami kegagalan
di Mesir. Namun pendidikan pasca sarjana Gus Dur diselamatkan oleh beasiswa di
Universitas Baghdad. Akhirnya ia pindah menuju Irak dan menikmati lingkungan
barunya. Meskipun pada awalnya beliau lalai, namun ia dengan cepat belajar. Gus Dur
juga meneruskan keterlibatannya dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan sebagai penulis
majalah Asosiasi tersebut.
Pada tahun 1970 beliau menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad.
Setelah itu, Gus Dur ke Belanda untuk meneruskan pendidikan. Beliau ingin belajar di
Universitas Leiden, namun ia kecewa karena pendidikan di Universitas Baghdad tidak
diakui oleh universitas tersebut. Akhirnya ia pergi ke Jerman dan Perancis sebelum
kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1971.
Di Jakarta, Gus Dur berharap akan kembali ke luar negeri untuk belajar di Universitas
McGill di Kanada. Ia pun bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan
Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Organisasi ini terdiri dari kaum intelektual  muslim
progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang bernama Prima dan Gus
Dur menjadi salah satu kontributor utama majalah tersebut. Beliau berkeliling pesantren
di seluruh Jawa.
Pada saat itu pesantren berusaha keras untuk mendapatkan pendanaan dari pemerintah
dengan mengadopsi kurikulum pemerintah. Karena nilai-nilai pesantren semakin luntur
akibat perubahan ini, Gus Dur pun prihatin dengan kondisi tersebut. Ia juga prihatin akan
kemiskinan yang melanda pesantren yang ia lihat. Melihat kondisi tersebut Gus Dur
membatalkan belajar ke luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.
C. Karir-Karir
Sepulang dari mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru.
Pada tahun 1971, tokoh muda ini bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu
Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian ia menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan
pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Ia kembali menekuni bakatnya
sebagai penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur
mulai mendapat perhatian banyak.
Djohan Efendi, seorang intelektual terkemuka pada masanya, menilai bahwa Gus Dur
adalah seorang pencerna, mencerna semua pemikiran yang dibacanya, kemudian diserap
menjadi pemikirannya tersendiri. Sehingga tidak heran jika tulisan-tulisannya jarang
menggunakan foot note.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di
Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering
mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan
dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri.
Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama
Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono dalam proyek pengembangan
pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang dimotori oleh LP3ES.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula ia merintis Pesantren
Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib
syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius
mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku
dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di
lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman.
Karier yang dianggap ‘menyimpang’-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh
agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Ia juga menjadi ketua juri dalam
Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi
yang diketuai K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU
pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar
ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat
(1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden
RI ke-4.
Meskipun sudah menjadi presiden, ke nyelenehan Gus Dur tidak hilang, bahkan
semakin diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Dahulu, mungkin hanya masyarakat
tertentu, khususnya kalangan nahd liyin yang merasakan kontroversi gagasannya.
Sekarang seluruh bangsa Indonesia ikut memikirkan kontroversi gagasan yang
dilontarkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid.
Catatan perjalanan karier Gus Dur yang patut dituangkan dalam pembahasan ini
adalah menjadi ketua Forum Demokrasi untuk masa bakti 1991-1999, dengan sejumlah
anggota yang terdiri dari berbagai kalangan, khususnya kalangan nasionalis dan non
muslim. Anehnya lagi, Gus Dur menolak masuk dalam organisasi ICMI (Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia). Tidak hanya menolak bahkan menuduh organisai kaum
‘elit Islam’ tersebut dengan organisasi sektarian. Dari paparan tersebut di atas
memberikan gambaran betapa kompleks dan rumitnya perjalanan Gus Dur dalam meniti
kehidupannya, bertemu dengan berbagai macam orang yang hidup dengan latar belakang
ideologi, budaya, kepentingan, strata sosial dan pemikiran yang berbeda. Dari segi
pemahaman keagamaan dan ideologi, Gus Dur melintasi jalan hidup yang lebih
kompleks, mulai dari yang tradisional, ideologis, fundamentalis, sampai moderrnis dan
sekuler.
D. Karya-Karya
- Bunga Rampai Pesantren (Darma Bahkti, 1979)

- Muslim di Tengah Pergumulan (Leppenas, 1981)

- Kiai Nyentrik Membela Pemerintah (Yogyakarta: LKiS, 1997)

- Tabayyun Gus Dur (Yogyakarta: LKiS, 1998)

- Islam Tanpa Kekerasan, LkiS, Jogjakarta, 1998.

- Tuhan Tidak Perlu Dibela (Yogyakarta: LKiS, 1999)

- Membangun Demokrasi (Remaja Rosda Karya, 1999)

- Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman, Kompas, Jakarta, 1999.

- Islam, Negara, dan Demokrasi, Erlangga, Jakarta, 1999.

- Mengurai Hubungan Agama dan Negara, Grasindo, Jakarta, 1999.

- Tuhan Tidak Perlu Dibela, LkiS, Jogjakarta, 1999.

- Gila Gus Dur, LkiS, Jogjakarta. 2000.

- Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren, LkiS, Jogjakrta, 2001.

- Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan (Desantara, 2001)

- Gus Dur Bertutur, 2005.

- Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama, Masyarakat, Negara, Demokrasi, Wahid
Institute, 2006.
- Islam Kosmopolitan: Nilai-Nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan, 2007.
Karya tulis atau non – tulis
- Menjadikan Hukum Islam Sebagai Penunjang Pembangunan, Prisma, Jakarta:
LP3ES, Agustus 1975.
- Pesantren: Pendidikan Elitis dan Populis, Prisma, Jakarta: LP3ES, Maret 1976.

- Mahdiisme dan Protes Sosial, Prisma, Jakarta: LP3ES, Januari 1977.

- Making Islamic Law Conducive to Development, Prisma Jakarta: LP3ES, 1975.

- Penafsiran Kembali Ajaran Agama: Dua Kasus dari Jombang, Prisma, Jakarta:
LP3ES, 1978.
- Mencari Perspektif Baru dalam Penegakan Hak Asasi Manusia, Prisma, Jakarta:
LP3ES, Desember 1979
- Religion, Ideology and Development, Prisma, Jakarta: LP3ES, 1980

- Islam dan Militerisme dalam Lintasan Sejarah, Prisma, Jakarta: LP3ES, Desember
1980
- Agama Sebagai Kultur Yang Mengatur Nilai-Nilai Kemanusiaan, Pesan, Jakarta,
No. 8, Maret-April 1981
- Nilai-Nilai Keindonesia: Apakah Keberadaan Kini? Prisma Jakarta: LP3ES,
Nopember 1981
- Penafsiran Teoritis Terhadap Hasil Penelitian Orientasi Sosial Budaya di Lima
Daerah, Prisma, Jakarta: LP3ES, 1982.
- Jangan Paksakan Paradigma Luar Terhadap Agama, Prisma, Jakarta, LP3ES,
September 1982
- Republik Bumi di Surga, Prisma, Jakarta, LP3ES, Oktober 1983

- Persaingan di Bawah Justru Hebat, Prisma, Jakarta, LP3ES, Januari 1985

- The Islamic Masses in The Life of State and Nation, Prisma, Jakarta, LP3ES,1985

- Pengembangan Fiqh yang Kontekstual. Pesantren, Jakarta: L3M, No. II, 1985

- Intelektual di Tengah Ekslusivisme, Prisma, Jakarta: LP3ES, Maret 1991

2. HAL YANG SUDAH DILAKUKAN UNTUK RAKYAT INDONESIA


Periode pemerintahan yang dijalankan oleh K.H Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
ini menjadi harapan bagi rakyat Indonesia setelah periode pemerintahan sebelumnya.
Tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, pada masa pemerintahannya ini
dianggap cukup kontroversial namun nyatanya dapat membawa nilai persatuan dan
kesatuan dalam kemajemukan suku serta agama. Perjuangan Gus Dur sebagai seorang
aktivis, cendekiawan, hingga Presiden Republil Indonesia meninggal warisan dan jejak
yang dapat dilihat dan dirasakan hingga saat ini. Hal ini dapat dilihat melalui beberapa hal
yang sudah beliau lakukan untuk rakyat Indonesia, yaitu sebagai berikut.
Jadikan tahun baru Imlek sebagai Hari Libur. Pada masa awal kemerdekaan,
perayaan Imlek sebagai tahun baru dapat dilakukan secara bebas di tanaha air.Namun,
ketika di masa Orde Baru, perayaan Imlek mulai dibatasi walaupun tidak secara terang –
terangan dikatakan terlarang, hal itu beralasan pada Instruksi Presiden No. 14 Tahun
1967. Adapun pada periode pemerintahan Gus Dur, ketetapan itu dicabut dengan
mengeluarkan Ketetapan Presiden No. 6 Tahun 2002 dan bersamaan dengan penetapan
hari Imlek sebagai hari libur bagi mereka yang merayakannya. Kemudian ditetapkan
sebagai hari libur Nasional pada tahun 2002.
Jadikan Kong Hu Cu sebagai agama yang diakui. Selama sepuluh tahun, penganut
agama Long Hu Cu tidak dapat mendapatkan haknya sebagai warga negara Indonesia
karena agam yang dianut tidak diakui. Diskriminasi terhadap agama Kong Hu Cu ditandai
dengan terbitnya Inpres No. 14 Tahun 1967 pada era Orde Baru. Yang kemudian sebagai
representasi bahwa Gus Dur tidak menyetujui diskriminasi terhadap kaum Tionghoa pada
masa itu, maka ketika dalam periode pemerintahannya, agama yang diakui di Indonesia
menjadi 6 termasuk didalamnya agama Kong Hu Cu.
Berusaha menghapus diskriminasi terhadap PKI. Gus Dur mengusulkan
pencabutan Ketetapan MPRS No. 25 Tahun 1966 terkait dengan larangan penyebaran
paham komunisme di Indonesia. Walapun usulan yang beliau berikan tidak berhasil,
namun hal itu menjadi inspirasi bagi para aktivis lain untuk terus memperjuangkan
penghapusan diskriminasi terhadap PKI dan kelompol marginal lainnya.
Merawat paham kebangsaan di tubuh NU. Organisasi ini memiliki peran besar
terhadap pembangunan Indonesia dari masa ke masa, seperti menjadi jembatan antara
umat Islam dengan elemen lain bangsa Indonesia dengan keyakinan. Sejak menjabat
sebagai Ketua Umum NU, Gis Dur terus memperjuangkan paham kebangsaan NU ini
secara konsisten.
Sejahterakan PNS. Dalam periode pemerintahannya, Gus Dur secara signifikan
mendorong naiknya gaji para PNS sekitar 100 persen. Hal itu sangan luar biasa bagi
kesejahteraan PNS yang juga didukung dengan pangkat dan golongan PNS yang lebih
baik.
Mengembalikan Nama Papua. Pada saat masa pemerintahannya, Gus Dur mencabut
nama Irian Jaya dan mengembalikan nama Papua sebagai penghormatan atas jati diri dan
martabat pendudukan setempat. Pergantian nama tersebut dilakukan pada 1 Januari 2000
tepat setelah perayaan tahun baru.

3. BERAKHIRNYA PERJUANGAN MEMBELA RAKYAT


Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid, wafat di usia ke-69, dan hanya
beberapa jam setelah guru bangsa ini mangkat, masyarakat mengusulkannya menjadi
pahlawan nasional. Berbagai penyakit telah diderita Gus Dur, termasuk sejak ia menjabat
sebagai presiden. Menderita tunanetra sehingga seringkali surat-surat dan buku-buku
yang harus dibaca atau ditulisnya harus dibaca atau ditulis oleh orang lain. Dia telah
beberapa kali terkena stroke. Ia juga menderita diabetes dan penyakit ginjal. Meninggal
dunia pada Rabu, 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta,
akibat berbagai komplikasi penyakit yang dideritanya selama beberapa waktu. Sebelum
meninggal ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) secara rutin. Menurut saudaranya
Salahuddin Wahid, Gus Dur meninggal karena penyumbatan pembuluh darah. Seminggu
sebelum dipindahkan ke Jakarta, ia sempat dirawat di Jombang setelah melakukan
perjalanan ke Jawa Timur.
Tetapi, usahadan jasanya terhadap bangsa Indonesia, peradaban dan manusia,
mengalir deras dan terlampau besar untuk dibingkai oleh sekedar predikat pahlawan
nasional. Bahkan, mantan Ketua MPR Amien Rais menganggap tokoh yang akrab disapa
Gus Dur ini otomatis pahlawan nasional. Maka tidak diragukan lagi bahwa Gus Dur
adalah pahlawan nasional karena ia telah melampaui dirinya dalam mengedepankan nilai-
nilai kemanusiaan yang dijunjung oleh para pahlawan dan ilustrator besar dunia sebelum
dan sesudah zamannya.
Salah satu nilai kepahlawanannya adalah pembelaannya yang heroik terhadap
kesetaraan. Bukan hanya ras, tetapi juga peluang sosial, hak politik, gender, dan praktik
keagamaan. Sepeninggal Gus Dur, sosoknya masih mengakar di benak masyarakat
Indonesia. Beberapa kalangan mengingatnya dengan kebencian, tetapi sebagian besar
menganggapnya sebagai pahlawan. Makam Abdurrahman Wahid, Presiden keempat
Indonesia dan pemimpin Nahdlatul Ulama di sebuah kota kecil di Jawa Timur dikunjungi
oleh lebih dari 1,5 juta orang setiap tahunnya. Makam Gus Dur adalah satu-satunya tokoh
yang dikunjungi orang-orang dari semua lapisan masyarakat dan agama: biksu Buddha,
Biarawati dan pendeta Katolik, peziarah Hindu, orang Tionghoa, penduduk desa, dan
kalangan dari berbagai suku bangsa. Ketika ditanya "Mengapa semua orang sangat
mencintai Gus Dur?" KH Mustafa Bisri, sahabat Gus Dur, selalu menjawab "karena dia
sangat mencintai rakyat." Hal yang sederhana, namun ketika dilakukan oleh sosok
pemimpin yang berkarisma, hal ini berdampak pada perubahan dan transformasi sosial.

4. HAL YANG DAPAT DI CONTOH DARI PERJUANGAN BELIAU


Dalam pandangan rakyat Indonesia, Gusdur dilihat sebagai sosok yang menginspirasi.
Walaupun terdapat pro dan kontra juga terhadap sosoknya. Tetapi bagi orang-orang yang
melihat sisi positif beliau, bahwasanya Gusdur adalah sosok yang memiliki hal-hal yang
dapat diteladani dari setiap tindakan beliau.
Dalam bangsa Indonesia gusdur dikenal sebagai guru bangsa, cendikiawan dengan
perpaduan ulama. Karena wawasannya yang sangat luas dan memiliki intelektual isam
yang berdedikasi. Maka dari itu beliau adalah sosok yang patut kita teladani. Dalam hal
keberanian dan kontribusi dalam politik Indonesia sangat diacungkan jempol, karena
beliau melakukan dedikasi yang tidak orang banyak pahami tetapi dedikasi itu sangatlah
berdampak bagi bangsa Indonesia.
Dari pendapat yang dikemukan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, yang
dimana beliau berpendapat bahwa terdapat hal-hal positif yang kita dapat teladani dari
sosok Gusdur. Yang dimana hal tersebut, sebagai berikut:
Ketauhidan.
Selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian.
Selalu menjunjung rasa keadilan bagi sesama.
Senantiasa melakukan silaturahmi dengan siapa saja tanpa membuat batas dengan
seseorang.
Dengan bersilaturahmi kepada siapa saja serta terus berupaya melakukan komunikasi
untuk mewujudkan perdamaian di negeri ini.
Tidak hanya hal-hal ini saja yang bisa kita teladani dalam kehidupan kita, terdapat hal
yang masih bisa teladani dair beliau, yaitu:

Gusdur haus selalu akan ilmu.


Warisan dalam pembaruan dari pemikiran Gusdur.
Gusdur menerapkan sifat asketis.
Gus Dur adalah penyayang dan pelindung kaum minoritas.
Gusdur adalah orang yang gigih dalam menggapai sesuatu.
Gus Dur adalah orang yang hormat dan taat pada guru-gurunya.
kerja keras dan tak kenal lelah.
Gus Dur adalah teladan berbuku.
Bagaimanapun, Gus Dur adalah pejuang kemanusiaan. Dia menghabiskan hidupnya
dengan mengkhawatirkan masalah kemanusiaan. Gus Dur juga memiliki tingkat
ketertarikan yang tinggi di masyarakat, tanpa memandang pangkat. Inilah warisan dan
teladan Gus Dur yang harus kita implementasikan dalam kehidupan kita.
DAFTAR PUSTAKA

“ABDURRAHMAN WAHID.” 17 Mei 2006, https://kepustakaan-

presiden.perpusnas.go.id/biography/?

box=detail&presiden_id=3&presiden=gusdur. Accessed 16 Oktober 2021.

Ahmad. “Biografi Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) dan Pemikirannya.” Juli 2021,

https://www.gramedia.com/best-seller/biografi-gus-dur/. Accessed 15 Oktober

2021.

Alissa Wahid. “Gus Dur, Pahlawan Rakyat.” 06 September 2017,

https://www.dw.com/id/gus-dur-pahlawan-rakyat/a-40375142. Accessed 13

Oktober 2021.

Arif Saifudin Yudistira. “Sembilan Warisan Gus Dur Yang Patut Diteladani.” 14 Februari

2020, https://ibtimes.id/sembilan-warisan-gus-dur-yang-patut-diteladani/.

Accessed 15 Oktober 2021.

Daryono. “Apa yang Telah Dilakukan Gus Dur Sehingga Dicintai Masyarakat Papua?” 20

Agustus 2019, https://m.tribunnews.com/amp/nasional/2019/08/20/apa-yang-

telah-dilakukan-gus-dur-sehingga-dicintai-masyarakat-papua?page=3. Accessed

14 Oktober 2021.

“5 jejak perjuangan Gus Dur untuk Indonesia.” 07 September 2015,

https://www.rappler.com/world/perjuangan-gus-dur-abdurrahman-wahid.

Accessed 15 Oktober 2021.

“Karya Tulis Gus Dur.” 13 Mei 2019, https://www.historyofcirebon.id/2019/05/karya-

tulis-gus-dur.html. Accessed 14 Oktober 2021.

M. Zulfikar. “Enam Teladan Gus Dur yang Dibutuhkan Bangsa Indonesia Kata Cak

Imin.” 28 Desember 2016,


https://www.tribunnews.com/nasional/2016/12/27/enam-teladan-gus-dur-yang-

dibutuhkan-bangsa-indonesia-kata-cak-imin. Accessed 15 Oktober 2021.

“Profile Abdurrahman Wahid.” https://m.merdeka.com/abdurrahman-wahid/profil/.

Accessed 14 Oktober 2021.

tempo.com. “Perjalanan Karier "Sang Kiai Kontroversial" Gus Dur.” 30 Desember 2009,

https://nasional.tempo.co/read/216487/perjalanan-karier-sang-kiai-kontroversial-

gus-dur. Accessed 14 Oktober 2021.

Anda mungkin juga menyukai