Anda di halaman 1dari 16

BAB II

BIOGRAFI ABDURRAHMAN WAHID

A. Biografi Intelektual

1. Riwayat

KH. Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur memang

bukanlah sosok tokoh pemikir Islam biasa. Gus Dur merupakan tokoh

kultural kharismatik.

Gus Dur sendiri dilahirkan di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 7

September 1940 Masehi atau 4 Syaban 1359 Hijriyah.1 Gus Dur adalah

cucu dari dua kiai besar sekaligus pendiri organisasi Islam Nahdlatul

Ulama (NU) yang sangat dihormati dikalangan NU yakni KH. Hasyim

Asyari dan KH. Bisri Syamsuri.2

Gus Dur merupakan putra pertama dari enam bersaudara, ayahnya

adalah KH. Wahid Hasyim adalah anak dari salah satu pendiri NU

merupakan seorang ulama sekaligus tokoh nasional.3 Sedangkan Ibunya

Hj. Sholehah merupakan putri kiai Bisri Syamsuri, yakni pendiri pondok

pesantren Denanyar Jombang.4

Sebenarnya nama asli Gus Dur adalah Abdurrahman Addakhil,

sedangkan Addakhil sendiri bermakna Sang Penakluk.5 Yang

1
Muhammad Mirza, Gus Dur Sang Penakluk, (Jombang: Pustaka Warisan Islam, 2010),
1.
2
Greg Barton, Biografi Gus Dur, (Yogyakarta: LKiS, 2002), 26
3
Faisol, Gus Dur dan Pendidikan Islam; Upaya Mengembalikan Esensi Pendidikan Di
Era Global, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 71.
4
Barton, Biografi, 34.
5
Mirza, Gus Dur Sang, 1.
18
19

memberi nama tersebut ialah Wahid Hasyim, Addakhil diambil dari nama

seorang perintis dinasti Umayyah yang menancapkan tonggak kejayaan

Islam di Spanyol.6

Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009 di Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo, Jakarta pukul 18.45 WIB.7 Gus Dur meninggalkan

empat orang putri yakni Alissa Qotrunnada, Zannuba Arifah Chafsoh,

Annita Hayatunnifus dan Inayah Wulandari.8

2. Karir dan Karya Intelektual

Gus Dur merupakan tokoh fenomenal baik di kalangan kiai-kiai

pesantren, masyarakat nahdliyin, para politisi maupun masyarakat di

negeri ini. Karir Gus Dur diawali Pada tahun 1974, beliau menjabat

sebagai sekretaris Pondok Pesantren Tebuireng.9 Pada tahun 1977 Gus Dur

didekati dan ditawari jabatan sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin pada

Universitas Hasyim Asyari di Jombang dengan gembira beliau menerima

tawaran itu.10

Pada tahun awal 1980 mulai menapaki jejak karirnya di lingkungan

Nahdlatul Ulama (NU), beliau menjabat sebagai Wakil Katib Dewan

Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).11 Sebagai Wakil

Katib Syuriyah PBNU, posisi yang tidak perna mendapat kendala bagi Gus

6
Ibid, 2.
7
Djoko Pitono dan Kun Haryono, Profil Tokoh Kabupaten Jombang, (Jombang:
Pemerintah Kabupaten Jombang, 2010), 57.
8
Faisol, Gus Dur, 71.
9
Wasid, Gus Dur Sang Guru Bangsa; Pergolakan Islam, Kemanusiaan dan Kebangsaan,
(Yogyakarta: Interpena, 2010), 93.
10
Barton, Biografi, 123.
11
Mirza, Gus Dur Sang, 19.
20

Dur. Pada tahun 1982 Gus Dur mulai terjun ke dunia politik, beliau

berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP).12

Dan pada tahun 1984-1985, Gus Dur menjabat sebagai Ketua Dewan

Kesenian Jakarta.13 Di tahun yang sama, Gus Dur dipilih sacara aklamasi

oleh tim ahlul halli wal aqdi yang diketuai oleh KHR. Asad Syamsul

Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum Tahfidziyah PBNU pada

Muktamar ke-20 di Situbondo pada musyawarah nasional.14

Keterlibatan Gus Dur di NU dengan terpilihnya sebagai ketua umum

Tahfidziyah PBNU selama tiga kali, membawa nama Gus Dur semakin

dikenal oleh banyak kalangan baik dalam konteks internal komunitasnya

(NU) maupun kalangan non-Muslim.15

Pada era reformasi setelah tergulingannya tampuk kekuasaan

Suharto, Gus Dur bersama 4 kiai yakni KH. Munasir Ali, KH. Ilyas

Ruhiyat, KH. Mustofa Bisri, KH. Muchit Muzadi pada tanggal 23 juli

1998 di Jakarta mendirikan sebuah partai politik bernama Partai

Kebangkitan Bangsa (PKB).16

Setelah memiliki kendaraan politik, pada tanggal 20 oktober 1999

Gus Dur terpilih menjadi Presiden.17 Jabatan presiden tidak berlangsung

lama, karena Gus Dur terkena dua skandal besar yakni Buloggate dan

12
Ibid, 20.
13
Haryono, Profil, 53.
14
Mirza, Gus Dur., 20.
15
Wasid, Gus Dur Sang Guru, 95.
16
Mirza, Gus Dur Sang., 28.
17
Haryono, Profil, 52.
21

Bruneigate.18 Akhirnya, pada tanggal 23 Juli 2001 Gus Dur resmi

dilengserkan dari kursi presiden oleh MPR yang saat itu di ketuai oleh

Amin Rais.19

Itulah akhir perjalanan Gus Dur menjadi Presiden selama 20 bulan,

meski dua skandal tersebut sampai saat ini belum terbukti bahwa Gus Dur

terlibat di dalamnya.

Dalam perjalanan hidupnya, beliau juga menampilkan sebuah karya-

karya pemikiran kontektual yang fenomenal. Karya-karya Gus Dur

tersebar di sejumlah media, artikel-artikel baik tentang pluralisme,

kebangsaan, keagamaan, politik, keadilan tersebar luas di media cetak

terutama saat itu Kompas dan Tempo.

Jumlah Tulisan Gus Dur


Dengan Berbagai Bentuknya Tahun 1970-an Hingga Tahun 2000.20

NO BENTUK TULISAN JUMLAH KETERANGAN

1 Buku 12 Buku Terdapat pengulangan


tulisan.
2 Buku Terjemahan 1 Buku Bersama Hasyim Wahid

3 Kata pengantar buku 20 Buku -

4 Epilog Buku 1 Buku -

5 Artikel 41 Buku -

6 Antologi Buku 263 Buku Di berbagai majalah, surat


kabar, jurnal dan media
massa

18
Mirza, Gus Dur Sang, 32.
19
Ibid, 33.
20
Faisol, Gus Dur, 74.
22

7 Kolom 105 Buku Di berbagai majalah

8 Makalah 50 Buku Sebagian besar tidak


dipublikasikan

Dari table diatas, jelaslah bahwa Gus Dur tidak sekedar membuat

pernyataan dan aksi-aksi sosial politik, kebudayaan dan pemberdayaan

masyarakat sipil belaka, tetapi merefleksikan ke dalam bentuk tulisan baik

dalam bentuk artikel, kolom, makalah maupun pengantar buku.

Berikut beberapa karya Gus Dur yang dibukukan yakni, Islamku,

Islam Anda, Islam Kita, Agama Masyarakat Negara Demokrasi, (Jakarta:

The Gus Dur Institute, 2006). Tuhan Tidak Perlu Dibela, (Yogyakarta:

LKiS, 1999). Islam Kosmopolitan; Membangun Demokrasi, (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 1999). Prisma Pemikiran Gus Dur, (Yogyakarta:

LKiS, 1999). Islam Negara Dan Demokrasi; Himpunan Percikan

Perenungan Gus Dur, (Jakarta: erlangga, 1999). Gus Dur Menjawab

Perubahan Zaman, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 1999). Kumpulan

Artikel dan Artikel Abdurrahman Gus Dur, Setelah Era Lengser,

(Yogyakarta: LKiS, 2002). Dan mungkin masih banyak karya lainnya

yang belum penulis tulis disini.

Gus Dur semasa menapaki karirnya mendapat berbagai gelar dan

penghargaan baik tingkat nasional maupun internasional. Gus Dur di

kancah internasional banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan


23

(Doktor honoris causa) dibidang humanitarian, pluralisme, perdamaian

dan demokrasi dari berbagai lembaga pendidikan diantaranya:21

Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India

(2000).

Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000).

Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu

Ekonomi dan Manajemen dan Ilmu Humaniora dari Pantheon

Sorbone University Paris, Perancis (2000).

Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat

University, Bangkok, Thailand (2000).

Doktor Kehormatan dari Chulalongkong Unevirsity, Bangkok,

Thailand (2000).

Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bankok,

Thailand (2000).

Doktor Kehormatan dari Sokai Gakkai University, Tokyo, Jepang

(2002).

Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya, Israel

(2003).

Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Kongkuk University,

Seoul, Korea Selatan (2003).

Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea

Selatan (2003).

21
Mirza, Gus Dur Sang, 45.
24

Perhargaan yang lain adalah22:

Penghargaan dakwa Islam dari pemerintah Mesir (1991).

Penghargaan Magsaysay dari pemerintah Filipina atas usahanya

mengembangkan hubungan antar agama di Indonesia (1993).

Bapak Tionghoa Indonesia (2004).

Perhagaan dari Dewan Adat Papua (2006)

Suardi Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Idependen sebagai

Pejuang Kebebasan Pers (2006)

Perhargaan dari Simon Wiethemtal Center, Amerika Serikat (2008).

Perhargaan dan Penghormatan dari Temple University

Philadelphia, Amerika Serikat, yang memakai namanya untuk

penghargaan terhadap dan pengkajian kerukunan anter-umat

beragama, Abdurrahman Wahid Chair Of Islamic Study (2008)

Perhargaan Lifetime Achievement Award dari Liputan 6 Award

(2010).

3. Latar Belakang Perkembangan Intelektual

Pada akhir perang tahun 1949, Gus Dur pindah ke Jakarta karena

ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Gus Dur belajar di Jakarta,

masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari, Gus Dur

22
Ibid, 46. Bandingkan, Tim Penyusun Buku Kompas, Santri Par Excellence, ed. Irwan
Suhanda (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), xvii.
25

saat itu juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran

oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya.23

Pendidikan Gus Dur berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke

Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di Jakarta, pada tahun itu ia

tidak naik kelas.24 Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk

meneruskan pendidikannya ke SMEP Yogyakarta, di sana Gus Dur

berdiam di rumah kiai Junaidi salah satu teman ayahnya yang tercatat

sebagai ulama Muhammadiyah dan tercatat juga sebagai anggota Majelis

Tarjih Muhammadiyah.25

Di samping itu agar nuansa keilmuan pesantren tetap melekat, ia

dianjurkan untuk mengaji kepada KH. Ali Maksum di Pondok Pesantren

al-Munawwir Krapyak.26 Dari sini Gus Dur mendalami tradisi-tradisi

keilmuan pesantren.

Pada tahun 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas di

Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Gus Dur

juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai

kepala sekolah Madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis

majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.27

23
Greg Barton, Abdurrahman Gus Dur; Muslim Democrat, Indonesian President,
(Singapore: UNSW Press, 2002), 49.
24
Wasid, Gus Dur Sang Guru, 85.
25
Ibid, 85
26
Ibid, 86.
27
Barton, Biografi, 92.
26

Pada tahun 1964, Gus Dur menerima beasiswa dari Kementrian

Agama untuk belajar ilmu-ilmu agama di Maha>d al-Dirasa>t al-Islami>yah

yang berada di lingkungan al-Azhar Islamic university Kairo, Mesir.28

Gus Dur sebenarnya telah mempunyai sertifikat yang menunjukkan

bahwa ia telah lulus studi yurisprudensi Islam, teologi dan pokok-pokok

pelajaran lain yang terkait yang semuanya memerlukan pengetahuan

bahasa arab yang sangat baik, namun sayangnya Gus Dur tidak

mempunyai ijasah yang menunjukkan bahwa ia telah lulus kelas dasar

Bahasa Arab.29

Karena tidak mampu memberikan bukti bahwa ia memiliki

kemampuan Bahasa Arab, Gus Dur terpaksa mengambil kelas remedial.30

Akibat remedial tersebut Gus Dur melakukan reaksi dengan tidak pernah

mengikuti kulia tersebut, akhirnya Gus Dur mengalami kegagalan di Mesir

karena tidak setuju akan metode pendidikan serta pekerjaannya setelah

G30S sangat mengganggu dirinya.31 Kemudian, pendidikan prasarjana Gus

Dur diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad.32 Gus Dur

pindah ke Irak dan menikmati lingkungan barunya. Meskipun ia lalai pada

awalnya, Gus Dur dengan cepat belajar dan juga meneruskan

keterlibatannya dalam Asosiasi Pelajar Indonesia dan juga menulis

majalah asosiasi tersebut.

28
Wasid, Gus Dur Sang Guru, 87.
29
Barton, Biografi, 88.
30
Ibid, 88.
31
Ibid, 99.
32
Ibid, 102.
27

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun

1970, Gus Dur pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Gus

Dur ingin belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena

pendidikannya di Universitas Baghdad kurang diakui.33 Dari Belanda, Gus

Dur pergi ke Jerman dan Perancis sebelum kembali ke Indonesia tahun

1971.

B. Wacana Pembaharuan di Kelompok Muslim Indonesia

Wacana pembaharuan pemikiran yang oleh dilakukan oleh Gus Dur

merupakan bentuk sikap kritis terhadap realitas yang kurang sesuai dengan

pola pikirnya. Pribumisasi Islam dan kearifan lokal merupakan bentuk

terobosan yang di tawarkan oleh Gus Dur dalam menghadapi diskursus Islam

dan Negara kebangsaan.

Menurut Gus Dur, titik pijak yang berbeda tidak menghalangi

kemungkinan terjadinya manifestasi kehidupan beragama dalam budaya,

misalnya budaya menghormati kiai, cara hidup santri, perayaan maulid nabi

dan lain-lain.34 Dengan demikian tertolaklah anggapan bahwa Islam hanya

bersandar pada formalitas belaka. Secara kultural masuknya unsur budaya

lokal ke dalam budaya Islam atau sebaliknya merupakan bukti kuat akan hal

ini.35

33
Ibid, 111.
34
Abdurraham Wahid, Pergulatan Negara, Agama Dan Kebudayaan, (Depok: Desantara,
2001), 117.
35
Abdurrahaman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita; Agama Masyarakat Negara
Demokrasi, (Jakarta: The Wahid Institute, 2006), 23.
28

Dalam surat al-Ahzab ayat 21:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.36

Menurut Gus Dur, dalam kasus makro ayat itu dapat juga digunakan

sebagai pengingat bagi akan pentingnya melestarikan lingkungan alam.37 Gus

Dur melihat Islam dan kehidupan sosial kemasyarakatan itu bersandar pada

etika dan spiritualitas, termasuk untuk mengelola dunia yang terus bergerak

ke arah globalisasi ini, untuk perdamaian abadi dan saling menghormati

antar-bangsa dan antar-manusia.38

Inilah yang diinginkan Gus Dur dimana manusia dipandang sebagai

manusia. Semua manusia itu sama, tidak di pandang dari asal usulnya, apa

jenis kelamin, warna kulit, ras suku dan kebangsaan mereka. Gus Dur melihat

manusia sama dengan dirinya dan manusia yang lainnya. Gus Dur bukan

tidak paham bahwa ada yang keliru, ada yang tidak disetujui atau ada yang

salah dari mereka yang di belanya. Melainkan pembelaan Gus Dur di latar

belakangi karena tubuh mereka di serang dan di sakiti karena paradigma dan

36
Salim Bahreisy dan Abdullah Bahreisy, Tarjamah Al-Quran Al-Hakim, (Surabaya:
Sahabat Ilmu Surabaya, Cet. 10, 2001), 21.
37
Wahid, Islamku, 24.
38
Ibid. ix.
29

warna agama mereka berbeda.39 Ekspresi-ekpresi diri mereka dihentikan

secara paksa oleh Negara atau direnggut dengan pedang oleh otoritas

dominan dan kehormatan mereka diinjak-injak.40

Menurut Gus Dur, ini yang dimaksudkan dalam surat al-Hujurat ayat

13,

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.41

Gus Dur berpandangan bahwa ayat di atas menunjuk kepada perbedaan

yang senantiasa ada antara laki dan perempuan serta antar berbagai bangsa

atau suku bangsa. Dengan demikian, perbedaan merupakan sebuah hal yang di

akui Islam, sedangkan yang dilarang adalah perpecahan dan keterpisahan

(tafarruq).42 Dan ini mempunyai arti, bahwa Gus Dur menghendaki

perdamaian dalam ruang lingkup Ukhuwwah Insa>niyyah.

Gus Dur dalam artikel yang tulis dalam Yayasan Paramadina

menjelaskan akan makna Islam dalam subtansi universal.

39
Husein Muhammad, Pluralisme Gus Dur (Gagasan Para Sufi), dalam Majalah Cahaya
Sufi. Edisi 62/2010. 105.
40
Ibid, 105.
41
Bahreisy, Tarjamah, 518.
42
Wahid, Islamku, 134.
30

Jaminan akan keselamatan fisik warga masyarakat mengharuskan


adanya pemerintahan berdasarkan hukum, dengan perlakuan adil kepada
semua warga masyarakat tanpa kecuali, sesuai dengan hak masing-masing.
Hanya dengan kepastian hukumlah sebuah masyarakat mampu
mengembangkan wawasan persamaan hak dan derajat antara sesama
warganya, sedangkan kedua jenis persamaan itulah yang menjamin
terwujudnya keadilan sosial dalam arti sebenar-benarnya. Sedangkan kita ini
mengetahui, bahwa pandangan hidup (Worldview, Weltanschauung) paling
jelas universalitasnya adalah pandangan keadilan sosial.43

Dari artikel yang ditulis Gus Dur tersebut, dapat di ambil bahwa prinsip

persaudaraan antar-manusia bisa terwujud bila ada keadilan. Dan keadilan bisa

menjadi hal yang urgent bila pluralisme bisa terealisasikan. Jika batas-batas

kemanusiaan diabaikan maka itu jauh dari substansi Islam sebagai agama cinta

terhadap keharmonisan.

Gus Dur dalam bukunya berkata Islam adalah agama hukum, dengan

pengertian agama Islam berlaku bagi semua orang tanpa memandang kelas,

dari pemegang jabatan tertinggi hingga rakyat jelata dikenakan hukum yang

sama. Kalau tidak demikian, maka hukum dalam Islam tidak jalan dalam

kehidupan.44

C. Posisi Pemikiran Abdurrahman Wahid terhadap Pemikir Islam

Indonesia

Menurut Fazlur Rahman, paling tidak, ada empat tipologi pemikiran

ke-Islaman yang pernah berkembang di dunia Islam. Tipologi gerakan

pemikiran yang pertama adalah Revivalisme pada akhir abad 18 dan awal

43
Abdurrahman Wahid, (Universalisme Islam Dan Kosmopolitanisme Peradaban Islam),
dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, ed. Budhy Munawar, (Jakarta: Yayasan
Paramadina, 1994), V.42.
44
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan; Membangun Demokrasi, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1999), 85.
31

abad 19 M, ditandai dengan kebangkitan gerakan Wahabi di Arab dan Sanusi

di Afrika Barat Laut. Gerakan ini pada satu sisi menentang kehancuran

moral, namun di sisi lain ia juga menentang penggabungan sinkretik antara

pemikiran Islam dengan kebiasaan setempat. Dalam arti ini, mereka secara

fundamental merupakan orang-orang konservatif dan bahkan reaksioner oleh

karena mereka ingin mengembalikan masyarakat islam ke zaman keemasan

sebelumnya.45

Setelah itu datanglah modernismee, pada awal abad ke-20 M. Menurut

Fazlur Rahman ini di tandai dengan kebangkitan intelektual murni dalam

dunia Islam. Dengan munculnya modernisme ini, maka ijtihad ditinjau

kembali dan dengan sadar dilakukan usaha untuk membuka kembali pintu-

pintu ijtihad dan juga penafsiran pribadi.46

Dan pada paro kedua abad ke-20 intelektual modernisme mengalami

kemunduran secara langsung, memicu timbulnya gerakan yang dinamakan

Rahman sebagai neo-revivalisme. Gerakan ini menggabungkan unsur-unsur

modernis yang berkaitan dengan ilmu dan teknologi untuk memperbaiki

masyarakat dengan sifat terbelakang gerakan-gerakan yang terdahulu yang

bersifat lebih murni.47

Menjelang akhir dasawarsa 1970-an, beberapa pengamat mulai

menggunakan istilah baru yakni neo-modernisme. Dalam pandangan

Rahman, gerakan ini berkaitan kembali mempelajari Islam klasik dan

mengkobinasikannya dengan unsur-unsur terbaik dari modernisme agar dapat


45
Barton, Biografi, 148.
46
Ibid,
47
Ibid, 149.
32

dihasilkan sintesa antara Islam klasik dengan pemikiran barat modern.

Dengan cara ini, kebenaran utama Islam dapat dihargai kembali dan

diterapkan dengan lugas serta kreatif pada masyarakat modern, dan dengan

demikian akan menghasilkan spiritualitas Islam yang lebih welas-asih dan

toleran.48

Sehingga Menurut Greg Barton, Gus Dur merupakan seorang tokoh

neo-modernisme yang latar belakang sosialnya berasal dari golongan

tradisionalis, meskipun Gus Dur sangat kritis terhadap kebijakan-kebijakan

pemerintah di tahun 1990-an, tetapi dia tergolong akomodasionis terhadap

sistem sosial yang berlaku di Indonesia.49

Neo-modernisme adalah aliran pemikiran yang melakukan usaha-usaha

untuk menemukan titik temu antara kaum Islam tradisionalis dengan kaum

Islam modernis.50 Di Indonesia sendiri gagasan neo-modernisme Islam

dimulai sejak tahun 1970-an, sebagai pemikiran generasi kedua setelah

modernisme yang mengarah pada Islam politik, kemudian pada tahun 1980-

an generasi kedua ini dikenal dengan sebutan Islam kultural.51

Banyak penulis yang mengkategorikan tokoh-tokoh Muslim Indonesia,

seperti Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Dawam Rahardjo, dan

Munawir Sjadzali masuk dalam aliran ini, diantaranya.52

48
Ibid.
49
Masykuri Abdillah, Demokrasi Di Persimpangan Makna: Respons Intelektual Muslim
Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993), (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), 18.
50
Ibid, 11.
51
Bahtiar Effendy, (RE) Politisasi Islam, Pernahkah Islam Berhenti Berpolitik?, cet. ke-1
(Bandung: Mizan, 2000), 191.
52
Ibid.
33

Untuk itu generasi kedua ini tidak menginginkan Islam dijadikan

sebuah ideologi, dengan memfokuskan pada bidang garapan transformasi

sosial yang disesuaikan dengan kebutuhan tertentu. Di antaranya pandangan

dasar Nurcholis Madjid yang mengemukakan desakralisasi, Abdurrahman

Wahid dengan gagasan Pribumisasi Islam,53 Dawam Rahardjo yang

menggeluti Masyarakat pedesaan melalui pesantren; dan Munawir Sjadzali

yang menyatakan perlunya melihat Islam dalam konteks Indonesia.54

Pemikiran Gus Dur sering dibilang banyak masyarakat maupun

pemikir yang lain memiliki gagasan dan sikap yang nyleneh.55 Gus Dur

dalam pemikirannya sering berbeda dengan kalangan mayoritas pemikir

maupun ulama. Ini yang membuat Gus Dur memiliki posisi oposisi dalam

hal gagasan dan sikap yang dibilang banyak orang sebagai sikap nyleneh.

Menurut Syafii Anwar dalam kata pengantar buku Islamku, Islam

Anda, Islam Kita, posisi pemikiran politik Gus Dur masuk dalam tipologi

pemikiran subtantif-inklusif. Paradigma subtantif-inklusif berkeyakinan

bahwa Islam sebagai agama tidak merusmuskan konsep-konsep teoritis yang

berhubungan dengan politik.56 Posisi pemikiran Gus Dur begitu berperan

dalam pergolakan diskursus antar pemikir-pemikir Islam di Indonesia.

53
Yang dimaksud Pribumisasi Islam adalah bagaimana mempertimbangkan kebutuhan-
kebutuhan lokal dalam merumuskan hukum-hukum agama, tanpa mengubah hukum itu sendiri.
Jadi bukan meninggalkan norma demi budaya, akan tetapi agar norma-norma itu menampung
kebutuhan-kebutuhan budaya dengan mempergunakan pemahaman nash, yaitu fiqih dan qaidah
fiqih. Lihat Abdurrahman Wahid, Pribumisasi Islam; dalam Islam Indonesia Menatap Masa
Depan, (Jakarta: P3M, 1989), 83.
54
Effendy, (RE) Politisasi, 191.
55
Thoha Hamim, Islam dan NU; Di Bawah Tekanan Problematika Kontemporer,
(Surabaya: Diantama, 2004), 49.
56
Syafii Anwar Kata Pengantar, Wahid, Islamku,. xix.

Anda mungkin juga menyukai