Anda di halaman 1dari 3

➢ Nilai-nilai yang terkandung dalam Novel sejarah tersebut.

:
1. Nilai moral
2. Nilai perjuangan
3. Nilai Sosial
4. Nilai Pendidikan

➢ Struktur Novel :
Orientasi :
Haji Agus Salim lahir dengan nama Mashudul Haq yang berarti “pembela kebenaran”. Dia Lahir di
Kota Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda Pada tanggal 8 Oktober 1884. Dia menjadi anak
keempat Sultan Moehammad Salim, seorang jaksa di sebuah pengadilan negeri. Karena kedudukan
ayahnya Agus Salim bisa belajar di sekolah-sekolah Belanda dengan lancar, selain karena dia anak yang
cerdas. Dalam usia muda, dia telah menguasai sedikitnya tujuh bahasa asing; Belanda, Inggris, Arab,
Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman. Pada 1903 dia lulus HBS (Hogere Burger School) atau sekolah
menengah atas 5 tahun pada usia 19 tahun dengan predikat lulusan terbaik di tiga kota, yakni Surabaya,
Semarang, dan Jakarta.

Pengungkapan peristiwa :
Karena itu, Agus Salim berharap pemerintah mau mengabulkan permohonan beasiswanya untuk
melanjutkan sekolah kedokteran di Belanda. Tapi, permohonan itu ternyata ditolak. Dia patah arang.
Tapi, kecerdasannya menarik perhatian Kartini, anak Bupati Jepara. Sebuah cuplikan dari surat Kartini
Ny. Abendanon, istri pejabat yang menentukan pemberian beasiswa pemerintah pada Kartini: “Kami
tertarik sekali kepada seorang anak muda, kami ingin melihat dia dikarunia bahagia. Anak muda itu
namanya Salim, dia anak Sumatera asal Riau, yang dalam tahun ini, mengikuti ujian penghabisan
sekolah menengah HBS, dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-tiga HBS! Anak muda
itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk belajar menjadi dokter. Sayang sekali, keadaan
keuangannya tidak memungkinkan.”

Lalu, Kartini merekomendasikan Agus Salim untuk menggantikan dirinya berangkat ke Belanda,
karena pernikahannya dan adatJawa yang tak memungkinkan seorang puteri bersekolah tinggi. Caranya
dengan mengalihkan beasiswa sebesar 4.800 gulden dari pemerintah ke Agus Salim. Pemerintah
akhirnya setuju. Tapi, Agus Salim menolak. Dia beranggapan pemberian itu karena usul orang lain,
bukan karena penghargaan atas kecerdasan dan jerih payahnya. Salim tersinggung dengan sikap
pemerintah yang diskriminatif. Apakah karena Kartini berasal dari keluarga bangsawan Jawa yang
memiliki hubungan baik dan erat dengan pejabat dan tokoh pemerintah sehingga Kartini mudah
memperoleh beasiswa?

Belakangan, Agus Salim memilih berangkat ke Jedah, Arab Saudi, untuk bekerja sebagai penerjemah
di konsulat Belanda di kota itu antara 1906-1911. Di sana, dia memperdalam ilmu agama Islam pada
Syech Ahmad Khatib, imam Masjidil Haram yang juga pamannya, serta mempelajari diplomasi.
Sepulang dari Jedah, dia mendirikan sekolah HIS (Hollandsche Inlandsche School), dan kemudian
masuk dunia pergerakan nasional. Karir politik Agus Salim berawal di SI, bergabung dengan HOS
Tjokroaminoto dan Abdul Muis pada 915. Ketika kedua tokoh itu mengundurkan diri dari Volksraad
sebagai wakil SI akibat kekecewaan mereka terhadap pemerintah Belanda, Agus Salim menggantikan
mereka selama empat tahun (1921-1924) di lembaga itu. Tapi, sebagaimana pendahulunya, dia merasa
perjuangan “dari dalam” tak membawa manfaat. Akhirnya Dia keluar dari Volksraad dan berkonsentrasi
di SI.
Konflik :
Pada 1923, benih perpecahan mulai timbul di SI. Semaun dan kawan-kawan menghendaki SI menjadi
organisasi yang condong ke kiri, sedangkan Agus Salim dan Tjokroaminoto menolaknya. Buntutnya SI
terbelah dua: Semaun membentuk Sarekat Rakyat yang kemudian berubah menjadi PKI, sedangkan
Agus Salim tetap bertahan di SI. Karier politiknya sebenarnya

tidak begitu mulus. Dia pernah dicurigai rekan-rekannya sebagai mata-mata karena pernah bekerja
pada pemerintah. Apalagi, dia tak pernah ditangkap dan dipenjara seperti Tjokroaminoto
Komplikasi :
Tapi, beberapa tulisan dan pidato Agus Salim yang menyinggung pemerintah mematahkan tuduhan
tuduhan itu. Bahkan dia berhasil menggantikan posisi Tjokroaminoto sebagai ketua setelah pendiri SI
itu meninggal dunia pada 1934.

Selain menjadi tokoh SI, Agus Salim juga merupakan salah satu pendiri Jong Islamieten Bond. Di sini
dia membuat gebrakan untuk meluluhkan doktrin keagamaan yang kaku. Dalam kongres Jong
Islamieten Bond ke-2 di Yogyakarta pada 1927, Agus Salim dengan persetujuan pengurus Jong
Islamieten Bond menyatukan tempat duduk perempuan dan laki-laki. Ini berbeda dari kongres dua tahun
sebelumnya yang dipisahkan tabir; perempuan di belakang, laki-laki di depan. ”Ajaran dan semangat
Islam memelopori emansipasi perempuan,” ujarnya. Agus Salim pernah menjadi anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada akhir kekuasaan Jepang. Ketika Indonesia merdeka, dia
diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Kepiawaiannya berdiplomasi membuat dia
dipercaya sebagai Menteri Muda Luar Negeri dalam Kabinet Syahrir I dan II serta menjadi Menteri
Luar Negeri dalam Kabinet Hatta. Sesudah pengakuan kedaulatan Agus Salim ditunjuk sebagai
penasehat Menteri Luar Negeri.

Koda :
Dengan badannya yang kecil, di kalangan diplomatik Agus Salim dikenal dengan julukan The Grand
Old Man, sebagai bentuk pengakuan atas prestasinya di bidang diplomasi. Sebagai pribadi yang dikenal
berjiwa bebas. Dia tak pernah mau dikekang oleh batasan-batasan, bahkan dia berani mendobrak tradisi
Minang yang kuat. Tegas sebagai politisi, tapi sederhana dalam sikap dan keseharian. Dia berpindah-
pindah rumah kontrakan ketika di Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta. Di rumah sederhana itulah dia
menjadi pendidik bagi anak-anaknya, kecuali si bungsu, bukan memasukkannya ke pendidikan formal.
Alasannya, selama hidupnya Agus Salim mendapat segalanya dari luar sekolah. ”Saya telah melalui
jalan berlumpur akibat pendidikan kolonial,” ujarnya tentang penolakannya terhadap pendidikan
formal kolonial yang juga sebagai bentuk pembangkangannya terhadap kekuasaan Belanda. Kemudian
Agus Salim wafat pada 4 November 1954 dalam usia 70 tahun.

➢ Kaidah Kebahasaan :
• Menggunakan Kalimat bermakna Lampau
1. Pada 1903 dia lulus HBS (Hogere Burger School) atau sekolah menengah atas 5 tahun
pada usia 19 tahun dengan predikat lulusan terbaik di tiga kota, yakni Surabaya,
Semarang, dan Jakarta.
2. Pada 1923, benih perpecahan mulai timbul di SI.
• Penggunaan konjungsi yang menyatakan urutan waktu
1. Lalu, Kartini merekomendasikan Agus Salim untuk menggantikan dirinya berangkat
ke Belanda, karena pernikahannya dan adatJawa yang tak memungkinkan seorang
puteri bersekolah tinggi.
2. Akhirnya Dia keluar dari Volksraad dan berkonsentrasi di SI.
• Menggunakan kata kerja material
1. Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda, kami ingin melihat dia dikarunia
bahagia.
2. Di sini dia membuat gebrakan untuk meluluhkan doktrin keagamaan yang kaku.
3. Dia tak pernah ditangkap dan dipenjara seperti Tjokroaminoto
• Penggunaan kalimat tidak langsung
Tidak ada
• Penggunaan kata kerja mental
1. Karena kedudukan ayahnya Agus Salim bisa belajar di sekolah-sekolah Belanda
dengan lancar, selain karena dia anak yang cerdas.
• Penggunaan Kata Sifat
1. Dia tak pernah mau dikekang oleh batasan-batasan, bahkan dia berani mendobrak
tradisi Minang yang kuat.
2. Tegas sebagai politisi, tapi sederhana dalam sikap dan keseharian.

Anda mungkin juga menyukai