Anda di halaman 1dari 10

INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN

ABDURRAHMAN WAHID

Kelas XII MIPA 3

Kelompok 4 (empat)

Ketua : Petra Gusti Parikesit (26)

Sekretaris : Rofiqoh Noor Aisyiyah (30)

Anggota : Agnes Margaretha Cahya Putri(01)

Christophe Samuel Diaz H.P. (08)

Michael Felix Haryono (20)

Shafira Amkha Zahra (33)

SMA Negeri 1 Purwokerto

Tahun Pelajaran 2018/2019


INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN
ABDURRAHMAN WAHID

Kelas XII MIPA 3

Kelompok 4 (empat)

Ketua : Petra Gusti Parikesit (26)

Sekretaris : Rofiqoh Noor Aisyiyah (30)

Anggota : Agnes Margaretha Cahya Putri(01)

Christophe Samuel Diaz H.P. (08)

Michael Felix Haryono (20)

Shafira Amkha Zahra (33)

SMA Negeri 1 Purwokerto

Tahun Pelajaran 2018/2019


KATA PENGANTAR
Pertama-tama, penulis ucapkan syukur dan terima kasih kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini kiranya tak akan selesai tanpa bantuan
dari beberapa pihak yang terus mendorong penulis untuk menyelesaikannya.

Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain agar pembaca dapat
mengetahui bagaimana sosok Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa Gus
Dur serta untuk mengetahui bagaiamana Gus Dur sebagai Presdien Republik
Indonesia dalalm menjalani roda pemerintahan.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas dukungan dari berbagai


pihak, baik secara material maupun spiritual. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Ibu Erlina Supriyati
Martiningrum selaku guru sejarah yang telah memberikan bimbingan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dari kelas 12 Mipa
3 yang telah mendukung kami dalam penyelesaian makalah ini. Serta semua
pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap kritik dan saran dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pembaca.
DAFTAR ISI
Halaman Judul

Kata pengantar

Daftar Isi

BAB I : Pendahuluan

BAB II : Indonesia Pada Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman


Wahid

A. Biografi
B. Kebijakan/Program
C. Kelebihan/Prestasi
D. Kekurangan

BAB III : Penutup

Daftar Pustaka
BAB I
Indonesia Pasa Masa Pemerintahan Abdurrahman
Wahid
A. Biografi
Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia Keempat ini lahir di Jombang,
Jawa Timur, 7 September 1940 dari pasangan Wahid Hasyim dan Solehah. Ia
lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau “Sang Penakluk”, dan kemudian
lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. “Gus” adalah panggilan kehormatan
khas pesantren kepada anak kiai.

Gus Dur merupakan putra pertama dari enam bersaudara, dari keluarga
yang sangat terhormat dalam komunitas muslim Jawa Timur. Kakek dari
ayahnya, KH. Hasyim Asyari, adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara
kakek dari pihak ibu, KH Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren. Ayah Gus
Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri
Agama pada 1949. Ibunya, Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren
Denanyar Jombang.

Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang
anak: Alissa Qotrunnada, Zanubba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita
Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari. Yenny aktif berpolitik di PKB dan saat
ini adalah Direktur The Wahid Institute.

Gus Dur wafat, hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto
Mangunkosumo, Jakarta, pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit,
diantarnya jantung dan gangguan ginjal yang dideritanya sejak lama. Sebelum
wafat dia harus menjalani cuci darah rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke
Jakarta ia sempat dirawat di Surabaya usai mengadakan perjalanan di Jawa
Timur.

1. Pendidikan

Presiden keempat RI itu belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum


pindah ke SD Matraman Perwari. Gus Dur juga diajarkan membaca buku non
Islam, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya.
Pada April 1953, ayahnya meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.
Pendidikannya berlanjut pada 1954 di Sekolah Menengah Pertama dan tidak
naik kelas, tetapi bukan karena persoalan intelektual. Ibunya lalu mengirimnya
ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan. Pada 1957, setelah lulus SMP, dia
pindah ke Magelang untuk belajar di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan
reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam
waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada 1959, Gus Dur pindah ke
Pesantren Tambakberas di Jombang dan mendapatkan pekerjaan pertamanya
sebagai guru dan kepala madrasah. Gus Dur juga menjadi wartawan Horizon dan
Majalah Budaya Jaya. Pada 1963, Wahid menerima beasiswa dari Departemen
Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, namun tidak
menyelesaikannya karena kekritisan pikirannya. Gus Dur lalu belajar di
Universitas Baghdad. Meskipun awalnya lalai, Gus Dur bisa menyelesaikan
pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970. Dia pergi ke Belanda untuk
meneruskan pendidikannya, guna belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa
karena pendidikannya di Baghdad kurang diakui di sini. Gus Dur lalu pergi ke
Jerman dan Prancis sebelum kembali ke Indonesia pada 1971.

2. Karir Gus Dur

a. Ketua PBNU

Pada Musyawarah Nasional NU 1984, Gus Dur


dinominasikan sebagai ketua PBNU dan dia menerimanya dengan
syarat mendapat wewenang penuh untuk memilih pengurus yang
akan bekerja di bawahnya. Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh
Suharto. Penerimaan Wahid terhadap Pancasila bersamaan dengan
citra moderatnya menjadikannya disukai pemerintah. Pada 1987, dia
mempertahankan dukungan kepada rezim tersebut dengan
mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan
memperkuat Partai Golkar.

b. Anggota MPR RI

Ia menjadi anggota MPR dari Golkar. Meskipun disukai


rezim, Gus Dur acap mengkritik pemerintah, diantaranya proyek
Waduk Kedung Ombo yang didanai Bank Dunia. Ini merenggangkan
hubungannya dengan pemerintah dan Suharto. Selama masa jabatan
pertamanya, Gus Dur fokus mereformasi sistem pendidikan
pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan
pesantren sehingga menandingi sekolah sekular. Gus Dur terpilih
kembali untuk masa jabatan kedua Ketua PBNU pada Musyawarah
Nasional 1989. Saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran
politik dengan ABRI, berusaha menarik simpati Muslim. Pada
November 1996, Gus Dur dan Soeharto bertemu pertama kalinya
sejak pemilihan kembali Gus Dur sebagai ketua NU. Desember tahun
itu juga dia bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis
terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Juli 1997 merupakan awal
krisis moneter dimana Soeharto mulai kehilangan kendali atas situasi
itu. Gus Dur didorong melakukan gerakan reformasi dengan
Megawati dan Amien, namun terkena stroke pada Januari 1998. Pada
19 Mei 1998, Gus Dur, bersama delapan pemimpin komunitas
Muslim, dipanggil Soeharto yang memberikan konsep Komite
Reformasi usulannya. Gus Dur dan delapan orang itu menolak
bergabung dengan Komite Reformasi. Amien, yang merupakan
oposisi Soeharto paling kritis saat itu, tidak menyukai pandangan
moderat Gus Dur terhadap Soeharto. Namun, Soeharto kemudian
mundur pada 21 Mei 1998. Wakil Presiden Habibie menjadi presiden
menggantikan Soeharto. Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah
lahirnya partai politik baru, dan pada Juni 1998, komunitas NU
meminta Gus Dur membentuk partai politik baru.

c. Mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

Baru pada Juli 1998 Gus Dur menanggapi ide itu karena
mendirikan partai politik adalah satu-satunya cara untuk melawan
Golkar dalam pemilihan umum. Partai itu adalah Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB). Pada 7 Februari 1999, PKB resmi menyatakan Gus
Dur sebagai kandidat presidennya.

d. Menjadi Presiden Republik Indonesia

Pemilu April 1999, PKB memenangkan 12% suara dengan


PDIP memenangkan 33% suara. Pada 20 Oktober 1999, MPR
kembali mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid terpilih
sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan
Megawati hanya 313 suara. Semasa pemerintahannya, Gus Dur
membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial serta
menjadi pemimpin pertama yang memberikan Aceh referendum
untuk menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti di Timor
Timur. Pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Jayapura dan
berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia
mendorong penggunaan nama Papua. Pada Maret 2000,
pemerintahan Gus Dur mulai bernegosiasi dengan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani
nota kesepahaman dengan GAM. Gus Dur juga mengusulkan agar
TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-
Leninisme dicabut. Ia juga berusaha membuka hubungan diplomatik
dengan Israel, sementara dia juga menjadi tokoh pertama yang
mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-
politik. Muncul dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal
Buloggate dan Bruneigate, yang kemudian menjatuhkannya.

e. Lengser Dari Jabatan Presiden

Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun


Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti
dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Pada 23
Juli 2001, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan
menggantikannya dengan Megawati Soekarnoputri. Pada Pemilu
April 2004, PKB memperoleh 10.6% suara dan memilih Wahid
sebagai calon presiden. Namun, Gus Dur gagal melewati
pemeriksaan medis dan KPU menolak memasukannya sebagai
kandidat. Gus Dur lalu mendukung Solahuddin yang merupakan
pasangan Wiranto. Pada 5 Juli 2004, Wiranto dan Solahuddin kalah
dalam pemilu. Di Pilpres putaran dua antara pasangan Yudhoyono-
Kalla dengan Megawati-Muzadi, Gus Dur golput. Agustus 2005, Gus
Dur, dalam Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu bersama Try Sutrisno,
Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati mengkritik kebijakan
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, terutama dalam soal
pencabutan subsidi BBM.

3. Penghargaan Gusdur

Pada 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, penghargaan


cukup prestisius untuk kategori kepemimpinan sosial. Dia ditahbiskan sebagai
“Bapak Tionghoa” oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay
Kak Sie, Gang Lombok, pada 10 Maret 2004. Pada 11 Agustus 2006, Gadis
Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan
Pers 2006. Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen
dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat
keberagaman, dan demokrasi di Indonesia. Ia mendapat penghargaan dari Simon
Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan HAM
karena dianggap sebagai salah satu tokoh yang peduli persoalan HAM. Gus Dur
memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles
karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas. Dia juga
memperoleh penghargaan dari Universitas Temple dan namanya diabadikan
sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.biografiku.com/biografi-kyai-haji-abdurrahman-wahid-gus-dur/.
(diunduh pada 10/11/2018)

Hapsari, Ratna. 2013. Sejarah Indonesia :Jakarta. Erlangga

http://lib.unnes.ac.id/22208/1/2101411049-s.pdf. ( diunduh pada 11/11/2018)

Anda mungkin juga menyukai