Anda di halaman 1dari 12

TOKOH INSPIRATIF INDONESIA

Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun


1949, sedangkan ibunya Ny. Hj. Sholehah
adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denayar
Jombang.

Presiden Indonesia ke-4 Masa


jabatan
20 Oktober 1999 23 Juli 2001
Nama Lengkap : Abdurrahman Wahid
Profesi : Agama : Islam
Tempat Lahir : Jombang
Tanggal Lahir : Minggu, 4 Agustus 1940
Zodiac : Leo
Warga Negara : Indonesia

BIOGRAFI
Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau yang akrab
dipanggil Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur
pada tanggal 7 September 1940. Ia lahir dengan
nama Abdurrahman Adakhil yang berarti sang
penakluk. Karena kata Adakhil tidak cukup
dikenal, maka diganti dengan nama Wahid
yang kemudian lebih dikenal dengan Gus Dur.
Gus adalah panggilan kehormatan khas
Pesantren kepada seorang anak kiai yang berarti
abang atau mas.
Gus Dur adalah anak pertama dari enam
bersaudara. Ia lahir dari keluarga yang cukup
terhormat. Kakek dari ayahnya, K.H. Hasyim
Asyari, merupakan pendiri Nahdlatul Ulama
(NU). Sementara itu kakek dari pihak ibu, K.H.
Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren
pertama yang mengajarkan kelas pada
perempuan. Ayahnya K.H. Wahid Hasyim
merupakan sosok yang terlibat dalam Gerakan

Gus Dur pernah menyatakan secara terbuka


bahwa ia adalah keturunan TiongHoa dari Tan
Kim Han yang menikah dengan Tan a Lok, yang
merupakan saudara kandung dari Raden Patah
(Tan Eng Hwa) yang merupakan pendiri
kesultanan Demak. Tan a Lok dan Tan Eng Hwa
ini merupakan anak dari Puteri Campa yang
merupakan Puteri Tiongkok yaitu selir Raden
Brawijaya V. Berdasarkan penelitian seorang
peneliti Perancis Louis Charles Damais, Tan
Kim Han diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul
Qodir Al Shini yang makamnya ditemukan di
Trowulan.
Pada tahun 1944 Abdurrahman Wahid pindah
dari kota asalnya Jombang menuju Jakarta,
karena pada saat itu ayahnya terpilih menjadi
ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin
Indonesia yang biasa disingkat Masyumi.
Masyumi adalah sebuah organisasi dukungan
dari tentara Jepang yang pada saat itu
menduduki Indonesia. Setelah deklarasi
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap
berada di sana selama perang mempertahankan
kedaulatan Indonesia melawan Belanda. Ia
kembali ke Jakarta pada akhir perang tahun 1949
karena ayahnya ditunjuk sebagai Menteri
Agama.
Gus Dur menempuh ilmu di Jakarta dengan
masuk ke SD Kris sebelum pindah ke SD
Matraman Perwari. Pada tahun 1952 ayahnya
sudah tidak menjadi Menteri Agama tetapi
beliau tetap tinggal di Jakarta. Pada tahun 1953
di bulan April ayah Gus Dur meninggal dunia
akibat kecelakaan mobil.
Pada tahun 1954 pendidikannya berlanjut
dengan masuk ke sekolah menengah pertama,
yang pada saat itu ia tidak naik kelas. Lalu
ibunya mengirimnya ke Yogyakarta untuk
meneruskan pendidikan.
Setelah lulus dari SMP pada tahun 1957, Gus
Dur memulai pendidikan muslim di sebuah
Pesantren yang bernama Pesantren Tegalrejo di
Kota Magelang. Pada tahun 1959 ia pindah ke
Pesantren Tambakberas di Kota Jombang.
Sementara melanjutkan pendidikanya, ia juga
menerima pekerjaan pertamanya sebagai
seorang guru yang nantinya sebagai kepala
sekolah madrasah. Bahkan ia juga bekerja
sebagai jurnalis Majalah Horizon serta Majalah
Budaya Jaya.

Pada tahun 1963, ia menerima beasiswa dari


Kementrian Agama untuk melanjutkan
pendidikan di Universitas Al-Azhar di Kairo,
Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November tahun
1963. Universitas memberitahu Gus Dur untuk
mengambil kelas remedial sebelum belajar
bahasa Arab dan belajar islam. Meskipun mahir
berbahasa Arab, ia tidak mampu memberikan
bukti bahwa sesungguhnya ia mahir berbahasa
Arab. Ia pun terpaksa harus mengambil kelas
remedial.
Pada tahun 1964 Gus Dur sangat menikmati
kehidupannya di Mesir. Ia menikmati hidup
dengan menonton film Eropa dan Amerika, dan
juga menikmati menonton sepakbola. Gus Dur
juga terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia
dan menjadi jurnalis majalah dari asosiasi
tersebut. Akhirnya ia berhasil lulus dari kelas
remedialnya pada akhir tahun. Pada tahun 1965
ia memulai belajar ilmu Islam dan juga bahasa
Arab. Namun Gus Dur kecewa dan menolak
metode belajar dari universitas karena ia telah
mempelajari ilmu yang diberikan.
Di Mesir, Gus Dur bekerja di Kedutaan Besar
Indonesia. Namun pada saat ia bekerja peristiwa
Gerakan 30 September (G 30 S) terjadi. Upaya
pemberantasan komunis dilakukan di Jakarta
dan yang menangani saat itu adalah Mayor
Jendral Suharto. Sebagai bagian dari upaya
tersebut. Gus Dur diperintahkan untuk
melakukan investigasi terhadap pelajar
universitas dan memberikan laporan kedudukan
politik mereka. Ia menerima perintah yang
ditugaskan menulis laporan.
Akhirnya ia mengalami kegagalan di Mesir. Hal
ini terjadi karena Gus Dur tidak setuju akan
metode pendidikan di universitas dan
pekerjaannya setelah G 30 S sangat mengganggu
dirinya. Pada tahun 1966 ia harus mengulang
pendidikannya. Namun pendidikan pasca sarjana
Gus Dur diselamatkan oleh beasiswa di
Universitas Baghdad. Akhirnya ia pindah
menuju Irak dan menikmati lingkungan barunya.
Meskipun pada awalnya ia lalai, namun ia
dengan cepat belajar. Gus Dur juga meneruskan
keterlibatannya dengan Asosiasi Pelajar
Indonesia dan sebagai penulis majalah Asosiasi
tersebut.
Pada tahun 1970 ia menyelesaikan
pendidikannya di Universitas Baghdad. Setelah
itu, Gus Dur ke Belanda untuk meneruskan
pendidikan. Ia ingin belajar di Universitas
Leiden, namun ia kecewa karena pendidikan di
Universitas Baghdad tidak diakui oleh
universitas tersebut. Akhirnya ia pergi ke Jerman
dan Perancis sebelum kembali lagi ke Indonesia
pada tahun 1971.

Di Jakarta, Gus Dur berharap akan kembali ke


luar negeri untuk belajar di Universitas McGill
di Kanada. Ia pun bergabung ke Lembaga
Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi
dan Sosial (LP3ES). Organisasi ini terdiri dari
kaum intelektual muslim progresif dan sosial
demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang
bernama Prima dan Gus Dur menjadi salah satu
kontributor utama majalah tersebut. Beliau
berkeliling pesantren di seluruh Jawa.
Pada saat itu pesantren berusaha keras untuk
mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan
mengadopsi kurikulum pemerintah. Karena
nilai-nilai pesantren semakin luntur akibat
perubahan ini, Gus Dur pun prihatin dengan
kondisi tersebut. Ia juga prihatin akan
kemiskinan yang melanda pesantren yang ia
lihat. Melihat kondisi tersebut Gus Dur
membatalkan belajar ke luar negeri dan lebih
memilih mengembangkan pesantren.
Akhirnya ia meneruskan kariernya sebagai
seorang jurnalis pada Majalah Tempo dan Koran
Kompas. Tulisannya dapat diterima dengan baik.
Ia mengembangkan reputasi sebagai komentator
sosial. Dengan itu ia mendapatkan banyak
undangan untuk memberikan seminar sehingga
membuatnya sering pulang dan pergi antara
Jakarta dan Jombang.
Meskipun kariernya bisa meraih kesuksesan
namun ia masih merasa sulit hidup karena hanya
memiliki satu sumber pencaharian. Ia pun
bekerja kembali dengan profesi berbeda untuk
mendapatkan pendapatan tambahan dengan
menjual kacang dan mengantarkan es. Pada
tahun 1974 ia menjabat sebagai Sekretaris
Umum Pesantren Tebu Ireng hingga tahun 1980.
Pada tahun 1980 ia menjabat sebagai seorang
Katib Awwal PBNU hingga pada tahun 1984.
Pada tahun 1984 ia naik pangkat sebagai Ketua
Dewan Tanfidz PBNU. Tahun 1987 Gus Dur
menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama
Indonesia. Pada tahun 1989 kariernya pun
meningkat dengan menjadi seorang anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat RI. Dan
hingga akhirnya pada tahun 1999 sampai 2001
ia menjabat sebagai Presiden Republik
Indonesia.
Sebagai seorang Presiden RI, Gus Dur memiliki
pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam
menyikapi suatu permasalahan bangsa. Ia
melakukan pendekatan yang lebih simpatik
kepada kelompok Gerakan Aceh Merdeka
(GAM), mengayomi etnis Tionghoa , meminta
maaf kepada keluarga PKI yang mati dan
disiksa, dan lain-lain. Selain itu, Gus Dur juga
dikenal sering melontarkan pernyataanpernyataan kontroversial, yang salah satunya

adalah mengatakan bahwa anggota MPR RI


seperti anak TK.

Hanya sekitar 20 bulan Gus Dur menjabat


sebagai Presiden RI. Musuh-musuh politiknya
memanfaatkan benar kasus Bulloggate dan
Bruneigate untuk menggoyang
kepemimpinannya. Belum lagi hubungan yang
tidak harmonis dengan TNI, Partai Golkar, dan
elite politik lainnya. Gus Dur sendiri sempat
mengeluarkan dekrit yang berisi (1) pembubaran
MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke
tangan rakyat dengan mempercepat pemilu
dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan
Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan
terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit
tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada
23 Juli 2001, MPR secara resmi
memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya
dengan Megawati Sukarnoputri.
Sebelumnya, pada Januari 2001, Gus Dur
mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek)
menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti
dengan pencabutan larangan penggunaan huruf
Tionghoa.
Setelah berhenti menjabat sebagai presiden, Gus
Dur tidak berhenti untuk melanjutkan karier dan
perjuangannya. Pada tahun 2002 ia menjabat
sebagai penasihat Solidaritas Korban
Pelanggaran HAM. Dan pada tahun 2003, Gus
Dur menjabat sebagai Penasihat pada Gerakan
Moral Rekonsiliasi Nasional.
Tahun 2004, Gus Dur kembali berupaya untuk
menjadi Presiden RI. Namun keinginan ini
kandas karena ia tidak lolos pemeriksaan
kesehatan oleh Komisi Pemilihan Umum.
Pada Agustus 2005 Gus Dur menjadi salah satu
pimpinan koalisi politik yang bernama Koalisi
Nusantara Bangkit Bersatu. Bersama dengan Tri
Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan
Megawati, koalisi ini mengkritik kebijakan
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada tahun 2009 Gus Dur menderita beberapa
penyakit. Bahkan sejak ia menjabat sebagai
presiden, ia menderita gangguan penglihatan
sehingga surat dan buku seringkali dibacakan
atau jika saat menulis seringkali juga dituliskan.
Ia mendapatkan serangan stroke, diabetes, dan
gangguan ginjal. Akhirnya Gus Dur pun pergi
menghadap sang khalik (meninggal dunia) pada
hari Rabu 30 Desember 2009 di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada pukul 18.45
WIB.
Riset dan Analisa oleh Siwi P. Rahayu

PENDIDIKAN

1957-1959 Pesantren Tegalrejo,


Magelang, Jawa Tengah

1959-1963 Pesantren Tambak Beras,


Jombang, Jawa Timur

1964-1966 Al Azhar University, Cairo,


Mesir, Fakultas Syari'ah (Kulliyah alSyari'ah)

1966-1970 Universitas Baghdad, Irak,


Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab

KARIR

1972-1974 Fakultas Ushuludin


Universitas Hasyim Ashari, Jombang,
sebagai Dekan dan Dosen

1974-1980 Sekretaris Umum Pesantren


Tebu Ireng

1980-1984 Katib Awwal PBNU

1984-2000 Ketua Dewan Tanfidz PBNU

1987-1992 Ketua Majelis Ulama


Indonesia

1989-1993 Anggota Majelis


Permusyawaratan Rakyat RI

1998 Partai Kebangkitan Bangsa,


Indonesia, Ketua Dewan Syura DPP
PKB

1999-2001 Presiden Republik Indonesia

2000 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,


Mustasyar

2002 Rektor Universitas Darul Ulum,


Jombang, Jawa Timur, Indonesia

2004 Pendiri The WAHID Institute,


Indonesia
PENGHARGAAN

2010 Lifetime Achievement Award


dalam Liputan 6 Awards 2010

2010 Bapak Ombudsman Indonesia oleh


Ombudsman RI

2010 Tokoh Pendidikan oleh Ikatan


Pelajar Nadhlatul Ulama (IPNU)

2010 Mahendradatta Award 2010 oleh


Universitas Mahendradatta, Denpasar,
Bali

2010 Ketua Dewan Syuro Akbar PKB


oleh PKB Yenny Wahid

2010 Bintang Mahaguru oleh DPP PKB


Muhaimin Iskandar

2008 Penghargaan sebagai tokoh


pluralisme oleh Simon Wiesenthal
Center

2006 Tasrif Award oleh Aliansi Jurnanlis


Independen (AJI)

2000 Paul Harris Fellow, The Rotary


Foundation of Rotary International

1998 Man of The Year, Majalah REM,


Indonesia

1993 Magsaysay Award, Manila ,


Filipina

1991 Islamic Missionary Award ,


Pemerintah Mesir

1990 Tokoh 1990, Majalah Editor,


Indonesia

Doktor Kehormatan:

2004 Didaulat sebagai Bapak


Tionghoa oleh beberapa tokoh
Tionghoa Semarang

Doktor Kehormatan bidang Filsafat


Hukum dari Universitas Thammasat,
Bangkok, Thailand (2000)

2004 Anugrah Mpu Peradah, DPP


Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia,
Jakarta, Indonesia

Doktor Kehormatan dari Asian Institute


of Technology, Bangkok, Thailand
(2000

2004 The Culture of Peace


Distinguished Award 2003, International
Culture of Peace Project Religions for
Peace, Trento, Italia

2003 Global Tolerance Award, Friends


of the United Nations, New York,
Amerika Serikat

Doktor Kehormatan bidang Ilmu


Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan
Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari
Pantheon Universitas Sorbonne, Paris,
Perancis (2000)

2003 World Peace Prize Award, World


Peace Prize Awarding Council
(WPPAC), Seoul, Korea Selatan

Doktor Kehormatan dari Universitas


Chulalongkorn, Bangkok, Thailand
(2000)

Doktor Kehormatan dari Universitas


Twente, Belanda (2000)

Doktor Kehormatan dari Universitas


Jawaharlal Nehru, India (2000)

Doktor Kehormatan dari Universitas


Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)

Doktor Kehormatan bidang


Kemanusiaan dari Universitas Netanya,
Israel (2003)

Doktor Kehormatan bidang Hukum dari


Universitas Konkuk, Seoul, Korea
Selatan (2003)

Doktor Kehormatan dari Universitas


Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)

2003 Dare to Fail Award , Billi PS Lim,


penulis buku paling laris "Dare to Fail",
Kuala Lumpur, Malaysia

2002Pin Emas NU, Pengurus Besar


Nahdlatul Ulama, Jakarta, Indonesia.

2002 Gelar Kanjeng Pangeran Aryo


(KPA), Sampeyan dalem Ingkang
Sinuhun Kanjeng Susuhunan
Pakubuwono XII, Surakarta, Jawa
Tengah, Indonesia

2001 Public Service Award, Universitas


Columbia , New York , Amerika Serikat
2000 Ambassador of Peace,
International and Interreligious
Federation for World peace (IIFWP),
New York, Amerika Serikat

Bacharuddin Jusuf Habibie

Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan


istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja
untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya
rumah tangganya. Habibie mendalami bidang
Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun
1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan
mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor
Teknik) dengan indeks prestasi summa cum
laude.

Nama Lengkap : Bacharuddin Jusuf Habibie


Profesi : Agama : Islam
Tempat Lahir : Pare-Pare
Tanggal Lahir : Kamis, 25 Juni 1936
Zodiac : Cancer
Hobby : Membaca
Warga Negara : Indonesia
BIOGRAFI
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin
Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie
(73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi
Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie
menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4
tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI
ke-7. Habibie merupakan keturunan antara orang
Jawa (ibunya) dengan orang Makasar/Pare-Pare
(ayahnya).
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan
kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika.
Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin
Institut Teknologi Bandung (ITB), dan
dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische
Hochscule Jerman pada 1955. Dengan dibiayai
oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo,
Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk
menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di AachenJerman.
Pak Habibie melanjutkan program doktoral
setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri

Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ


Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi
keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus,
BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-BlkowBlohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai
Kepala Penelitian dan Pengembangan pada
Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan
kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan
Teknologi pada industri pesawat terbang
komersial dan militer di MBB (1969-1973).
Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun
kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President
sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode
1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior
bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB
(1978 ). Dialah menjadi satu-satunya orang Asia
yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di
perusahaan pesawat terbang Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie
sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain
dan konstruksi pesawat terbang. Habibie
menjadi permata di negeri Jerman dan iapun
mendapat kedudukan terhormat, baik secara
materi maupun intelektualitas oleh orang
Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman,
Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian
dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi
dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya
dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti
Habibie Factor, Habibie Theorem dan
Habibie Method.
Pada tahun 1968, BJ Habibie telah mengundang
sejumlah insinyur untuk bekerja di industri
pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur
Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas
rekomendasi Pak Habibie.
Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill
dan pengalaman (SDM) insinyur Indonesia
untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan
membuat produk industri dirgantara (dan
kemudian maritim dan darat). Dan ketika (Alm)
Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke
Jerman untuk menemui seraya membujuk
Habibie pulang ke Indonesia, BJ Habibie
langsung bersedia dan melepaskan jabatan,
posisi dan prestise tinggi di Jerman.

Hal ini dilakukan BJ Habibie demi memberi


sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini.
Pada 1974 di usia 38 tahun, BJ Habibie pulang
ke tanah air. Iapun diangkat menjadi penasihat
pemerintah (langsung dibawah Presiden) di
bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi
tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian
dari tahun 1974-1978, Habibie masih sering
pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat
sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di
MBB.
Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia
melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan
Pesawat Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu,
dari tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat
menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi
(Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat
sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan
berbagai jabatan lainnya.
Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca
pengunduran diri Soeharto akibat salah urus
pada masa orde baru, sehingga menimbulkan
maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir
seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah
memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera
membentuk sebuah kabinet.
Salah satu tugas pentingnya adalah kembali
mendapatkan dukungan dari Dana Moneter
Internasional dan komunitas negara-negara
donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia
juga membebaskan para tahanan politik dan
mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat
dan kegiatan organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia
berhasil memberikan landasan kokoh bagi
Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti
Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan
UU Partai Politik dan yang paling penting
adalah UU otonomi daerah.
Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah
gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era
Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya
dituntaskan di era presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah
bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib
sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.
Setelah ia turun dari jabatannya sebagai
presiden, ia lebih banyak tinggal di Jerman
daripada di Indonesia. Tetapi ketika era
kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia
kembali aktif sebagai penasehat presiden untuk
mengawal proses demokratisasi di Indonesia

lewat organisasi yang didirikannya Habibie


Center.
Rasa cintanya yang besar pada mendiang
istrinya, Ainun dia tuangkan dalam bentuk buku.
Dia menulis buku yang berjudul Habibie &
Ainun. Buku ini di buat untuk alm. istrinya.
Buku tersebut berisikan mengenai kisah cinta
sang Profesor dengan istrinya.
Buku tersebut setebal 323 halaman itu,
menceritakan mulai dari awal pertemuan
Habibie dan Ainun, sampai akhinya Ainun
menghembuskan nafas terakhirnya karena
komplikasi penyakit pada 22 Mei 2010. Habibie
menghitung masa hidup bersama Ainun, sejak
menikah pada 12 Mei 1962, selama 48 tahun 10
hari
PENDIDIKAN

S3: Rhenisch Wesfalische Tehnische


Hochscule Jerman

S2: Rhenisch Wesfalische Tehnische


Hochscule Jerman

S1: Teknik Mesin Institut Teknologi


Bandung (ITB)

KARIR

Presiden RI ke-3

Wapres RI ke-7

Menteri Riset dan Teknologi ke-1

Vice President sekaligus Direktur


Teknologi di MBB

Kepala Penelitian dan Pengembangan


pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang
MBB

Kepala Divisi Metode dan Teknologi


pada industri pesawat terbang komersial
dan militer di MBB
PENGHARGAAN

Edward Warner Award dan Award von


Karman

Ganesha Praja Manggala Bhakti


Kencana dari Institut Teknologi
Bandung

Penyelenggaraan event ini membawa misi


penyelamatan situs bersejarah karena benteng
tersebut terancam akan digusur untuk
kepentingan bisnis. Bahkan tahun 2008, Solo
menjadi tuan rumah penyelenggara konferensi
Organisasi Kota-kota Warisan Dunia ini.

Foto:
Joko Widodo
Nama Lengkap : Joko Widodo
Profesi : Agama : Islam
Tempat Lahir : Surakarta, Jawa Tengah
Tanggal Lahir : Rabu, 21 Juni 1961
Zodiac : Gemini
Hobby : Membaca | Traveling
Warga Negara : Indonesia
BIOGRAFI
Nama Joko Widodo mulai menjadi sorotan
ketika terpilih menjadi Walikota Surakarta.
Awalnya publik menyangsikan kemampuan
pengusaha mebel ini untuk memimpin dan
mengembangkan kota Surakarta, namun
beberapa perubahan penting yang dibuat untuk
membangun Surakarta di tahun pertama
kepemimpinannya menepis keraguan ini.
Diawali dengan branding, di bawah
kepemimpinan Jokowi kota Surakarta atau yang
sering disebut dengan Solo punya slogan 'Solo:
The Spirit of Java' yang mendasari semangat
warga Solo untuk mengembangkan kotanya. Ini
bukan sekedar branding, sejak tahun 2006 lalu
kota Surakarta telah menjadi anggota Organisasi
Kota-kota Warisan Dunia. Dengan keanggotaan
tersebut, di tahun berikutnya (2007) Solo
menjadi tempat Festival Musik Dunia (FMD)
yang diadakan di Benteng Vastenburg.

Proses relokasi pedagang barang bekas yang


biasanya selalu diwarnai dengan penolakan dan
protes bisa dilakukan Jokowi dengan baik
karena komunikasi yang langsung dan jelas
dijalin dengan masyarakat. Salah satu bentuk
komunikasi tersebut adalah melalui saluran
televisi lokal di mana masyarakat bisa langsung
berinteraksi dengan walikotanya. Masalah lahan
hijau juga menjadi perhatian Jokowi, relokasi
pedagang barang bekas tersebut juga dilakukan
dalam rangka revitalisasi lahan hijau di kota
Solo.
Langkah besar lain yang diambil oleh Jokowi
adalah menetapkan persyaratan bagi para
investor untuk memperhatikan kepentingan
publik dan tidak segan untuk menolak mereka
jika tidak bisa mengikuti peraturan yang ada
dalam kepemimpinan Jokowi. Nama Surakarta
kembali menjadi perbincangan ketika para siswa
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Solo ini
berhasil merakit mobil yang diberi nama
Esemka. Jokowi sangat mendukung hasil yang
membanggakan ini dengan ikut mengendarai
mobil Esemka tersebut.
Untuk prestasinya ini Jokowi kemudian
mencalonkan diri di Pemilihan Gubernur DKI
Jakarta tahun 2012 bersama dengan Basuki
Tjahaja Purnama sebagai wakilnya. Mereka
berdua menjadi pasangan calon gubernur yang
paling kuat berdasarkan perhitungan cepat yang
dilakukan di hari pemilihan (Rabu, 11 Juli
2012), dan menjadi cagub yang paling banyak
disoroti dalam Pilgub DKI 2012 ini. Namun
demikian pencalonan Jokowi diwarnai dengan
isu SARA yang dikeluarkan oleh Rhoma Irama
dalam ceramahnya di Masjid Al'Isra Tanjung
Duren Jakarta Barat. Dalam kesempatan itu,
Rhoma Irama mengimbau warga agar memilih
pemimpin yang seiman, dan beliau menyebutkan
bahwa ibu Jokowi adalah seorang non-muslim.
Pernyataan ini menuai protes keras dari publik
hingga Panwaslu DKI melakukan pemeriksaan
atas Rhoma Irama atas dugaan menyebarkan isu
SARA.
Hasil dari kepemimpinannya sebagai Gubernur
DKI Jakarta, Jokowi berhasil mengambil hati
masyarakat. Kini ia maju sebagai calon presiden
sebagai kandidat dari PDIP dan menggandeng
Jusuf Kalla sebagai calon wakil presidennya
dengan nomor urut dua. Melawan pasangan
nomor urut satu Prabowo Subianto dengan
wakilnya Hatta Rajasa.

BIOGRAFI
PENDIDIKAN

SMP Negeri 1 Surakarta

SMA Negeri 6 Surakarta

Fakultas Kehutanan Universitas Gajah


Mada

KARIR

Walikota Surakarta

Pengusaha mebel dan pertamanan

Gubernur Jakarta 2012


PENGHARGAAN

Nominasi World Mayor 2012

10 Tokoh 2008 versi majalah Tempo

Ir. Soekarno atau yang biasa dipanggil Bung


Karno yang lahir di Surabaya, Jawa Timur pada
tanggal 6 Juni 1901 dari pasangan Raden
Soekemi Sosrodihardjo dengan Ida Ayu Nyoman
Rai.
Ayah Soekarno adalah seorang guru. Raden
Soekemi bertemu dengan Ida Ayu ketika dia
mengajar di Sekolah Dasar Pribumi Singaraja,
Bali.
Soekarno hanya menghabiskan sedikit masa
kecilnya dengan orangtuanya hingga akhirnya
dia tinggal bersama kakeknya, Raden
Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Soekarno pertama kali bersekolah di Tulung
Agung hingga akhirnya dia ikut kedua
orangtuanya pindah ke Mojokerto.
Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke
Eerste Inlandse School. Di tahun 1911, Soekarno
dipindahkan ke Europeesche Lagere School
(ELS) untuk memudahkannya diterima di
Hoogere Burger School (HBS).
Setelah lulus pada tahun 1915, Soekarno
melanjutkan pendidikannya di HBS, Surabaya,
Jawa Timur. Di Surabaya, Soekarno banyak
bertemu dengan para tokoh dari Sarekat Islam,
organisasi yang kala itu dipimpin oleh HOS
Tjokroaminoto yang juga memberi tumpangan
ketika Soekarno tinggal di Surabaya.
Dari sinilah, rasa nasionalisme dari dalam diri
Soekarno terus menggelora. Di tahun
berikutnya, Soekarno mulai aktif dalam kegiatan
organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang
dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.
Nama organisasi tersebut kemudian Soekarno
ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada
1918.

Soekarno
Nama Lengkap : Soekarno
Profesi : Agama : Islam
Tempat Lahir : Surabaya, Jawa Timur
Tanggal Lahir : Kamis, 6 Juni 1901
Zodiac : Gemini
Warga Negara : Indonesia

Di tahun 1920 seusai tamat dari HBS, Soekarno


melanjutkan studinya ke Technische Hoge
School (sekarang berganti nama menjadi
Institut Teknologi Bandung) di Bandung dan
mengambil jurusan teknik sipil.
Saat bersekolah di Bandung, Soekarno tinggal di
kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota
Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.
Melalui Haji Sanusi, Soekarno berinteraksi
dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto
Mangunkusumo dan Dr Douwes Dekker, yang
saat itu merupakan pemimpin organisasi
National Indische Partij.

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan


Algemene Studie Club di Bandung yang
diinspirasi dari Indonesische Studie Club
(dipimpin oleh Dr Soetomo). Algemene Studie
Club merupakan cikal bakal berdirinya Partai
Nasional Indonesia pada tahun 1927.
Bulan Desember 1929, Soekarno ditangkap oleh
Belanda dan dipenjara di Penjara Banceuy
karena aktivitasnya di PNI. Pada tahun 1930,
Soekarno dipindahkan ke penjara Sukamiskin.
Dari dalam penjara inilah, Soekarno membuat
pledoi yang fenomenal, Indonesia Menggugat.
Soekarno dibebaskan pada tanggal 31 Desember
1931. Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung
dengan Partai Indonesia (Partindo), yang
merupakan pecahan dari PNI.
Soekarno kembali ditangkap oleh Belanda pada
bulan Agustus 1933 dan diasingkan ke Flores.
Karena jauhnya tempat pengasingan, Soekarno
hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional
lainnya.
Namun semangat Soekarno tetap membara
seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada
seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad
Hasan. Pada tahun 1938 hingga tahun 1942
Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru benar-benar bebas setelah masa
penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Di awal kependudukannya, Jepang tidak terlalu
memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan
Indonesia hingga akhirnya sekitar tahun 1943
Jepang menyadari betapa pentingnya para tokoh
ini. Jepang mulai memanfaatkan tokoh
pergerakan Indonesia dimana salah satunya
adalah Soekarno untuk menarik perhatian
penduduk Indonesia terhadap propaganda
Jepang.
Akhirnya tokoh-tokoh nasional ini mulai
bekerjasama dengan pemerintah pendudukan
Jepang untuk dapat mencapai kemerdekaan
Indonesia, meski ada pula yang tetap melakukan
gerakan perlawanan seperti Sutan Sjahrir dan
Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang
adalah fasis yang berbahaya.
Soekarno sendiri mulai aktif mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah
merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasardasar pemerintahan Indonesia termasuk
merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan.
Pada bulan Agustus 1945, Soekarno diundang
oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan
Darat wilayah Asia Tenggara ke Dalat, Vietnam.
Marsekal Terauchi menyatakan bahwa sudah

saatnya Indonesia merdekan dan segala urusan


proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah
tanggung jawab rakyat Indonesia sendiri.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat,
Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok
pada tanggal 16 Agustus 1945. Para tokoh
pemuda dari PETA menuntut agar Soekarno dan
Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan
Republik Indonesia, karena pada saat itu di
Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan.
Ini disebabkan karena Jepang telah menyerah
dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun
Soekarno, Hatta dan beberapa tokoh lainnya
menolak tuntutan ini dengan alasan menunggu
kejelasan mengenai penyerahan Jepang.
Pada akhirnya,Soekarno bersama tokoh-tokoh
nasional lainnya mulai mempersiapkan diri
menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia. Berdasarkan sidang yang diadakan
oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) panitia kecil
untuk upacara proklamasi yang terdiri dari
delapan orang resmi dibentuk.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia
memplokamirkan kemerdekaannya. Teks
proklamasi secara langsung dibacakan oleh
Soekarno yang semenjak pagi telah memenuhi
halaman rumahnya di Jl Pegangsaan Timur 56,
Jakarta.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan
Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945
pengangkatan Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Mohammad Hatta dikukuhkan oleh
KNIP.
Kemerdekaan yang telah didapatkan ini tidak
langsung bisa dinikmati karena di tahun-tahun
berikutnya masih ada sekutu yang secara terangterangan tidak mengakui kemerdekaan Indonesia
dan bahkan berusaha untuk kembali menjajah
Indonesia.
Gencaran senjata dari pihak sekutu tak lantas
membuat rakyat Indonesia menyerah, seperti
yang terjadi di Surabaya ketika pasukan Belanda
yang dipimpin oleh Brigadir Jendral A.W.S
Mallaby berusaha untuk kembali menyerang
Indonesia.
Rakyat Indonesia di Surabaya dengan gigihnya
terus berjuang untuk tetap mempertahankan
kemerdekaan hingga akhirnya Brigadir Jendral
AWS Mallaby tewas dan pemerintah Belanda
menarik pasukannya kembali. Perang seperti ini

tidak hanya terjadi di Surabaya tapi juga hampir


di setiap kota.
Republik Indonesia secara resmi mengadukan
agresi militer Belanda ke PBB karena agresi
militer tersebut dinilai telah melanggar suatu
perjanjian Internasional, yaitu Persetujuan
Linggajati.
Walaupun telah dilaporkan ke PBB, Belanda
tetap saja melakukan agresinya. Atas permintaan
India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah
agresi militer yang dilancarkan Belanda
dimasukkan ke dalam agenda rapat Dewan
Keamanan PBB, di mana kemudian dikeluarkan
Resolusi No 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang
isinya menyerukan agar konflik bersenjata
dihentikan.
Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada
tanggal 15 Agustus 1947, Pemerintah Belanda
akhirnya menyatakan akan menerima resolusi
Dewan Keamanan untuk menghentikan
pertempuran.
Pada 17 Agustus 1947, Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima
Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan
gencatan senjata dan pada 25 Agustus 1947
Dewan Keamanan membentuk suatu komite
yang akan menjadi penengah konflik antara
Indonesia dan Belanda.
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah
Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan
Kedaulatan), Presiden Soekarno kembali
diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat
sebagai perdana menteri RIS.
Karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia
yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka
pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali
diubah menjadi Republik Indonesia dimana Ir
Soekarno menjadi Presiden dan Mohammad
Hatta menjadi wakilnya.
Pemberontakan G30S/PKI melahirkan krisis
politik hebat di Indonesia. Massa dari KAMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan
KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia)
melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu
isinya meminta agar PKI dibubarkan.
Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan
PKI karena menilai bahwa tindakan tersebut
bertentangan dengan pandangan Nasakom
(Nasionalisme, Agama, Komunisme).

Sikap Soekarno yang menolak membubarkan


PKI kemudian melemahkan posisinya dalam
politik. Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang
ditandatangani oleh Soekarno dimana isinya
merupakan perintah kepada Letnan Jenderal
Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu
guna menjaga keamanan pemerintahan dan
keselamatan pribadi presiden.
Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto
yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan
Darat untuk membubarkan PKI dan
menyatakannya sebagai organisasi terlarang.
MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya,
yaitu TAP No IX/1966 tentang pengukuhan
Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No
XV/1966 yang memberikan jaminan kepada
Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk
setiap saat bisa menjadi presiden apabila
presiden sebelumnya berhalangan.
Pada 22 Juni 1966, Soekarno membacakan
pidato pertanggungjawabannya mengenai
sikapnya terhadap peristiwa G30S. Pidato
pertanggungjawaban ini ditolak oleh MPRS
hingga akhirnya pada 20 Februari 1967
Soekarno menandatangani Surat Pernyataan
Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.
Hari Minggu, 21 Juni 1970 Presiden Soekarno
meninggal dunia di RSPAD (Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta.
Presiden Soekarno disemayamkan di Wisma
Yaso, Jakarta dan kemudian dimakamkan di
Blitar, Jawa Timur berdekatan dengan makam
ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah
kemudian menetapkan masa berkabung selama
tujuh hari.
Ir Soekarno adalah seorang sosok pahlawan
yang sejati. Dia tidak hanya diakui berjasa bagi
bangsanya sendiri tapi juga memberikan
pengabdiannya untuk kedamaian di dunia.
Semua sepakat bahwa Ir Soekarno adalah
seorang manusia yang tidak biasa yang belum
tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad.
Ir Soekarno adalah bapak bangsa yang tidak
akan tergantikan.
Riset dan Analisa: Fathimatuz Zahroh
PENDIDIKAN

Pendidikan sekolah dasar di Eerste


Inlandse School, Mojokerto

Pendidikan sekolah dasar di


Europeesche Lagere School (ELS),
Mojokerto (1911)

Hoogere Burger School (HBS)


Mojokerto (1911-1915)
Biografi

Technische Hoge School, Bandung


(sekarang berganti nama menjadi
Institut Teknologi Bandung) (1920)
PENGHARGAAN

Gelar Doktor Honoris Causa dari 26


universitas di dalam dan luar negeri
antara lain dari Universitas Gajah Mada,
Universitas Indonesia, Institut Teknologi
Bandung, Universitas Padjadjaran,
Universitas Hasanuddin, Institut Agama
Islam Negeri Jakarta, Columbia
University (Amerika Serikat), Berlin
University (Jerman), Lomonosov
University (Rusia) dan Al-Azhar
University (Mesir).

Penghargaan bintang kelas satu The


Order of the Supreme Companions of
OR Tambo yang diberikan dalam bentuk
medali, pin, tongkat, dan lencana yang
semuanya dilapisi emas dari Presiden
Afrika Selatan, Thabo Mbeki, atas jasa
Soekarno dalam mengembangkan
solidaritas internasional demi melawan
penindasan oleh negara maju serta telah
menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika
Selatan dalam melawan penjajahan dan
membebaskan diri dari politik apartheid.
Penyerahan penghargaan dilaksanakan
di Kantor Kepresidenan Union
Buildings di Pretoria (April 2005).

Nama Lengkap: Raden Ajeng Kartini Alias: R.A


Kartini | Kartini Tanggal Lahir: Jepara 21 April
1879 Tempat Lahir: Jepara, Jawa Tengah Ayah:
Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat Ibu: M.A
Ngasirah Suami: K.R.M. Adipati Ario Singgih
Djojo Adhiningrat Anak: Raden Mas Soesalit
Wafat: 17 september 1904

Raden Adjeng Kartiniatau Raden Ayu Kartini


lahir di Jepara, Jawa Tengah pada 21 April 1879
meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17
September 1904 pada umur 25 tahun adalah
seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan
Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai
pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Anak
ke-5 dari 11 bersaudara ini adalah sosok wanita
yang sangat antusias dengan pendidikan dan
ilmu pengetahuan. Kartini sangat gemar
membaca dan menulis, tapi orang tuanya
mengharuskan Kartini menimba ilmu hanya
sampai sekolah dasar karena harus dipingit.
Karena tekad bulat kartini untuk mencapai cita
citanya, Kartini mulai mengembangkan dengan
belajar menulis dan membaca bersama teman
sesama perempuannya, saat itu juga Kartini juga
belajar bahasa Belanda. Semangat Karyini tidak
pernah padam, dengan rasa keingintahuan yang
sangat besar, ia ingin selalu membaca surat surat
kabar, buku buku dan majalah eropa dari situlah
terlintas ide untuk memajukan wanita wanita
Indonesia dari segala keterbelakangan. Karena
kemampuannya berbahasa Belanda, Kartini juga
seringkali melakukan surat menyurat dengan
korespondensi dari Belanda. Sempat terjadi surat
menyurat antara Kartini dan Mr.J.H Abendanon
untuk pengajuan beasiswa di negeri Belanda,
tetapi semua itu tidak pernah terjadi karena
Kartini harus menikah pada 12 November 1903
dengan Raden Adipati Joyodiningrat yang
pernah menikah 3 kali. Perjuangan Kartini tidak
berhenti setelah menikah, Kartini memiliki
suami yang selalu mendukung akan cita citanya
untuk memperjuangkan pendidikan dan martabat
kaum perempuan, dari situlah Kartini mulai
memperjuangkan untuk didirikannya sekolah
Kartini pada tahun 1912 di Semarang. Pendirian
sekolah wanita tersebut berlanjut di Surabaya,
Jogjakarta, Malang, Madiun, Cirebon. Sekolah
kartini didirikan oleh yayasan kartini, adapun
yayasan Kartini sendiri didirikan oleh keluarga
Van Deventer dan Tokoh Politik etis. Kartini
meninggal Selang beberapa hari setelah
melahirkan anak pertama bernama R.M Soesalit
pada 13 September 1904, tepatnya 4 hari setelah
kelahiran R.M Soesalit, saat itu usia Kartini
masih berusia 25 tahun. Setelah kematian
Kartini, seorang Menteri Kebudayaan, Agama,
dan Kerajinan Hindia Belanda Mr.J.H
Abendanon mulai membukukan surat menyurat
kartini dengan teman temannya di eropa dengan
judul DOOR DUISTERNIS TOT LICHT
yang artinya Habis Gelap Terbitlah Terang.
Kartini sendiri adalah pahlawan yang
mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan
segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide
besarnya telah mampu mengilhami perjuangan

kaum perempuan dari kebodohan yang tidak


disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan
pengorbanan yang tulus, Katini mampu
menggugah kaumnya dari belenggu
diskriminasi.

Anda mungkin juga menyukai