Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

DAMPAK PEMBUBARAN DEPARTEMEN PENERANGAN OLEH PRESIDEN


ABDURRAHMAN WAHID TERHADAP DEMOKRASI DI INDONESIA

Disusun Oleh :

Zulfa Sefilla Azmi. A

XII IPS 4 / 36
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul “DAMPAK PEMBUBARAN DEPARTEMEN PENERANGAN OLEH
PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID TERHADAP DEMOKRASI DI INDONESIA” dengan tepat
waktu.Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia. Penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat menambahan referensi sejarah.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sutejo selaku guru Mata Pelajaran Sejarah
Indonesia. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, saran dan kritik saya harapkan untuk menyempurnakan makalah ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................................5
B. Perumusan Masalah..........................................................................................6
C. Tujuan Makalah.................................................................................................7

BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................8
A. Biografi Presiden K. H. Abdurrahman Wahid...............................................................9
B. Dampak Pembubaran Departemen Penerangan..........................................................10
BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................11
KESIMPULAN..................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehadiran K. H. Abdurrahman Wahid di kancah perpolitikan Indonesia telah membawa suasana yang
dinamis dan segar. Sehingga tidak mengherankan jika ia menjadi buruan para wartawan untuk
dimintai pendapat dan komentarnya, ia menjadi sasaran kritik bagi para kritisi yang selalu mengkritik
dan menyangkal pendapatnya, serta menjadi tumpuan dan tempat perlindungan bagi mereka yang
sedang dalam kesulitan baik secara politik, ekonomi maupun kelompok minoritas lainnya yang
merasa terancam keberadaannya. Gagasanya yang segar dan pikirannya yang jauh terkadang
membuat masyarakat sulit untuk mengikuti dan memahaminya

K. H. Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur terpilih sebagai presiden dan Megawati sebagai
wakil presiden dalam sidang umum MPR tanggal 20 Oktober 1999. Kepemimpinan mereka memberi
harapan yang besar bagi bangsa Indonesia. Indonesia yang pada waktu itu dilanda krisis ekonomi
dan politik sangat menanti perbaikan yang akan dilakukan oleh pasangan Gus Dur-Megawati. Ada
sejumlah faktor mengapa harapan masyarakat sangat besar terhadap kepemimpinan Gus Dur-
Megawati. Pertama, untuk pertama kalinya pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih oleh
anggota MPR secara demokratis pada pemilu tahun 1999 yang berlangsung damai dan tanpa
tekanan, kecuali pemilihan pasangan Soekarno-Hatta yang dipilih secara aklamasi oleh anggota
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kedua, Gus Dur dan Megawati merupakan
kombinasi dari golongan bangsa yang terpenting yaitu Islam di satu pihak dan golongan nasional
dipihak lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah Biografi Presiden K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)?


2. Bagaimanakah dampak pembubaran departemen penerangan oleh Abdurrahman Wahid?

C. TUJUAN PENELITIAN
Dengan dibuatnya makalah ini saya berharap dapat mencapai tujuan yang kami inginkan
yaitu, dapat mempelajari dan memahami biografi Presiden Abdurrahman Wahida dan dampak
pembubaran departemen penerangan.
Semoga makalah yang saya buat dapat memberikan manfaat kepada siapapunyang
membacanya sehingga lebih dapat menghargai nilai-nilai dari sejarah Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Presiden K. H. Abdurrahman Wahid


Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur menjabat Presiden RI ke-4 mulai
20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001. Beliau lahir tanggal 4 Agustus 1940 di desa Denanyar,
Jombang, Jawa Timur. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Ayahnya adalah
seorang pendiri organisasi besar Nahdlatul Ulama, yang bernama KH. Wahid Hasyim.
Sedangkan Ibunya bernama Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang,
K.H. Bisri Syamsuri. Dari perkawinannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikarunia empat
orang anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita
Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari .

Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin
memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu beliau juga aktif berkunjung
keperpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan
berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku. Di samping membaca, beliau juga hobi
bermain bola, catur dan musik. Bahkan Gus Dur, pernah diminta untuk menjadi komentator
sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah
menonton bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia
film. Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri
Festival Film Indonesia.

Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua
tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur
tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di
Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya,
yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh. Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika Gus Dur
berada di Mesir.

Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan
memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, beliau bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas
Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng,
dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Beliau kembali menekuni
bakatnya sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran
Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak.

Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di
Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering
mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan
kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam
kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono
dalam proyek pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang dimotori
oleh LP3ES.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula beliau merintis Pesantren
Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah
PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah
agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin. Gus Dur
semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik,
maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap `menyimpang`-dalam kapasitasnya
sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah
ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Beliau juga menjadi
ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.

Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-`aqdi
yang diketuai K.H. As`ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada
muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28
di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994).
Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4.
Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur kontroversial. Seringkali
pendapatnya berbeda dari pendapat banyak orang. Abdurrahman Wahid wafat dalam
usianya yang ke 69 pada tanggal 30 Desember 2009 pukul 18.40 WIB di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta.

B. Dampak Pembubaran Departemen Penerangan


Bogor (28/2) Reformasi terhadap lembaga pemerintahan terjadi secara mengejutkan
di awal pemerintahan Gus Dur, dua departemen yang kuat sejak bertahun-tahun dilikuidasi
Gus Dur, yaitu Departemen Penerangan (Deppen) dan Departemen Sosial (Depsos).
Demikian pula dengan Departemen Pekerjaan Umum yang kemudian diubah menjadi
Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah.

Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memiliki pemikiran sangat demokratis yang
menjunjung tinggi kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Itulah sebabnya Gus Dur
menolak campur tangan pemerintah yang terlalu banyak terhadap informasi. Gus Dur justru
menyerahkan pengelolaan dan pengendalian informasi itu kepada masyarakat sebab
masyarakat harus dewasa dan tidak dibiarkan terus dikendalikan penguasa. Departemen
Penerangan lalu dibubarkan Gus Dur sebab dianggap terlalu banyak mencampuri dan
mengintervensi pengelolaan informasi yang sebenarnya hak masyarakat.

Gus Dur memahami betul hakekat dari kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan
pendapat, pikiran dan berekspresi bagi setiap warga negara karena kebebasan itu dijamin
dan dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 28.
Gus Dur memiliki argumen kuat mengenai pembubaran dua departemen tersebut.
Menurutnya, tugas-tugas yang dibebankan kepada Deppen dan Depsos mestinya dikerjakan
oleh pemerintah daerah sehubungan dengan otonomi daerah. Selain itu, persoalan yang
menyangkut kewenangan kedua departemen tersebut bisa diatur langsung oleh masyarakat,
dan bukan lagi dikendalikan pemerintah maupun departemen tertentu.

Bagi Gus Dur, rakyat sudah terlalu lama menderita akibat diatur-atur oleh
pemerintah, terutama Deppen. Sebagaimana kita ketahui, fungsi utama dari Deppen adalah
sebagai “juru-bicara” dan “humas” pemerintah. Namun di luar fungsi resmi itu, Deppen
kerap menjadi departemen “politik” di bawah koordinasi Menkopolkam. Dengan fungsi
tersebut, keberadaan Deppen bertentangan dengan arus besar demokratisasi. Dengan
kekuasaan besar yang dimilikinya, Deppen bisa menentukan bebas maupun terkekangnya
hak berbicara yang dimiliki lembaga-lembaga pers. Padahal kebebasan pers adalah salah
satu pilar utama bertumpunya harapan masyarakat pascareformasi politik 1998. Sumber :
Buku Presiden 1945-2014.

BAB III
PENUTUP

C. KESIMPULAN
1. Latar belakang kehidupan Abdurrahman Wahid adalah ia lahir di Jombang, Jawa
Timur pada tanggal 7 September 1940. Ia merupakan anak dari K.H. Wahid Hasyim dan
Hj. Sholehah. Ia belajar di SD KRIS dan SD Matraman Perwari lalu Ia juga belajar di
Pesantren Tegalrejo dan Pesantren Tambakberas. Abdurrahman Wahid pun melanjutkan
belajar di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Al Azhar di Mesir, dan
Universitas Baghdad di Irak. Abdurrahman Wahid pun menikah dengan Sinta Nuriyah dan
dikaruniai empat putri. Abdurrahman Wahid menjabat sebagai ketua Nahdlatul Ulama
sebanyak tiga kali dan ia menyetujui pembentukan Partai Kebangkitan Bangsa yang
berbasis anggota NU. Abdurrahman Wahid pun menjadi Presiden Indonesia ke-4
menggantikan Presiden B. J. Habibie.
2. Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memiliki pemikiran sangat demokratis yang
menjunjung tinggi kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Itulah sebabnya Gus Dur
menolak campur tangan pemerintah yang terlalu banyak terhadap informasi. Gus Dur
justru menyerahkan pengelolaan dan pengendalian informasi itu kepada masyarakat
sebab masyarakat harus dewasa dan tidak dibiarkan terus dikendalikan penguasa.
Departemen Penerangan lalu dibubarkan Gus Dur sebab dianggap terlalu banyak
mencampuri dan mengintervensi pengelolaan informasi yang sebenarnya hak
masyarakat.
DAFTAR PUSAKA

Doni F.2020. ABDURRAHMAN WAHID DAN REFORMASI BIROKRASI,(online),


(https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/muspres/abdurrahman-wahid-dan-
reformasi-birokrasi/). Diakses 26 Oktober 2021.

Anonym.2021. PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID MENGHAPUS DEPARTEMEN


PENERANGAN,(online),( https://roboguru.ruangguru.com/question/presiden-
abdurrahman-wahid-menghapus-departemen-penerangan-penghapusan-
departemen-tersebut-dilakukan-karena-dianggap_QU-LPY32CBP). Diakses 26
Oktober 2021

Anonym.2006.ABDURRAHMAN WAHID,(online),( https://kepustakaan-


presiden.perpusnas.go.id/biography/?
box=detail&presiden_id=3&presiden=gusdur).
Diakses 26 Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai