Anda di halaman 1dari 4

Nama : Reka Amora Darmi

Kelas : X7
Absen : 31

LKPD 4
Analisislah kaidah kebahasaan Biografi Singkat Gus Dur atau KH.
Abdurrahman Wahid dengan tepat

Sejak kecil Gus Dur sudah terlihat memiliki kesadaran penuh untuk mengemban tanggung jawab
terhadap Nahdlatul Ulama (NU). Sekitar bulan April tahun 1953, Gus Dur bersama ayahnya
berangkat ke Sumedang, Jawa Barat untuk menghadiri pertemuan Nahdlatul Ulama (NU) dengan
mengendarai mobil, akan tetapi di tengah perjalanan mengalami kecelakaan yang mengakibatkan
ayahnya meninggal. Sebagai tokoh panutan para masyarakat Indonesia, Gus Dur sangat dihormati
oleh banyak kalangan karena pengabdiannya kepada masyarakat, demokrasi, dan Islam toleran.
Pelajari lebih lanjut mengenai sosok Gus Dur pada buku Biografi Gus Dur karya Greg Barton di
bawah ini.

Setelah lulus dari Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1953, Gus Dur dikirim oleh orang tuanya
untuk belajar di Yogyakarta. Untuk masuk ke Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP)
Gowongan, sekaligus menetap di Pesantren Krapyak. SMEP merupakan sekolah formal yang
dikelola oleh Gereja Katolik Roma. Sekolah tersebut banyak menggunakan kurikulum yang
sekuler, dan dari sekolah tersebut Gus Dur pertama kali belajar bahasa Inggris. Karena Gus Dur
merasa kurang leluasa aktivitasnya selama berada dalam dunia pesantren, akhirnya Gus Dur
meminta pindah ke kota dan menetap di rumah H. Junaedi yang merupakan salah seorang pimpinan
lokal Muhammadiyah sekaligus orang yang sangat berpengaruh di SMEP.

Rutinitas kesehariannya setelah salat subuh Gus Dur berangkat mengaji ke KH. Maksum
Krapyak. Pada siang harinya, Gus Dur sekolah di SMEP dan malam hari Gus Dur ikut berdiskusi
dengan H. Junaedi dengan anggota Muhammadiyah yang lain. Untuk meningkatkan belajar bahasa
Inggris, Gus Dur tidak hanya sebatas memahami buku-buku yang berbahasa Inggris. Akan tetapi
berusaha menggali informasi dari berbagai mancanegara dan aktif mendengarkan siaran radio
Voice of America dan BBC London.
Saat seorang bernama Sumantri (guru SMEP) mengetahui Gus Dur pandai bahasa Inggris,
Sumantri memberinya buku berjudul What is To Be Done. Pada saat yang sama Gus Dur telah
mengenal Das Kapital Karl Marx, filsafat Plato, Thales, dan lain-lain.

Tamat dari sekolah tersebut Gus Dur melanjutkan Pendidikan ke pesantren Tegalrejo,
Magelang, Jawa Tengah pimpinan KH. Chaudhary. Gus Dur pun dikenal dengan ritual-ritual sufi
yang mistik dengan bimbingan kiainya. Dari situlah Gus dur sering melakukan ziarah ke kuburan-
kuburan para wali yang keramat di Pulau Jawa.

Pada saat di pesantren, Gus Dur tidak pernah lupa membawa koleksi-koleksi bukunya sehingga
membuat para santri yang lain heran melihat buku-buku bacaannya. Tak hanya itu, Gus Dur pun
mulai menunjukkan kemampuannya dalam hal berbicara dan humor yang membuat santri lain
terhibur dengan gaya bicara dan sifat humorisnya. Dalam kehidupannya di lingkungan pesantren,
ada sebuah cerita yang menarik dari sosok Gus Dur, pada saat acara imtihan yang diselenggarakan
sebelum puasa Ramadhan, acara tersebut bertujuan untuk menyambut kelulusan para santri yang
telah selesai menempuh pendidikan.

Gus Dur membuat konsep yang berbeda dari acara-acara sebelumnya, acara imtihan dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak kelihatan terlalu formal dan kaku. Gus Dur menyediakan konsumsi
serta hiburan rakyat seperti: tarian tradisional, gamelan, kuda lumping, jathilan, dan masih banyak
lagi.

Padahal di dalam dunia pesantren, hiburan rakyat semacam ini tidak biasa dilakukan atau
dianggap tabu. Acara tersebut terselenggara atas ide Gus Dur di Pesantren Tegalrejo. Setelah
menghabiskan waktunya selama dua tahun di Pesantren Tegalrejo, Magelang, kemudian berpindah
kembali ke Jombang dan menetap di Pesantren Tambak Beras hingga Gus Dur berusia 20 tahun. Di
Pesantren Tambak Beras, Gus Dur menjadi ustad sekaligus menjadi ketua keamanan di pesantren
milik pamannya yaitu KH. Abdul Fatah. Saat usianya 22 tahun, Gus Dur berangkat menuju Mekah
untuk menunaikan ibadah haji sekaligus menuju Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas Al-
Azhar.

Setibanya di Mesir, Gus Dur merasa kecewa karena tidak dapat langsung melanjutkan ke kampus
Al-Azhar karena harus masuk ke Madrasah Aliyah dahulu. Di luar kegiatan kampus, Gus Dur
antusias untuk mengunjungi makam keramat para wali seperti: Syeikh Abdul Qadir Jaelani, pendiri
Jamaah Tarekat Qadiriyah dan Gus Dur pun banyak mendalami ajaran Imam Junaid Al- Baghdadi
yang merupakan pendiri aliran tasawuf yang banyak diikuti oleh jamaah NU.
Dengan demikian, Gus Dur menemukan sumber inspirasi dalam wilayah spiritualnya. Setelah
menyelesaikan pendidikan di Baghdad, Gus Dur bermaksud melanjutkan studi ke Eropa, akan
tetapi persyaratannya cukup ketat karena harus menguasai Bahasa Jerman, Yunani, dan Latin. Untuk
menghilangkan rasa kecewanya akhirnya Gus Dur menjadi pelajar keliling yang melakukan
kunjungan ke universitas-universitas lain.

Akhirnya Gus Dur menetap di Belanda selama 6 bulan, sekaligus mendirikan suatu
perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di daratan Eropa. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya selama di perantauan, dalam sebulan Gus Dur dua kali pergi ke
pelabuhan untuk bekerja sebagai cleaning service kapal tanker dan Gus Dur pun sempat pergi ke
McGill University of Canada untuk memperdalam kajian ke-Islaman. Kemudian Gus Dur kembali
ke Indonesia setelah terilhami sebuah berita tentang perkembangan dunia pesantren dan perjalanan
studinya berakhir pada 1971. Kemudian kembali ke Jawa dan memulai kehidupan baru sekaligus
menjadi perjalanan awal karirnya.

Semangat belajar Gus Dur tidak pernah surut. Tahun 1979, Gus Dur ditawari untuk
menempuh pendidikan di Australia untuk mendapatkan gelar doktor, namun hal tersebut tidak bisa
dipenuhi oleh Gus Dur. Gus Dur merupakan sosok yang gemar membaca dan sangat aktif
memanfaatkan perpustakaan milik ayahnya dan sering berkunjung ke perpustakaan umum di
Jakarta.

Sejak usia remaja, Gus Dur sudah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel, serta buku-
buku seperti tentang filsafat serta dokumen-dokumen mancanegara juga tidak luput dibacanya.
Selain gemar membaca Gus Dur juga suka bermain bola, catur, menonton bioskop, dan
mendengarkan musik.

Setelah jatuhnya era Soeharto, banyak partai politik baru terbentuk. Pada Juni 1998, banyak orang
dari komunitas NU berharap pada Gus Dur untuk membentuk parti politik. Pada Juli 1998, Gus Dur
mulai menanggapi ide tersebut karena menyadari bahwa partai politik merupakan satu-satunya cara
untuk berjuang di dunia politik (pemerintahan).

Gus Dur akhirnya menyetujui pembentukan parpol yang kemudian diberi nama PKB (Partai
Kebangkitan Bangsa). Beliau menjabat menjadi Ketua Dewan Penasihat.

Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandiat pemilihan
presiden. Kemudian pada Juni 1999 partai PKB beraliansi dengan PDIP dikarenakan tidak memiliki
kursi mayoritas penuh.
Pada Juli, Amin Rais membentuk poros tengah yang berisi partai-partai politik muslim. Poros
tengah ini mencalonkan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden. Hal ini tentu
saja merubah komitmen terhadap PDI-P.

Pada 7 Oktober 1999, Gus Dur secara resmi dinyatakan sebagai calon presiden oleh Poros
Tengah. Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur
dari pemilihan presiden. Kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur.

KETERANGAN
- Warna hitam bold = kata ganti orang ketiga
- Warna merah bold = kata kerja tindakan
- Warna biru bold = kata deskrptif
- Warna hijau bold = kata kerja pasif
- Warna kuning bold = kata kerja mental

Anda mungkin juga menyukai