Anda di halaman 1dari 8

Ali Sastroamidjojo

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan

Ali Sastroamidjojo merupakan seorang tokoh yang mendapat banyak


kesempatan untuk menapaki berbagai posisi, kesempatan yang jarang didapatkan
banyak orang. Ia kelahiran 21 Mei 1903 di Grabag Marbabu, Jawa Tengah yang
merupakan anak kesebelas dari 12 bersaudara. Meski lahir dan sempat menjalani
kehidupan di kota kecil, ia sangat beruntung karena berasal dari keluarga yang
masih tergolong priyayi. Ayahnya, R. Ng. Sastroamidjojo pernah menjadi wedana
di Jetis, Temanggung sedang Ibunya bernama Kustiah. Ia sangat gigih
mempertahankan adat istiadat Jawa. Hal ini dapat dilihat pada kakak dan
keponakan perempuan Ali, yang memakai rok di saat sekolah Belanda, namun
setelah pulang diharuskan mengganti pakaian mereka dengan pakaian Jawa agar
tetap memelihara tatakrama adat istiadat Jawa. Dalam keluarga seperti itulah Ali
tumbuh, yakni keluarga yang taat pada agama, adat istiadat jawa dan sangat
memperhatikan pendidikan. Dari keluarga itulah yang menginspirasi hidup Ali
sehingga mencapai puncak karir1. Awalnya ia mengikuti pelajaran Bahasa
Belanda dari Wesrendorp untuk dapat diterima di ELS kelas nomor 2 (dua) ia
hanya bertahan setahun karena tak tahan mendapat perlakuan dari anak-anak
Belanda yang nakal. Kemudian Ayahnya memindahkan ke kelas nomor 1 (satu)
yang pada dasarnya ditolak, karena dengan alasan Ali tidak terlalu pandai
berbahasa Belanda. Ayah Ali yang pantang putus asa, berusaha menghadap
asisten Residen dan menerangkan bahwa beliau masih keluarga dekat Bupati
Magelang dari pihak ibu. Dengan alasan itu akhirnya Ali diterima di ELS No. 1
dengan syarat setelah tamat sekolah Ali melanjutkan pendidikan ke sekolah
kedokteran di Jakarta.

Pemerintah kolonial hanya mendidirikan sekolah rendah untuk anakanak


Indonesia yaitu HIS (Holland Inlandse School). Sekolah berbahasa Belanda untuk
tingkat pemula dan setelah lulus dapat melanjutkan ke MULO (Meruitgebreid
Lager Onderwijs) sedangkan lulusan ELS disediakan HBS (Hogers Burger

1
Artikel Youth movement “Ali Sastroamidjojo : Dari Magelang untuk Indonesia”
School), ada juga sekolah AMS (Aligcmene Middelbare School). Tahun 1918, Ali
melanjutkan ke HBS dimana di sekolah ini ia mulai mengenal kebudayaan barat
khususnya budaya Belanda. Selain itu Ali banyak belajar kesusastraan Prancis,
Jerman, dan Inggris. Satrawansastrawan besar seperti: Bernard Shaw, La Maertine
Balzac, Shakespeare, Willem Kloos Van Deysel membuatnya terkagum-kagum2.
Tahun 1922, Ali menyelesaikan pendidikanya di HBS. Setelah lulus ia bertemu
dengan Titi Roelis yang kelak menjadi istrinya.

Pada perkembangan selanjutnya, Ali berhasil mendapatkan beasiswa belajar


ke negeri Belanda berkat bantuan Dr. Hendriks Kraemer seorang sarjana ilmu
sastra dan kebudayaan timur. Ia merupakan kenalan kakaknya dan bersedia
memberikan bantuan beasiswa setelah melihat nilai-nilai Ali selama di HBS.
Selama di Belanda ia tinggal di Leiden dengan tujuan masuk fakultas sastra dan
filsafat, tapi ditolaknya dengan alasan bahwa ijazah HBS belum memenuhi syarat.
Ia pun dianjurkan untuk belajar lagi dan memperoleh ijazah bahasa serta
kesastraan Latin dan Yunani, akhirnya ia membatalkan niatnya dan memilih studi
hukum. Walaupun, ia harus menyelesaikan studi di Leiden lima tahun dengan
perbandingan dua kali ujian, yakni pertama kandidat di tempuh 2 (dua) tahun dan
ujian kedua ujian Doktoral ditempuh 3 (tiga) tahun, dan ia pun berhasil lulus
dengan mendapatkan gelar Meester in de Rechten (sarjana hukum) dari universitas
Leiden tahun 1927.

Semasa bersekolah, ia aktif dalam organisasi pemuda, seperti; organisasi Jong


Java (1918-1922) dan Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda (1923-1928). Ia
mendapatkan gelar Meester in de Raechten (Sarjana Hukum) dari Universitas
Leiden, Belanda pada tahun 1927. Ia pernah pula berusaha mempropagandakan
kemerdekaan Indonesia di Paris tahun 1926 pada kongres Internasional
Demokratik Perdamaian dan di Belgia tahun 1927 dalam Liga Anti Imprealisme
dan Penindasan Kolonial. Tujuanya agar masyarakat dunia mengetahui betapa
menderitanya rakyat Indonesia di bawah penjajahan Belanda. Pada tanggal 23
Sepetember 1927 Ali dan sahabat-sahabat perjuangannya ditangkap oleh polisi

2
ibid
Belanda tetapi kemudian dibebaskan pada tanggal 22 Maret 19283. Pada tahun
1928 ia kembali ke tanah air, bersama-sama dengan Mr. Soejoedi membuka
kantor pengacara kemudian bersama dr. Soekiman menerbitkan majalah Djanget
di Solo

B. Tokoh yang Menginspirasi Ali Sastroamidjojo

Di kala remaja, Ali senang sekali mendengar Alimin beretorika dihadapannya,


tokoh SI terkemuka saat itu. Gagasan-gagasan Alimin yang bercita-cita
mewujudkan persatuan bangsa di bawah naungan panji-panji Islam, membuat
telinga Ali tidak pernah jenuh. Ditambah lagi, cara Alimin berbicara yang berapi-
api menggelora. Lontaran pemikiran Alimin membuat Ali semakin semangat
mempelajari politik lebih jauh, dan sadar bahwa akan ada hari yang cerah bagi
tanah airnya jika perjuangan tidak berhenti dilakukan. Bahkan, beberapa kali Ali
menyempatkan diri untuk menonton sidang Volksraad yang dibuka untuk umum.
Di dalam perjalanan pulang, Ali selalu dirundung kekecewaan melihat aktivis
disana tidak ada yang seberani dan berbicara sebaik Alimin. Ali juga selalu
mengurungkan niatnya untuk berdiskusi politik dengan kakak kandungnya yang
kebetulan anggota Volksraad. Sebabnya ialah, pernah suatu hari kakaknya itu
marah karena mengetahui Ali bergabung dengan Jong Java. Kakaknya menilai
bahwa tugas utama pelajar adalah menuntut ilmu, pelajar bau kencur tidak perlu
tahu politik yang merupakan ranah orang dewasa. Sehabis itu, Ali berkesimpulan
bahwa kakaknya bukan teman diskusi politik yang baik. Bahkan mungkin akan
kalap jika Ali menceritakan kedekatannya dengan Alimin.

C. Keorganisasian Ali Sastroamidjojo

Lulus dari H.B.S., Ali berkesempatan untuk melanjutkan sekolah hukum di


Leiden, Belanda. Daerah itu terkenal akan ramainya mahasiswa perantau dari
Hindia Belanda. Ali gembira sekali ketika keluarganya berusaha semaksimal
mungkin agar dirinya dapat melanjutkan studi di Belanda. Memang, kala itu
sekolah ke negeri Belanda merupakan dambaan sebagian besar pelajar Indonesia.
Ali terbantu mendapatkan beasiswa karena nilai-nilai semasa di H.B.S. tergolong
3
Harry A. Poeze. 2008. Di negeri penjajah: orang Indonesia di negeri Belanda, 1600-1950. Hal
210
bagus, sehingga keluarganya tidak terlalu berat menanggung biaya hidup Ali
selama merantau di negeri asing. Seperti yang diketahui sebelumya, Ali
Sastroamidjojo ialah pemuda yang tidak puas jika kegiatan sehari-harinya hanya
diisi oleh kesibukan akademik. Oleh sebab itu, Ali kembali menerjunkan diri ke
suatu kelompok yang bersifat politik. Perhimpunan Indonesia (PI) ialah suatu
organisasi yang memayungi pelajar-pelajar Hindia Belanda yang progresif, dan
tanpa pikir panjang Ali memutuskan untuk bergabung.

Tahun 1925 Indische Vereeniging berubah menjadi Perhimpunan Indonesia


dengan tujuannya Indonesia merdeka. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh
aktivis PI Belanda maupun di luar negeri, diantaranya ikut serta dalam kongres
Laga Demikrasi Perdamaian Internasional tahun 1926 di Paris, dalam kongres itu
Mohammad Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan akan kemerdekaan
Indonesia. demikian pula pendapat-pendapat mereka banyak disampaikan ke
tanah air. Aksi-aksi yang dilakukan menyebabkan Hatta dkk. dituduh melakukan
pemberontakan terhadap Belanda. Karena dituduh menghasut untuk
pemberontakan terhjadap Bealnada maka tahun 1927 tokoh-tokoh PI diantaranya
M. Hatta, Nasir Pamuncak, Abdul Majid Djojonegoro dan Ali Sastroamijoyo
ditangkap dan diadili. Akan tetapi sebelum pengadilan oleh belanda, terjadi
introgasi oleh pihak belanda, dampak dari introgasi ini membuat Ali
Sastroamijoyo menjadi sedikit melemah dalam prinsip non-kooperatif. Ali mulai
bersikap kompromistis denga mengatakan “pada saat ini perhimpunan Indonesia
berada dalam sikap non-kooperasi. Biarpun demikian, jika rakyat Indonesia
diberikan peran yang lebih besar dalam politik, PI akan meninggalkan sikap ini
dan bersedia bekerja sama dengan pemerintah(Belanda). Saya mengusulkan agar
peran politik yang lebih besar untuk rakyat Indonesia dapat di capai dengan
memberikan hak pilih secara menyeluruh dan terbukanya kesempatan-
kesempatan untuk memegang jabatn di Pemerintah” . 4

4
Ali Sastroamidjojo, Verhoor van Verdachtien (pada suatu pemeriksaan hukum tingkat
pendahuluan) 24 November 1927, Dokumen-dokumen penadilan PI
D. Karya dan Pemikiran Ali Sastroamidjojo

Selain menjadi tokoh politik, ia juga rajin mempublikasikan pikiran-


pikirannya, antara lain pada Pengantar Hukum Internasional (1971), Politik Luar
Negeri Indonesia Dewasa Ini (1972), otobiografi Tonggak-tonggak Perjalananku
(1974), dan Empat Mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda (1975). Dari jejak
langkahnya, kita dapat belajar menjadi manusia yang multi kemampuan sosial
(multi skill). Hal ini karena manusia secara hakiki merupakan mahluk sosial, sejak
lahir manusia selalu hidup dalam lingkungan, baik lingkungan ilmiah maupun
lingkungan budaya. Menurut pandangan Ali, Keinginan belajar adalah benih
kemajuan, tetapi keinginan belajar sahaja tanpa tenaga membangun umpama
baling-baling tiada kemudi.

Kesaksian Ali Sastroamidjojo dalam otobiografinya, "Kesadaran kebangsaan


saya baru sampai pada taraf kesukuan Jawa. Dari sebab itu turut mengalami
saatsaat peralihan radikal di dalam perkembangan Indische Vereniging menjadi
Indonesische Vereniging (Pergerakan Indonesia/PI) yang terjadi di Den Haag itu
menyebabkan perubahan mental yang radikal pula di dalam jiwaku. Dengan
segera sekali menipislah perasaan kesukuan Jawa di dalam hatiku. Perasaan dan
kesadaran baru segera tumbuh. Saya mulai sadar bahwa saya tidak hanya
termasuk golongan suku Jawa, melainkan menjadi sebagian dari pada suatu
bangsa besar, ialah bangsa Indonesia! Sebagai bangsa Indonesia itu saya bukan
'inlander', 'inheemse' atau 'bumiputera' lagi, melainkan orang Indonesia yang
mempunyai Tanah Air dengan nama baru: Indonesia! Segala pikiran dan
perbuatan kami yang sedang belajar di berbagai universitas di Negeri Belanda
ditujukan kepada mencapai realisasi daripada perasaan dan kesadaran ke-
Indonesiaan itu”5.Ali sangat jujur dalam pengakuan dan kesaksiaannya,kesadaran
tentang keindonesian baru muncul tahun 1920-an, menggantikan perasaan
kedaerahan, apakah itu Sulawesi, Sumatera, Ambon, ataupun Jawa. Bagaimana
Budi Utomo? Kita menghargai dengan sangat tinggi BU sebagai gerakan kultural-
intelektual, tapi bukan untuk menciptakan sebuah bangsa yang selanjutnya
bernama Indonesia. Berkat perjuangan PI-lah, kemudian dikukuhkan oleh Sumpah

5
Ali Sastroamidjojo 1974. Tonggak-Tonggak Di Perjalananku.hal 43
Pemuda tahun 1928, bekas jajahan Belanda ini tampil sebagai sebuah bangsa baru
di sekitar Khatulistiwa dengan gugusan kepulauan yang cantik dan elok
sebagaimana Ali dengan perasaan dalam telah menggambarkannya. BU sama
sekali tidak berpikir tentang Indonesia. Antara tahun 1908-1931 BU masih
menutup diri untuk dimasuki oleh suku non-Jawa,sebuah "organisai yang
eksklusif"6. Bila kita mencoba berlaku jujur dan adil terhadap masalampau
Indonesia maka penetapan permulaan Hari Kebangkitan Nasional adalah saat
terbentuknya Pergerakan Indonesia yang semula bernama Indische Vereniging
menjadi Indonesische Vereniging kemudian kukuh dalam bahasa Indonesia
sebagai Perhimpunan Indonesia. Kapan perubahan ini terjadi, Namun dapat pula
tonggak kebangkitan nasional dimulai sejak Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928, sebagai awal Kebangkitan Nasional. Bangunan sejarah bangsa
haruslahditegakkan di atas fondasi yang kokoh dan benar. Fondasi yang ringkih
akan selalu oleng, atau mengutip kalimat seorang penyair: "Sebuah sarang di atas
dahan yang rapuh takkan tahan lama." Kita ingin Indonesia ini bertahan sampai
rapuhnya dunia ini!7

6
Ahmad Mansur Suryanegara. 1995. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia
hal 201
7
Ahmad Syafii Maarif. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemuasiaan : sebuah refleksi
sejarah. Hal 92
Daftar Pustaka

Ali Sastroamidojo. 1974. Tonggak-tonggak Di Perjalananku. Jakarta: PT Kinta.

Harry A. Poeze. 2008. Di negeri penjajah: orang Indonesia di negeri Belanda,


1600-1950. Jakarta: PT Gramedia.

Ahmad Mansur Suryanegara. 1995. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan


Islam di Indonesia. Yogyakarta. Mizan

Ahmad Syafii Maarif. 2009.Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemuasiaan


: Sebuah Refleksi Sejarah. Yogyakarta. Mizan
Ali Sastroamidjojo
Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pergerakan Nasional 2
Pengampu : UMI YULIATI, S.S., M.Hum.

Disusun Oleh:
Afiq Candra Susila C0514001
Galih Wisnubrata C0514022
Diandra Aisyah P C0514011

PROGAM STUDI ILMU SEJARAH


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

Anda mungkin juga menyukai