Anda di halaman 1dari 5

Islam Moderat

Pengertian dari ‘Islam moderat’ bukanlah tanpa konsep dan landasan. Justru, istilah itu muncul
dengan dasar atau landasan teologis dan ontologis (sesuatu yang bersifat konkret). Istilah Islam
moderat ialah bagian dari ajaran Islam yang universal. Istilah Islam moderat memiliki padanan
dengan istilah Arab ummatan wasathan atau al-din al-wasath. Allah SWT berfirman yang
artinya, “Dan demikianlah Aku (Tuhan) jadikan kalian umat yang “wasat” (adil, tengah-tengah,
terbaik) agar kalian menjadi saksi (syuhada’) bagi semua manusia, dan agar Rasul (Muhammad
SAW) menjadi saksi (syahid) juga atas kalian.” (Q. S. Al-Baqarah:143). Umatanwasathan dalam
ayat tersebut berarti “golongan atau agama tengah”.

Kata “wasat” dalam ayat di atas, jika merujuk kepada tafsir klasik seperti al-Tabari atau al-Razi,
mempunyai tiga kemungkinan pengertian, yakni: umat yang adil, tengah-tengah, atau terbaik.
Ketiga pengertian itu, pada dasarnya, saling berkaitan. Sebagai istilah untuk penggolongan corak
pemikiran dan gerakan istilah “Islam moderat” diperlawankan dengan istilah lain, yaitu Islam
radikal. Islam moderat, dalam pengertian yang lazim kita kenal sekarang,
adalahcorakpemahaman Islam yang menolak cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh kalangan
lain yang menganut model Islam radikal.

Sejarah perkembangan di Indonesia

Selanjutnya, marilah kita menelisik terlebih dahulu perihal bagaimana Isam dapat membumi di
Nusantara. Semua orang tahu bahwa Islam disebarkan dengan cara damai, tidak memaksa
pemeluk lain untuk masuk agama Islam, menghargai budaya yang tengah berjalan, dan bahkan
mengakomodasikannya ke dalam kebudayaan lokal tanpa kehilangan identitasnya. Ternyata
sikap toleran inilah yang banyak menarik simpatik masyarakat Indonesia pada saat itu untuk
mengikuti ajaran Islam. Sementara itu, Walisongo adalah arsitek yang handal dalam pembumian
Islam di Indonesia. Menurut catatan Abdurrahman Mas’ud, Walisongo merupakan agen-agen
unik Jawa pada abad XV-XVI yang mampu memadukan aspek-aspek spiritual dan sekuler dalam
menyiarkan Islam. Posisi mereka dalam kehidupan sosio cultural dan religius di Jawa begitu
memikat hingga bisa dikatakan Islam tidak pernah menjadi “The Religion of Java” jika sufisme
yang dikembangkan oleh Walisongo tidak mengakar dalam masyarakat. Rujukan ciri-ciri ini
menunjukkan ajaran Islam yang diperkenalkan Walisongo di Tanah Jawa hadir dengan penuh
kedamaian, walaupun terkesan lamban tetapi meyakinkan. Berdasarkan fakta sejarah, bahwa
dengan cara menoleransi tradisi local serta memodifikasinya kedalam ajaran Islam dan tetap
bersandar pada prinsip-prinsip Islam, agama baru ini dipeluk oleh bangsawan-bangsawan serta
mayoritas masyarakat Jawa di pesisir utara. Transmisi Islam yang dipelopori Walisonggo
merupakan perjuangan brilian yang diimplementasikan dengan cara sederhana, yaitu
menunjukkan jalan dan alternative baru yang tidak mengusik tradisi dan kebiasaan lokal, serta
mudah ditangkapoleh orang awam dikarenakan pendekatan-pendekatannya konkrit dan realistis,
tidak njelimet, dan menyatu dengan kehidupan masyarakat. Model ini menunjukkan keunikan
sufi Jawa yang mampu menyerap elemen-elemen budaya local dan asing, tetapi dalam waktu
yang sama masih berdiri tegar di atas prinsip-prinsip Islam.

Gus Dur dan Empat Tokoh Islam Moderat Asal Indonesia


Gus Dur dan empat tokoh Islam moderat asal Indonesia ini dikenal hingga kancah internasional.

Beberapa tokoh pemuka agama Islam asal Indonesia dikenal karena pandangan keagamaannya
yang moderat. Bahkan, sosok tersebut dikenal hingga kancah internasional.

1. Kyai Abdurrahman Wahid

Sosok Presiden ke- 4 Indonesia, Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur dikenal luas
sebagai tokoh Islam pluralisme dan menjunjung perdamaian. Sebagai orang yang lahir dan besar
di kalangan Nahdlatul Ulama (NU), Gus Dur erat dengan pergerakan dan dakwah Islam.

Dalam menyampaikan dakwah, Gus Dur sering menekankan pendekatan persatuan, perdamaian,
dan memberi kesejukan. Dalam sebuah forum pada tahun 2005, Gus Dur pernah mengatakan jika
kegiatan jihad yang dilakukan teroris adalah sikap yang keliru dalam memahami Islam.

Tidak hanya dalam kapasitas sebagai ulama, Gus Dur juga menanamkan nilai-nilai kemanusiaan
saat menjadi presiden melalui kebijakan yang dikeluarkannya.

Beberapa kebijakan yang dikeluarkan Gus Dur, seperti peresmian hari libur nasional untuk
Tahun Baru Imlek, meresmikan agama Konghucu sebagai agama yang diakui di Indonesia, dan
memperbolehkan masyarakat Papua untuk mengibarkan bendera bintang kejora sebagai atribut
kultural di wilayah tersebut.
Gus Dur tercatat banyak menerima penghargaan atas jasa-jasanya di bidang kemanusiaan.
Beberapa penghargaan tersebut, di antaranya, gelar Bapak Tionghoa oleh komunitas Tionghoa
Semarang, penghargaan dari Simon Wiesenthal Center untuk bidang perjuangan Hak Asasi
Manusia, dan gelar Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas
Netanya, Israel pada tahun 2003.

2. Abuya Syafii Ma’arif

Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii
merupakan tokoh agama Islam yang dikenal memiliki pandangan yang progresif. Buya Syafii
seringkali menyuarakan pandangan Islam moderatnya dalam buku. Pendiri Maarif Instutute
tersebut mengeluarkan buku berjudul Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita.

Ia pernah menjelaskan jika ada fenomena penggunaan instrumen agama dalam


praktik politik praktis. Salah satunya pada saat Pemilihan Presiden 2019.

"Ada kelompok-kelompok yang memakai nama Tuhan untuk tujuan politik. Padahal mereka
lulusan Amerika, Eropa, Australia. Memang, kalau sudah masuk politik kewarasan dan
rasionalitas bisa hilang. Itu yang terjadi," ujar Syafii dalam sebuah forum diskusi yang digelar di
Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta pada Minggu, 29 Juli 2018 lalu. Buya Syafii juga
memiliki pandangan ke-Islaman yang selaras dengan prinsip-prisip kebangsaan. Menurut Buya
Syafii, hubungan Islam, keindonesiaan dan kemanusiaan harus ditempatkan dalam satu garis dan
senapas. Buya Syafii sering diganjar penghargaan atas jasa-jasanya di bidang kemanusiaan dan
pluralisme. Salah satunya penghargaan Tokoh Seumur Hidup atau Lifetime Achievement Award
oleh Tahir Foundation pada tahun 2017.

3. Kyai Mustofa Bisri

KH Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus merupakan salah satu ulama yang sering
menyuarakan hubungan ke-Islaman dalam bingkai kebangsaan. Dalam bidang dakwah, Gus Mus
merupakan salah satu tokoh dari NU yang menggelorakan Islam Nusantara sebagai referensi
keislaman masyarakat muslim Indonesia. Menurutnya, Islam Nusantara merupakan jawaban atas
krisis kemanusiaan yang tengah melanda dunia Islam. Hal ini ia sampaikan dalam Muktamar
NU tahun 2015 di Jombang, Jawa Timur. Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin,
Rembang, Jawa Tengah tersebut juga dikenal dengan aktivitas sastra. Selain berdakwah, Gus
Mus juga aktif bersyair dan menulis.
Pengaruh Gus Mus dalam bidang dakwah dan budaya tersebut mengantarkan dirinya mendapat
penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2015.

4. Quraish Shihab

Quraish Shihab merupakan salah satu cendikiawan muslim yang memiliki pandangan Islam
berkemajuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam memberikan ceramah,
ayahanda Najwa Shihab ini menggunakan pendekatan yang membumi.

Ia menggunaan pandangan ke-Indonesiaan dalam memahami Islam. Hal tersebut kemudian ia


tuangkan dalam sebuah tafsir yang dikenal dengan Tafsir Al Misbah. Bahkan, dalam trilogi buku
yang ia tulis dengan judul Islam yang Saya Anut, Islam yang Saya Pahami, dan Islam yang
Disalahpahami, ia menyebut bahwa dirinya menganut Islam Nusantara yang berkemajuan.

Menteri Agama Republik Indonesia ke-16 tersebut juga masuk dalam daftar 500 Tokoh Islam
Paling Berpengaruh di Dunia versi The Muslim 500.

5. Kyai Ahmad Muwafiq

Ahmad Muwafiq atau akrab disapa Gus Muwafiq merupakan salah satu tokoh NU yang dikenal
dengan pandangan ke-Islaman yang moderat. Gus Muwafiq merupakan pedakwah yang pernah
memberikan tausyiah dalam acara Tausyiah Maulid di Istana Negara pada November 2018 lalu.
Dalam ceramahnya tersebut, Gus Muwafiq memberikan penjelasan yang luas mengenai
perjalanan sejarah Islam. Ilmu sejarah Islam merupakan disiplin ilmu yang dipahami Gus
Muwafiq. Beliau juga memahami perjalanan sejarah Islam di Indonesia, mulai awal
perkembangan hingga saat ini. Gus Muwafiq dapat menjelaskan dengan jelas dan mudah
dipahami tentang setiap maksud dan makna filosofis dari setiap ajaran dan anjuran para kiai
tentang khas dakwah di nusantara.

CONTOH PENGAPLIKASIKAN MODERASI BERAGAMA DALAM KEHIDUPAN


SEHARI-HARI

Moderasi beragama adalah konsep yang menekankan pada sikap saling menghormati dan
toleransi di antara kelompok agama yang berbeda. Konsep ini mengajarkan bahwa setiap orang
memiliki hak untuk memilih dan mengamalkan agamanya masing-masing, tanpa adanya tekanan
atau intimidasi dari pihak lain.
Selain itu, moderasi beragama juga mengajarkan pentingnya dialog dan kerja sama antara
kelompok agama, serta menekankan bahwa semua agama memiliki prinsip-prinsip yang sama
dalam membangun kebaikan dan keadilan.

Berikut ini lima cara untuk mengaplikasikan konsep moderasi beragama dalam kehidupan
sehari-hari, di antaranya:

1.Menghargai perbedaan: Menghargai perbedaan agama dan keyakinan orang lain merupakan
hal yang sangat penting dalam moderasi beragama. Hal ini dapat dilakukan dengan tidak
merendahkan atau mengolok-olok agama orang lain, serta tidak mengekspresikan keyakinan
secara berlebihan yang dapat memicu konflik.
2. Meningkatkan pemahaman: Salah satu cara untuk meningkatkan toleransi dan menghindari
kesalahpahaman adalah dengan meningkatkan pemahaman tentang agama dan keyakinan orang
lain. Hal ini dapat dilakukan dengan membaca literatur agama, mengikuti dialog antaragama, dan
menghadiri acara keagamaan orang lain.
3. Mempraktikkan nilai-nilai agama: Moderasi beragama juga mengajarkan pentingnya
mempraktikkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, seperti kejujuran, kasih sayang,
dan perdamaian. Hal ini dapat membantu meningkatkan kualitas kehidupan dan menjaga
harmoni di lingkungan sekitar.
4. Menciptakan dialog: Dialog antaragama merupakan salah satu cara untuk memperkuat
hubungan antar kelompok agama. Dalam dialog ini, setiap pihak diharapkan untuk
mendengarkan dan memahami pandangan orang lain, serta mencari solusi yang dapat
menguntungkan semua pihak.
5. Menjaga sikap tenang dan tidak mudah terprovokasi: Dalam situasi yang mungkin
menimbulkan konflik, sikap tenang dan tidak mudah terprovokasi merupakan sikap yang sangat
diperlukan dalam moderasi beragama. Hal ini dapat membantu menghindari terjadinya konflik
dan menjaga hubungan yang harmonis

Anda mungkin juga menyukai