Anda di halaman 1dari 8

JABAWAN

1.    Pengertian prasangka
Prasangka atau prejudice berasal dari kata latian prejudicium, yang pengertiannya sekarang
mengalami perkembangan sebagia berikut :

1. semula diartikan sebagai suatu presenden, artinya keputusan diambil atas dasar
pengalaman yang lalu
2. dalam bahas Inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan
pertimbangan yang cermat, tergesa-gesa atau tidak matang
3. untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan unsur-unsur emosilan (suka atau
tidak suka) dalam keputusan yang telah diambil tersebut

Dalam konteks rasial, prasangka diartikan:”suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau
ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi ”. Dalam hal ini terkandung suatu
ketidakadilan dalam arti sikap yang diambilkan dari beberapa pengalaman dan yang didengarnya,
kemudian disimpulkan sebagai sifat dari anggota seluruh kelompok etnis.
Prasangka (prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa
sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Baha arab menyebutnya “sukhudzon”.
Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Dan disisi lain
bahasa arab “khusudzon” yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut
Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif
terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau
beringkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau
tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak
lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan
tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu
masing-masing.
Prasangka ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan
pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain.
Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang
terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan)
terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi
atau unsure efektif yang kuat.
Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih
sukar berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok ? tampaknya kepribadian dan
inteligensi, juga factor lingkungan cukup berkaitan engan munculnya prasangka. Orang yang
berinteligensi tinggi, lebih sukar berprasangka, mengapa ? karena orang-orang macam ini berikap
dan bersifat kritis. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkan pada suatu
tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak
dapat dipisahkan. Seseorang yagn mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi
terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak
diskriminatof tanpa latar belakang prasangka. Demikian jgua sebaliknya seseorang yang
berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.

2.    Teori-teori prasangka
a.      Teori Kategorisasi Sosial

melalui kategorisasi kita emmbuat dunia yang tak terbatas ini menjadi lebih sederhana
dan bisa dimengerti. Pembedaan kategorisasi bisa di dasarkan pada persamaan atau
perbedaan. Misalnya persamaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit, pekerjaan,
kekayaan yang relatif sama dan sebagainya. Sedangkan perbedaan tempat tinggal, garis
keturunan, warna kulit, pekerjaan, tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam
kelompok yang berbeda.

Mereka yang memiliki kelompok yang sama dalam satu kelompok dikategorikan in
group, sedangkan yang berbeda kelompok dikategorikan out group.

Pengkategorian cenderung mengkontraskan antara kedua pihak yang berbeda. Jika satu
dinilai baik maka kelompok lain cenderung dinilai buruk.

b.      Teori Konflik-realistis

Teori ini memandang bahwa terjadinya kompetisi dan konflik antar kelompok dapat
meningkatkan kecenderungan untuk berprasangka dan mendiskriminasikan anggota
outgroup.

Kompetisi yang etrjadi antar dua kelompok yang saling mengancam akan menimbulkan
permusuhan dan menciptakan penilaian yang negatif yang bersifat timbal balik. Jadi
prasangka merupakan konsekuensi dari konflik nyata yang tidak dapat di elakkan.

LeVine dan Campbel (1972) menyebut kompetisi yang terjadfi sebagai konflik kelompok
yang realistik. Biasanya terjadi karena kedua kelompok bersaing untuk memperebutkan
sumber langka yang sama.

c.      Teori Perbandingan Sosial

Kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain dan kelompok kita dengan
kelompok lain. Hal hal yang dibandingkan hampir semua yang kita miliki, mulai dari status
sosial, status ekonomi, kecantikan, karakter kepribadian, dan sebagainya. Konsekuensi dari
pembanidngan adalah adanya penilaina lebih baik atau lebih buruk dari orang lain.
Prasangka terlahir ketika orang menilai adanya perbedaan yang mencolok. Artinya keadaan
status yang tidak seimbanglah yang akan melahirkan prasangka (Myers 1999)

d.      Teori Identitas Sosial


Berdasarkan teori ini, Henry Tajfel dan John Tunner (1982) mengemukakan bahwa
prasangka biasanya terjadi disebabkan oleh in group dan favoritsm yaitu kecenderungan
untuk mendiskriminasikan dalam perlakuan yang lebih baik atau menguntungkan in group
diatas out group. Orang memakai identitas sosialnya sebagai sumber dari kebangggan diri
dan harga diri. Semakin positif kelompok dinilai maka semakin kuat identitas kelompok yang
dimiliki dan akan memperkuat harga diri.

e.      Teori Deprivasi Relatif

Deprivasi Relatif adalah keadaan psikologis dimana seseorang merasakan


ketidakpuasan atas kesenjangan atau kekurangan subjektif yang dirasakannya pada saat
keadaan diri dan kelompoknya dibandingkan dengan orang lain atau kelompok lain.
Keadaan deprivasi bisa menimbulkan persepsi adanya suatu ketidakadilan sehingga
menimbulkan terjadinya prasangka.

f.       Teori Frustrasi-Agresi

Menurut teori ini, prasangka merupakan manifestasi dari displaced aggrsion sebagai
akibat dari frustrasi. Asumsi dasar dari teori ini adalah jika tujuan seseorang dirintangi atau
dihalangi, maka individu tersebut akan mengalami frustrasi. Frustrasi yang dialami akan
membawa individu tersebut pada perasaan bermusuhan terhadap sumber penyebab
frustrasi. Hal itulah yang menyebabkan individu seringkali mengkambing hitamkan individu
lain yang kurang memiliki kekuasaan.

g.      Teori Belajar Sosial

Menurut teori ini prasangka biasanya diperoleh anak-anak melalui proses sosialisasi.
Anak-anak banyak yang menginternalisasikan norma norma mengenai stereotipe dan
perilaku antar kelompok yang ditetapkan oleh orang tua dan teman sebaya. Selain dari
orang tua dan teman sebaya, media massa juga menjadi sumber anak untuk mempelajari
stereotipe dan prasangka.

3.    Pengertian diskriminasi
diskriminasi adalah perlakuan Buruk yang di tujukan terhadap kumpulan manusia tertentu.
Dalam diskriminasi ada Macam-macam bentuk Diskriminasi yang terjadi dalam kehidupan di
antaranya :

a.     Diskriminasi Umur

Individu di beri layanan yang tidak adil karena beliau tergolong dalam lingkungan umur
tertentu. Contohnya di negara malaysia remaja senantiasa dianggap orang yang menimbulkan
masalah sehingga timbul istilah "Masalah Remaja"
b.     Diskriminasi Gender

Individu di beri layanan yang tidak adil karena gender mereka. Contoh seorang wanita
menerima gaji yang lebih rendah dengan lelaki sejawatnya walaupun sumbangan mereka adalah
sama.

c.      Diskriminasi Kesehatan

Individu diberi layanan yang tidak adil karena mereka menderita penyakit atau kecacatan
tertentu Contohnya seorang yang pernah menderita sakit jiwa telah di tolak untuk mengisi
jawatan tertentu, walaupun ia telah sembuh dan mempunyai keupayaan yang di perlukan.

d.      Diskriminasi Ras

Individu tidak di berikan layanan kesehatan karena Ras


e.      Diskriminasi agama

Individu di beri layanan yang tidak adil berdasarkan agama yang dianutnya
f.        Diskriminasi kaum

Tidak mendapatkan layanan yang sama rata dengan kaum lain

4.    Pengertian etnosentris
Etnosentris adalah kecenderungan untuk melihat dunia melalui filter budaya sendiri. Istilah
ini sering dipandang negatif, yang didefinisikan sebagai ketidak mampuan untuk melihat orang
lain dengan cara diluar latar belakang budaya anda sendiri. Sebuah definisi terkait etnosentrisme
memiliki kecenderungan untuk menilai orang dari kelompok, masyarakat, atau gaya hidup yang
lain sesuai dengan standar dalam kelompok atau budaya sendiri, sering kali melihat kelompok
lainnya sebagai inferior (lebih rendah) (healey, 1998; Noel, 1968).
Pengertian etnosentrisme adanya sikap primodialisme yang ada dalam masyarakat melahirkan
sikap etnosentrisme. Etnosentrisme adalah sikap menilai unsur-unsur kebudayaan lain dengan
menggunakan kebudayaan sendiri. Etnosentrisme dapat diartikan pula sebagai sikap yang
menganggap cara hidup bangsa nya merupakan cara hidup yang paling baik.
Ketika suku bangsa yang satu menganggap suku bangsa yang lain lebih rendah, maka sikap
demikian akan menimbulkan konflik. Konflik tersebut misalnya kasus SARA, yaitu pertentangan
yang didasari oleh Suku, Agama, Ras dan antar golongan. Dampak negatif yang lebih luas dari
sikap etnosentrisme antara lain :
a.     Mengurangi ke objektifan ilmu pengetahuan
b.     Menghambat pertukaran budaya
c.     Menghambat proses asimilasi kelompok yang berbeda
d.     Memacu timbulnya konflik sosial.
Disisi yang lain, jika dilihat dari fungsi sosial, etnosentrisme dapat menghubungkan
seseorang dengan kelompok sehingga dapat menimbulkan solidaritas kelompok yang sangat kuat.
Dengan memiliki rasa solidaritas, setiap individu akan bersedia memberikan pengorbanan secara
maksimal. Sikap etnosentrisme diajarkan kepada kelompok bersama dengan nilai-nilai
kebudayaan. Salah satu bukti adanya sikap etnosentrisme adalah hampir setiap individu merasa
bahwa kebudayaannya yang paling baik dan lebih tinggi dibanding dengan kebudayaan lainnya,
m isalnya :
a.     Bangsa Amerika bangga akan kekayaan materialnya
b.     Bangsa Mesir bangga akan peninggalan akan kepurbakalaan yang bernilai tinggi
c.     Bangsa Francis bangga akan bahasa nya
d.     Bangsa Italia bangga dengan musik nya.
Dampak positif dari etnosentrisme yaitu dapat  mempertinggi semangat patriotisme, menjaga
keutuhan dan stabilitas kebudayaan, serta mempertinggi rasa cinta kepada bangsa sendiri.
Sikap etnosentrisme adalah sikap yang paling menggunakan pandangan dan cara hidup dari
sudut pandangan nya sebagai tolak ukur untuk menilai kelompok lain.
Apabila tidak dikelola dengan baik, perbedaan budaya dan aday istiadat antara kelompok
masyarakat tersebut akan menimbulkan konflik sosial akibat adanya sikap etnosentrisme. Sikap
tersebut timbul karena adanya anggapan suatu kelompok masyarakat bahwa mereka memiliki
pandangan hidup dan sistem nilai yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.

5.    Penyebab prasangka dan diskriminasi


a.     berlatar belakang sejarah
b.     dilatarbelakangi olehperkembangan sosio-kultural dan situasional
c.      bersumber dari faktor kepribadian
d.     berlatar belakangdari perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama

6.    Upaya mengurangi prasangka dan diskriminasi


a.     perbaikan kondisi sosial ekonomi
pemerataan dan usaha peningkatan pendapatan bagi warga negara Indonesia masih
tergolong dibawah garis kemiskinan akan mengurangi adanya kesenjangan-kesenjangan
sosial antar si kaya dan si miskin. Melalui program-program pembangunan yang mantap tang
didukung oleh lembaga-lembaga ekonomi pedesaan seperti BUUD dan KUD. Juga melalui
program KCK (kredit candak kulak), KMKP (kredit modal kerja permanen), dan dalam
sektor pertanian dengan intensifikasi khusus (Insus), proyek perkebunan inti rakyat (PIR),
juga proyek tebu rakyat diperkirakan golongan ekonomi lemah lambat laun akan dapat
menikmati usaha-usaha pemerintah dalam perbaikan sektor perekonomian. Dengan begitu
prasangka-prasangka ketidakadilan dalam sektor perekonomian antara kelompok kuat dan
kelompok ekonomi lemah sedikit banyak dapat dikurangi dan akhirnya akan sirna.

b.     Perluasan
kesempatan belajar
Jika dapat mencapai prestasi tinggi dan dapat mempertahanhan secara konsisten,
beasiswa yang aneka ragam itu dapat diraih dan kantong pun tidak akan kering kerontang.
Dengan memberi kesempatan luas untuk mencapai tingkat pendidikan dari tingkat dasar
sampai perguruan tinggi bagi seluruh warga negara indonesia tanpa kecuali, prasangka dan
perasaan tidak adil pada sektor pendidikan cepat atau lambat akan hilang lenyap.

c.      Sikap terbuka dan lapang dada

Sesungguhnya idealisme paham kebangsaan yang mencanangkan persatuan dan


kemerdekaan, telah menumbuhkan sikap kesepakatan, solidaritas yang tinggi. Dengan
berbagai sikap unggul itu, diharapkan akan berkelanjutan dengan sikap saling percaya, saling
menghargai, menghormati dan menjauhi dari dari sikap berprasangka. Dilandasi dengan
sikap-aikap tersebut  akn mucul sikap terbuka, sikap lapang, untuk menerma kritik, suatu
makna dari perbedaan pendapat yang wajar dalam kemajemukan masyarakat indonesia.
Upaya menjalin komunikasi dua arah, karena masing-masing berniat membuka diri untuk
berdialog antar golongan, antar kelompok sosial yang diduga berprasangka dengan tujuan
membina kesatuan dan persatuan bangsa adalah suatu cara yang sungguh bijaksana.

7.    UPAYA MENGATASI ETNOSENTRIS


Untuk mengatasi masalah etnosentrisme dalam era desentralisasi dan otonomi daerah,
langkah pertama yang mesti dibuat adalah pendidikan politik. Pendidikan politik masyarakat
ini menjadi tanggung jawab semua pihak di daerah terutama partai politik dan para politisi
serta organisasi kemasyarakatan lainnya. Pendidikan politik atau sosialisasi politik mesti
diarahkan pada perubahan budaya politik masyarakat dari subyektif dan parokhial menuju ke
partisipatif.
Untuk mengantar masyarakat pada budaya politik partisipatif, dituntut suatu sistem
pemerintahan yang memiliki kejelasan prosedural, terbuka, kompeten, dan menghargai
kebebasan individu(20). Hal ini tentu menuntut dari pemerintahan daerah dan para politisi
lokal untuk membangun suatu suasana demokrasi lokal yang mantap. Hal ini akan membantu
masyarakat berkembang dalam kesadaran berpolitik. Sebab cara kerja pemerintah daerah dan
politisi lokal yang berpolitik oppurtunis dan tidak fair sama dengan pembodohan masyarakat.
Di tengah masyarakat yang masih cenderung untuk terikat pada ikatan-ikatan primordial,
peran partai politik sangat dibutuhkan. Seperti dalam kasus pemilihan kepala daerah, di mana
rakyat memilih bukan karena kompetensi melainkan ikatan-ikatan emosional, partai politik
hendaknya mempersiapkan calon yang kompeten. Parpol hendaknya proaktif dan konstruktif
memahami dan membantu rakyat dalam kesadaran berpolitik. Rakyat seringkali bingung
menentukan pilihan parpol dan calon pemimpin yang tidak jelas identitas dan karakternya.
Ibaratnya memilih kucing dalam karung(21). Untuk itu Parpol tentu diharapkan memiliki
calon yang kompeten dan dikenal masyarakat dan bukan malah menjebak rakyat terpuruk
dalam ketakbrdayaan politik lewat money politcs dan lain sebagainya.
Desentralisasi dan otonomi daerah semestinya menjadi kesempatan bagi masyarakat
untuk berpartisipasi secara aktif dalam pemerintahan. Ruang yang lebih terbuka bagi
masyarakat mesti disediakan oleh pemerintah lokal. Desentralisasi dan otonomi daerah tidak
berarti memindahkan pusat ke daerah, menciptakan raja-raja kecil di daerah melainkan
membangun suatu pemerintahan yang lebih demokratis. Kerjasama yang baik antar semua
pihak tidak akan membiarkan ‘mutiara’ ini terbuang begitu saja.
Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat dan pemerintah adalah hal yang mesti dibuat
demi terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera. Keduanya mesti belajar bersama untuk
membangun kesadaran politik yang matang. Masyarakat dan pemerintah akan memainkan
perannya secara proporsional demi terciptanya demokrasi lokal. Kesadaran politik ini akan
menepis seluruh masalah etnosentrisme.
Konflik antar etnis merupakan sesuatu yang mesti diterima tetapi yang terpenting adalah
bagaimana konflik itu bisa diselesaikan. Pemerintah perlu memberikan pedoman yang tepat
dalam memandu otonomi daerah untuk meredam euphoria yang begitu deras. Pemerintah
selalu mengamati segala aspirasi dan kebijakan yang berkembang di daerah agar tidak
mengarah pada tuntutan yang destruktif dan mengoyakkan konsepsi Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Prinsip integrasi bangsa dalam UUD 1945 harus menjadi acuan dalam
setiap pengambilan kebijakan di daerah-daerah(22). Hal ini tentu akan juga menepis
semangat kedaerahan yang terus berkembang.
Selain seperti yang telah saya uraikan di atas, berikut ini penulis akan mengutip beberapa
langkah yang mesti dibuat dalam rangka memperbaiki implementasi desentralisasi dan
otonomi daerah yang berbau etnosentrisme yang diusulkan oleh H. Abdulkahar Badjuri(23).
1.     Perlunya pembantuan kepada daerah (pendampingan atau capacity building programs) agar
mereka melaksanakan otonomi daerah atas dasar kerangka dasar intelektual, kepraktisan dan
kemampuan teknis yang mendasar. Supervisi pemerintah Pusat jelas merupakan conditio sine
qua non. Sehingga pada masa depan daerah mampu membuat sendiri (having a capacity to
make it) dokumen-dokumen perencanaannya, dan tidak dibuatkan oleh pihak ketiga.
Konsultasi dengan para ahli tentunya bukan hal yang tabu. Yang tabu adalah kalau para ahli
itu yang membuatkan dengan judul “proyek”. Kalau minta dibuatkan terus maka sampai
kapan pun daerah tidak akan pernah mampu dan mandiri dalam manajemen publiknya
(artinya program capacity building kemudian dipertanyakan efektivitasnya).
2.     Penelitian yang mendalam tentang implementation plan, sehingga daerah memiliki kejelasan
arah dan tujuan dari otonomi daerah. Harus jelas perencanaan dan kesepakatan Pusat Daerah
mengenai keseimbangan pendapatan dan pengeluaran, hubungan keuangan Pusat Daerah,
kejelasan dalam sistem evaluasi kuantitatif keuangan menuju akuntabilitas daerah.
3.     Harus mempertimbangkan bottom up management khususnya dalam rangka pendemokrasian
lembaga-lembaga di daerah, baik legislatif maupun eksekutif. Bagaimana teknisnya, tentunya
bisa disusun berbagai metode yang realistis dilakukan di daerah.
4.     Menuntaskan PP dan aturan lainnya yang tidak controversial sehingga kejelasan
implementasi menjadi nyata dan tidak berbenturan  satu sama lain. Ini bukan pekerjaan yang
gampang karena harus dikaji dan dipersiapkan secara serius dan komprehensif. Aturan-aturan
ini harus komprehensif sehingga fenomena-fenomena negatif seperti etno-sentrisme, egoisme
daerah an sebagainya bisa dinetralisir atau terantisipasi sebelumnya.
5.     Harus mengembangkan “transition plan”. Perencanaan transisi seperti ini hampir semua
daerah diIndonesia belum melakukannya karena kekurangan supervisi dari pusat (salah satu
sebabnya); di samping memang inovasi dan keterbatasan SDM di daerah.
6.     Harus ada kejelasan mengenai kewenangan pengelolaan yang lebih jelas dan transparan
kepada daerah. Untuk jelas, pemerintahan pusat dan daerah harus saling berkomunikasi dan
jalan sendiri-sendiri menggunakan pendekatan formalitas dan pendekatan kekuasaan semata.
7.     Harus dilakukan comprehensive field research mengenai implementasi otonomi daerah
sebagai bagian daricomplete evaluation terhadap kebijakan otonomi daerah. Hasil penelitian
akademik ini menjadi dasar terhadap kebijakan baru yang akan disusun untuk mengatasi
berbagai persoalan.
8.     Khusus mengenai kepegawaian; mempertimbangkan fenomena etnosentrisme serta
kesempatan yang lebih luas untuk mutasi, promosi dan pengembangan pegawai lintas
propinsi, lintas kabupaten/kota mungkin bisa dipertimbangkan lagi agar kewenangan
kepegawaian ditarik kembali ke pusat.
Beberapa langkah di atas kiranya dapat menjadi penuntun bagi kita untuk
mengimplementasikan desentralisasi dan otonomi daerah secara pas. Dalam arti kita berusaha
untuk mengimplementasikan desentralisasi dan otonomi daerah tanpa jatuh dalam masalah
etnosentrisme.

Anda mungkin juga menyukai