Anda di halaman 1dari 9

Perkembangan Islam pada Masa Kini Perspektif

Gus Dur

Nadya Dwi Rosania Kristi (712021282)

Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga –


712021282@student.uksw.edu

ABSTRACT

The current landscape of Islam is marked by multifaceted dynamics, particularly in


Indonesia, a nation where the majority of the population adheres to the Islamic faith. The
perspective of Gus Dur, or Abdurrahman Wahid, former President of Indonesia,
contributes significantly to understanding the evolution of Islam in the contemporary era.
This article delves into Gus Dur's thoughts on the current development of Islam, focusing
on aspects such as pluralism, tolerance, moderation, politics, and social issues. By
analyzing Gus Dur's perspective, a profound understanding emerges regarding how Islam
continues to evolve and adapt to the challenges of the times, forging a new paradigm that
integrates traditional values with the dynamics of modernity. Employing a literature-
based approach, this article seeks to encapsulate Gus Dur's insights, with the aspiration of
contributing to a contemporary understanding of the development of Islam in Indonesia.

Keywords: Islam, Gus Dur, Politics

ABSTRAK

Perkembangan Islam pada masa kini mengalami berbagai dinamika yang


kompleks, terutama di Indonesia, sebuah negara dengan mayoritas penduduk beragama
Islam. Perspektif Gus Dur, atau Abdurrahman Wahid, mantan Presiden Indonesia
memberikan kontribusi penting dalam memahami evolusi Islam di era kontemporer.
Artikel ini mengeksplorasi pemikiran Gus Dur terkait perkembangan Islam pada masa
kini, dengan fokus pada aspek-aspek seperti pluralisme, toleransi, moderatisme, politik,
dan isu-isu sosial. Analisis terhadap perspektif Gus Dur dapat memberikan pemahaman
mendalam tentang cara Islam terus berkembang dan beradaptasi dengan tantangan
zaman, menciptakan paradigma baru yang memadukan nilai-nilai tradisional dengan
dinamika modernitas. Artikel ini menggunakan pendekatan literatur untuk merangkum
pemikiran Gus Dur, dengan harapan dapat memberikan kontribusi pada pemahaman
kontemporer mengenai perkembangan Islam di Indonesia.

Kata Kunci : Islam, Gus Dur, Politik

PENDAHULUAN

Pada saat ini, perkembangan Islam di Indonesia terus mengalami dinamika yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki
keberagaman dalam praktik keagamaan dan pemahaman Islam. Konsep "Islam
Nusantara" yang menekankan pada Islam yang moderat dan toleran tetap menjadi
landasan utama dalam pemahaman Islam di Indonesia. Pemikiran ini mendukung
kerukunan antar-umat beragama dan integrasi Islam dengan nilai-nilai nasional. Islam
memainkan peran penting dalam politik Indonesia. Partai-partai politik berbasis Islam
memiliki pengaruh dalam pemerintahan, dan isu-isu yang berkaitan dengan nilai-nilai
Islam sering kali menjadi perbincangan dalam arena politik. Sektor pendidikan Islam
terus berkembang, mencakup berbagai tingkat, mulai dari pendidikan formal hingga
pendidikan informal di pesantren (pondok pesantren). Pendidikan Islam juga semakin
terintegrasi dengan kurikulum nasional. Teknologi dan media sosial memainkan peran
signifikan dalam penyebaran informasi terkait Islam di Indonesia. Media sosial sering
digunakan untuk menyebarkan pemahaman agama, mendukung dakwah, dan
memperkuat komunitas Muslim. Peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat juga
dapat memengaruhi perkembangan Islam. Masyarakat yang lebih sejahtera cenderung
memiliki akses yang lebih baik terhadap pendidikan dan lebih terbuka terhadap nilai-
nilai moderat. Meskipun mayoritas Muslim Indonesia menganut Islam yang moderat,
terdapat tantangan dari kelompok-kelompok radikal dan ekstremis. Pemerintah dan
masyarakat secara aktif berupaya untuk mencegah dan menanggulangi radikalisme
guna memelihara stabilitas dan keamanan. Peran perempuan dalam masyarakat Muslim
Indonesia terus berkembang. Perempuan semakin terlibat dalam berbagai bidang,
termasuk pendidikan, ekonomi, dan politik, menciptakan pergeseran dalam dinamika
sosial. Penting untuk diingat bahwa situasi dan perkembangan di Indonesia terus
berubah, dan pemahaman tentang Islam di negara ini sangat kompleks dan beragam.
Pemahaman yang holistik dan kontekstual diperlukan untuk memahami perkembangan
Islam di Indonesia pada masa kini.

PEMBAHASAN

Gus Dur, atau KH Abdurrahman Wahid, adalah salah satu tokoh penting dalam
sejarah Indonesia dan pemimpin spiritual Islam. Ia pernah menjabat sebagai Presiden
Indonesia dari tahun 1999 hingga 2001 dan juga menjadi salah satu pemimpin
organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Sebagai seorang tokoh
NU, Gus Dur membawa ideologi multikulturalisme yang jelas didasarkan pada
pemahaman yang mendalamnterhadapnajarannIslam dan tradisi keilmuan NU. 1
GusDurntidak hanya mengedepankan pengajaran dan praktik sikap toleransi serta
saling menghormati keyakinan semua individu, tetapi ia juga bersedia menerima nilai-
nilai baik dari agama lain. Pandangan Gus Dur terhadap perkembangan Islam di
Indonesia mencerminkan pendekatan yang inklusif, moderat, dan toleran. Gusdur
menyelesaikan pendidikan dasarnya di Jakarta. Setelah itu, ayahnya mengirimnya
untuknmengikuti kursus privat bahasa Belanda dengan Williem Bohl,nseorang warga
Jerman yang telah memeluk Islam danNmemperkenalkan musik-musiknklasik, Barat,
dan Eropa. Sambil mengikuti kursus tersebut, ia pun meneruskan atau melanjutkan
pendidikannya di SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) di Jakarta. Setahun
berikutnya, ia memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta dan menghuni pesantren
Krapyak yang dipimpin oleh KH. Ali Ma'sum hingga menyelesaikan pendidikan pada
tahun 1957.2

Pendidikan Multicultural

1
Moch Shohib, Substansi Pendidikan Multikultural Perspektif Gus Dur, edureligia, Vol. 04 No. 01
2
Santalia, Indo, K.H Abdurrahman Wahid: Agama dan Negara,Pluralisme, Demokratisasi, dan Pribumisasi.
Jurnal Al-Adyaan, Vol.1, no.2.
Hukum Islam tidak akan dipahami dan diaplikasikan oleh seseorang hanya
dengan proses pengajaran semata, melainkan harus melalui proses pendidikan. Nabi
telah mengajak orang untuk mempercayai ajaran Islam dan menerapkannya dalam
tindakan sehari-hari serta membentuk karakter yang baik dengan berbagai metode dan
pendekatan. Dari satu perspektif, pendidikan Islamnlebih berfokus pada peningkatan
sikapnmentalnyangnakan tercermin dalam tindakan baik, baik untuk kepentingan
pribadi maupun orang lain. Dari perspektif lainnya,npendidikannIslamntidak hanya
memiliki dimensi teoritis, namun bersifat praktis.3

Menurut Drs. Ahmad D. Marimba4, pendidikan Islam dapat diartikan sebagai


panduan untuk pengembangan aspek fisik dan spiritual berdasarkan prinsip-prinsip
agama Islam, dengan tujuan membentuk kepribadian utama yang sesuai dengan standar
Islam. Dalam konteks ini, dia sering menyebut kepribadiannutamantersebut sebagai
kepribadiannmuslim, yang merujuk pada individu yang menginternalisasi nilai-nilai
agama Islam dan memiliki tanggung jawabnsesuai dengan norma-normanIslam.
Musthafa Al-Ghulayani,5 pendidikan Islam dapat diartikan sebagai proses menanamkan
nilai-nilai moral yang baik dalam diri anak selama masa pertumbuhannya, dengan
memberikan petunjuk dan nasihat sebagai sarana penyiraman. Dengan demikian,
karakter moral tersebut menjadi salah satu kemampuan yang meresap dalam jiwa anak,
yang kemudian menghasilkan buah berupa keutamaan, kebaikan, dan cinta yang
berkontribusi pada kemanfaatan bagi tanah air.6

Pendidikan multikultural adalah suatu proses pengembangan kapasitas individu


dengan menyampaikan nilai-nilai seperti toleransi, kesetaraan, keadilan, kebersamaan,
perdamaian, dan sebagainya, dengan harapan menciptakan kehidupan yang aman,
damai, dan sejahtera tanpa konflik yang berkepanjangan. Saat menjelaskan makna
pendidikan multikultural, Maslikhah menggunakan kata kunci umum seperti kultural,
pluralitas, dan pendidikan (Maslikhah, 2007). 7 Dengan demikian, pendidikan
multikultural merupakan suatu proses perkembangan sikap individu untuk memahami
dan menghargai perbedaan, dengan menekankan praktik hidup secara inklusif dalam
konteks kehidupan bersama.

3
Rosmiaty Aziz, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sibuku, 2019), hlm 6
4
Ibid. 4
5
Ibid. 5
6
Nur Solikhin, Gus Dur Dalam Keberagaman Pendidikan Islam, Jurnal Tashwirul Afkar Vol. 38, No. 01.
7
Moch Shohib, Substansi Pendidikan Multikultural Perspektif Gus Dur, edureligia, Vol. 04 No. 01
Islam dan Negara

Dalam prakata UUD 45, terdapat ajaranntentang keadilan dan kesejahteraan.


Tidak terdapat juga ajaran bahwa negara harus mengambil bentuk formalisme negara
Islam, begitu pula dalam pelaksanaan urusan negara. Bagi Gus Dur, negara dipandang
sebagai al-Hukum (hukum atau peraturan). Islam tidak mengakui ide pemerintahan
yang bersifat definitif, sehingga etika sosial muncul sebagai kebutuhan yang esensial. 8
Penerimaan Pancasilansebagainideologinnegara yang dipromosikan oleh Gusdur dan
KH. Amad Siddiq, dapat dijelaskan oleh dua alasan utama. Pertama, Islam dianggap
sebagai agama yang sesuai dengan fitrah (keadaan bawaan manusia).

Kedua Islam dan Pancasila dianggap mencerminkan konsep tauhid sesuai


dengan pemahaman iman dalam Islam, dan pemahaman terhadap aspek keagamaan
negara Indonesia telah dijamin.9 Persaudaraan berasal dari prinsip-prinsip seperti
penghargaan terhadap kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, dan semangat untuk
mendorong kebaikan. Persaudaraan dianggap sebagai fondasi untuk memajukan
peradaban. Sepanjang hidupnya, Gus Dur memberikan contoh dan menekankan
pentingnya Kearifan Tradisi. Kearifan tradisi merujuk pada nilai-nilai sosial-budaya
yang bersumber dari tradisi dan praktik terbaik dalam kehidupan masyarakat
setempat. Kearifan tradisi Indonesia tercermin dalam prinsip-prinsip dasar
negaranPancasila, KonstitusinUUD 45, BhinekanTunggalnIka, dan seluruhnnilai
kebudayaannNusantaranyangnberadab.10

Bagi Gus Dur, politik memiliki dimensi yang sangat manusiawi. Artinya, dasar
utama untuk semua tata dannpraktiknpolitiknadalahnmanusia,nsehingganmanusia
harus menjadi landasannnormatifndan tujuan etis dari tata pemerintahan. Konsep
politik Islam dalam pemikiran Gus Dur dapat disatukan dengan

8
Santalia, Indo, K.H Abdurrahman Wahid: Agama dan Negara,Pluralisme, Demokratisasi, dan Pribumisasi.
Jurnal Al-Adyaan, Vol.1, no.2.
9
Ibid.140
10
Ahmad Yani Fathur Rohman, Sembilan Nilai Utama Gus Dur PerspektifEtika IbnuMiskawaih, SOSMANIORA,
Vol. 2 No. 2 (Juni 2023)
filsafatnpolitiknkarenanGus Dur mengaitkan politik dengan manusia, dengan
mendasarkan pada hakikat ajaran Islam yang menghormati martabat manusia. Oleh
karena itu, pemikiran politik Gus Dur tidak dapat dianggap sebagai bagian darinideologi
Islam,nkarena perspektif keislaman Gus Dur tidak bersifat ideologis, melainkan bersifat
filosofis.

Pluralisme

Pluralisme adalah pandangan yang mengakui dan meyakini keberadaan


perbedaan dalam masyarakat, termasuk perbedaan agama, ras, kelompok, suku budaya,
dan adat istiadat. Dalam pembahasan mengenai pluralisme, Gusdur seringkali
mengaitkannya dengan aspek agama, karena agama seringkali digunakan oleh
mayoritas untuk menindas dan merendahkan kaum minoritas tanpa terlihat secara
jelas. Pandangan Gusdur terhadap pluralisme tercermin dalam sikapnya yang
mendukung hak-hak minoritas dan non-Muslim, serta dalam upaya kerjasama terbuka
dengan berbagai kelompok agama, termasuk Kristen, Hindu, Buddha, dan kelompok
Islam lainnya.

Gusdur seringkali membela kelompok minoritas, termasuk penganut Konghucu.


Meskipun negara pada masa itu tidak mengakui keberadaan agama Konghucu, Gusdur
tetap membela hak pribadi individu untuk memeluk keyakinan mereka dan mematuhi
ajaran yang diyakini. Dalam tindakan membela dan mengakui hak-hak kelompok
minoritas ini, Gusdur menunjukkan tanggung jawab sosial kebangsaan dan praktik
demokrasi yang nyata. Gusdur memiliki ide-ide tentang toleransi dan dialog antara
agama atau iman yang terpadu dengan konsep pluralisme dalam pemikirannya. Jika
seseorang memiliki pandangan positif terhadap pluralisme, hal tersebut secara
otomatis mencerminkan adanya elemen-elemen yang menunjukkan sikap toleran
terhadap perbedaan.

Sikap pluralis Gusdur, yang lebih memperhatikan kelompok minoritas, sering


kali dikritik dan diserang secara berlebihan. Ia bahkan dituduh sebagai seorang sekuler
dan pengkhianat umat, meskipun sebenarnya niat Gusdur adalah untuk
mengoptimalkan implementasi ajaran Islam.11 Baginya, agama bukan hanya simbol, dan

11
Ibid. 143
tidak seharusnya hanya memberikan janji kehidupan setelah mati, sementara realitas
kehidupan di dunia diabaikan. Sikap Gusdur yang tidak pernah menunjukkan kebencian
terhadap kelompok minoritas juga memungkinkannya untuk berinteraksi dengan
berbagai kalangan. Gus Dur bahkan menyatakan bahwa informasi dan ungkapan diri
yang dianggap merugikan Islam sebenarnya tidak perlu diberikan perhatian. Hal ini
cukup diimbangi dengan informasi dan ungkapan diri yang bersifat positif dan
konstruktif. Gusdur berkeinginan untuk melihat perkembangan intelektual dalam
pemahaman agama dan melakukan tindakan-tindakan konstruktif. Ia mendukung
perluasan wawasan umat, pembinaan kembali akhlak umat, hingga mencapai
keseimbangan yang optimal antara emosi dan akal pikiran.

Kesimpulan

Perkembangan Islam di Indonesia adalah hasil dari dinamika kompleks yang


dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
Islam Nusantara, sebagai konsep yang menekankan pada Islam yang moderat dan
toleran, terus menjadi pijakan utama dalam pemahaman Islam di Indonesia. Konsep ini
mendukung kerukunan antar-umat beragama dan integrasi nilai-nilai Islam dengan
identitas nasional. Peran Islam dalam politik Indonesia sangat signifikan, dengan partai
politik berbasis Islam memiliki pengaruh dalam pemerintahan dan isu-isu Islam
menjadi perbincangan dalam arena politik. Sektor pendidikan Islam terus berkembang,
baik dalam bentuk pendidikan formal maupun informal di pesantren, dan semakin
terintegrasi dengan kurikulum nasional.

Teknologi dan media sosial memainkan peran penting dalam menyebarkan


informasi terkait Islam di Indonesia. Media sosial digunakan untuk mendukung dakwah,
memperkuat komunitas Muslim, dan menyebarkan pemahaman agama. Peningkatan
kesejahteraan ekonomi masyarakat juga berdampak pada perkembangan Islam, dengan
masyarakat yang lebih sejahtera cenderung memiliki akses yang lebih baik terhadap
pendidikan dan lebih terbuka terhadap nilai-nilai moderat. Meskipun mayoritas Muslim
Indonesia menganut Islam yang moderat, tantangan dari kelompok radikal dan
ekstremis tetap ada. Pemerintah dan masyarakat secara aktif berusaha mencegah dan
menanggulangi radikalisme untuk memelihara stabilitas dan keamanan. Peran
perempuan dalam masyarakat Muslim Indonesia juga mengalami perkembangan,
dengan semakin banyaknya partisipasi perempuan dalam berbagai bidang. Ini
menciptakan pergeseran dalam dinamika sosial, menandai kemajuan dalam inklusivitas
gender. Penting untuk diingat bahwa situasi dan perkembangan di Indonesia terus
berubah, dan pemahaman yang holistik dan kontekstual diperlukan untuk memahami
kondisi Islam di negara ini pada masa kini.

Pemikiran Gus Dur mencakup beberapa aspek utama yang mencerminkan nilai-
nilai kemanusiaan, toleransi, keadilan, dan inklusivitas. Dalam konteks pendidikan, Gus
Dur menekankan pentingnya pendidikan Islam yang tidak hanya teoritis tetapi juga
praktis, dengan tujuan membentuk karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Terkait hubungan Islam dan negara, Gus Dur mengajukan pandangan inklusif di mana
negara tidak harus berbentuk secara eksklusif sebagai negara Islam formal. Penerimaan
Pancasila sebagai ideologi negara juga diartikan sebagai langkah menuju keselarasan
dengan nilai-nilai Islam yang sesuai dengan keyakinan masyarakat. Pendekatan Gus Dur
terhadap pluralisme mencerminkan sikap toleran dan kerjasama antaragama.

Meskipun sering mendapat kritik dan tuduhan, Gus Dur tetap mempertahankan
pandangan inklusifnya untuk membela hak-hak minoritas dan mempromosikan dialog
antaragama. Dalam konteks pluralisme, Gus Dur juga membela kelompok minoritas,
termasuk Konghucu, dengan menunjukkan tanggung jawab sosial kebangsaan dan
semangat demokrasi. Gus Dur juga melihat persaudaraan sebagai landasan untuk
memajukan peradaban, dengan mengakui nilai-nilai kearifan tradisi Indonesia. Dalam
keseluruhan, pemikiran Gus Dur menggambarkan upaya untuk menciptakan
masyarakat yang adil, toleran, dan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan dalam konteks
keberagaman budaya dan agama.

Sikap Gus Dur terhadap kelompok minoritas, termasuk penganut Konghucu,


menunjukkan komitmen terhadap hak individu untuk memeluk keyakinan masing-
masing. Meskipun mungkin dikritik dan diserang sebagai seorang sekuler dan
pengkhianat umat, niat Gus Dur sebenarnya adalah untuk mengoptimalkan
implementasi ajaran Islam dengan memperhatikan realitas kehidupan dunia. Gus Dur
juga menunjukkan sikap toleran terhadap perbedaan dan menekankan pentingnya
dialog antaragama. Meskipun menghadapi kritik berlebihan, ia tetap bertahan dalam
keyakinannya untuk mencapai keseimbangan optimal antara emosi dan akal pikiran,
serta mengembangkan pemahaman agama yang lebih inklusif. Dengan demikian,
pandangan positif terhadap pluralisme yang dipegang oleh Gus Dur mencerminkan
sikap toleran terhadap perbedaan dan komitmen terhadap pembangunan sosial yang
adil dan demokratis.

Daftar Pustaka

Ahmad Yani Fathur Rohman, Sembilan Nilai Utama Gus Dur PerspektifEtika
IbnuMiskawaih, SOSMANIORA, Vol. 2 No. 2 (Juni 2023)

Moch Shohib, Substansi Pendidikan Multikultural Perspektif Gus Dur, edureligia, Vol. 04
No. 01

Nur Solikhin, Gus Dur Dalam Keberagaman Pendidikan Islam, Jurnal Tashwirul Afkar
Vol. 38, No. 01.

Santalia, Indo, K.H Abdurrahman Wahid: Agama dan Negara,Pluralisme,


Demokratisasi, dan Pribumisasi. Jurnal Al-Adyaan, Vol.1, no.2.

Syaiful Arif, Moderasi Beragama dalam Diskursus Negara Islam:Pemikiran KH.


Abdurrahman Wahid, Jurnal Bimas Islam Vol 13 No. 1

Rosmiaty Aziz, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sibuku, 2019)

Anda mungkin juga menyukai