Anda di halaman 1dari 5

TOKOH ISLAM YANG MENGANUT PAHAM LIBERAL DAN PERANNYA

MENGUSUNG LIBERALISME DI INDONESIA

SALWAA ADZ DZAHRA

AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM 2 A

EMAIL: SALWAADZAHRA20@GMAIL.COM

A. PENDAHULUAN
Tokoh islam tentu mengerti dan paham mengenai syariat dan hukum dalam
agama Islam. Hal ini selaras dengan yang dipelajari para tokoh islam tersebut,
dikarenakan riwayat pendidikan mereka sehingga mereka dikenal publik. Namun ada
beberapa tokoh islam tersebut menyimpang dari hukum islam. Dan juga beberapa tokoh
islam tersebut mendakwahkan kesesatannya kepada umat dengan berbagai statement
yang bertentangan dengan nash-nash shahih dari Al-Quran, sunnah, dan ij’ma ulama.
Berdasarkan pendahuluan diatas, maka tujuan penulisan paper ini adalah untuk
menjabarkan profil beberapa tokoh islam liberal di Indonesia dan menganalisis peranan
tokoh tersebut dalam mengusung liberalism di Indonesia.

B. PEMBAHASAN
1. Tokoh Islam Liberal di Indonesia
Menurut Greg Barton (Gagasan Islam Liberal, 1999), tokoh-tokoh awal Islam
libral atau para pelopor ide tersebut ada empat orang, yaitu: Abdurrahman Wahid,
Nurcholish Madjid, Ahmad Wahid dan Djohan Effendy.
a. Abdurrahman Wahid
KH Abdurrahman Wahid, adalah salah satu diantara 4 tokoh yang disebut
Greg Barton sebagai tokoh awal (pelopor) Islam liberal di Indonesia.
Abdurrahman Wahid atau kerap disapa Gus Dur adalah putra tertua dari K.H.
Ahmad Wahid Hasyim, tokoh nasional dan mneteri agama pertama republic
Indonesia. Gus Dur lahir di Denayar, Jombang, Jawa Timur pada tanggal 4
Agutus 1940. Ia anak tertua KH. A Wahid Hasyim dengan Ny. H. Solehah.1
Gus Dur tamat Sekolah Rakyat di Jakarta tahun 1953, lalu sekolah di
Yogyakarta, SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama, tamat tahun 1956 dan
mengaji kepada KH. Ali Maksum di Krapyak Yogyakarta. Kemudian belajar di
pesantren Tegalrejo Malang, pindah ke pesantrenTambak Beras Jombang tahun
1959-1963. Lalu belajar ilmu-ilmu Islam dan sastra arab di Universitas Al Azhar
Kairo kemudian pindah ke fakultas Sastra Universitas Baghdad.2

b. Nurcholis Madjid
Nurcholis Madjid atau biasa disapa dengan Cak Nur, lahir dan dibesarkan
di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur pada
17 Maret 1939. Ayahnya KH. Abdul Madjid , dikenal sebagai pendukung
Masyumi. Setelah melewati pendidikan di berbagai pesanteren, termasuk Gontor,
Ponorogo, menempuh studi keserjanaan IAIN Jakarta (1961-1968), tokoh HMI ini
menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat (1978-
1984), dengan disertasi tentang filsafat dan kalam Ibnu Thaimiya.3

c. Ahmad Wahib
Ahmad Wahib adalah penggagas ‘Lingakaran Diskusi Limeted Group’,
forum jumatan di rumah Mukti Ali, komleks IAIN Sunan Kalijaga, Demangan.
Wahib juga aktivis HMI. Dikelompok Islam ini, ia pun menonjol. Kemenonjolah
ini, dalam aktivitas dan pemikiran, membuat ‘karirnya’ melesat, memasuki
‘lingkaran elite’ HMI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Ahmad Wahib dilahirkan 9
November 1942 di Sampang, Madura. Lingkungan bergaulnya di masa kanak
adalah iklim beragama yang ketat. Ayahnya Sulaiman, tergolong pemuka agama.
Ia sendiri meski tidak total, pernah mengecap bangku pesantren. Namun,
keterbukaan ayahnya membuat Wahib bebas memasuki pendidikan umum.
Selepas SMA Pemekasan bagian Ilmu Pasti, 1961, ia berangkat ke Yogyakarya. Ia

1
Budi Hadrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, Jakarta, Hujjah Press, 2007, hal 17
2
Ibid, hal 18
3
Ibid, hal 63
mengambil Fakultas Ilmu Pasti dan Alam (FMIPA) UGM. Meski mengecap
sampai tingkat terakhir, ia tidak menamatkannya. Di Yogya, Wahib tinggal di
asrama Mahasiswa Realino, asrama Katholik.4

d. Djohan Efendi
Djohan Efendi lahir di Kandangan, Kalimantan Selatan. Ia gemar
mempelajari berbagai hal. Selain mnegaji Al-Quran, ia juga membaca biografi
tokoh dunia. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya, atas biaya ikatan dinas
pemerintah, Djohan melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama (PGA) di
Banjarmasin. Setelah itu Djohan melanjutkan studi ke Pendidikan Hakim Islam
Negeri (PHIN) Yogyakarta. Disana Djohan mulai mendalami polemic filosofis
antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd. Ia merenungkan sejumlah konsep keimanan
yang sangat abstrak, seperti keabadian alam, takdir, kebebasan manusia, dan
kekuasaan Tuhan.5

2. Peranan Tokoh Islam dalam Mengusung Paham Liberalis di Indonesia


a. Abdurrahman Wahid
Gus Dur seringkali memberikan pernyataan yang dinilai sebagian orang
justru memojokkan Islam dan membela kelompok non Muslim, terutama dalam
kasus Ambon. Pernyataan tentang pluralism juga sering ia kumandangkan. Baru
empat hari menjabat sebagai presiden Gus Dur sudah memberikan pernyataan
yang cukup mengejutkan umat. Dalam kunjungan ke Institut Mahatma Gandhi di
Denpasar Bali. Dalam acara doa bersama yang diberi nama Agni Horta Gus Dur
menegluarkan pernyataan-pernyataan kontroversial. Katanya “Saya menjadi
seorang Muslim yang juga menganut paham Mahatma Ghandi”. Kemudian
katanya “Bagi saya, semua agama itu sama. Di Islam pun banyak orang berkelahi
karena agama”. 6
Ketika Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia, menetapkan 11
fatwa diantaranya mengharamkan liberalism, sekularisme, pluralisme, serta

4
Ibid, hal 28
5
Ibid, hal 33
6
Ibid, hal 25
paham Ahmadiyah sejumlah tokoh masyarakat yang tergabung dalam Aliansi
Masyarakat Madani untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, seperti
Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi mendesak MUI agar menvabut fatwa yang
mengharamkan paham yang berbeda semisal pluralism, liberalism, dan
ahmadiyah. Mereka beragmen, fatwa semacam itu seringkali dijadikan landasan
untuk melakukan kekerasan terhadap pihak lain.7

b. Nurcholis Madjid
Nurcholis Madjid merupakan tokoh Islam liberal paling terkemuka di Indonesia.
Doctor dari Chicago University ini mempelopori gerakan sekularisasi di
Indonesia sejak tahun 1970. Ia pernah meyampaikan gagasannya mengenai
keharusan pembaharuan pemikiran dan masalah integrasi umat yang menagarah
kepada sekularisasi dan liberalisasi pemikiran Islam. NM banyak sekali
menyampaikan ide dan pemikirannya mengenai secular dan liberal.
Sejak meluncurkan gagasan ‘sekularisasi pada tahun 1970, NM dijuluki sebagai
penarik gerbong kaum pembaru oleh majalah TEMPO. Dengan bergulirnyaide
sekularisasi Islam tersebut, NM sepertinya telah membuka kotak Pandora. Setelah
kotak terbuka maka terjadilah peristiwa-peristiwa tragis susul-menyusul, sulit
dikendalikan hingga kini.8

c. Ahmad Wahib
Wahib termasuk orang pertama yang mnecuatkan ide pluralism agama di
Indonesia. Meskipun hidupnya tidak lama, namun bukunya yang berjudul
Pergolakan Dunia Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib, disunting oleh rekan
seperjuangannyaDjohan Efendi dan Ismet Natsir dan diterbitkan LP3ES, telah
membuat geger kalangan Islam waktu itu karena isinya yang sangat sekuler,
liberal, dan pluralis. 9

7
Ibid, hal 26
8
Ibid, hal 66
9
Ibid, hal 29
d. Djohan Efendi
Djohan Efendi yang dijuluki pemikir Islam inklusif, pada era pemerintahan Gus
Dur , ia sempat menjabat Menteri Sekretariat Negara menggantikan Bondan
Gunawan. Ia mampu menyejukkan lingkungan istana. Dikalangan peminat
pemikiran Islam, namanya tidak asing. Ia sudah malang-melintang sebagai
pemikir Islam inklusif yang sangat liberal. Dalam memahami agama, Djohan
sampai pada kesimpulan “ pada setiap agama terdapat kebenaran yang bisa
diambil”. Karena itu ia sangat prihatin pada segala bentuk pertentangan yang
mengatasnamakan agama. Dari segi pemikiran, Djohan memang memiliki
kedekatan dengan Gus Dur. Keduanya bermazhab kulturalis dan sama-
samapenganjur inkusivisme beragama. Kedekatan ini dipertegas dengan
keanggotaan Djohan di Forum Demokrasi.10

C. KESIMPULAN
Pada dasarnya, yang masuk dalam kategori daftar nama tokoh di Indonesia yang
mempunyai pandangan liberal, sekularis, pluralis yang dinyatakan secara lisan dan
tulisan. Ia bisa saja masih hidup maupun sudah meninggal, karena sebuah ide tidak
berpengaruh pada hidup atau matinya orang yang membawakannya. Tokoh tersebut bisa
saja memimpin organisasi besar sehingga bisa mempengaruhi orang banyak dengan
kekuasan yang ia miliki seperti Abdurrahman Wahid. Mungkin juga ia bukan seorang
pemimpin, tapi merupakan dosen, pengajar, atau cendekiawan yang tulisan maupun
pernyataannyadimungkinkan bisa mempengaruhi orang banyak secara kualitas dan
kuantitas seperti tokoh islam liberal Nurcholis Madjid.

10
Ibid, hal 35

Anda mungkin juga menyukai