Anda di halaman 1dari 3

Kaum Muda Muslim dalam Ritual Rebo Wekasan di Desa Suci, Kec.

Manyar, Kabupaten
Gresik
Tradisi Rebo Wekasan adalah sebuah tradisi memperingati hari Rabu terakhir di bulan Safar.
Tujuan peringatan itu adalah menolak bencana dan tolak balak. Kegiatan yang dilakukan
berkisar pada berdoa, Shalat Sunnah, bersedekah. Kegiatan-kegiatan itu bisa bermacam-macam
dalam praktiknya. Jauh sebelum masyarakat jawa mengenal Islam, hari Rabu terakhir pada Bulan
Safar dipercayai oleh masyarakat jawa sebagai hari naas. 1 Secara umum tradisi Rebo wekasan
termasuk warisan nenek moyang kita sejak dahulu dan merupakan bagian dari aktivitas
kehidupan masyarakat jawa yang sudah berurat akar dalam kehidupan sehari-hari.
Tradisi ini dilakukan Rabu Terakhir dari bulan Safar, yaitu bulan ke-2 dari 12 bulan
penanggalan Hijriyah. Karena itu tradisi ini sangat kental dengan Islam. Cara memperingatinya
pun berbeda-beda. Di Tasikmalaya dengan Shalat berjamaah di akhir hari Rabu di Musholla atau
Masjid dan berdoa bersama. Di Daerah Gresik ada yang memperingatinya dengan saling
bersedekah bubur Harisa, bubur daging kambing, dengan orang sekampung. Di Probolinggo
dengan mendatangi tokoh agama Islam berkelompok dengan membawa air untuk didoakan
keselamatan dari balak. Rebo wekasan merupakan ritual yang mempunyai nuansa religius
sekaligus budaya yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.2
Ahmad Nurozi dalam bukunya berpendapat bahwa Islam di wilayah Jawa mempunyai ciri khas
tersendiri karena memiliki kegiatan ritual keagamaan perpaduan nilai-nilai islam dengan
animism dan dinamisme.3 Tradisi Rebo Wekasan identik dengan budaya masyarakat Jawa sejak
masa Sunan Giri. Jika dikaji dengan bahasa arab adalah Arba’a dan Hasanun yang artinya bagus
atau hari rabu yang baik digunakan untuk melakukan perbuatan baik. Rebo Wekasan dirayakan
setiap hari rabu terakhir bulan Shafar oleh masyarakat Suci, Manyar, Gresik. Para ulama’
menyebutkan bahwa pada bulan Shafar Allah SWT menyebutkan 320.000 sampai 500.000 lebih
penyakit dan musibah, maka para ulama’ mengajak para penduduk Suci untuk Tirakatan atau
ibadah agar terhindar dari musibah tersebut di hari rabu terakhir bulan Shafar.4
Jika dilihat dari perspektif ibadah, dalam ritual rebo wekasan ini ada yang menyebutkan
terdapatnya “sholat rebo wekasan” dalam salah satu jurnal ilmiah yaitu dengan cara
melakukan sholat Rebo Wekasan yang dikerjakan pada hari Rabu pagi akhir bulan
Shafar sesudah masuk waktu syuruq, diperkirakan saat masuk waktu Dhuha. Pada dasarnya
Shalat Rebo Wekasan tidak ditemukan adanya Hadits yang menerangkan shalat Rebo
Wekasan baik wajib maupun sunnah telah disebutkan dalam Hadits Nabi S.A.W. secara
lengkap yang termuat dalam berbagai kitab Hadits, namun shalat Rebo Wekasan tidak
ditemukan. Shalat wajib atau shalat sunnah merupakan ibadah yang telah ditentukan Allah

1
file:///C:/Users/Administrator/Downloads/Tradisi+Rebo+Wekasan+dalam+Persepsi+Milenial+253.pdf
2
https://islam.nu.or.id/ubudiyah/penjelasan-mengenai-rebo-wekasan-SB92l
3
Ahmad Nurozi, “Rebo Wekasan Dalam Ranah Sosial Keagamaan Di Kabupaten Tegal Jawa Tengah (Analisis
Terhadap Ritual Rebo Wekasan Di Desa Sitanjung Lebaksiu),” An-Nuha : Jurnal Kajian Islam, Pendidikan, Budaya
Dan Sosial 3, no. 1 (21 Juli 2016): 125–36.
4
Siti Mahmudah Yanti, “Tradisi Rebo Wekasan Di Desa Suci Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik (Kajian Fungsi
Sosial Dan Nilai Budaya),” EDU-KATA 6, no. 1 (28 Februari 2020): 87–96, https://doi.org/10.52166/kata.v5i1.1796.
dan RasulNya, baik tatacara mengerjakannya maupun waktunya. 5 Tidak dibenarkan membuat
atau menambah shalat baik wajib maupun sunnah dari yang telah ditentukan oleh Allah dan
RasulNya. Ibadah hanya dapat dilakukan sesuai dengan yang diperintahkan, jika tidak,
maka sia-sia belaka
Dalam sejarah Tradisi Rebo Wekasan sendiri, juga ditemukan nilai-nilai dakwah yang
terkandung didalamnya, seperti halnya Sunan Giri yang mengerahkan seluruh murid dan
khodamnya untuk membangun beberapa masjid dan musholah di berbagai desa, salah
satunya musholah yang ada di Desa Suci ini, nilai dakwah yang terkandung didalamnya
adalah mengajak seluruh warga unutuk rajin beribadah, dan dalam sampai sekarang pun
musholah itu tetap dirawat baik oleh warga sekitar. Tidak hanya dalam sejarahnya, Sunan Giri
pun membuat pengulangan perayaannya yang sampai sekarang juga masih di budayakan oleh
warga setempat yang dinamakan tradisi Rebo Wekasan, yang didalamnya juga terdapat
hal-hal yang positif untuk mengajak para warga untuk melakukannya, misalnya saja
dalam perayaannya terdapat pengajian, ada juga khotmil quran, selametan, dan juga ada
penampilan religi yang dikemas dalam pertunjukan wayang yang didalamnya juga terdapat
unsur-unsur dakwah

Dalam hal ini kami menilik dari pandangan kaum muda muslim yang ada di desa Suci Kec.
Manyar, Kabupaten Gresik dalam menyikapi kegiatan ritual rebo wekasan ini, mengambil
infromasi dari beberapa informan tentunya dari pemuda muslim yang tergabung dalam
organisasi pemuda seperti :

1. PC PEMUDA MUHAMMADIYAH
2. PC PEMUDA ANSOR
3. KARANG TARUNA DESA SUCI
4. IKATAN PEMUDA PEREMPUAN NU

1. Pandangan Pemuda Muhammadiyah

Beberapa pertanyaan kami lontarkan pada narasumber PCPM Suci, Manyar Gresik yakni
kanda Billah mengenai Rebo wekasan ini bagaimana respon pemuda Muhammadiyah dalam hal
ini beliau memantik kami terlebih dahulu mengenai bagaimana pandangan orang luar desa
melihat fenomena ritual di desa ini. Kami jelaskan tentang yang kami tau serta adanya pendapat
liar yang ada di luar sana yang sampai mensyrikkan ritual tersebut tanpa tau data valid perihal
ritual adat tersebut, jadi dari sudut pandang pemuda Muhammadiyah terkait pengembangan dan
pelestarian budaya bagian dari kultur masing-masing desa yang di Manyar ini diadakan sebagai
kegiatan tahunan yang tidak lepas dari masyarakat, nah selama itu tidak menyeleweng dari
pemahaman agama kita (Islam) adalah bagus secara tradisinya yaitu menyelamati, bersyukur
dengan membaca kalimat tahlil, tahmid dan sebagainya.
Akan tetapi ada plus minus-nya jika dari masyarakat sendiri yang terlalu berelebihan sehingga
menjadikan sebuah rasa syukur itu bagian dari pengkultusan itu yang kemudian perlu dari
5
Ali Sodikin. (2022). ISLAM DAN TRADISI LOKAL: KAJIAN TENTANG NILAI-NILAI DAKWAH DALAM
TRADISI REBO WEKASAN DI DESA SUCI MANYAR GRESIK. MIYAH : Jurnal Studi Islam, 18(2), 381-
404. https://doi.org/10.33754/miyah.v18i2.618
kawan-kawan pemuda itu dakwahnya ke arah sana, tetapi dirasa sulit juga karena kultur sudah
mengakar. Sampai saat ini belum ada sejarahnya kepala desa berasal dari luar karena untuk
mempertahankan ritual adat yang ada ini, masayarakatnya pun berasal dari berbagai macam
kalangan dalam bahasanya (random) ada yang menerima juga ada yang menolak dengan adanya
kegiatan seperti ini. Pemuda Muhammadiyah tentu tidak terlibat dengan kegiatan ini lalu
mengapa? Beliau menjelaskan bahwa yang jadi alasan utama adalah ritual budaya tersebut
terfokus pada salah satu kampung saja, jadi seperti halnya di Bali ketika ritual di salah satu desa
hanya masyarakat lokal dan pelaku ritual yang memang terlibat tiap tahunnya melaksanakan
ritual tersebut. Nah fokusnya di desa “SUCI” yang dulu disebut kampung Krajan yakni tempat
atau rumahnya tokoh-tokoh terkenal desa Suci, dalam sejarahnya dinamakan desa Suci karena
adanya seorang tokoh bernama Sultan Mahmud Sadad Alam yang menemukan sumber mata air
yang digunakan untuk bersuci/wudhu karena sumber air yang berkhasiat dan airnya mensucikan
maka daerah tersebut diberi nama “SUCI”
Sejauh mana pemuda Muhammadiyah terlibat dalam kegiatan ini? Menurut penuturan
informan hanya sebatas komunikasi terkait kegiatan saja, berfokus pada main rules/jobdesk
masing-masing organisasi , kalau terlibat dalam kegiatan tentu tidak karena arah gerakan pemuda
sama halnya dengan gerakan yang dicetus kyai Ahmad Dahlan dalam sejarahnya. Perlu atau
tidak pemuda mengikuti kegiatan tersebut? Jika dari pandangan pemuda Muhammadiyah tentu
jawabannya seperti pada pertanyaan ketiga yakni sudah mempunyai rules arah gerakan
organisasi masing-masing, dan jelas tidak terlibat karena pemahaman mereka itu bertentangan
dengan gerakan dakwah kita di Muhammadiyah
Pemuda Muhammadiyah mendukung ritual itu karena bagian dari mengingat sebuah sejarah
dan kultur yang baik seperti halnya ajaran Walisongo yang ritualnya bagus mengajarkan dzikir
tahlil, tahmid, dan sebagainya akan tetapi yang disayangkan masyarakat memplesetkan. Jangan
sampai orang yang belum paham agama itu taqlid tanpa adanya dasar, kegiatannya sangat bagus
tetapi banyak orang yang tidak memahami makna hakikat ritual tersebut dalm artian tidak
memahami ilmunya. Dan yang menjadi kekhawatiran pemuda Muhammadiyah adalah tejadinya
pengkultusan yang dimana akhirnya banyak orang meminta sesuatu di kuburan, mengikuti
membuang sesajen padahal itu seharusnya dilakukan orang-orang khusus saja yang memang
tetua dari ritual tersebut, nah hal semacam ini harus dihindari.
Akan tetapi nanti berbeda dari sudut pandang kaum muda Ansor, karena memang mereka
gerakan dakwahnya ke arah sana serta dari pemuda Muhammadiyah juga mempunyai rules
aturan main gerakan dakwah sendiri-sendiri, tetapi ini ketika disandingkan pernyataan dari sudut
pandang ini akan lebih asyik tentu respon dari Pemuda Ansor lebih menguatkan terkait ritual
rebo wekasan.

Anda mungkin juga menyukai