Disusun Oleh
Hadi Subahani 180104020306
1
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu fenomena yang saat ini bisa dilihat sehari-hari yaitu
menyebarluaskan aktivitas penyuluh agama Islam. Aktivitas penyuluhan Islam
kini dapat kita jumpai di tempat-tempat seperti masjid, pesantren dan majelis
taklim bukan hanya di Kantor Urusan Agama saja. Namun fenomena saat ini
banyak seperti kehilangan akal sehat menyimpang jauh dari nilai-nilai luhur dan
bersumber dari ajaran agama, seperti sikap materialisme dan hedonisme di
kalangan masyarakat munculnya sebagai macam patologi sosial adalah
permasalahan umat Islam sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin modern.1
Prinsip dasar penyuluh agama honorer adalah sebagai salah satu bentuk
1
Nurhidayat Muhammad Said, Dakwah dan Efek Globalisasi Informasi (Makasar: Alauddin University
Press, 2011), hal 87
3
bimbingan. Karena itu, penyuluh hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai
figur yang ditokohkan pemuka agama, tempat untuk bertanya, Imam dalam
masjid atau mushola/langgar begitu pula dengan adanya aliran keagamaan
hendaknya penyuluh agama dapat menjernihkan, tidak menambah keruh suasana
dan berpedoman kepada Al-Quran dan Sunnah.
2
M. Arifin M.Ed, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama ( Jakarta: Bulan
Bintang, 1989), hal 13
4
Kabupaten Bengkulu Selatan melalui pendekatan bimbingan dan konseling
keagamaan tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat menuntut hati
nurani menghidupkan perasaan dan mengingatkan hati untuk selalu taat dalam
beribadah.3
3
Ririn Jeprianto, “Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Terhadap Remaja di Desa Padang Lebar
Kecamatan Pino Kabupaten Bengkulu Selatan,” ( Skripsi, Ushuluddin, Adab dan Dakwah dan IAIN, Bengkulu, 2019),
hal 3
5
yang diadakan oleh Penyuluh Agama Honorer yang diadakan di desa, setiap hari
paling banyak enam orang yang melakukan sholat berjamaah di musholla itu.
Di samping itu, bimbingan keagamaan di Desa Sei Tatas Kecamatan Pulau Petak
Kabupaten Kapuas ini dibentuk sebagai kebutuhan rohani di lingkungan
masyarakat desa tersebut. Bimbingan keagamaan ini, kemudian menjadi wahana
ke-Islaman masyarakat yang mampu menjadi wadah penyelesaian masalah
khususnya dalam hal ketentraman dan kedamaian jiwa masyarakat.
6
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Signifikasi Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat teoritis
1. Memberikan sumbangsih terhadap bimbingan keagamaan khususnya teori
tentang pelaksanaan bimbingan keagamaan oleh penyuluh agama honorer.
2. Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
7
3. Bagi masyarakat
E. Devenisi Operasional
8
bukan Pegawai Negara Sipil (PNS) yang berada di bawah Kantor Urusan Agama
(KUA) dengan mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Kepala Kantor Wilayah
Departemen Agama Setempat untuk diperbantukan di daerah-daerah yang
mendapat honor dari Departemen Agama karena melaksanakan fungsinya itu.
Keberadaan mereka berada dibawah kementrian agama di bidang PENAMAS (
Pendidikan Penerangan Agama Dalam Masyarakat) untuk mengemban bebrapa
program kerja yang telah ditugaskan kepada Kantor Urusan Agama (KUA)
setempat.
Adapun yang dimaksud dengan Penyuluh Agama Honorer (PAH) disini adalah
tenaga honorarium yang bergerak di dalam bidang sosial keagamaan membantu
instansi Kementrian Agama di bawah naungan Kantor Urusan Agama (KUA).
4.Tempat dan waktu penelitian
Penelitain ini dilakukan di Majelis Darul Muttaqin yang bertempat di
Musholla/Langgar Darul Muttaqin Desa Sei Tatas Kecamatan Pulau Petak
Kabupaten Kapuas. Pengambilan lokasi ini berdasarkan pengamatan peneliti
penyuluh agama honorer sangat antusias dalam melaksanakan bimbingan
keagamaan. Dan hal itu yang membuat peneliti tertarik mengambil pola
pelaksanaan yang diterapkan dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat
di Desa Sei Tatas Kecamatan Pulau Petak Kabupaten Kapuas.
F. Penelitian Terdahulu
Supaya tidak tumpang tindih dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
lainnya maka dalam penelitian ini ada beberapa penelitian yang relevan
dijadikan kajian terhadap penelitian sebelumnya diantaranya :
9
menuntut hati nurani, menghidupkan perasaan dan mengingatkan hati untuk
selalu taat dalam beribadah.4 Adapun permasalahan yang diteliti Dalam
penelitian ini adalah : 1 bagaimana pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap
remaja di Desa Padang lebar Kecamatan Pino Kabupaten Bengkulu Selatan . 2
dampak bimbingan keagamaan terhadap remaja di desa Padang lebar Kecamatan
Pino Kabupaten Bengkulu Selatan.
Kedua, Rizky Dewi Puspita Sari skripsi yang berjudul "Peran Penyuluh Agama
Honorer Dalam Bimbingan Keagamaan Hijriah Mayoritas Non Muslim”
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil subjek
penelitian di Kantor Urusan Agama KUA titik yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah Bagaimana peranan penyuluh agama honorer dalam
bimbingan keagamaan di wilayah mayoritas mayoritas non muslim di Dusun
Kenteng , kembang, Nanggulan, Kulon progo dan mengupayakan kan peranan
dalam bimbingan keagamaan di wilayah itu dan bagaimana mereka
menyikapinya.5
G. Sistematis Penulisan
1. Halaman sampul yang membuat : judul, logo UIN, nama, NIM, Universitas,
fakultas, Prodi, nama, kota tahun.
B. Rumus masalah
C. Tujuan peneliti
D. Signifikasi penelitian
E. Definisi operasional
4
Ririn Jeprianto, “Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Terhadap Remaja di Desa Padang Lebar
Kecamatan Pino Kabupaten Bengkulu Selatan,” ( Skripsi, Ushuluddin, Adab dan Dakwah dan IAIN, Bengkulu, 2019 ).
5
Riska Dwi Puspitasari, “Peranan Penyuluh Agama Honorer dalam Bimbingan Keagamaan diwilayah
Mayoritas Non-Muslim,” (skripsi, fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010).
10
F. Penelitian terdahulu
G. Sistematis penulisan
H. Kajian teori
I. Metode penelitian
BAB II
KAJIAN TEORI
6
Fakhrurrazi, Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Klas IIA Teluk Dalam Banjarmasin, (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014), hal 11
11
Pelaksanaan adalah suatu tindakan dari sebuah rencana yang sudah disusun
secara matang dan terperinci, implementasinya biasanya dilakukan setelah
perencanaan sudah dianggap siap. Majone dan Widavsky mengemukakan
Pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa
adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan.7
7
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
hal 70
8
W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 1997), hal. 65
9
Prayitno, Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal 93
12
maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan
dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana
yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.10
b. Dewi Ketut Sukardi bimbingan juga dapat diartikan sebagai proses pemberian
yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang secara terus-menerus
dan sistematis oleh pembimbing agar individu atau kelompok individu menjadi
pribadi yang mandiri kemudian yang menjadi tujuan usaha bimbingan
mencakup lima fungsi pokok Yang hendaknya dijalankan oleh pribadi yang
mandiri yaitu: mengenal diri sendiri dan lingkungannya sebagaimana adanya
menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, mengambil
keputusan, mengarahkan diri sendiri, dan mewujudkan diri sendiri.11
c. Menurut L. D. Crow dan A. Crow, bimbingan adalah bantuan yang diberikan
oleh pribadi yang terdidik baik perempuan ataupun laki-laki yang terlatih
kepada setiap individu yang usianya tidak ditentukan untuk menjalani kegiatan-
kegiatan hidup mengembangkan sudut pandangnya mengambil keputusan dan
menanggung beban sendiri.12
d. Menurut Arifin, bimbingan adalah terjemah dari istilah bahasa inggris
Guidance berasal dari kata guide artinya menunjukan, bimbingan, atau
menuntun.13
Esensi dari beberapa pendapat ahli tentang bimbingan tersebut diatas, ada
beberapa ciri yang kita perhatiakan yaitu : bahwa bimbingan adalah suatu
proses pemberian bnatuan kepada individu atau kelompok yang dilakukan secara
terus menerus dan sistematis yang bertujuan agar bisa menjadi prilaku yang
lebih baik, jika tdak diletakkan “Islam” setelah kita “Bimbingan” maka
bimbingan itu memiliki makna bahwa landasan dari bimbingan itu berdasarkan
asas Islam yaitu Al-Quran dan Hadits, serta tujuan akhirnya dalah kebahagian
dunia dan akhirat. Sedangkan kata “Keagamaan” berakar pada kata agama yang
medapat awalan ke dan akhiran an yang berarti seagala sesuatu yang
10
Priyatno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bmbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004),
hlm 99.
11
Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: PT Renika Cipta, 1995), hlm. 2-3.
12
Singgih Dirgagunarsa, Psikologi Untuk Membimbing, (Bandung: PT. Samudra Permai dan BPK Gunung
Mulia, 1995), hlm 12
13
M. Arifin, Pokok Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,
1988), hlm 18.
13
berhubungan dengan agama,bak itu berbentuk persaan ataupun perbuataan.14
Harun Nasution Menjelaskan agama terdiri dari “a” yang berarti tidak; dan
“gema” yang artinya pagi atau kacau, jika bila kita satukan mengandung arti
tidak pergi atau tidak kacau. Bertitik tolak dari pengertian kata kata tersebut
menurut Harun Nasution, intisarinya ialah suatu ikatan. Karean aitulah penganut
agama memiliki ikatan yang harus diperpegangi dengan teguh, yang menjadi
pedoman hidupnya sehingga membuat hidupnya teratur dan tentra. Ikatan
tersebut tidak dapat di tanggakap panca indera, akan tetap sangatlah
mempengaruhi terhadap kehidupan individu yang menganutnya.15
Pengertian bimbingan dalam tujuan ajaran Islam, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Thohari Munawar, yaitu suatu proses pemberian bantuan
kepada individu agar dalam kehidupan keagamaanya senantiasa selaras dan
petunjuk Allah SWT sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.16
1. Metode Langsung
14
17 W. J. S Poerdarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm 19.
15
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Samudra Permai RajaGrafindo Persada, 2008), hlm 12-13
16
Tohari Munawar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta: UII Press,
1992), hal 143
14
Metode langsung adalah metode dimana pembimbing melakukan
komunikasi langsung (bertatap muka) dengan jamaah majelis atau orang-orang
yang dibimbingnya.
2. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah dimana pembimbing memberikan pertanyaan
kepada jamaah dan jamaah menjawab, atau jamaah bertanya dan pembimbing
yamg menjawabnya.
Artinya: Serulah manusia kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah dengan cara yang baik. sesungguhnya Tuhanmu dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalannya dan dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
15
Itulah tiga cara berdakwah atau memberikan bimbingan keagamaan yang
hendaknya engkau tempuh menghadapi manusia yang beraneka ragam peringkat
dan kecerdasannya; jangan hiraukan cemoohan atau tuduhan-tuduhan tidak
berdasarkan kaum Musyrikin dan serahkan urusanmu dan urusan mereka kepada
Allah Karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu membimbing dan yang lebih
mengetahui dari siapa pun.17
Menurut Munzier Suprapta, dalam ayat tersebut telah dijelaskan bahwa metode
dakwah atau memberikan bimbingan keagamaan ada tiga yaitu:18
a. Metode Interview
17
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, (Jakarta:Lentera Hati,
2011), hal 774
18
Suparta Munzier, Metode Dakwah, (Jakarta Rahmat Semesta, 2006),hal 23-26
19
Ayu Lestari Sihtie, “Peran Penyuluh Agama dalam memberikan Bimbingan Islami”, Jurnal/Skripsi, 2018
16
b.Metode Kelompok
Baik peresapan keterikatan antara satu sama lain maupun secara persiapan batin
melalui peragaan gangguan dari contoh tingkah laku atau peristiwa.
Metode ini sering juga disebut non diriktif (tidak mengarahkan). Dalam
metode ini terdapat dasar pandangan bahwa klien sebagai makhluk yang
memiliki kemampuan berkembang diri dan sebagai pencari kemantapan diri
sendiri titik metode ini menurut dokter William William E. Hulme dan Wayne
K. Climer lebih cocok untuk digunakan oleh personal penyuluh agama. Karena
konselor akan lebih dapat memahami kenyataan penderita klien yang biasanya
bersumber pada kenyataan yang banyak menimbulkan perasaan cemas, konflik
kejiwaan dan gangguan jiwa lainnya..
d. Teknik Konseling
17
dalam situasi bebas, demikian klien diberikan kesempatan untuk mencurahkan
segala tekanan batin ya, sehingga mampu menyadari tentang kesulitan-kesulitan
yang dihadapi atau diderita. konselor hanya menerima dan menaruh perhatian
kemampuannya sendiri mengatasi problema tanpa adanya paksaan dari
mengikuti nasehat dari konselor.
e. Metode Pencerahan
Metode ini hampir sama dengan metode client kontainer di atas, hanya
Perbedaannya terletak pada usaha mengoreksi sumber perasaan yang dirasa
menjadi beban tekanan batin pada klien, serta mengaktifkan kekuatan jiwa
krayon atau potensial dinamis yang melalui pengertian tentang realitas situasi
yang dialami oleh klien. Metode ini adalah pemberian pencerahan terhadap
unsur-unsur kejiwaan yang menjadi sumber konflik seseorang. metode ini
menggambarkan bahwa konseling agama itu sebagai problem hidupnya keapada
sumber kekuatan komplik batin. Kemudian mencurahkan konflik tersebut serta
memberikan insting ke arah pengertani mengapa ia merasakan konflik Itu.
Menurut Ramayulis dalam bimbingan agama Islam banyak metode yang dapat
digunakan antara lain.20
a. Metode Ceramah
20
Ramayulis, Metodeologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulis,2001), hal 108
18
anak bimbingan. Dengan metode ini diharapkan agar anak bimbingan menjawab
pertanyaan dengan jawaban tepat berdasarkan fakta.
2. Fungsi preservative, yaitu membantu individu agar situasi dan kondisi yang
semula tidak baik akan menjadi baik.
1. Aqidah
Aqidah mencakup ajaran-ajaran tentang keyakinan atau keimanan
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari
akhir, dan takdir-Nya. Aspek aqidah ini merupakan masalah fundamental dalam
islam, karena menjadi dasar dalam islam.
Iman kepada Allah merupan kebutuhan yang sangat mendasar bagi
seseorang, Allah memerintahkan umat manusia beriman kepadanya,
Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 136;22
21
Tohari Munawar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta: UII Press,
1992), hal 34
22
Depertemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, hal 364.
19
Artinya: “Wahai orang-orang yag beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan Kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang
Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, dan hari
kemudian, maka ssungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”.
Ayat di atas menjelaskan bahwa jika kita ingkar kepada Allah maka kita
akan mengalami kesesatan yang nyata.Orang yang sesat tidak akan
merasakankebahagiaan dalam hidup. Olehnkarena itu beriman kepada allah,
kepada Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya sesungguhnya dalah untuk
kebaikan manusia.
2. Ibadah
Aspek ibadah mengandung pengertian bukti dan pengabdiannumat
manusia kepada Allah. Sehingga manifestasi dari dorongnnyang dibangkitkan
oleh nilai-nilai ibadah yang bermuatan keyakinan dan keimanannya.
Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Quran surat Ad-Dzariyat 56;23
Artinya: “Dan aku tidak menciptkan jin dan manusia melainkan mereka supaya
mengabdi kepada ku”. Ayat diatas menjelaskan bahwa baik manusia maupun jin
mempunyai tugas dan kewajiban yang sama terhadap tuhanya, yakni beribadah
23
Depertemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, hal 523
20
dan hanya menyembah kedapa Allah semata. Setiap yang diciptakan disebut
mahluk dan yang menciptakan khaliq. Kewajiban dari mahluk adalah
menyembah. Merendahkan diri dan beribadah kepada sang pencipta alam
semesta raya. Beribadah dengan penuh ketundukan dan keikhlasan. Beribadah
tanpa unsur paksaan. Dengan amal ibadah yang jelas, benar dan ikhlas niscaya
ibadah yang lita lakukan akan berbuah pahala dan tidakmenjadi amalan yang sia-
sia.
3. Akhlak
Aspek akhlak adalah suatu sikap dan tingkah laku perbuatan luhur dar
perbuatan lubuk hati yang paling dalam. Baik itu perbuatan yang terouji ataupun
tercela. Allah menciptkan manusia sebagai mahluk yang sempurna jika
dibandingkan dengan mahluk yang lain. Dan juga manusia sebagai penerima dan
pelaksana ajaran-Nya. Oleh karena itu manusia di tempatkan pada dudukan yang
mulia jika dibandingkanndengan makhluk ciptaan Allah yang lain.
4. Muamalah
Aspek ini yaitu aspek yang berhubngan dengan pengaturan hidup manusia
diatas dunia ini, baik itu bidang polotik social, ekonomi, dan pendidikan. Dalam
berkehidupan bermasyarakat manusia tentu ada ketentuan yang harus ditaati
supaya terciptanya keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat.
21
Sejak semula penyuluh agama merupakan ujung tombak
Kementerian Agama dalam melaksanakan penerangan agama Islam di tengah
pesatnya dinamika perkembangan masyarakat Indonesia. Perannya sangat
strategis dalam rangka membangun mental, moral, dan nilai ketaqwaaan umat
serta turut mendorong peningkatan kualitas kehidupan umat dalam berbagai
bidang baik di bidang keagamaan maupun pembangunan.
Keberadaan mereka di bawah lembaga Kementerian Agama di Bidang
PENAMAS (Pendidikan Penerangan Agama Dalam Masyarakat) untuk
mengemban beberapa program kerja yang telah ditugaskan kepada Kantor
Urusan Agama (KUA) setempat.
Adapun yang dimaksud dengan Penyuluh Agama Honorer (PAH) di sini adalah
tenaga honorarium yang bergerak di dalam bimbingan sosial keagamaan
membantu Instansi Kementerian Agama di bawah naungan Kantor Urusan
Agama (KUA).24
Secara teoritis aktivitas bimbingan keagamaan yang dijalankan oleh para
Penyuluh Agama Honorer (PAH) dapat dikorelasikan dengan prinsip dasar Islam
di dalam keberperanan mereka menjalankan suatu penyuluhan. Islam melihat
seorang penyuluh dalam bimbingan keagamaan adalah juru penenrang dan
pemberi petunjuk kearah kebenaran, juru pengingat (muzakkir), juru penghibur
(mubassyir) hati yang duka, serta (mubaligh) penyampaian pesan-pesan agama,
yang perilaku sehari-harinya mencerminkan (uswatun hasanah) contoh teladan
yang baik ditengah umatnya.25
24
Riska Dwi Puspitasari, “Peranan Penyuluh Agama Honorer dalam Bimbingan Keagamaan diwilayah
Mayoritas Non-Muslim,” (skripsi, fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010), hal 2
25
Sururin, Ilmu Jiwa Agama (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal 36.
22
masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan sunnah
Nabi.
2. Fungsi Konsultati
3. Fungsi Advokatif
Penyuluh agama Islam memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk
melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat/masyarakat binaannya terhadap
berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan akidah,
mengganggu ibadah dan merusak akhlak.
a. Landasan Filosofis
26
Abd Jabbar, “Peran Penyuluh Agama Dalam Pembinaan Jiwa Keagamaan Masyarakat Di Desa
Pattallassang Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa”, Skripsi, (Desember, 2013), hal 28.
23
Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar,merekalah orang-orang yang beruntung”.27
2) Q.S Al-Imran ayat/3:110
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah, sekiranya ahli kitab itu beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah
orangorang fasik”. 28
b. Landasan Hukum
27
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm 63
28
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm 64
24
2) Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan
dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 54/kep/mk.waspan/9/1999 Tentan
Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka kreditnya.29
C. Majelis Taklim
1. Pengertian Majelis Ta’lim
Pengertian Majelis Ta’lim Istilah majelis ta’lim berasal dari bahasa Arab
yang terdiri dari dua suku kata yaitu majelis yang berarti tempat duduk dan
ta’lim yang artinya belajar. Dengan demikian, secara bahasa yang dimaksud
majelis ta’lim adalah tempat belajar. Adapun secara istilah, majelis ta’lim adalah
sebuah lembaga pendidikan nonformal yang memiliki jamaah dengan jumlah
yang relatif banyak, usia yang heterogen, memiliki kurikulum berbasis
keagamaan dan waktu yang fleksibel sesuai kebutuhan jamaah.30
Selain itu ada beberapan tokoh yang memaparkan pengertian majelis
ta’lim. Muhsin menyatakan bahwa majelis ta’lim adalah tempat atau lembaga
pendidikan, pelatihan, dan kegiatan belajar mengajar dalam mempelajari,
mendalami, dan memahami ilmu pengetahuan agama Islam dan sebagai wadah
dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang memberikan kemaslahatan kepada
jamaah dan masyarakat sekitarnya.31
Effendy Zarkasyi dalam kutipan Muhsin mengatakan, “Majelis ta’lim
merupakan bagian dari model dakwah dewasa ini dan sebagai forum belajar
untuk mencapai suatu tingkat pengetahuan agama”. Masih dalam Muhsin,
Syamsuddin Abbas juga mengartikan majelis ta’lim sebagai “Lembaga
pendidikan non-formal Islam yang memiliki kurikulum sendiri, diselenggarakan
secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relatif banyak”.32
Helmawati menuturkan bahwa majelis ta’lim adalah tempat
memberitahukan, menerangkan, dan mengabarkan suatu ilmu, baik ilmu agama
29
Abd Jabbar, “Peran Penyuluh Agama Dalam Pembinaan Jiwa Keagamaan Masyarakat Di Desa
Pattallassang Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa”, Skripsi, (Desember, 2013), hal 28.
30
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pendalaman Ajaran Agama
melalui Majelis Taklim, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2007), 32 .
31
Muhsin MK, Manajemen Majelis Ta’lim: Petunjuk Praktis Pengelolaan dan Pembentukannya, (Jakarta:
Pustaka Intermasa, 2009), 1
.
32
Ibid., 2.
25
maupun ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan secara berulang-
ulang sehingga maknanya dapat membekas pada diri muta’allim untuk kemudian
ilmu yang disampaikan bermanfaat, melahirkan amal saleh, memberi petunjuk
ke jalan kebahagiaan dunia akhirat, untuk mencapai ridha Allah SWT, serta
untuk menanamkan dan memperkokoh akhlak.33
Dari beberapa penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
majelis ta’lim adalah suatu tempat kegiatan transfer ilmu agama Islam dari
mu’allim kepada muta’allim yang dilakukan secara rutin untuk menambah
pengetahuan keagamaan, memperkuat iman, dan menanamkan akhlak mulia
sehingga mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
1) Mu’allim dalam kegiatan majelis ta’lim tidak boleh pilih kasih, sayang kepada
yang bodoh, berperilaku baik dalam mengajar, bersikap lembut, memberi
pengertian dan pemahaman, serta menjelaskan dengan menggunakan atau
mendahulukan nash tidak dengan ra’yu kecuali bila diperlukan.
33
Helmawati, Pendidikan Nasional dan Optimalisasi Majelis Ta’lim: Peran Aktif Majelis Ta’lim
Meningkatkan Mutu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 85-86.
26
4) Mu’allim senantiasa berlaku baik, tidak suka menyiksa fisik, balas dendam,
membenci, dan mencaci murid.34
Wahidin juga menyebutkan karakteristik mu’allim, yaitu lemah lembut,
toleransi, dan santun, memberi kemudahan dan membuang kesulitan,
memerhatikan sunah tahapan, kembali pada Al-Quran dan Sunnah dan bukan
kepada fanatisme mazhab, menyesuaikan dengan bahasa jamaah, serta
memperhatikan adab dakwah.35
b. Muta’allim (murid yang menerima pelajaran) atau biasa disebut dengan
jamaah majelis ta’lim.
3) Fiqh, isi materinya meliputi shalat, puasa, zakat, dan sebagainya. Selain itu,
juga dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman sehari-hari, meliputi
pengertian wajib, sunnah, halal, haram, makruh, dan mubah.
6) Tarikh adalah sejarah hidup para Nabi dan para sahabat khususnya sahabat
Nabi Muhammad.
34
Ibid., 83-85.
35
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 264.
27
7) Masalah-masalah kehidupan yang ditinjau dari aspek ajaran Islam merupakan
tema yang langsung berkaitan dengan kehidupan masyarakat yang kesemuanya
juga dikaitkan dengan agama, artinya dalam menyampaikan materi tersebut
berdasarkan al-Quran dan hadits.36
Tuti Amaliyah juga menyebutkan materi-materi yang dikaji di dalam majelis
ta’lim. Menurutnya, kategori pengajian itu diklasifikasikan menjadi lima bagian:
1) Majelis ta’lim tidak mengajarkan secara rutin tetapi hanya sebagai tempat
berkumpul, membaca sholawat, berjamaah, dan sesekali pengurus majelis ta’lim
mengundang seorang guru untuk berceramah.
3) Majelis ta’lim yang mengajarkan tentang fiqh, tauhid, akhlak yang diajarkan
dalam pidato mubaligh yang kadang-kadang disertai dengan tanya jawab.
28
yang baik digunakan untuk menyampaikan materi, sehingga muta’allim mudah
memahami materi tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Jenis penelitian
Menurut Nazir metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia atau objek situasi dan kondisi.42
29
dan objek yaitu informasi yag peneliti.
Subjek penelitian ini adalah jamaah yang mengikuti pengajian kitab atau tausiah
kitab, yang bertempat di Majelis Darul Muttaqin Desa Sei Tatas Kecamatan
Pulau Petak Kabupaten Kapuas.
Objek penelitian merupakan keseluruhan keadaan dari subjek yang menjadi
informan dalam penelitian, pusat perhatian, sasaran penelitian, objek yang
diteliti adalah Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Oleh Penyuluh Honorer Di
Majelis Darul Muttaqin Desa Sei Tatas Kecamatan Pulau Petak Kabupaten
Kapuas.
c. Lokasi Peneliti
Penelitian ini dilakukan di desa Sei Tatas Kecamatan Pulau petak Kabupaten
Kapuas pengambilan lokasi ini, karena Berdasarkan pengamatan peneliti
penyuluh agama honorer sangat antusias dalam melaksanakan bimbingan
keagamaan dan hal itulah yang membuat peneliti tertarik untuk menggali pola
pelaksanaan yang diterapkan dan implikasinya terhadap kehidupan keagamaan
masyarakat di desa atas Kecamatan Pulau petak Kabupaten Kapuas.
Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber dan primer dan sekunder
yaitu:
1. Data primer
Data primer adalah suatu data yang diperoleh melalui serangkaian kegiatan.
Menurut Sugiyono adalah sumber data yang langsung di berikan data kepada
pengumpul data.44 Data primer adalah penelitian terdiri dari observasi dan
wawancara. Peneliti melakukan observasi dan wawancara kelapangan dan
melakuakan wawancara kepada objek peneliian.45
Data primer pada penelitian ini yaitu penyuluh agama honorer dan tokoh
masyarakat di desa sei tatas kecamatan pulau petak kabupaten kapuas.
5. Data skunder
44
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 225
45
Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif), (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2008), hal. 253.
30
Data skunder adalah adata yang diperoleh melalui pengumpulan data atau
pengolahan data yang bersifat studi dokumentasi (analisis dokumentasi) berupa
penelaahnya terhadap dokumen pribadi, resmi kelembagaan, refrensi-refrensi
atau peraturan (literatur laporan, tulisan dan lainnya) yangmemiliki relevansi
dengan objek penelitian.
a. Metode Observasi
Observasi dalam penelitian adalah pengamatan sistematis dan terencana yang
diamati unruk memperolehndata yang akurat dalam proses observasi. 46 Secara
sederhana pengamataan merupakan proses dimana penelitian atau pengamatan
peneliti adalah pelaksaan bimbingan keagamaan oleh penyuluh honorer di
majelis darul muttaqin sei tatai .
b. Metode Wawancara
Wawancara merupakan metode mendapatkan informasi dari informan dengan
cara bertanya langsung kepada informan dengan bertatap muka dalam penelitian
ini wawancara dilakukan seacara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah
wawancara yang telah tersusun seacara sistematis menggunakan pedoman
wawancara untuk pengumpulan data .47
c. Metode Dokumentasi
Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah foto-foto dalam kegiatan
penelitian dan data-data yang akan dibutuhkan dalam penelitian . Metode ini
digunakan untuk mengungkapkan bagaimana subjek mendefinisikan dirinya
sendiri, lingkingan dan situasi yang dihadapinya dan bagaimana kaitan antara
definisi-definisi diri tersebut dalam hubungan dengan orang-orang yang ada
disekelilingnya dengan tindakannya.
46
Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Ul-Press, 2003), h. 198
47
Iskandar, Metodelogi Penelitian Pendidikan Dan Sosial Kuantitatif Dan Kualitatif, (Jakarta:Gaung
Persada Press, 2008), h. 138
31
g. Analisis Data
Analisis data medel interaktif, menurut Miles dan Humberman terdapat analisis
data dalam penelitian kualitatif secaea umum dmulai sejak pengumpulan data,
reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan, atau veriviksi.48
a. Pengumpulan data
Pada saat subjek melakukan dan menjalin kan hubungan dan objek penelitian,
dengan responden penelitian , melakukan observasi, membuat catatan lapangan ,
bahkan ketika peelitian berinteraksi dengan lingkungan sosial subjek dan
informan, itu semua merupakan proses pengumpulan data yang hasilya adalah
data yang diperoleh.
b. Reduksi data
Reduksi diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyerderhanaan, pengabstrakan, transpormasi data kasa, yang muncul dari
catatan lapangan,. Reduksi berlangsung terus menerus selamapenelitian
berlangsung. Bahkan belum benar-benar terkumpul, antisipasi akan adanya
reduksi sudah tempat waktu penelitiannya memutuskan kerangka konsepsual
wilayah penelitian, permasalahan penelitian dan pendekatan pengumpulan data
yang dipilihnya.
C. Penyajian data
Miles dan Humberman mengemukakan bahwa yanag dimaksud penyajian data
adalah menyajiakan informasi yang tersusun yang memberikan kemungkianan
adanya penerikan kesimpulan dan pengembilan tindakan.
D. Kesimpulan atau verivikasi
Kesimpulan atau verivikasi merupakan tahap akhir dalam rangkaian analisis,
data kualitatif menurut model yang dikemukakan oleh Miler dan Humberman.
Kesimpulan dalam rangkaian analisis data kualitatif ini secara esensial berisi
tentang uraian dari seluruh katagori tema yang tercantum pada table kategori dan
pengodean yang terselesaikan disertai qute verbatim wawacara.49
48
Haris Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2012), h. 1664-179
49
Haris Hardiansya, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika,
2012), h. 178-179
32
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA
33
Persada, 2008), hlm 12-13
Tohari Munawar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam
(Yogyakarta: UII Press, 1992), hal 143
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian AL-
Qur’an, (Jakarta:Lentera Hati, 2011), hal 774
Suparta Munzier, Metode Dakwah, (Jakarta Rahmat Semesta, 2006),hal 23-
26
Ayu Lestari Sihtie, “Peran Penyuluh Agama dalam memberikan Bimbingan
Islami”, Jurnal/Skripsi, 2018
Ramayulis, Metodeologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam
Mulis,2001), hal 108
Tohari Munawar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam
(Yogyakarta: UII Press, 1992), hal 34
Depertemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, hal 364.
Depertemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, hal 523
Riska Dwi Puspitasari, “Peranan Penyuluh Agama Honorer dalam Bimbingan
Keagamaan diwilayah Mayoritas Non-Muslim,” (skripsi, fakultas Dakwah UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2010), hal 2
Sururin, Ilmu Jiwa Agama (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal 36.
Abd Jabbar, “Peran Penyuluh Agama Dalam Pembinaan Jiwa Keagamaan
Masyarakat Di Desa Pattallassang Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa”, Skripsi,
(Desember, 2013), hal 28.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm 63
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm 64
Abd Jabbar, “Peran Penyuluh Agama Dalam Pembinaan Jiwa Keagamaan
Masyarakat Di Desa Pattallassang Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa”, Skripsi,
(Desember, 2013), hal 28.
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam
Pendalaman Ajaran Agama melalui Majelis Taklim, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan
Keagamaan, 2007), 32.
Muhsin MK, Manajemen Majelis Ta’lim: Petunjuk Praktis Pengelolaan dan
Pembentukannya, (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), 1
.
Ibid., 2.
34
Helmawati, Pendidikan Nasional dan Optimalisasi Majelis Ta’lim: Peran Aktif
Majelis Ta’lim Meningkatkan Mutu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 85-86.
Ibid., 83-85.
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 264.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 29-33.
Tuti Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, (Bandung:
Mizan, 1997), 10.
Helmawati, Pendidikan . . . , 98.
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Grafindo Persada,
2001), hal 19
Anselm Strauss, Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal 4
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ( rev.ed.; Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2016), hal 4
Moh Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hal 54
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2016) hal 3
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D, (Bandung:
Alfabeta, 2011), hal. 225
Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan
Kualitatif), (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), hal. 253.
Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Ul-Press, 2003), h. 198
Riwayat Pendidikan :
35
: MI Miftahuddin
: Mts Hidayatullah
36